Anda di halaman 1dari 26

i

PENGARUH PENAMBAHAN JUMLAH RAGI TERHADAP PH DAN


DENSITAS PADA PEMBUATAN VINEGAR DARI AIR KELAPA

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Teknologi


Bioproses Jurusan Teknik Kimia Universitas Sriwijaya

DISUSUN OLEH :

AMIR SYAKIB ARSALAN 03031381320033


INDAH PUSPA SARI 03031381320046
NANDIKA BERITO UMBARA 03031381320033
WANDA YUNITA 03031281320016

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami diberikan kesehatan lahir dan bathin
sehingga kami para praktikan dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai dan
seminar mata kuliah Praktikum Teknologi Bioproses. Makalah yang kami buat ini
membahas tentang pengaruh penambahan jumlah ragi terhadap ph dan densitas
pada pembuatan vinegar dari air kelapa. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih kepada analis dan kakak-kakak asisten laboratorium teknologi bioproses,
karena atas bimbingannya pula, kami dapat membuat dan menyusun makalah ini.
Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekurangan
penulisan dalam penyusunan makalah ini. Kami meminta kritik dan saran untuk
pembuatan makalah yang lebih baik kedepannya. Akhirnya kami mengucapkan
terimakasih dan selamat membaca makalah ini.
Palembang, 9 April 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 1
1.3. Tujuan 1
1.4. Manfaat 2
1.5. Ruang Lingkup 2
1.6. Hipotesa 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air Kelapa 3
2.2. Saccharomyces Cerevisiae 3
2.3. Sukrosa 4
2.4. Fermentasi
2.5. Vinegar
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Waktu Pelaksanaan
3.2. Alat
3.3. Bahan
3.4. Prosedur Percobaan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
4.2. Pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA

ii
iii

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Cuka Kelapa Sebelum Fermentasi


Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Cuka Kelapa Setelah Fermentasi
Tabel 4.3. Hasil Pengamatan Cuka Kelapa Setelah Distilasi

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Grafik Pengaruh Jumlah Ragi Terhadap pH Coco Cider Setelah
Distilasi.
Gambar 4.2. Grafik Pengaruh Jumlah Ragi Terhadap Densitas Coco Cider
Setelah Distilasi.

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Buah kelapa merupakan buah khas yang dapat tumbuh di daerah yang
beriklim tropis. Kelapa merupakan buah yang sangat bermanfaat. Seluruh bagian
dari tumbuhan kelapa ini dapat dimanfaatkan bagi kebutuhan manusia. Salah satu
bagian yang sering dimanfaatkan adalah air kelapa. Air kelapa memiliki
kandungan nutrisi yang cukup dan mineral yang cukup baik, tergantung dari jenis
dan varietasnya. Apabila air kelapa ini tidak dimanfaatkan dan dibuang
disembarang tempat maka akan menimbulkan masalah yaitu pencemaran
lingkungan. Air kelapa yang tidak dimanfaatkan akan cepat berubah menjadi asam
dan berbau menyengat. Air kelapa yang tidak dimanfaatkan dapat meresap
kedalam tanah akan merusak tanah dan menghambat pertumbuhan tanaman lain.
Selain itu, menurut Atih dalam Ramona pada tahun 1989 masih banyak volume
air kelapa di Indonesia yang belum termanfaatkan dengan baik yaitu sekitar
937.712 liter per tahun.
Vinegar sebagai produk fermentasi memiliki banyak keunggulan
diantaranya, sebagai bahan aditif untuk cita rasa dan aroma pada makanan,
sebagai pengawetan sayur dan buah, dan sebagai pengasam makanan. Vinegar ini
dapat dibuat dari berbagai macam sari buah antara lain apel, pisang, rambutan,
nanas, dan air kelapa. Akan tetapi, pemanfaatan air kelapa menjadi vinegar di
Indonesia masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, dilakukan pembuatan
vinegar dari air kelapa dengan proses fermentasi. Proses fermentasi dilakukan
dengan menambahkan ragi roti (Saccharomyces cereviceae) dengan variasi
penambahan sebanyak 3 gram, 6 gram, dan 9 gram.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses pembuatan vinegar dari air kelapa?
2. Bagaimana pengaruh penambahan ragi roti (Saccharomyces cereviceae)
pada pembuatan vinegar dari air kelapa?

1.3. Tujuan

1
2

1. Mengetahui proses pembuatan vinegar dari air kelapa.


2. Mengetahui pengaruh penambahan ragi terhadap pH pada pembuatan cuka
air kelapa.
3. Mengetahui pengaruh penambahan ragi terhadap densitas pada pembuatan
cuka air kelapa

1.4. Manfaat
Dengan penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi untuk
penelitian lanjutan mengenai fermentasi air kelapa menjadi cuka kelapa atau
coconut vinegar.

1.5. Ruang Lingkup


Penelitian dilakukan dengan memvariasikan ragi roti (Saccharomyces
cereviceae) sebanyak 3 gram, 6 gram, dan 9 gram. Kemudian variabel yang
diamati adalah bau, warna, tekstur, dan densitas.

1.6. Hipotesa
1. Semakin banyak jumlah ragi yang digunakan maka semakin kecil nilai pH
cuka kelapa.
2. Semakin banyak jumlah ragi yang digunakan maka semakin besar densitas
cuka kelapa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Kelapa


Kandungan kimia air kelapa sangat beragam tergantung pada jenis atau
varietasnya, umur buah, daerah tumbuh, keadaan tanah, dan intensitas cahaya
matahari (Jackson et al., 2004 dan Jean et al., 2009). Menurut Prastowo (2008),
komposisi air kelapa muda adalah gula sebanyak 4,4%, natrium 42 mg/100 g,
kalium 290 mg/100 g, kalsium 44 mg/100 g, magnesium 10 mg/100 g, besi 106
mg/100 g, dan tembaga 26 mg/100 g. Selain glukosa dan elektrolit, air kelapa
muda juga mengandung vitamin dan protein yang sangat diperlukan oleh
tubuh. Kandungan glukosa, elektrolit, vitamin, dan protein menyebabkan air
kelapa bukan saja berfungsi sebagai pengganti air tetapi juga sebagai sumber
energi dan untuk mempercepat fase pemulihan (Kalman et al., 2012).
Air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan sirup, kecap,
campuran minuman tuak, pupuk anggrek, minuman isotonik dan nata de coco.
Menurut Mahmud dan Ferry (2005), air kelapa dimanfaatkan untuk pembuatan
minuman ringan, jelly, ragi, alkohol, nata de coco, dextran, anggur, cuka, dan
ethyl acetat, selanjutnya dikatakan pula bahwa komposisi kimia air kelapa adalah
specific grafity 1,02, bahan padat 4,71%, gula 2,56%, abu 0,46%, minyak 0,74%,
protein 0,55%, dan senyawa chlorida 0,17%. Upaya penganekaragaman produk
dari air kelapa masih terus dikembangkan, salah satunya yaitu produk coco cider.

2.2. Saccharomyces Cerevisiae


Ragi (Saccharomyces cerevisiae) adalah mikroorganisme penghasil etanol
yang paling dikenal saat ini. Efesiensi fermentasi dapat ditingkatkan dengan cara
mengabolisasi sel mikroorganisme yang digunakan. Amobilisasi sel bertujuan
untuk membuat sel menjadi tidak bergerak atau berkurang ruang geraknya
sehingga sel menjadi terhambat pertumbuhannya dan substrat yang diberikan
hanya digunakan untuk menghasilkan produk (Putra A.E & Surya, R.P, 2006).
Khamir sejak dulu berperan dalam fermentasi yang produk utama
metabolismenya adalah etanol. Saccharomyces cerevisiae adalah jenis utama yang

3
4

berperan dalam produksi minuman beralkohol seperti bir, anggur dan digunakan
untuk fermentasi adonan dalam perusahaan roti (Buckle, K. A, 1987).
Dalam proses fermentasi untuk menghasilkan etanol salah satunya dapat
memakai ragi roti. Ragi roti ialah produk yang dibuat dengan membiakkan khamir
jenis Saccharomyces cerevisiae dalam media serelia atau bahan lain yang sesuai,
dikeringkan, serta mempunyai kemampuan meragikan adonan tepung pada
pembuatan roti dan kue-kue (Standar Nasional Indonesia Departemen Pertanian,
1992). Menurut Hidayat (2006), terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi
kehidupan ragi, yaitu sebagai berikut:
1. Nutrisi (zat gizi), dalam kegiatannya khamir memerlukan penambahan
nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, yaitu: Unsur C, ada
faktor karbohidrat. Unsur N, dengan penambahan pupuk yang
mengandung nitrogen, misalnya ZA, urea, ammonia, dan sebagainya.
Unsur P, dengan penambahan pupuk fosfat, misal NPK, TSP, DSP, dan
sebagainya. Mineral-mineral dan vitamin-vitamin
2. Keasaman (pH), pada fermentasi alkohol, khamir memrlukan media denan
suasana asam, yaitu antara pH 4,85,0. Pengaturan pH dapat dilakukan
dengan penambahan asam sulfat jika substratnya alkalis atau dengan
natrium bikarbonat jika subtratnya asam.
3. Suhu, suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan adalah
28C. Pada waktu fermentasi terjadi kenaikan panas, karena reaksinya
eksoterm. Untuk mencegah agar suhu fermentasi tidak naik, perlu
pendingin agar dipertahankan tetap 26C-30C
4. Udara, fermentasi alkohol berlangsung secara anaerobik (tanpa udara).
Namun demikian udara diperlukan pada proses pembibitan sebelum
fementasi untuk perkembangbiakan khamir tersebut.

2.3. Sukrosa
Dalam Goutara dan Soesarsono W (1980), sukrosa adalah karbohidrat
yang mempunyai rumus kimia C12H22O11 merupakan disakarida dan terdiri dari 2
komponen monosakarida yaitu D-glukosa dan D-fruktosa. Nama kimia yang lebih
5

tepat dari sukrosa adalah -D-glukopyranosyl--D-fruktofuranoside. Struktur


kimia sukrosa sebagai berikut:

Sukrosa memiliki berat molekul 342,3 gram/mol terdiri dari gugus glukosa
dan fruktosa. Sukrosa merupakan senyawa gula yang paling disukai. Sukrosa
terdapat di alam dalam jaringan tanaman terutama buah, biji, bunga dan akar.
Madu lebah mengandung sebagian besar sukrosa dan hasil hidrolisanya (Slamet
Sudarmadji, 1996). Sifat-sifat dari sukrosa mempunyai titik cair sukrosa adalah
186C, kebanyakan disakarida bersifat mereduksi fehling (benedict) tetapi sukrosa
merupakan perkecualian tidak mereduksi.
Dalam keadaan murni, sukrosa tidak dapat difermentasikan oleh khamir.
Pada suhu 160-186C sukrosa akan membentuk arang yang mengeluarkan bau
karamel yang spesifik. Satu gram sukrosa dapat larut dalam 0,5 ml air (suhu
kamar) atau dalam 0,2 ml air mendidih, dalam 170 ml alkohol atau 100 ml
metanol. Sukrosa sedikit larut dalam gliserol dan piridin. Sukrosa dapat
mengalami hidrolisa dalam larutan asam encer atau oleh enzim invertase menjadi
glukosa dan fruktosa. Campuran glukosa dan fruktosa disebut gula invert dan
perubahannya disebut proses inversi. Sukrosa kristal murni mengandung energi
351 kalori/100 gram. Sedangkan gula merah tanpa pemurnian 389 kalori/100
gram (Slamet Sudarmadji, 1996).

2.4. Fermentasi
Fermentasi ialah proses perubahan senyawa-senyawa kompleks dari suatu
bahan menjadi senyawa sederhana dengan disertai bau yang spesifik akibat
aktivitas mikroba. Fermentasi dalam sel terjadi dalam keadaan anaerobik dan sel
khamir memperoleh energi dari hasil pemecahan molekul gula (Said, E. G, 1987).
Fermentasi merupakan proses yang relatif murah dan telah lama dilakukan oleh
6

nenek moyang kita secara tradisional dan produknya sudah biasa dikonsumsi
manusia sampai sekarang seperti tape, tempe, oncom, dan lain-lain (Nurhayani,
2000).
Gula adalah bahan yang umumnya digunakan dalam fermentasi. Glukosa
(C6H12O6) merupakan gula yang paling sederhana, melalui fermentasi akan
menghasilkan etanol (C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh
Saccharomyces cerevisiae dan sering digunakan pada produksi makanan
(Wikipedia, 2010). Reaksi kimia yang terjadi dalam proses fermentasi:

Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik. Untuk hidup,


semua organisme membutuhkan sumber energi-energi diperoleh dari metabolisme
bahan pangan dimana organisme berada didalamnya. Bahan baku energi yang
paling banyak digunakan diantara mikroorganisme adalah glukosa. Adanya
oksigen menyebabkan beberapa mikroorganisme mampu mencerna glukosa serta
menghasilkan air, karbondioksida dan sejumlah besar energi (ATP), ini disebut
metabolisme tipe aerobik. Akan tetapi beberapa mikroorganisme mampu
mencerna glukosa tanpa adanya oksigen serta menghasilkan energi rendah, karbon
dioksida, air dan produk akhir metabolik organik lain seperti asam laktat, asam
asetat, etanol serta alkohol dan ester. Pertumbuhan yang terjadi tanpa adanya
oksigen sering dikenal sebagai fermentasi (Buckle, K. A, 1987).
Dalam jurnal Mahasiswa ITP-FTP UB (2010), adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi fermentasi yaitu:
1. Spesies Sel Khamir, pemilihan mikroorganisme biasanya berdasarkan
jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium, untuk memproduksi
alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cerevisiae. Pemilihan
khamir bertujuan agar didapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh
dengan cepat dan mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah banyak.
7

2. Jumlah Sel Khamir, jumlah sel khamir yang diinokulasikan merupakan


faktor yang sangat mempengaruhi proses fermentasi. Mikroba yang
diinokulasikan kedalam medium fermentasi disebut inokulum.
3. Derajat Keasaman (pH), derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan
khamir yang digunakan pada fermentasi etanol adalah 4,5-5,5. Pada
umumnya sel khamir dapat tumbuh dan memproduksi etanol pada pH 3,5-
6,0.
4. Suhu, khamir mempunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk
pembentukan selnya, suhu optimum untuk khamir adalah 25-30C.
Peningkatan suhu sampai 40C dapat mempertinggi kecepatan awal
produksi etanol, tetapi produktivitas fermentasi secara keseluruhan
menurun karena meningkatnya jumlah etanol menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan sel khamir.
5. Oksigen, selama fermentasi alkohol berlangsung, diperlukan sedikit
oksigen yaitu sekitar 0,05-0,10 mmHg tekanan oksigen, yang diperlukan
sel khamir untuk biosintesa lemak tak jenuh dan lipid. Jumlah oksigen
yang tinggi dapat merangsang pertumbuhan sel khamir, sehingga produksi
alkohol menjadi lebih rendah. Persediaan oksigen yang besar penting
untuk kecepatan perkembangbiakan sel khamir, namun produksi alkohol
terbaik pada kondisi anaerob.
Menurut Judoamidjojo dkk. (1992), menyatakan bahwa beberapa langkah
utama yang diperlukan dalam melakukan suatu proses fermentasi diantaranya
adalah:
a) Seleksi mikroba atau enzim yang sesuai dengan tujuan.
b) Seleksi media sesuai dengan tujuan.
c) Sterilisasi semua bagian penting untuk mencegah kontaminasi oleh
mikroba yang tidak dikehendaki.

2.5. Vinegar
Dalam waluyo (1984), vinegar berasal dari kata vinaigre (bahasa
Perancis) yang artinya anggur yang telah asam, merupakan suatu produk yang
dihasilkan dari fermentasi bahan yang mengandung gula atau pati menjadi
8

alkohol, yang kemudian difermentasi lebih lanjut menjadi vinegar yang


mempunyai kandungan asam asetat minimal 4 gram/100mL. Jenis- jenis
vinegar antara lain:
1. Cider vinegar (Apple vinegar)
Vinegar ini dibuat dari sari buah apel yang difermentasi sampai
diperoleh kadar asam asetat sebesar 4 gram/100mL, kadar gula reduksi
maksimum 50 % dan jumlah padatan total sebesar 1,6 %.
2. Wine Vinegar
Bahan yang digunakan ialah sari buah anggur. Vinegar ini
mengandung jumlah padatan total lebih dari 1 gram dan abu sebesar 0,13
gram setiap 100mL. Kadar asam asetat minimum 4 gram/100 mL.
3. Spirit/Distilled/Grain Vinegar
Vinegar ini diperoleh dari hasil fermentasi asam asetat dengan
menggunakan substrat alkohol hasil distilasi yang telah diencerkan. Kadar asam
asetat minimum 4 gram/100 mL.
4. Malt Vinegar
Vinegar yang diperoleh dari fermentasi tanpa melalui proses
distilasi dari salt malt atau biji-bijian yang mengandung tepung yang
sebelumnya telah dikecambahkan. Seperti vinegar lainnya, vinegar jenis ini
juga mengandung asam asetat minimum 4 gram/100 mL.
5. Sugar Vinegar
Vinegar yang diperoleh dari hasil fermentasi asam asetat dari sirop
molase dengan kadar asam asetat minimum 4 gram/100 mL.
6. Glucose Vinegar
Vinegar yang diperoleh dari hasil fermentasi asam asetat dari larutan
glukosa dan dekstrosa dengan kadar asam asetat minimum 4 gram/100 mL.
9
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Waktu dan Tempat Percobaan


Penelitian dilaksanakan pada tanggal 4 sampai 8 April 2016 di
Laboratorium Teknologi Bioproses.

3.2. Alat
1. Beaker Glass
2. Pengaduk Kaca
3. Pasteurizer
4. Erlenmeyer
5. Neraca Tiga Lengan
6. Corong
7. Saringan
8. Termometer

3.3. Bahan
1. Air Kelapa 900 ml
2. Sukrosa 180 gram
3. Ragi (Yeast)

3.4. Prosedur Percobaan


1. Masukan air kelapa kedalam tiga erlemeyer masing-masing sebanyak 300
ml.
2. Pasteurisasi air kelapa dengan suhu pasteurisasi 82oC selama 30 menit
untuk masing-masing Erlenmeyer.
3. Sambil menunggu pasteurisasi, timbang ragi sebanyak 3 gram, 6 gram,
dan 9 gram. Kemudian timbang sukrosa 60 gram untuk tiap Erlenmeyer.
4. Setelah dilakukan pasteurisasi, dinginkan air kelapa sampai mendekati
suhu kamar.
5. Masukan sukrosa kedalam masing-masing Erlenmeyer dan aduk sampai
merata.

9
11

6. Kemudian masukan ragi pada tiap-tiap Erlenmeyer dan aduk sampai


merata.
Analisa bau, warna, dan tekstur
7. Masukan campuran air kelapa tersebut pada tiga wadah yang sudah di
sterilisasikan dan tutup rapat, lalu inkubasi dalam suhu kamar selama 72
jam. Setelah itu, analisa kembali warna, bau, dan tekstur.
8. Selanjutnya distilasi masing-masing crude coconut cider.
9. Kemudian distilat analisa densitas dan pH.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Cuka Kelapa Sebelum Fermentasi
No Jumlah Ragi Warna Tekstur Bau Gambar
1. 3 gram Kuning Keruh Kental Air Kelapa

2. 6 gram Kuning Keruh Kental Air Kelapa

3. 9 gram Kuning Keruh Kental Air Kelapa

11
13

Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Cuka Kelapa Setelah Fermentasi


No Jumlah Ragi Warna Tekstur Bau Gambar
1. 3 gram Putih Keruh Cair Asam

2. 6 gram Kuning Keruh Cair Asam

3. 9 gram Kuning Cair Asam


Kehijauan
14

Tabel 4.3. Hasil Pengamatan Cuka Kelapa Setelah Distilasi


No Jumlah Ragi Warna Tekstur Bau Gambar
1. 3 gram Bening Keruh Cair Asam

2. 6 gram Bening Keruh Cair Asam

3. 9 gram Bening Keruh Cair Asam

4.2. Pembahasan
4.2.1. Proses Pembuatan Coco Cider
Pada penelitian dilakukan pembuatan cuka dengan bahan baku air kelapa.
Cuka dibuat dengan metode fermentasi secara anaerob. Air kelapa dimasukkan ke
dalam tiga erlemenyer yang berbeda sebanyak 300 ml. Sebelumnya air kelapa
dipasteurisasi dengan suhu 82oC selama 30 menit. Tujuannya adalah untuk
membunuh bakteri patogen yang terdapat didalam air kelapa. Kemudian air
kelapa didinginkan hingga mendekati suhu kamar sebelum ditambahkan sukrosa
sebanyak 20% berat per volume, sehingga didapatkan nilai 60 gram. Sukrosa
ditambahkan setelah air kelapa dingin dengan tujuan agar tidak merusak struktur
sukrosa, dan untuk mengkondisikan agar bakteri yang digunakan tidak mati.
Kemudian ditambahkan ragi sebanyak 3 gram, 6 gram, dan 9 gram kedalam
masing-masing sampel, lalu sampel dimasukkan kedalam botol dan difermentasi
selama 72 jam.
Mikroba yang berperan dalam proses pembuatan cuka air kelapa ini adalah
bakteri Saccharomyces cerevisease dan Acetobacter aceti. Fermentasi yang terjadi
pada proses pembuatan cuka ini adalah fermentasi alkoholis. Perbedaan antara
15

fermentasi alkoholis dan non-alkoholis adalah pada fermentasi alkoholis, produk


yang dihasilkan berupa alkohol dan mikroba yang digunakan adalah
Saccharomyces cereviseae sedangkan untuk fermentasi non-alkoholis produk
yang dihasilkan berupa asam asetat dengan bantuan Acetobacter aceti. Setelah 72
jam alkohol terbentuk.
Reaksi fermentasi alkoholis oleh bakteri menyebabkan cuka kelapa
mengalami perubahan struktur kimia menjadi cider. Cider merupakan produk
alkoholis yang mengandung kadar alkohol yang tinggi. Alkohol tersebut adalah
etanol yang merupakan produk yang dapat diolah berikutnya menjadi cuka kelapa
yang sebenarnya. Akan tetapi, alkohol yang didapat pada cider belum cukup
murni. Impuritis masih ada dalam jumlah yang banyak seperti Sacharomyces
cereviceae (fermentor air kelapa) dan air kelapa yang belum terkonversi menjadi
alkohol. Oleh karena itu, dibutuhkan distilasi sebagai metode purifikasi etanol.
Etanol memiliki titik didih 70-78oC.
Melalui distilasi dengan rangkaian alat lab (Kondensor, hot plate,
erlenmeyer, dan pompa) dan kondisi operasi yang dijaga pada titik didih etanol
maka cider dapat didistilasi. Pada sampel 3 gram Sacharomyces cereviceae,
didistilasi hingga etanol mencapai 100 ml. Proses ini membutuhkan waktu yang
cukup lama, yaitu sekitar 20 menit untuk mencapai jumlah tersebut. Oleh karena
itu, pada sampel 6 gram dan 9 gram Sacharomyces cereviceae dilakukan <20
menit dan hasilnya <100 ml untuk menghemat waktu percobaan.

4.2.2. Pengaruh Jumlah Ragi Terhadap pH Coconut Cider


Alkohol yang di dapat dianalisa secara sensorik dan fisik. Melaui cara
sensorik, aroma dan tekstur diamati. Aroma khas alkohol lebih tercium. Tekstur
alkohol tidak berbeda dengan bahan asalnya, yaitu air kelapa yang berwarna
keruh. Kemudian, dianalisa secara fisika, yaitu densitas dan pH. PH dianalisa
dengan indikator pH universal, hasilnya semua sampel memiliki nilai pH sebesar
4. Hasil ini dipengaruhi oleh kondisi asam yang disebabkan oleh sekresi enzim
asam piruvat yang mampu membantu transformasi glukosa menjadi alkohol oleh
bakteri Sacharomyces cereviceae. Hasil pH pada tiap sampel dapat dilihat pada
grafik 4.1.
16

Pengaruh Jumlah Ragi Terhadap pH


Coco Cider Setelah Distillasi
6
pH 4
2
0
3 6 9
Jumlah Ragi (Gram)

Gambar 4.1. Grafik Pengaruh Jumlah Ragi Terhadap pH Coco Cider Setelah
Distilasi.

4.2.3. Pengaruh Jumlah Ragi Terhadap Densitas Coconut cider


Perhitungan densitas Coconut cider dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:


=

a) Sampel dengan jumlah ragi 3 gram
20,36 10,51
=
10
= 0,985 /
b) Sampel dengan jumlah ragi 6 gram
20,40 10,51
=
10
= 0,989 /
c) Sampel dengan jumlah ragi 9 gram
20,36 10,51
=
10
= 0,985 /
Densitas dari ketiga sampel cuka kelapa dapat dilihat dari grafik berikut:
17

Pengaruh Jumlah Ragi Terhadap


1.1 Densitas Coco Cider Setelah Distilasi

Densitas (g/ml) 1

0.9

0.8

0.7

0.6

0.5
3 6 9
Jumlah Ragi (gram)

Gambar 4.2. Grafik Pengaruh Jumlah Ragi Terhadap Densitas Coco Cider
Setelah Distilasi.

Dari grafik dapat dilihat bahwa densitas dari masing-masing sampel tidak
menunjukkan perbedaan yang signiifikan. Nilai densitas dari masing-masing
sampel berkisar diantara 0,98-0,99 gr/ml. Densitas dari cuka yang didapatkan
mendekati densitas air. Hal ini dikarenakan air merupakan komponen utama
penyusun air kelapa, yaitu sebanyak 95%. Dan kadar asam asetat yang dihasilkan
dari fermentasi hanya berkisar antara 4-5%, sehingga penambahan ragi tidak
memberikan pengaruh terhadap densiitas dari cuka kelapa.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Proses pembuatan cuka kelapa dari air kelapa berlangsung dengan
menggunakan proses fermentasi tanpa menggunakan udara atau anaerobik
dan menghasilkan alkohol atau fermentasi alkoholis
2. Nilai pH pada tiap sampel cuka kelapa sebesar 4. Hal ini dikarenakan
bahwa kondisi asam disebabkan oleh enzim yang disekresi bakteri,
sedangkan bakteri hanya memiliki makanan (sukrosa) dengan jumlah yang
sama sehingga nilai pH sama untuk setiap sampel.
3. Nilai densitas untuk sampel cuka kelapa dengan jumlah ragi 3 gram, 6
gram, dan 9 gram masing-masing adalah 0.985 g/ml, 0.989 g/ml, dan
0.985 g/ml. Hal ini disebabkan karena penyusun utama pada air kelapa
adalah air sebanyak 95%, sehingga memiliki densitas yang mendekati
densitas air.
4. Pasteurisasi dilakukan sebelum fermentasi karena untuk menghilangkan
kontaminan yang dapat menyebabkan terganggunya proses fermentasi air
kelapa.
5. Penyimpanan botol atau wadah untuk fermentasi didalam autoklaf
bertujuan untuk mensterilkan alat tersebut dari bakteri dan pengotor
lainnya yang dapat mengganggu proses fermentasi.

5.2. Saran
Saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan
analisa terhadap variabel yang lainnya seperti kadar alkohol, uji organoleptik, dan
lainnya. Selain itu perlu ditambahkan variabel bebas yang lain seperti pengaruh
waktu fermentasi dan pengaruh penambahan gula atau sukrosa.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Fermentasi. (Online). http://id.wikipedia.org. ( Diakses pada


tanggal 7 April 2016).
Anonim. 2010. Pembuatan Wine. (Online). http://lordbroken.wordpress.com.
( Diakses pada tanggal 7 April 2016).
Buckle, K. A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-PRESS).
Jackson, J.C., A. Gordon, G. Wizzard, K. McCook, and R. Rolle. 2004. Changes
In Chemical Composition of Coconut (Cocos Nucifera L.) Water During
Maturation of The Fruit. J. Sci. Food Agri. 84(-): 10491052.
Jean, et al. 2009. The Chemical Composition and Biological Properties of Coconut
(Cocos nucifera L.) Water. Molecules 14(-): 5144-5164.
Prastowo, N.A. 2008. Air Kelapa sebagai Air Mineral Alami. (Online).
http://kalbe.co.id. ( Diakses pada tanggal 7 April 2016).
Gautara dan Soesarsono, W. 1980. Mekanika Terapan Edisi Kedua. Jakarta:
Erlangga.
Hidayat, dkk. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Judoamidjojo, dkk. 1992. Teknologi Fermentasi. Jakarta: Rajawali Press.
Kalman, D.S., et al. 2012. Comparison of Coconut Water and A Carbohydrate-
Electrolyte Sport Drink on Measures of Hydration and Physical
Performance In Exercise-Trained Men. Journal of the International
Society of Sports Nutrition 9 (1): 1-10.
Mahmud, Z dan Ferry. 2005. Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa.
Perspektif 4(2): 55-63.
Nurhayani. 2000. Peningkatan Kandungan Protein Kulit Umbi Ubi Kayu Melalui
Proses Fermentasi. Vol 6. JMS.
Putra A. E & Surya, R. P. 2006. Produksi Etanol Menggunakan Saccharomyces
cereviseae yang Diamobilisasi Dengan Agar Batang. Surabaya: FMIPA
ITS.
Said, E. G. 1987. Teknologi Fermentasi. Jakarta: CV Rajawali.
Sudarmadji, S. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty.
Standar Nasional Indonesia Departemen Pertanian. 1992. Ragi Roti Kering.
(Online). http://pphp.deptan.go.id. ( Diakses pada tanggal 7 April 2016).
Waluyo, S. 1984. Beberapa aspek Tentang Pengolahan Vinegar. Jakarta: Dewa
Ruci Press.

Anda mungkin juga menyukai