Anda di halaman 1dari 21

Optimalisasi Konsentrasi Demulsifier pada Proses Demulsifikasi

Minyak Mentah dalam Slop Oil

PROPOSAL MINI RISET

IBNU SYUKRON 190204016


INDRI SYAHFITRI 190204012
MOHD. SYAMSUL IKHWAN 190204026

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MIPA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
PEKANBARU
2021

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, hasil bumi serta
barang tambang yang sangat melimpah. Jika kekayaan alam yang dimiliki negara
Indonesia tidak dikelola dengan baik maka hasilnya pun juga tidak akan memuaskan. Hal
ini terbukti bahwa dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia sudah menjadi negara yang
masuk kategori net importir minyak, dimana untuk tahun 2014 diperkirakan kebutuhan
dalam negeri setara dengan 1,4 juta barel per hari sedangkan dari produksi dalam negeri
hanya sekitar 930 ribu barel per hari (http://www.esdm.go.id).
Saat ini Indonesia menjadi negara pengekspor minyak, namun sudah digolongkan
menjadi negara net oil importer, artinya nilai impor minyak lebih besar dibanding nilai
ekspornya. Hal tersebut disebabkan oleh semakin tuanya sumur-sumur minyak yang ada,
juga belum diketemukannya sumber minyak yang baru. Semakin tua sumur minyak
menunjukkan semakin besar kandungan airnya, di mana akan menyebabkan terbentuknya
emulsi air dalam minyak (water in oil emulsion). Emulsi ini distabilkan oleh zat zat kimia
alami yang terkandung dalam minyak mentah itu sendiri, seperti : asphaltene, resin, dan
wax yang dikenal sebagai interfacial active components atau surfaktan alam. Minyak
mentah merupakan campuran yang komplek, mulai dari hidrokarbon sebagai komponen
utama, minyak mentah juga mengandung komponen- komponen lain, yaitu sulfur,
nitrogen, oksigen, logam, asphaltenes, resin, wax, basic sediment and water (BS&W), dan
padatan (suspended solid) ( Manggala et al,. 2017)
Slop oil merupakan suatu campuran yang mengandung komponen minyak mentah, air
dan suspensi padatan yang dihasilkan dari residu proses pengolahan, transportasi, maupun
penyimpanan minyak mentah. Dengan besarnya kandungan minyak mentah dalam slop
oil, pengambilan kembali komponen minyak mentah yang terdapat dalam slop oil sangat
potensial untuk meningkatkan nilai ekonomis slop oil karena komponen minyak mentah
yang diperoleh dapat diolah kembali (Wang et al., 2010). Dengan adanya pengambilan
kembali minyak dari slop oil, limbah yang terbuang dapat digolongkan menjadi tiga
bagian, yaitu fasa air, fasa minyak dan fasa lumpur, sehingga fasa minyak dapat
digunakan kembali sebagai sumber minyak mentah sedangkan fasa air dan lumpur dapat
diolah di unit pengolahan air sebelum dibuang ke lingkungan ( Resti et al,. 2020)
Saat ini masih sering terjadi emulsi pada tangki pengumpul minyak ditandai dengan
BS&W (Basic Sediment & Water) dan kandungan garam (Salt Content) yang tinggi.
Dengan menggunakan pengembangan bahan kimia berupa demulsifier diharapkan akan
mampu memecahkan emulsi sehingga menurunkan kandungan garam (Salt Content) dan
BS&W (Basic Sediment & Water) pada tangki pengumpul minyak. Pengembangan
demulsifier baru dilakukan dengan metode Bottle Test dalam skala laboratorium. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan sampel minyak mentah
(Crude Oil), yaitu minyak Air Serdang dan minyak Guruh serta air produksi (Produced
Water) dari lapangan “Z” yang diambil dari beberapa satellite dan sumur minyak, sumur
dengan produksi minyak per hari (BOPD) yang besar dan sumur dengan emulsi yang
kuat. Diharapkan penelitian ini bisa mendapatkan demulsifier yang lebih efektif dan
ekonomis .

1.2. Rumusan Masalah


1.Bagaimana proses demulsifikasi minyak mentah dalam solp oil?
2.Bagaimana produksi minyak mentah lebih efektif dan ekonomis?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk pengembangan bahan kimia berupa demulsifier (pemecah
emulsi), diperkirakan akan memecah emulsi dan menurunkan kandungan garam (Salt
Content).
1.4. Manfaat
Penelitian ini memiliki manfaat dua arah, yaitu produk dan pengembangan ilmu. Produk
yang dihasilkan berupa solp oil yang diperkirakan akan memcah emulsi dan menurunkan
kandungan digunakan oleh pabrik minyak sehingga bisa digunakan masyarakat luas.
Sementara itu pengembangan ilmunya terdapat pada proses demulsifier sebagai proses
minyak baru yang menggunakan pendekatan secara teoritis dan eksperimen, sehingga
dapat menjadi sumber informasi bagi para peneliti selanjutnya.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kajian Teori Ilmiah
2.1.1 Demulsifier
Demulsifier digunakan untuk mengatasi masalah emulsi minyak mentah pada saat
produksi (Erfando et all, 2019), Demulsifier konvensional (kimia) masih digunakan sampai
sekarang di banyak industri minyak yang formulanya mahal dan berbahaya bagi lingkungan.
sebagai bahan. Bahan-bahan tersebut lebih ramah lingkungan dan mengandung gugus
heksana dan asam oktadesenoat yang merupakan komposisi dalam tumbuhan yang dapat
memecah emulsi ( Fathan & Tomi, 2019).
Emulsi didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari dua fasa cairan yang
tidak saling melarutkan, dimana salah satu fasa cairan terdispersi dalam cairan lainnya.
Cairan yang terpecah menjadi butir-butir dinamakan fasa terdispersi, sedangkan cairan yang
mengelilingi butiran-butiran itu disebut fasa continue atau medium dispersi (Ardiatma &
Yandri, 2019).
Emulsi adalah campuran dari dua jenis cairan yang tidak dapat bercampur. Emulsi
sering terjadi selama proses produksi. Emulsi harus dipecah menjadi fase minyak dan air agar
tidak mengganggu pengolahan minyak. Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh suhu, salinitas, ph,
dan konsentrasi kandungan aspalten. Pada umumnya masalah emulsi ini sering diatasi dengan
menggunakan demulsifier (Erfando et all, 2019)
Emulsi yang terbentuk dapat mempengaruhi kualitas minyak mentah ataupun air
yang sudah diproduksikan. Emulsi merupakan hal yang tidak diinginkan dan menjadi
tentangan tersendiri dalam proses produksi minyak bumi. Untuk meminimalisir terbentuknya
emulsi maka dibutuhkan cara ataupun metode untuk memecah emulsi tersebut. Metode yang
digunakan yaitu dengan menambahkan bahan kimia yang biasa disebut dengan demulsifier
dengan tujuan untuk memisahkan air dengan minyak. Penggunaan demulsifier bahan kimia
harus memikirkan dampak yang akan terjadi di lingkungan. Seiring dengan menguatnya
standar keamanan dalam dunia migas, maka dibutuhkan suatu formulasi demulsifier yaitu
dengan melakukan pengembangan demulsifier dari bahan lokal yang dapat diaplikasikan di
lapangan (Erfando et all, 2019)

2.1.2 Slop Oil

Slop oil atau oil sludge merupakan kompleks campuran yang mengandung
komponen minyak, air dan padatan yang dihasilkan dari residu pengolahan minyak mentah,
transportasi minyak bumi, dan penyimpanan minyak mentah. Karakteristik slop oil atau oil
sludge bervariasi bergantung pada tipe dan jenis minyak yang diolah, metode pengolahan
limbahnya, dan adanya pencampuran slop oil baru dengan slop oil yang tertimbun dalam
bagian bawah tangki dimana kedua slop oil tersebut berasal dari jenis minyak mentah yang
berbeda (Purnomo, 2011)

2.1.3 Minyak Bumi


Minyak bumi adalah suatu senyawa hidrokarbon yang tersusun dari unsur utama
Karbon (83-87%), Hidrogen (11- 14%), Oksigen (0-3,5%), dan unsur lain seperti Nitrogen
(0,2-0,5%), dan Sulfur (0-6%). Minyak bumi ini terbentuk dari penguraian senyawa organik
dari hewan, tumbuhan, maupun jasad renik yang mati pada jutaan tahun yang lalu. Proses
penguraian ini berlangsung oleh proses kimiawi, fisika, maupun penguraian oleh jasad renik
melalui proses yang sangat lama dan panjang. Proses ini terjadi pada suhu dan tekanan yang
tinggi menjadikan suatu perubahan reaksi hidrokarbon yang kompleks
Secara harfiah, minyak bumi (juga disebut minyak mentah) adalah campuran gas,
liquid dan senyawa hidrokarbon padat. Minyak bumi juga mengandung sejumlah kecil
nitrogen, oksigen, dan senyawa sulfur dan beberapa logam, khususnya vanadium, nikel, besi
dan tembaga. Menurut Teori Pembentukan Minyak Bumi, khususnya Teori Binatang Engler
dan Teori Tumbuh-tumbuhan, senyawa- senyawa organik penyusun minyak bumi merupakan
hasil alamiah proses dekomposisi tumbuh-tumbuhan selama berjutajuta tahun. Oleh karena
itu, minyak bumi juga dikenal sebagai bahan bakar fosil, selain batu bara dan gas alam
(Farida,2016)
Selain tersusun oleh komponen hidrokarbon, minyak bumi juga mengandung
komponen non hidrokarbon. Kandungan komponen senyawa hidrokarbon relatif lebih besar
daripada kandungan komponen senyawa non hidrokarbon. Komponen non hidrokarbon dapat
berupa unsur-unsur logam atau yang sifatnya menyerupai logam, serta komponen organik
lainnya yang bukan hidrokarbon, seperti belerang, nitrogen, oksigen (Farida, 2016)
Dalam UU No. 23/1997 dan PP No. 18/1999 disebutkan bahwa limbah minyak bumi
termasuk kategori bahan berbahaya dan beracun (B3). Produsen dilarang menyimpannya
terlalu lama tanpa pengolahan. Selain itu, produsen diwajibkan segera mengolahnya menjadi
komponen yang tidak berbahaya dalam waktu 90 hari sejak limbah dihasilkan. Kontaminasi
tanah adalah masalah utama di banyak lokasi industri yang berurusan dengan produksi,
pemrosesan, penyimpanan minyak dan petrokimia. Sering, kontaminasi terjadi secara tidak
disengaja, kebocoran bahan atau produk (Farida, 2016)
2.2 Alur Pikir (State of The Art)
Demulsifier dalam sudah banyak di kembangkan dan dimodifikasi, Dalam proses
pengolahan minyak mentah, slop oil dihasilkan dari residu desalter dan limbah minyak hasil
pembersihan tangki penyimpanan minyak mentah yang disalurkan melewati pipa-pipa
khusus. Desalter merupakan unit pengolahan minyak mentah yang bertujuan untuk
memisahkan minyak mentah dari air dan garam – garam terlarut dengan cara menginjeksikan
air dan demulsifier secara simultan dibawah pengaruh medan listrik. Namun, hasil pemisahan
emulsi dalam unit desalter tidak sempurna sehingga residu yang dihasilkan masih
mengandung komponen minyak yang teremulsi. Residu desalter ini kemudian dialirkan ke
tangki penyimpanan slop oil ((Purnomo, 2011)
Minyak mentah sangat banyak di Indonesia, Asumsi bahwa jika surfaktan dapat membentuk
emulsi minyak dalam air, ada kemungkinan surfaktan juga dapat memisahkan air dalam
emulsi air dalam minyak dapat dikatakan terbukti secara ilmiah. Melalui beberapa
eksperimen, 2 (dua) jenis surfaktan yang biasa digunakan, NP-9 dan SDS menunjukkan
kinerja terbaik dalam memisahkan air dari minyak pelumas bekas. Minyak pelumas bekas
yang diproses menggunakan kedua jenis surfaktan diatas dan separator sentrifugal memenuhi
target 5% kandungan air. Kandungan air dapat diturunkan dari 34% ke 0.08% menggunakan
NP-9 dan ke 0.43% menggunakan SDS, masing-masing dengan konsentrasi 700 ppm.
Namun untuk penurunan kandungan sedimen tidak berjalan sesukses kandungan air. Target
3% kandungan sedimen tidak dapat dicapai. Penjelasan yang paling logis adalah bahwa
sebagian besar zat padat yang terkandung dalam pelumas bekas adalah berupa debu (ash).
Kandungan sedimen dalam pelumas bekas berkurang dari 12.30% ke 6.56% menggunakan
NP-9 dan ke 5.11% menggunakan SDS. Riset lanjutan perlu dilakukan menggunakan
coagulan untuk membuat agglomerasi dari debu-debu tersebut sehingga dapat lebih cepat
mengendap (Syafrinaldi, 2017)
Minyak yang dihasilkan paling banyak sebesar 18 ml (11,5%) pada daya rendah (256)
dan waktu 95 menit dan 15 ml. (9,6%) pada tingkat daya 695 W, Hasil tersebut belum
mencapai 34,7 % sehingga perlu kajian lebih lanjut pemakaian oven gelombang mikro untuk
demulsifikasi santan (Nuri, 2011)
Sampel demulsifier lokal yang dibuat dari minyak kelapa dan lemon mampu
memecah emulsi di seluruh temperatur pengujian. Pemisahan tertinggi terjadi pada
temperatur 600C, 700C, dan 800C dengan konsentrasi optimal 3ml dan 5 ml dan hasil
pemisahan sebesar 32 ml dan 33 ml. Demulsifier komersil gagal memecah emulsi pada
temperatur 400C dan konsentrasi 5 ml. Pengaruh temperatur dan konsentrasi terhadap
pemisahan air secara berurut sebesar 42,5 % dan 12%. Water quality yang baik hasil
demulsifikasi terjadi pada pengujian sampel demulsifier lokal 2 dengan TDS 244 ppm dan
pH 6,99 (Erfando et all, 2019)
Sampel air terproduksi yang diambil dari titik tersebut ditampung kedalam wadah
jerrycan untuk selanjutnya dapat dilakukan pengujian bahan kimia reverse demulsifier.
Wadah sampel air terproduksi diberikan informasi berupa jenis sampel, titik pengambilan
sampel, temperatur, tanggal pengambilan sampel dan personil yang mengambil sampel,
karena informasi tersebut sangat dibutuhkan saat melakukan pengujian behan kimia reverse
demulsifier. Hasil didapatkan produk reverse demulsifier RD-1 dengan efektifitas yang tinggi
yaitu pada metode bottle test produk RD-1 pada dosis 30 ppm menghasilkan efektifitas
sebesar 97,68% dan pada metode mini wemco/jar test produk RD-1 pada dosis 30 ppm
menghasilkan efektifitas sebesar 98,86%, jika dibandingkan dengan produk incumbent,
produk RD- 1 dengan dosis yang lebih rendah sekitar 66,7% memiliki efektifitas yang lebih
tinggi dengan selisih 1,43% (Ardiatma, 2019)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Waterbath, gelas ukur 25 mL untuk
kinerja demulsifier, Sentrifuge, Tube Sentrifuge untuk uji %BS&W, pipet mikro, viskometer,
piknometer, magnetic stirer, microwave, evaporating disk, crucible, muffle furnace,
evaporator, alat destilasi, peralatan gelas (labu ukur 25 mL dan 100 mL, beaker glass 250
mL, pipet ukur 10 mL, 2 mL dan 5 mL), dan instrumen yang akan digunakan yaitu FTIR
(Shimadzu IR Prestige-21), GC-MS (Shimadzu Corp QP-2010 ultra) dan ICP-OES (Agilent
5110 VDV).
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan yaitu dua macam sampel slop oil SO-01 dan SO-02 yang
diperoleh dari proses penampungan dalam tanki yang diambil berdasarkan waktu
penampungan slop oil, dua macam demulsifier yaitu DMSO-02 dan DMSO-17, toluena
(Merck 92,14 g/mol, Purity (GC) ≥99,9%), asam nitrat p.a (HNO3 65%, Merck), Xylen
(Merck 106,17 g/mol, ≥99,0%), n-hexane (Merck 86,18 g/mol, Purity (GC) ≥99,0%), MTBE
(Merck 88,15 g/mol), Na2SO4 (Merck 142,04 g/mol, Assay ≥99,0% ), CS2 (76,14 g/mol,
Assay (GC) ≥99,90%), larutan standard Al(NO3)3, Ca(NO3)2, Fe(NO3)3, Si(NO3)2.

3.2 Prosedur Penelitian


3.2.1 Preparasi Demulsifier
Preparasi demulsifier mencampurkan Dem-02 dan Dem-17 dengan pelarut organik
perbandingan demulsifier dan pelarut (1:1) masing-masing 5 gram. Demulsifikasi slop oil
meliputi uji pengaruh konsentrasi demulsifier dan pengaruh waktu pemanasan pada 1, 2, 3, 4,
5, 6 dan 24 jam. Kemudian setelah pemanasan 24 jam dilakukan karakterisasi demulsifier
meliputi viskositas kinematik, densitas dan analisis gugus fungsi demulsifier menggunakan
FTIR.
Demulsifikasi slop oil meliputi pengaruh konsentrasi demulsifier, pengaruh waktu
pemanasan. Karakterisasi slop oil setelah emanasan 24 jam meliputi viskositas kinematik
(ASTM D 445-06), densitas (ASTM D 1217-93), penentuan %BS&W (ASTM D 4007-02),
oil content (SNI No: 06- 6989.10.2004), water content (ASTM D 4006), ash content (ASTM
D 482-03), penentuan kadar logam.

3.2.2 Preparasi Slop Oil


Pengambilan slop oil dilakukan berdasarkan ketinggian tanki yaitu slop oil dari tanki
bagian atas (top), tengah (middle), dan bawah (bottom). Masing-masing bagian kemudian
dicampurkan hingga homogen dengan perbandingan 30% (v/v) top ; 30% (v/v) middle ; 40%
(v/v) bottom. Khusus slop oil T-B, diambil dari pipa alir slop oil masuk pada tanki B.

3.2.3 Karakterisasi dan Pengujian


3.2.3.1 Penentuan Kandungan Asphaltene
Penentuan kandungan asphaltene pada slop oil dilakukan berdasarkan metode ASTM
D 6560-00 atau IP 143/01. Sebanyak 1 gram slop oil yang akan dianalisis kandungan
asphaltene-nya dicampurkan dengan 30 mL n-heptana dalam labu bulat 250 mL. Kemudian
me-refluks campuran tersebut selama 1 jam. Mendinginkan campuran tersebut ditempat gelap
selama 90 – 150 menit pada suhu ruang. Endapan asphaltene yang terbentuk kemudian
disaring dengan kertas saring sambil dicuci dengan n-heptana panas, setelah itu endapan
tersebut dikeringkan untuk menguapkan n-heptana. Setelah endapan mengering, endapan
tersebut ditimbang dan kandungan asphaltene yang diperoleh dihitung sebagai % asphaltene
(w/w) berdasarkan persamaan :
massa endapan
% Asphaltene = x 100 %
massa sampel

3.2.3.2 Penentuan Spesific Gravity


Penetuan densitas slop oil dilakukan berdasarkan metode ASTM D 1217- 93.
Sebelum pengukuran densitas dengan piknometer volume 9,547 cm3 , harus dipastikan
bahwa piknometer dalam kondisi kering, bersih dan saat pemakaiannya tidak dipegang
tangan secara langsung. Piknometer yang sudah bersih dan kering kemudian ditimbang berat
kosongnya. Selanjutnya piknometer tersebut diisi sampai penuh oleh slop oil yang akan
dianalisis densitasnya kemudian berat piknometer yang terisi sampel slop oil tersebut juga
ditimbang pada suhu ruang. Densitas slop oil ditentukan berdasarkan persamaan :
massa sampel
Densitas =
volume piknometer

Nilai Spesific gravity 60/60 0 F dan API Gravity 60 0 F slop oil ditentukan berdasarkan
hasil konversi dari densitas slop oil menggunakan tabel konversi densitas.

3.2.3.3 Penentuan Water & Sediment Content


Water & Sediment content ditentukan berdasarkan metode ASTM D 1796-04.
Prosedur penentuan Water & Sediment content sama dengan prosedur penentuan % BS&W.
Water & sediment content ditentukan dengan cara mengisi tabung sentrifuge ukuran 100 ml
dengan sampel yang akan dianalisis dan toluena dengan perbandingan (v/v) 50 : 50,
kemudian sentrifuge campuran sampel dan toluena tersebut selama 10 menit pada suhu 60 0C
dengan putaran 600 rcf (relative centrifugal force) atau setara dengan 3270 rpm. % Water &
sediment content ditentukan berdasarkan persamaan :

Volume water ∧Sediment


% BS/W= x 100 %
mas sa sampel

3.2.3.4 Penentuan Viskositas Kinematik


Viskositas kinematik pada suhu 40 0C ditentukan berdasarkan metode ASTM D 445-
06. Viskositas kinematik slop oil pada suhu 40 0C diukur dengan menggunakan viscocity
bath dan kapiler cannon R nomor 4, 5, dan 8 untuk sampel non transparan. Pada penentuan
viskositas kinematik slop oil, waktu alir sampel pada pipa kapiler ditentukan. Selanjutnya
viskositas kinematik slop oil pada suhu 40 0C ditentukan berdasarkan persamaan :
Viskositas Kinematik (cSt) = Tetapan viskometer (cSt/s) × waktu alir (s)

3.2.3.5 Penentuan Kandungan Logam & Trace Hydrocarbon


Penentuan kandungan logam & trace hydrocarbon dilakukan dengan analisis X-Ray
Fluorescence (XRF). Untuk penentuan kadar logam digunakan deret standar logam V, Ni, Fe,
Al, Si, Hg dan Cu. Setelah standar kalibrasi untuk logam-logam yang akan dianalisis telah
siap, sampel slop oil sebanyak 5 gram ditempatkan pada kompartemen sampel kemudian
dimulai analisis dengan menekan tombol start pada instrumen XRF.
3.2.3.6 Penentuan Tipe Emulsi
Tipe emulsi slop oil ditentukan dengan menggunakan Dino Digital Microscope AM
451 dengan perbesaran 600 kali. Untuk menentukan diameter rata – rata droplet fasa
terdispersi, hasil analisis mikrograf diolah dengan software pengolahan mikrograf ImageJ
142. Penentuan tipe emulsi slop oil dilakukan dengan cara meneteskan sampel yang akan
dianalisis sebanyak 1 tetes pada kaca micro slide yang sudah dibersihkan, kemudian
tempatkan sampel tersebut diatas kompartemen sampel tepat diatas sumber cahaya. Tentukan
perbesaran lensa alat pada perbesaran 600 kali. Selanjutnya fokus lensa diatur sedemikian
rupa agar diperoleh gambar dengan kualitas yang tepat. Tipe emulsi minyak mentah
ditentukan saat sebelum demulsifikasi dan setelah demulsifikasi.

3.2.4 Formulasi dan Screening Demulsifier


3.2.4.1 Formulasi Demulsifier
Pada penelitian ini dibuat tiga jenis demulsifier, yaitu demulsifier singlecomponent,
dual-component dan multi-component. Prosedur formulasi ketiga jenis demulsifier tersebut
adalah sebagai berikut :
 Jenis demulsifier single-component masing – masing diberi kode sebagai RSN 20.5,
RSN 17.5, dan RSN 7. Demulsifier RSN 20.5, RSN 17.5, dan RSN 7 dibuat dengan
mencampurkan masing – masing resin alkoksi RSN 20.5, RSN 17.5, dan RSN 7
dengan toluena dalam botol ukuran 10 mL dengan perbandingan 30% : 70% (w/w).
Selanjutnya campuran tersebut dikocok dengan tangan sampai homogen.
 Jenis demulsifier dual-component masing – masing diberi kode sebagai RSN
20.5/17.5, RSN 20.5/7, dan RSN 17.5/7. Demulsifier RSN 20.5/17.5 dibuat dengan
mencampurkan resin alkoksi RSN 20.5, RSN 17.5, dan toluena dalam botol ukuran 10
mL dengan perbandingan 15% : 15% : 70% (w/w). Kemudian mengocoknya dengan
tangan sampai homogen. Demulsifier RSN 20.5/7 dibuat dengan mencampurkan resin
alkoksi RSN 20.5, RSN 7, dan toluena dalam botol ukuran 10 mL dengan
perbandingan 15% : 15% : 70% (w/w) sedangkan demulsifier RSN 17.5/RSN 7 dibuat
dengan mencampurkan resin alkoksi RSN 17.5, RSN 7, dan toluena dalam botol
ukuran 10 mL dengan perbandingan yang sama. Selanjutnya masing – masing
campuran tersebut dikocok dengan tangan sampai homogen.
 Jenis demulsifier multi-component masing – masing diberi kode sebagai DM, DM A,
DM B dan DM C. DM dibuat dengan mencampurkan resin alkoksi RSN 20.5, RSN
17.5, RSN 7 dan toluena dalam botol ukuran 10 mL dengan perbandingan 10% RSN
20.5 : 10% RSN 17.5 : 7% RSN 7 : 73% toluena (w/w). Selanjutnya campuran
tersebut dikocok dengan tangan sampai homogen. DM A dibuat dengan
mencampurkan resin alkoksi RSN 20.5, RSN 17.5, RSN 7, alkil benzen sulfonat, dan
toluena dalam botol ukuran 10 mL dengan perbandingan 7% RSN 20.5 : 10% RSN
17.5 : 10% RSN 7 : 1% Alkil Benzen Sulfonat : 72% toluena. Selanjutnya masing –
masing campuran tersebut dikocok dengan tangan sampai homogen. DM B dibuat
dengan mencampurkan resin alkoksi RSN 20.5, RSN 17.5, RSN 7, alkil benzen
sulfonat, dan toluena dalam botol ukuran 10 mL dengan perbandingan 15% RSN 20.5
: 5% RSN 17.5 : 7% RSN 7 : 1% Alkil Benzen Sulfonat : 72% toluena. Dan DM C
dibuat dengan mencampurkan resin alkoksi RSN 20.5, RSN 17.5, RSN 7, alkil benzen
sulfonat, dan toluena dalam botol ukuran 10 mL dengan perbandingan 10% RSN 20.5
: 10% RSN 17.5 : 7% RSN 7 : 1% Alkil Benzen Sulfonat : 72% wt toluena

3.2.4.2 Screening Demulsifier


Screening Demulsifier adalah metode yang digunakan untuk menguji performa tiap
demulsifier yang diformulasi untuk memisahkan air dari minyak dalam emulsi slop oil.
Pengujian dilakukan dengan mengisi 10 botol petrolite masing – masing dengan 50 mL salah
satu sampel slop oil sebagai pembanding (dalam hal ini digunakan slop oil T-G karena slop
oil ini berasal dari tangki tempat demulsifier diinjeksikan (gambar 2.6)), kemudian
menambahkan ke dalam botol petrolite tersebut masing-masing demulsifier yang sudah
diformulasikan sesuai tabel 2.2 dengan kadar 1%. Selanjutnya botol petrolite dimasukan ke
dalam water bath dengan suhu konstan 60 0C untuk proses demulsifikasi. Besarnya %
Pemisahan air diamati setelah waktu interaksi selama 1 jam. Demulsifier yang dapat
memisahkan air lebih banyak dengan kondisi yang sama merupakan demulsifier yang paling
efektif sehingga demulsifier yang memberikan % pemisahan air yang lebih besar ini akan
digunakan pada langkah penelitian selanjutnya.

3.2.5 Demulsifikasi Slop Oil


Demulsifikasi dilakukan dengan metode bottle test. Optimasi kondisi demulsifikasi
dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi demulsifier, waktu interaksi, dan Ph.
3.2.5.1 Pengaruh Konsentrasi Demulsifier
Uji pengaruh konsentrasi demulsifier dilakukan dengan metode bottle test. Uji
pengaruh konsentrasi demulsifier dilakukan pada slop oil T-B, T-E dan TG menggunakan
demulsifier yang paling baik pemisahanya berdasarkan hasil screening demulsifier yaitu DM
A kadar 100%. Ke dalam botol petrolite ukuran 100 mL sampel slop oil dimasukan sebanyak
50 mL, kemudian memasukan demulsifier DM A ke dalam botol petrolite tersebut dengan
variasi kadar demulsifier yang digunakan yaitu 0,5%, 1%, 1,5% dan 2%. Volume
penambahan demulsifier pada slop oil dengan variasi konsentrasi dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3.1 Volume DM A yang ditambahkan


Konsentrasi Konsentrasi DM A Volume DM A yang
Demulsifier yang digunakan ditambahkan
0,5 % 100% 250 µL
1% 100% 500 µL
1,5 % 100% 750 µL
2% 100% 1000 µL

Selanjutnya mengocok campuran tersebut dengan tangan selama 3 menit. Botol


petrolite yang sudah diisi demulsifier dan slop oil tersebut kemudian dimasukan ke dalam
water bath pada suhu 60 0C untuk di-settling selama 60 menit. Setelah settling 60 menit,
kualitas dan besarnya volume pemisahanya diamati dengan kasat mata menggunakan lampu
penerang. Hasil pengamatan ditentukan sebagai besarnya volume fasa air dan sludge yang
terpisah dari fasa minyak mentah. % pemisahan airnya ditentukan dengan persamaan :
Volume air yang terpisah
% Pemisahan Air = x 100 %
Volume slop oil

3.2.5.2 Pengaruh Waktu Interaksi


Uji pengaruh waktu interaksi atau settling time dilakukan seiring dengan dilakukanya
uji pengaruh konsentrasi dengan metode bottle test (Prosedur 3.2.4.1). Namun dalam uji
pengaruh waktu interaksi, % pemisahan airnya diamati setiap 10 menit selama 60 menit
setelah settling dimulai (6 kali pengamatan). Besarnya % pemisahan airnya juga ditentukan
berdasarkan persamaan.

3.2.5.3 Pengaruh pH
Uji pengaruh perubahan pH free water terhadap efektivitas pemisahan air dari minyak
mentah dalam emulsi slop oil dilakukan dengan metode bottle test menggunakan slop oil T-E
sebagai sampling reference dan demulsifier yang memberikan pemisahan optimal yaitu DM
A kadar 1%. Pengaruh pH hanya dilakukan pada slop oil T-E sebagai sampling reference
dengan asumsi walaupun ketiga slop oil yang digunakan diambil dari tiga tangki yang
berbeda namun ketiganya berasal dari sumber yang sama. Ke dalam botol petrolite ukuran
100 mL dimasukan sampel slop oil T-E sebanyak 50 mL, kemudian ditambahkan larutan
NaOH dan HCl sesuai tabel 3.2, sehingga estimasi pH free water-nya menjadi pH 1, 3, 5, 7,
9, 11, 13 yang diukur menggunakan pH meter setelah pemisahan.
Selanjutnya ke dalam botol petrolite tersebut ditambahkan demulsifier DM A dengan
kadar 1%. Kemudian mengocok campuran tersebut dengan tangan selama 3 menit. Botol
petrolite yang sudah diisi demulsifier dan slop oil tersebut lalu dimasukan ke dalam water
bath pada suhu 60 0C untuk di-settling selama 60 menit. Setelah settling 60 menit, kualitas
dan besarnya volume pemisahanya diamati dengan kasat mata menggunakan lampu
penerang. Hasil pengamatan dibaca sebagai besarnya volume fasa air dan sludge yang
terpisah dari fasa minyak mentah. Besarnya % pemisahan airnya ditentukan dengan
persamaan.

Tabel 3.2. Volume dan konsentrasi asam - basa


Volume Asam & Basa pH
yang Ditambahkan
0,2 mL HCL 12 M 1
0,05 mL HCL 1 M 3
0,02 mL HCL 0,02 M 5
Tanpa penambahan 7
asam-basa
0,02 mL NaOH 0,02 M 9
0,05 mL NaOH 2,4 M 11
0,2 mL NaOH 12 M 13

3.2.6 Analisis Turbiscan


Analisis kestabilan fasa dengan turbiscan dilakukan untuk mengetahui tingkat
kestabilan emulsi slop oil sebelum demulsifikasi dan fasa minyak hasil demulsifikasi.
Analisis turbiscan dilakukan berdasarkan metode ASTM D 7061 yang dimodifikasi. Analisis
turbiscan dilakukan dengan mengambil 15 mL sampel yang akan dianalisis kemudian
dicampurkan dengan 135 mL toluena dalam beaker glass 500 mL. Campuran ini selanjutnya
dikocok dengan stirer selama 2 jam. Setelah itu, campuran tersebut diambil 2 mL dan
ditambahkan dengan 23 mL n-heptana dalam beaker glass 250 mL.
Campuran ini dikocok dengan stirer kembali selama 6 detik, kemudian dari campuran
tersebut diambil 7 ml lalu dimasukan ke dalam kompartemen sampel turbiscan untuk
dianalisis. Analisis turbiscan dilakukan selama 15 menit. Hasil analisis turbiscan ini adalah
nilai angka pemisahan (separability number) dan beberapa parameter lainnya seperti
kecepatan migrasi, densitas fasa minyak, diameter ekuivalen fasa terdispersi dan densitas fasa
terdispersi yang ditentukan berdasarkan Hukum Sedimentasi/Modifikasi Hukum Stokes
(Goldszal et al, 2000) pada persamaan.

3.2.7 Analisis Tegangan Antarmuka


Analisis tegangan antarmuka dilakukan dengan metode pengukuran ketinggian
permukaan air pada pipa kapiler yang dicelupkan pada fasa minyak-air. Analisis tegangan
antarmuka air-minyak dilakukan setelah proses demulsifikasi untuk melihat perubahan
gradien tegangan antarmuka air-minyak karena adanya proses pemisahan dua fasa tak
bercampur. Pengukuran tegangan antarmuka dilakukan dengan mencelupkan pipa kapiler ke
dalam sampel slop oil yang telah mengalami demulsifikasi sehingga fasa air dan minyaknya
terpisah, kemudian mengukur ketinggian cairan, h pada pipa kapiler yang diukur dari batas
atas cairan minyak dengan menggunakan jangka sorong. Densitas sampel yang dianalisis
ditentukan dengan piknometer

3.2.7 Analisis % BS&W


Analisis % BS&W dilakukan dengan uji top cut. Analisis % BS&W dengan uji top cut
dilakukan dengan cara mengambil bagian atas minyak dari hasil bottle test pada jarak ± 1 cm
dari batas atas permukaan fasa minyak dengan pipet secara hati – hati (agar fasa air
dibawahnya tidak terbawa) sebanyak 50 mL atau disesuaikan dengan kondisi hasil
pemisahannya.
Analisis % BS&W menggunakan toluena yang sudah dijenuhkan sebagai pelarut.
Analisis % BS&W dilakukan dengan menyiapkan dua buah tube centrifuge ukuran 100 mL
yang mempunyai bentuk dan spesifikasi yang sama, kemudian mengisi salah satu tube
tersebut dengan sampel yang akan dianalisis dan toluena dengan perbandingan 50 : 50 (v/v)
dan tube lainnya diisi oleh air dengan volume. Untuk menghindari sampel tumpah saat
diputar dalam sentrifuge, lubang tube harus disumbat dengan penutup kayu sampai rapat.
Selanjutnya memasukan kedua tube tersebut ke dalam peralatan sentrifuge dengan
pengaturan alat sesuai ASTM D 4007 – 02, yaitu dengan putaran 600 rcf, suhu 60 0C dan
waktu putaran selama 10 menit. Setelah sentrifuge selesai, % BS&W dibaca sebagai %
volume air dan sludge yang terpisah dari fasa minyak sesuai persamaan
Volume water
BS/W= x 100 %
Volume sampel
Pada pengamatan % volume air dan sludge yang terpisah harus dilakukan dibawah
lampu penerang agar penentuan besarnya volume air dan sludge yang terpisah lebih
tepat.

BAB 4. PEMBAHASAN

4.1. Preparasi Slop Oil


Preparasi demulsifier yang digunakan sebagai pemecah emulsi dalam slop oil
yaitu menggunakan dua macam demulsifier Dem-02 dan Dem-17 yang dicampurkan
dengan pelarut organik dengan perbandingan masing-masing 1:1. Hasil dari preparasi
demulsifier dapat dilihat pada Gambar 1. Penambahan pelarut organik berfungsi sebagai
pelarut dari surfaktan nonionik dan mengganggu agregasi asphaltene-resin yang
berinteraksi dengan gugus aromatik pada agregasi resin dan asphaltene

Gambar 1. Demulsifier sebelum dan sesudah penambahan pelarut


4.2. Karakteristik Slop Oil
Karakterisasi slop oil meliputi densitas (Spesific Gravity/API Gravity), viskositas,
kandungan asphaltene, water & sediment content, metal content dan % kandungan
hidrokarbon (CH2 Oil trace). Karakterisasi slop oil dilakukan untuk mengetahui sifat
fisika-kimia emulsi slop oil. Hal ini dilakukan untuk memudahkan memilih metode
pengolahan slop oil yang lebih tepat.
Hasil karakterisasi demulsifier Dem-02 dan Dem-17 diperlihatkan pada Tabel 1.
Karakterisasi demulsifier meliputi densitas, viskositas, analisis gugus fungsi
menggunakan instrumen FTIR dan analisis struktur molekul menggunakan GCMS.
Tabel 1. Karaktetistik demulsifier
Jenis demulsifier Karakteristik demulsifier
Viskositas (cSt) Densitas (g/Ml)
Dem-02 80,5714 1,0563
Dem-17 851,2969 1,0314
Demulsifier Dem-02 dan Dem-17 dianalisis menggunakan FTIR untuk
mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada kedua sampel tersebut. Spektrum IR dari
kedua sampel tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Spektra IR demulsifier


Berdasarkan data spektrum IR diatas dapat dilihat adanya pita serapan yang
menunjukkan vibrasi dari gugus-gugus yang terdapat dalam sampel demulsifier, dapat
dilihat pada Tabel 2.
Gugus fungsi Bilangan gelombang cm-1 Referensi
Dem-02 Dem-17
-OH 3466 3487 Xu et al, 2014
-CH alifatik 2868 2970 dan Bonenfant et al, 2009
2867
-C=C- 1608 Xu et al, 2014
C-O 1186 Xu et al, 2014
C-O-C 1062 1097 Bonenfant et al, 2009
Setiap gugus fungsi demulsifier teridentifikasi pada masing-masing bilangan
gelombang. Pada sampel demulsifier DMSO-02 adanya serapan pada bilangan
gelombang 3466 cm-1 menunjukkan adanya gugus – OH. Pada bilangan gelombang
2868 cm-1 menunjukkan adanya C-H alifatik. Pada bilangan gelombang 1608 cm-1
diperkirakan berasal dari gugu C=C ikatan rangkap endosiklik. Serapan pada 1186 cm-1
menunjukkan adanya gugus C-O, dan serapan 1062 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-
O-C. Sedangkan pada demulsifier DMSO-17 adanya serapan pada bilangan gelombang
3487 cm-1 menunjukkan adanya gugus –OH. Pada bilangan gelombang 2970 dan 2867
cm-1 menunjukkan adanya C-H alifatik, dan serapan 1097 cm-1 menunjukkan adanya
gugus C-O-C. Berdasarkan data serapan IR senyawa yang terkandung dalam sampel
demulsifier tidak dapat didefinisikan oleh karena itu data spektrum yang didapat dari
analisis menggunakan FTIR dihubungkan dengan data yang diperoleh dari analisis
menggunakan GC-MS. Hasil analisis struktur organik pada senyawa nonylphenol dan
nonylphenol ethoxlate pada penelitian Bonenfant et al (2009) pada senyawa nonylphenol
menunjukkan adanya spektra C-H alifatik pada panjang gelombang 2959, 2930 dan
2872 cm-1. Adanya serapan sekitar 1116,8 cm-1 diperkirakan berasal dari gugus C-O.
Sedangkan pada senyawa nonylphenol ethoxylate menunjukkan adanya C-H alifatik
pada panjang gelombang 2958,8 dan 2877, 8 cm-1. Adanya serapan sekitar 1094.6 cm-1
diperkirakan adanya gugus C-O.
Pengaruh variasi konsentrasi demulsifier dilakukan untuk mengetahui titik
maksimum dari kinerja demulsifier. Hasil pengujian pengaruh variasi konsentrasi
demulsifier terhadap pemisahan air dari emulsi slop oil SO-01 dan SO-02 ditunjukkan
pada Gambar 3.

Gambar 3. Variasi konsentrasi demulsifier pada sampel SO-01 dan SO-02


Berdasarkan grafik diatas bahwa hasil variasi konsentrasi demulsifier pada sampel
SO-01 dan SO-02 mengalami peningkatan pemisahan air pada konsentrasi 2.000 sampai
8.000 ppm. Kemudian, setelah penambahan konsentrasi 8.000-28.000 ppm pada SO-01
menghasilan pemisahan yang stabil pada tiap konsentrasi pada kisaran angka 80%.
Sedangkan pada SO-02 menghasilkan pemisahan kurang stabil. Hasil perhitungan
persentase masing-masing konsentrasi diperoleh pemisahan yang paling optimal pada
kosentrasi 16.000 ppm, pada sampel SO-01 pemisahan air sebanyak 83% dan SO-02
sebanyak 70%. Sedangkan pada SO-02 setelah konsentrasi 16.000 ppm mengalami
penurunan persentase pemisahan pada konsentrasi 20.000 ppm. Hal ini menunjukkan
bahwa bertambahnya konsentrasi demulsifier juga berpengaruh pada penambahan
pemisahan airnya dan setelah konsentrasi demulsifier tertentu efisiensi pemisahannya
mengalami penurunan, hal tersebut disebabkan karena demulsifier bertindak sebagai
pengemulsi dan menyebabkan terjadinya re-emulsi atau sering disebut emulsifikasi
ulang (Azizi & Nikazar, 2015). Jumlah dosis demulsifier yang ditambahkan juga
penting, terlalu sedikit demulsifier yang ditambahkan akan membuat kinerja dari
demulsifier dalam memisahnya kurang optimal. Jumlah demulsifier yang berlebihan
juga dapat menghasilkan emulsi yang sangat stabil, dalam hal ini demulsifier hanya
mengganti kinerja emulsifier alami pada permukaan (Kokal, 2005)
4.3. Tipe Emulsi Slop Oil
Tipe emulsi minyak mentah sangat dipengaruhi oleh sifat emulsifier alamiah yang
menstabilkan emulsi dan rasio fasa air dengan fasa minyak yang membentuk sistem
emulsi. Tipe emulsi minyak mentah biasanya membentuk emulsi air dalam minyak
(W/O), karena kandungan fasa minyak yang lebih dominan dibandingkan fasa air.
Diamater droplet emulsi w/o biasanya berukuran antara 0,1 – 100 μm, beberapa
nanometer atau lebih besar sampai ratusan mikrometer (Schramm dan Kutay, 2010).
Pada penelitian tipe emulsi minyak mentah Duri diketahui bahwa tipe emulsi minyak
mentah Duri adalah tipe emulsi W/O dengan diamater droplet air sebelum demulsifikasi
antara 625 – 750 μm, sedangkan setelah demulsifikasi diamater droplet air menjadi 15
μm (Anggraeni, 2007). Sedangkan pada penelitian tipe emulsi minyak mentah asal
Norwegia diketahui bahwa tipe emulsinya adalah w/o dengan ukuran droplet air antara
10-30 µm sedangkan ketika terjadi coalescence akan menghasilkan ukuran droplet air
yang lebih besar dan akhirnya akan mendestabilisasi emulsi w/o (Sjo¨blom et al, 2003).
Menurut Pena (2004), fasa terdispersi dalam emulsi minyak mentah umumnya
membentuk tetesan berbentuk bulatan seperti bola (spherical drop).
4.4. Viskositas Slop Oil
Nilai viskositas pada sampel slop oil sebelum demulsifikasi SO-01 dan SO-02
masing-masing yaitu 79,0861 dan 408,4904 cSt. Kemudian pada sampel slop oil sesudah
demulsifikasi mengalami penurunan nilai viskositas masing-masing yaitu 10,2124 dan
37,0041 cSt. Dari kedua sampel yang memiliki viskositas paling besar SO-02. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar kandungan air yang teremulsi, maka viskositas akan
semakin meningkat. Emulsi terjadi secara alami dalam produksi minyak mentah,
terutama emulsi air dalam minyak (W/O). Emulsi seperti ini sangat merugikan untuk
produksi minyak karena viskositas minyak meningkat. Menurut Mansur et al (2015)
pada sampel slop oil sebelum demulsifikasi yang masih terdapat campuran sludge dan
air sukar untuk mengalir maka membutuhkan lebih banyak energi untuk memompa dan
mengurai efisiensi perpindahan panas. Berdasarkan hasil penentuan densitas slop oil
dapat diketahui sampel SO-01 dan SO-02 mempunyai densitas < 1. Sampel slop oil SO-
01 dan SO-02 sebelum demulsifikasi masing-masing 0,9842 dan 0.9806 g/mL,
sedangkan sampel sesudah didemulsifikasi SO-01 dan SO-02 masing-masing 0,9052 dan
0,9119 g/mL. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sampel sebelum dan sesudah proses
demulsifikasi yang digunakan mengandung komponen minyak. komponen minyak yang
terkandung dalam sampel slop oil merupakan minyak faksi berat (Heavy Crude Oil).
Hasil setelah demulsifikasi sesuai dengan penelitian Al-Sabagh et al (2011) karakterisasi
pada crude oil yang berasal dari Gulf of Suez Petroleum Company (GUPCO, Gulf Suez,
Egypt) berdasarkan metode ASTM D 4007 menunjukkan analisis BS&W sebesar
30,5%. Namun tidak sesuai dengan standar dari minyak mentah. Tujuan dari recovery
minyak dari Sludge oil yaitu memperoleh sebanyak mungkin minyak agar dapat
digunakan kembali. Sementara itu hasil recovery minyak lebih baik mempunyai
persentase kandungan BS&W kurang dari 1%. Di sisi lain, karena peraturan lingkungan
dan air limbah dari pengolahan limbah minyak harus mengandung kurang dari 25 mg/L
(Gozan, 2014). Kadar minyak yang diperoleh dari air limbah dari sampel slop oil
setelah demulsifikasi pada sampel SO-01 0,8350 mg/L, sedangkan pada sampel air SO-
02 diperoleh 1,0505 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa kadar minyak dalam air limbah
sampel slop oil memiliki kadar minyak dibawah standar SNI, berdasarkan pada
parameter SNI No: 06-6989.10-2004 kadar minyak dalam air limbah sebesar 15 mg/L.
Dalam hal ini persentase water content dalam slop oil lebih rendah daripada water
content pada penelitian Al-Sabagh et al (2011) karakterisasi crude oil yang berasal dari
Gulf of Suez Petroleum Company (GUPCO, Gulf Suez, Egypt) menghasilkan water
content sebanyak 30%. Standar dari water content atau kadar air harus kurang dari 0,5-
3% setelah proses demulsifikasi berlangsung. Dalam emulsi w/o stabilitas maksimum
emulsi akan terjadi pada air dan minyak. Biasanya ditemukan pada kadar air rendah
sebagai tetesan air memiliki peluang kecil untuk saling bertumbukan satu sama lain (Al-
Sabagh et al, 2009).
Hasil ICP-EOS membuktikan bahwa konsentrasi logam pada sampel slop oil sebelum dan
sesudah demulsifikasi menunjukkan bertambahnya kadar logam dalam sampel. Pada sampel
slop oil SO-01 kadar logam Al, Fe, Ca dan Si sebelum demulsifikasi 1,25; 3,18; 1,06 dan
1,73 ppm. Sedangkan kadar logam sebelum demulsifikasi 8,52; 22,53; 3,51 dan 4,40 ppm.
Pada sampel slop oil SO-02 kadar logam Al, Fe, Ca dan Si setelah demulsifikasi 1,94; 5,94;
2,25 dan 2,16. Sedangkan kadar logam setelah demulsifikasi 7,84; 21,46; 4,17 dan 4,88 ppm.
Kadar logam rendah sebelum demulsifikasi karena masih tercampur dengan fase airnya,
dengan adanya demulsifier mempengaruhi bertambahnya kadar logam. Hal ini sesuai dengan
banyaknya kadar abu setelah demulsifikasi, yang menunjukkan volume minyak dan sedimen
yang mengendap bertambah, dengan berkurangnya fasa air dalam slop oil. Pada penelitian
Zubaidy & Abouelnasr (2010) melakukan analisis kadar logam AL, Fe, Ca dan Si pada
sampel minyak pulihan dibandingkan dengan minyak komersial dengan kadar logam 23, 66,
677, 56 mg/kg. Maka kadar logam pada sampel slop oil sebelum dan sesudah demulsifikasi
jika dibandingkan kadar minyak komersial menunjukkan kadar logam slop oil lebih rendah
dan tidak melebihi ambang batas kadar logam dari bahan bakar minyak komersial.

BAB.5. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa penambahan


konsentrasi demulsifier berpengaruh pada banyaknya persentase pemisahan air. Semakin
banyak konsentrasi demulsifier yang ditambahkan semakin banyak pemisahan air yang
dihasilkan, sampai pada titik optimal 16.000 ppm. Konsentrasi demulsifier berpengaruh pada
hasil karakterisasi slop oil SO-01 dan SO-02 sebelum demulsifikasi viskositas 79,0861 dan
408,4904 cSt, densitas 0,9842 dan 0,9806 g/mL, persentase BS&W 90 dan 80%, ash content
0,9376 dan 0,9619% dan setelah demulsifikasi viskositas 10,2124 dan 37,0041, densitas
0,9052 dan 0,91 g/mL, persentase BS&W 30%, oil content 0,8350 dan 1,0505%, water
content 19,2%, ash content 1,8869 dan 1,8822%.

DAFTAR PUSTAKA
Erfando, T., Rita, N., & Elfradina, I. (2019). Effects of adding local materials on demulsifier
performance for oil-water emulsions. International Journal of GEOMATE, 17(62), 107–
112. https://doi.org/10.21660/2019.62.ICEE9
Evelina, G. (2018). Pemilihan Alternatif Tipe Kontrak Pengolahan Air Produksi Di
Lapangan Bp Pt . Xyz Dengan Metode Delphi Dan Topsis.
Farida, A. N. (2016). Peran Bakteri Bacillus cereus dan Pseudomonas Putida dalam
Bioremediasi Logam Berat ( Fe , Cu , dan Zn ) Pada tanah Tercemar Minyak Bumi.
Fitrianti, F. (2017). Analisis Peningkatan Produksi Pada Sumur Minyak Dengan Metode
Partial Water Shut Off Dalam Meningkatkan Rasio Keberhasilan Partial Water Shut Off
Pada Lapangan Hawa. Journal of Earth Energy Engineering, 6(1), 44–48.
https://doi.org/10.22549/jeee.v6i1.535
Kolorimetri, M. M. (2019). Jurnal Teknologi dan Pengelolaan Lingkungan. 6(April), 1–7.
Kurniawan, R., Hasibuan, S., & Nugroho, R. E. (2017). Kurniawan At All 252 – 266 MIX:
Jurnal Ilmiah Manajemen, Volume VII, No. 2, Juni 2017. MIX: Jurnal Ilmiah
Manajemen, VII(2), 252–266.
Marques, D. S., White, R., Al-Khabaz, S., Al-Talaq, M., & Al-Buainain, J. (2021).
Benchmarking of Pulsed Field Gradient Nuclear Magnetic Resonance as a Demulsifier
Selection Tool with Arabian Light Crude Oils. SPE Production & Operations, 36(02),
368–374. https://doi.org/10.2118/203820-pa
Resti, A., Kusumastuti, E., G, A. P., & Wijayati, N. (2020). Indonesian Journal of Chemical
Science Optimalisasi Konsentrasi Demulsifier pada Proses Demulsifikasi Minyak
Mentah dalam Slop Oil. 9(2).
Shabrina, A. (2017). Sifat Fisik Edible Film Yang Terbuat Dari Tepung Pati Umbi Garut Dan
Minyak Sawit. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 6(3), 138–142.
https://doi.org/10.17728/jatp.239
Sipil, F. T. (2018). WANGI.
Syafrinaldy, A., Teknologi, P., Energi, S., & Ptseik, K. (2017). Pretreatment Minyak
Pelumas Bekas sebagai. 53–60.
Ui, F. (2011). Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011.

Anda mungkin juga menyukai