PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Perkembangan dan kemajuan industri di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya.
Hal ini memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional serta
peningkatan taraf hidup sosial masyarakat. Namun di sisi lain sektor industri berpotensi
menimbulkan pencemaran lingkungan. Salah satu kegiatan industri tersebut yaitu industri
minyak dan gas bumi. Beberapa hasil dari kegiatan di industri minyak dan gas bumi yang
berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan seperti sludge oil, cutting (batuan) sisa
pengeboran dan limbah lainnya. Sludge oil (lumpur minyak) dapat timbul dari kegiatan
produksi minyak dan gas bumi secara intermittent (berselang) misalnya dari aktivitas
pembersihan tanki-tanki termasuk pit-pit yang digunakan untuk menampung sludge oil
namun juga dapat muncul secara kontinyu misalnya dari sludge dan proses pemisahan
minyak, lumpur, dan air (Cahyani, 2017).
Salah satu industri minyak yang menghasilkan limbah lumpur minyak (oil sludge) adalah
PT. Pertamina EP Balongan. PT. Pertamina EP Balongan memiliki 14 tangki penyimpanan
minyak yang berisi crude oil. Setiap tangki penyimpanan minyak akan menghasilkan limbah
lumpur minyak sebanyak 21.937m3/tahun dan akan dilakukan cleaning tank untuk
mengambil lumpur-lumpur yang mengendap pada dasar tiap tangki. Limbah lumpur minyak
(oil sludge) ini selanjutnya akan disimpan dalam bak penampung yang nantinya akan diambil
oleh pihak ketiga. Namun dalam penanganannya, pihak ketiga mentargetkan jumlah limbah
B3 yang diangkut untuk sekali pengangkutan limbah. Jika jumlah limbah B3 belum mencapai
berat yang ditentukan maka limbah B3 tetap disimpan hingga mencapai berat yang
ditentukan. Semakin lama disimpan pada tempat penyimpanan sementara, maka akan
memperbesar tingkat terjadinya pencemaran (Silalahi Mawar, 2015).
Pembuangan dengan penimbunan limbah masih merupakan alternatif yang paling sering
dipilih untuk lumpur minyak di Eropa. Pembuangan metode ini membutuhkan banyak lahan
dan tanah harus diisolasi secara memadai untuk mencegah pencucian senyawa beracun pada
tanah akibat hujan. Aplikasi bioremediasi dengan pupuk dan bakteri dapat mengakibatkan
akumulasi polutan berupa logam beracun. Metode lain dengan pembakaran lumpur minyak
telah diperkenalkan untuk menggantikan metode penimbunan dan bioremediasi. Namun
metode tersebut memiliki keterbatasan berupa kekhawatiran proses pembakaran dapat
melepaskan gas beracun yang menguap ke lingkungan. Uap senyawa organik (VOC) yang
1
lebih beracun dapat dibentuk dan dilepaskan. Logam berat beracun juga tidak dapat
dihilangkan selama proses pembakaran dan akan terakumulasi sebagai partikulat padat di
daerah pembakaran (Dominguez et.al 2005).
Untuk mengurangi penimbunan limbah lumpur minyak di dalam tangki, maka diperlukan
suatu alat alternatif untuk mengolah limbah lumpur minyak ini secara khusus. Namun dalam
pengolahannya tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit jika suatu perusahaan mengolah
limbah jenis ini dengan kerjasama oleh pihak ketiga. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya-
upaya dalam mengurangi dampak limbah yang dihasilkan serta mengubah limbah tersebut
menjadi sesuatu yang bernilai. Tentunya dibutuhkan teknologi alternatif untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut, salah satunya adalah Separator.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Limbah Lumpur Minyak
Limbah lumpur minyak bumi (oil sludge) merupakan kotoran minyak yang
terbentuk dari proses pengumpulan dan pengendapan kontaminan minyak yang tidak dapat
digunakan kembali dalam proses produksi. Kandungan terbesar dalam limbah lumpur
berminyak adalah petroleum hidrokarbon dan logam berat . Oil Sludge tersebut berupa
lumpur atau pasta yang berwarna hitam, kadang-kadang tercampur dengan tanah, kerikil,
air dan bahan lainnya. Pada umumnya lumpur ini dihasilkan dari pengendapan partikel-
partikel halus dari Bahan Bakar Minyak (BBM). Endapan tersebut semakin lama semakin
menumpuk pada bagian bawah dari tangki-tangki penyimpanan atau pada pipa-pipa
penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM). Proses oksidasi yang terjadi akibat kontak antara
minyak, udara, dan air menimbulkan adanya sedimentasi pada dasar tangka penyimpanan,
endapan ini adalah oil sludge. Oil sludge terdiri dari, minyak (hidrokarbon), air, abu, karat
tangki, pasir, dan bahan kimia lainnya. Kandungan dari hidrokarbon antara lain benzene,
toluene, ethylbenzene, xylenes, dan logam berat seperti timbal (Pb) pada oil sludge
merupakan limbah B3 yang termasuk dalam karakteristik beracun, maka dalam
pengelolaannya harus mengacu pada Peraturan Pemerintah no. 18 tahun 1999 (Silalahi
Mawar, 2015).
Sludge oil (lumpur minyak) dapat timbul dari kegiatan produksi minyak dan gas
bumi secara intermittent (berselang) misalnya dari aktivitas pembersihan tanki-tanki
termasuk pit-pit yang digunakan untuk menampung sludge oil namun juga dapat muncul
secara kontinyu misalnya dari sludge dan proses pemisahan minyak, lumpur, dan air.
Limbah lumpur minyak bumi merupakan limbah akhir dari serangkaian proses
dalam industri proses pemisahan minyak bumi. Kegiatan operasinya dimulai dari
eksplorasi, produksi (pengolahan sampai pemurnian) sampai penimbunan dan berpotensi
menghasilkan limbah berupa lumpur minyak bumi (oil sludge) (Vilia Irsham, 2012).
II.1.2 Separator
Separator adalah tabung bertekanan tinggi yang digunakan untuk memisahkan liquid
dan gas (dua fasa) atau gas, minyak, dan air (tiga fasa). Separator merupakan salah satu
3
alat yang terdapat pada stasiun pengumpul. Separator yang biasa digunakan di stasiun
pengumpul akan dikembangkan dan dirancang sebagai separator vertikal mini 2 fasa.
Separator vertikal mini 2 fasa ini akan berguna untuk kegiatan sampling dari setiap sumur.
4
Gambar 2.1 Separator 2 Fasa
b. Separator tiga fasa, memisahkan fluida formasi menjadi minyak, air dan gas. Gas
keluar dari bagian atas, minyak dari tengah dan air dari bawah. Separator tiga fasa
biasanya digunakan dilapangan minyak yang bertekanan low pressure hingga
medium pressure, biasanya separator tiga fasa ini digunakan untuk sumur produksi
yang lebih dominan minyak dan digunakan pada sumur produksi yang dibantu oleh
pompa.
5
Gambar 2.3 Separator Vertikal
b. Separator Datar (horizontal)
Separator ini biasanya digunakan pada onshore dan separator ini sering terjadi
masalah seperti foam (minyak berbuih) sehingga membutuhkan waktu tinggal
(residence time) yang lama untuk pemisahan minyak dan air, misalnya cairan
berbusa. Kelebihan dari separator jenis ini ialah lebih murah dari separator vertikal,
lebih mudah pengiriman bagian-bagiannya, baik untuk minyak berbuih (foaming),
lebih ekonomis dan efisien untuk mengolah volume gas yang lebih besar, lebih luas
untuk setting bila terdapat dua fasa cair. Sedangkan kekurangan dari separator jenis
ini ialah pengontrolan level cairan lebih rumit dari pada separator vertikal, sukar
dalam membersihkan lumpur, pasir, paraffin. diameter lebih kecil untuk kapasitas
gas tertentu.
6
Kekurangan dari separator ini ialah pengontrolan cairan rumit, mempunyai ruang
pemisah dan kapasitas surge yang lebih kecil.
7
Yaitu prinsip pemisahan yang dilakukan dengan memanfaatkan penurunan tekanan
yang terjadi di dalam sehingga dengan otomatis tekanan permukaan pada bagian paling
atas dari fluida di dalam botol rendah daripada tekanan fluida dalam botol sehingga,
fluida yang memiliki tekanan lebih tinggi dari tekanan permukaan yang ada tadi akan
naik keatas dan kemudian memisah secara otomatis berdasarkan perbedaan spesifik
gravity dari masing-masing fluidanya. Gas yang cenderung lebih ringan dari pada
minyak dan air akan menempati pada bagian paling atas botol, minyak yang lebih ringan
dari air akan menempati bagian tengah botol, sedangkan air yang lebih berat dari minyak
dan gas akan menempati bagian bawah botol.
c. Turbulensi aliran atau perubahan aliran
Yaitu prinsip pemisahan dengan memberikan gaya sentrifugal pada fluida sehingga
gas dan liquid akan terpisah. Prinsip pemisahan seperti ini biasanya terjadi pada inlet
separator dengan menggunakan inlet device tipe cyclone dan outlet separator dengan
menggunakan outlet device tipe sentrifugal. Prinsip pemisahan ini terjadi dengan
memanfaatkan kecepatan putaran pada alat yang akan memutar fluida dan kemudian
melontarkan fluida ke atas. Gas yang lebih ringan dari fluida cair akan terus naik ke atas,
sedangkan fluida cair yang lebih berat akan jatuh ke bawah dan keluar pada jalurnya
tersendiri.
d. Pemecahan atau tumbukan fluida pada bidang datar
Yaitu prinsip pemisahan dengan menggunakan sebuah deflector berupa plat baja
yang berfungsi untuk menumbukkan fluida yang masuk pada inlet separator. Kemudian
karena tumbukan yang terjadi, gas dan liquid akan secara otomatis terpisah karena
adanya perbedaan densitas antara gas dan liquid. Selain itu adapun faktor-faktor yang
ikut mempengaruhi pemisahan fluida diantaranya :
1. Viskositas fluida.
2. Densitas minyak dan air.
3. Tipe peralatan dalam separator.
4. Kecepatan alir fluida.
5. Diameter dari titik air (Droplets).
9
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Design Separator Vertikal
1. Penentuan spesifikasi separator vertical
Separator yang dipilih yaitu separator jenis vertikal, jenis ini dinilai lebih cocok
dan baik untuk digunakan dalam kegiatan sampling karena bentuknya yang
menyerupai tabung. Pemilihan jenis separator juga dipengaruhi oleh laju alir
fluida yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 3.1 Laju Aliran Fluida
Water Cut 0,93
Laju Produksi
64
Minyak (BOPD)
Laju Produksi Gas
93 93000
(MMSCF)
¿ 0,002011 lb /gal
¿ 0,002011 x 28316,58
¿ 56,933 lbm/ft 3
10
Tabel 3.2 Penentuan Nilai K
Jenis Range Nilai K yang
Separator Nilai K digunakan
0,117 tanpa
mist extractor
Vertikal 0,06-0,35
0,167 dengan
mist extractor
0,382 tanpa
mist extractor
Horizontal 0,30-0,50
0,35 dengan
mist extractor
11
4 Nipple Threat 1/2”
5 Ball Valve 1/2”
6 Elbow 90deg
7 Manometer 0-1000 Psi
8 Termometer
9 Stud Blod 2”
10 Kawat Las 6010
11 Kawat Las 7018
12