Anda di halaman 1dari 19

RANCANGAN BANGUNAN GASIFIER TANDAN KOSONG

SAWIT

Tugas Makalah
Untuk memenuhi tugas mata kuliah PRB Limbah Padat dan Gas

Anggota Kelompok :

Mutma Innah (16250540)


Nazma Dharayani Malau (16250541)

INSTITUT TEKNOLOGI YOGYAKARTA


YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tugas ini dapat diselesaikan dengan baik. Tugas
berjudul “” ini disusun guna memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah PRB
Limbah Padat dan Gas yang diberikan oleh Bapak Ir. H. Prayitno,
Penyusunan tugas ini masih terdapat banyak kesalahan maupun
kekurangan. Baik dari segi isi, tata bahasa, sistematika makalah, dan sebagainya,
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar lebih
baik lagi.

Yogyakarta, November 2017

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tumbuhan tropis yang tumbuh
subur di Indonesia sebagai penghasil minyak mentah (Crude Palm Oil, CPO).
Perkebunan kelapa sawit tersebar di beberapa daerah di Indonesia, seperti Sumatra
Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Palembang, dan Kalimantan. Luasnya area
perkebunan kelapa sawit meningkatkan peluang usaha bagi pelaku usaha untuk
mendirikan industri pengolahan kelapa sawit. Industri pengolahan kelapa sawit
berperan penting dalam pengembangan perekonomian nasional dan merupakan
sumber devisa negara. CPO yang dihasilkan kelapa sawit memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan minyak nabati tanaman lainnya, yaitu tahan lebih lama,
tahan terhadap tekanan, dan memiliki toleransi suhu yang relatif tinggi.
Meningkatnya permintaan pasar terhadap CPO tentu akan meningkatkan
produksi olah Tandan Buah Segar (TBS) pada pabrik Pengolahan Kelapa Sawit
(PKS). Hal tersebut selain akan menambah devisa negara akan menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan berupa pencemaran lingkungan. Pencemaran
yang dihasilkan berasal dari proses pengolahan kelapa sawit berupa limbah cair,
padat, maupun gas. Limbah yang keluar dari PKS sebenarnya belum bisa
dikatakan 100% sebagai limbah, lebih tepat dikatakan produk samping atau side
product.
Limbah cair industri kelapa sawit yang dihasilkan berpotensi mencemari air
tanah dan badan air. Limbah cair yang dihasilkan masih banyak mengandung
unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan tanah. Limbah cair ini biasanya
digunakan sebagai alternatif pupuk di lahan perkebunan kelapa sawit. Limbah
cair yang akan dimanfaatakan ini perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu.
Limbah padat yang keluar dari PKS meliputi tandan kosong (tankos) dengan
persentase sekitar 23% terhadap TBS, abu boiler (sekitar 0.5% terhadap TBS),
serat (sekitar 13.5% terhadap TBS) dan cangkang (sekitar 5.5% terhadap TBS).
Limbah padat yang keluar dari PKS umumnya tidak memerlukan penanganan
yang rumit. Limbah padat dapat digunakan lagi sebagai bahan bakar, pupuk,
pakan ternak, dan juga bisa dijual untuk menghasilkan pendapatan tambahan.
Serat, cangkang dan tandan kosong (tankos) bisa digunakan sebagai bahan bakar.
Abu boiler dapat diaplikasikan langsung sebagai sumber pupuk kalium, tankos
sebagai pupuk dengan cara menjadikan mulsa dan pengomposan. Ampas inti
digunakan sebagai pakan ternak. Limbah padat juga dapat dikonversi menjadi gas
mampu bakar, disebut sebagai gasifikasi.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui jenis limbah padat yang dapat diolah melalui proses
gasifikasi.
2. Mengetahui ukuran alat yang digunakan untuk proses gasifikasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit


Kelapa sawit memiliki kandungan proximate umpan-umpan yang
merupakan jumlah kandungan air, abu, karbon padat, nilai kalor dan volatile
matters pada umpan. Selain itu biomassa juga memiliki kandungan ultimate
umpan yang terdiri dari komponen karbon, belerang, nitrogen, hidrogen, dan
oksigen.
Tabel 1. Kandungan proximate kelapa sawit[6]

Ada 3 jenis pengkonversian biomassa tandan kosong kelapa sawit yang


dapat dilakukan, sehingga biomassa ini dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar.
Pertama pengkonversian yang sangat sederhana adalah dengan pembakaran
langsung, yaitu dengan dibakar langsung dengan atau tanpa pengeringan terlebih
dahulu. Kedua adalah dengan teknologi konversi termokimiawi yang memerlukan
perlakuan termal untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam menghasilkan
bahan bakar. Dan yang ketiga adalah pengkonversian biokimiawi yang merupakan
teknologi konversi yang menggunakan bantuan mikroba untuk menghasilkan
bahan bakar.

2.2 Biomassa
Biomassa merupakan suatu bentuk energi diperoleh dari limbah, residu
pertanian, dan kehutanan yang dapat didegradasi secara biologis. Biomassa dalam
industri merupakan produksi energi yang merujuk pada bahan biologis yang hidup
atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar atau untuk
produksi industrial. Biomassa tidak mencakup material organik yang telah
tertransformasi oleh proses geologis menjadi zat seperti batu bara atau minyak
bumi. Energi dari biomassa merupakan salah satu bagian dari siklus karbon.
Energi biomassa yang terkandung pada tumbuhan diperoleh dari karbondioksida
yang diserap dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis menjadi
energi kimia. Pada saat biomassa dibakar, energinya akan terlepas dalam bentuk
panas. Karbon pada biomassa yang bereaksi dengan oksigen di udara membentuk
karbondioksida, sedangkan karbon yang bereaksi dengan hidrogen akan
membentuk rantai hidrokarbon (metana).
Secara umum, energi dari bahan baku biomassa dapat diperoleh dengan
pembakaran langsung dan tidak langsung oleh proses termokimia[5]. Metode
pembakaran langsung melibatkan biomassa padat seperti arang, batu bara dan
kayu. Sedangkan, metode pembakaran tidak langsung dengan mengkonversi
biomassa padat menjadi cairan (dikenal dengan biofuel) atau gas (dikenal dengan
biogas). Cairan (biofuel) atau gas (biogas) ini kemudian dibakar untuk
menghasilkan panas yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil.
Nilai kalor biomassa tidak jauh berbeda dengan batubara, sehingga energi
biomassa dapat juga digunakan sebagai pembangkit energi listrik menggantikan
batubara. Energi biomassa lebih menjadi diunggulan dari pada energi terbarukan
lain karena proses konversi menjadi energi listrik memiliki nilai investasi yang
lebih murah bila dibandingkan dengan jenis sumber energi terbarukan lainnya.

2.3 Gasifikasi Biomassa


Gasifikasi adalah proses pengubahan materi yang mengandung karbon seperti
batubara, minyak bumi, maupun biomassa ke dalam bentuk karbon monoksida
(CO) dan hidrogen (H2) dengan mereaksikan bahan baku yang digunakan pada
temperatur tinggi dengan jumlah oksigen yang diatur. Jumlah oksigen gasifikasi
yang digunakan sekitar 25% dari kebutuhan oksigen pembakaran sempurna[1].
Apabila oksigen melebihi 25% maka efisiensi gasifikasi akan
turun[1].Keunggulan menggunakan bahan bakar as yaitu lebih mudah dalam
pengontrolan laju atau temperatur sehingga lebih aman dan nyaman digunakan
sebagai energi panas maupun untuk pembangkit (diesel, turbin).
Tujuan dari proses ini adalah untuk mengubah unsur-unsur pokok dari
bahan bakar yang digunakan ke dalam bentuk gas yang lebih mudah dibakar,
sehingga hanya menyisakan abu dan sisa-sisa material yang tidak terbakar (inert).
Reaktor tempat terjadinya proses gasifikasi disebut gasifier.
Selama proses gasifikasi akan terbentuk daerah proses yang dinamakan menurut
distribusi suhu dalam reaktor gasifier. Daerah-daerah tersebut adalah: Pengeringan,
Pirolisa, Reduksi, dan Pembakaran. Masing-masing daerah terjadi pada rentang suhu
antara 25 °C hingga 150 °C, 150 °C hingga 600 °C, 600°C hingga 900 °C, dan 800 °C
hingga 1400 °C. Gas hasil dari proses gasifikasi disebut biogas, producer gas atau
syngas. Melalui gasifikasi, bahan padat karbonat (CH1,4O0,6) dipecah menjadi
bahan-bahan dasar seperti CO, H2, CO2, H2O dan CH4. Gas-gas yang dihasilkan
selanjutnya dapat digunakan secara langsung untuk proses pembakaran maupun
disimpan dalam tabung gas (Bambang Purwantana & Bambang Prastowo, 2011).
Rajvanshi (1986) mendefinisikan gasifikasi biomas sebagai pembakaran biomas tidak
selesai yang menghasilkan gas bakar yang terdiri dari karbon monoxida (CO), Hidrogen
(H2)and sedikit metana (CH4). Proses gasifikasi pada dasarnya merupakan proses pirolisa
pada suhu sekitar 150 – 900°C, diikuti oleh proses oksidasi gas hasil pirolisa pada suhu
900 – 1400°C, serta proses reduksi pada suhu 600 – 900°C (Abdullah, et al 1998). Baik
proses pirolisa maupun reduksi yang berlangsung dalam reaktor gasifikasi terjadi dengan
menggunakan panas yang diperoleh dari proses oksidasi. Gasifikasi berlangsung dalam
keadaan kekurangan oksigen. Dengan kata lain, gasifikasi biomas boleh dipahami
sebagai reaksi oksidasi parsial biomas menghasilkan campuran gas yang masih dapat
dioksidasi lebih lanjut (bersifat bahan bakar).
Bahan bakar gas yang dihasilkan dalam proses gasifikasi terutama
merupakan hasil dari proses pirolisa dan pembakaran. Dengan demikian
efektifitas gasifier akan sangat ditentukan oleh rancang bangun bagian atau zone
pirolisa dan pembakaran tersebut. Rancangbangun suatu gasifier sangat
dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan. Gasifier dengan bahan bakar
kulit gabah (Hoki et. al, 2002) misalnya mempunyai rancangbangun yang berbeda
dengan gasifier berbahan bakar seresah tebu (Rajeev dan Rajvanshi, 1997)
Secara umum, terdapat 3 (tiga) rute konversi termal biomassa (Gambar 1)
yaitu melalui pembakaran menggunakan udara berlebih, gasifikasi menggunakan
udara parsial, serta pirolisis dan hidrotermal.

Gambar 1. Rute Konversi Biomassa

Dari ketiga rute tersebut, rute yang dapat digunakan untuk menghasilkan gas
produser dengan kandungan utama CO dan H2 adalah rute gasifikasi. Kedua jenis
bahan bakar tersebut kemudian dapat digunakan untuk dikonversi menjadi bahan
kimia lainnya..
Proses gasifikasi biomassa dilakukan dengan cara melakukan pembakaran
secara tidak sempurna di dalam sebuah ruangan yang mampu menahan temperatur
tinggi yang disebut reaktor gasifikasi. Agar pembakaran tidak sempurna dapat
terjadi, maka udara dengan jumlah yang lebih sedikit dari kebutuhan stokiometrik
pembakaran dialirkan ke dalam reaktor untuk mensuplai kebutuhan oksigen
menggunakan fan/blower. Proses pembakaran yang terjadi menyebabkan reaksi
termokimia yang menghasilkan CO, H2, dan gas metan (CH4). Selain itu, dalam
proses ini juga dihasilkan uap air (H2O) dan karbon dioksida (CO) yang tidak
terbakar.
Proses gasifikasi biomasa terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan pertama
adalah pyrolisis yang terjadi ketika bahan bakar biomasa mulai mengalami
kenaikan temperatur. Pada tahap ini uap air yang terkandung pada biomasa
(tandan kosong kelapa sawit) terlepas dan menghasilkan padatan.
Tahapan kedua adalah terjadinya proses pembakaran (combustion). Pada
tahapan ini volatil dan sebagian arang yang memiliki kandungan karbon (C)
bereaksi dengan oksigen membentuk CO2 dan CO2 serta menghasilkan panas
yang digunakan pada tahap selanjutnya yaitu tahap gasifikasi. Reaksi kimia yang
terjadi pada tahap ini adalah'2':
Reaksi pembakaran
CO + Vi 02 « CO2
H2 + Vi 02 « H20
Tahapan berikutnya adalah tahap gasifikasi. Tahapan ini terjadi ketika arang
bereaksi dengan CO2 dan uap air yang menghasilkan gas CO dan H2 yang
merupakan produk yang diinginkan dari keseluruhan proses gasifikasi. Reaksi
kimia yang terjadi pada tahap ini adalah:
Reaksi Boudouard C + CO2 <=> 2CO
Reaksi water gas C + H20 <=> CO + H2
Tahapan tambahan dalam proses ini adalah tahap water shift reaction.
Melalui tahapan ini, reaksi termo-kimia yang terjadi di dalam reaktor gasifikasi
mencapai keseimbangan. Sebagian CO yang terbentuk dalam reaktor bereaksi
dengan uap air dan membentuk CO2 dan H. Reaksi kimia yang terjadi pada tahap
ini adalah:
Reaksi water shift CO+ H20 <=> CO2 + H2
Jika proses gasifikasi dapat dikendalikan sehingga temperatur reaksi terjadi
di bawah 1000°C, maka akan terjadi reaksi pembentukan CH4. Hal ini terjadi
ketika C bereaksi dengan H2, sesuai dengan reaksi:
Reaksi metana C + 2H2 » CH4

2.4 Jenis-Jenis Gasifikasi


Ada beberapa tipe reaktor gasifikasi, yang secara garis besar terbagi menjadi
fixed-bed dan fluidized bed. Reaktor tipe fluidized bed biasanya berukuran besar
dan menghasilkan daya dalam besaran MW. Sedang tipe fixed-bed digunakan
untuk memperoleh daya kecil dengan kisaran kW sampai beberapa MW. Pada
kebanyakan tipe reaktor fixed-bed (unggun tetap) sebenarnya terjadi aliran secara
lambat biomas dalam reaktor secara gravitasi. Itulah sebabnya tipe ini juga disebut
sebagai moving-bed (unggun merambat). Beberapa macam reaktor gasifikasi yang
paling banyak digunakan saat ini diberikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Tipe reaktor gasifikasi

Pada tipe moving-bed, biomas akan mengalir ke bawah secara lambat dalam
reaktor berbentuk tabung, seiring dengan laju pembakaran yang terjadi pada
bagian bawah tumpukan tersebut. Pada tipe tersebut selama proses gasifikasi,
front nyala api terjadi di bagian bawah reaktor, sehingga nama lengkap untuk tipe
ini adalah moving-bed fixed-flame. Reaktor moving bed cocok untuk biomas yang
mudah bergerak ke bawah oleh gaya gravitasi misalnya serpih / cebis kayu (wood
chips), kayu potong kecil, tongkol jagung, tempurung kelapa, dan sebagainya.
Tipe reaktor moving bed yang saat ini beroperasi terdiri dari 2 macam yaitu down-
draft (alir bawah) atau co-current dan up-draft (alir atas) atau counter-current.
Penamaan alir bawah atau atas tersebut adalah berdasar aliran masuknya udara
dan keluarnya gas di dalam reaktor. Karena kandungan tarnya tinggi, reaktor tipe
up-draft hanya cocok untuk memasok gas untuk tungku dan tidak cocok untuk
memasok bahan bakar untuk motor bakar dalam. Untuk memperoleh bahan bakar
bagi motor bakar dalam, reaktor yang cocok adalah tipe down-draft, karena
kandungan tarnya rendah sehingga lebih mudah dan murah untuk
membersihkannya.

2.5 Tipe-Tipe Reaktor Gasifikasi Biomassa


Reaktor gasifikasi biomassa dapat dibagi ke dalam beberapa kategori
berdasarkan sumber panas dan arah aliran gas yang terjadi [6], yaitu:
1. Reaktor Gasifikasi Tipe Updraft
Pada reaktor gasifikasi tipe ini, zona pembakaran (sumber panas)
terletak di bawah bahan bakar dan bergerak ke atas seperti tampak dalam
Gambar 2. Dalam gambar ini tampak bahwa gas panas yang dihasilkan
mengalir ke atas melewati bahan bakar yang belum terbakar sementara
bahan bakar akan terus jatuh ke bawah. Melalui pengujian menggunakan
sekam padi, reaktor gasifikasi ini dapat bekerja dengan baik. Kekurangan
dari reaktor tipe ini adalah produksi asap yang berlebihan dalam operasinya.

Gambar 2. Skema Reaktor Gasifikasi Type Updraft


2. Reaktor Gasifikasi Tipe Downdraft
Pada tipe ini sumber panas terletak di bawah bahan bakar seperti
tampak dalam Gambar 3. Dalam gambar ini terlihat aliran udara bergerak ke
zona gasifikasi di bagian bawah yang menyebabkan asap pyroslisis yang
dihasilkan melewati zona gasifikasi yang panas. Hal ini membuat TAR yang
terkandung dalam asap terbakar, sehingga gas yang dihasilkan oleh reaktor
ini lebih bersih. Keuntungan reaktor tipe ini adalah reaktor ini dapat
digunakan untuk operasi gasifikasi yang berkesinambungan dengan
menambahkan bahan bakar melalui bagian atas reaktor. Namun untuk
operasi yang berkesinambungan dibutuhkan sistem pengeluaran abu yang
baik, agar bahan bakar bisa terus ditambahkan ke dalam reaktor.

Gambar 3. Skema Reaktor Gasifikasi Type Downdraft


3. Reaktor Gasifikasi Tipe Inverted Downdraft
Prinsip kerja reaktor gasifikasi tipe ini sama dengan prinsip kerja
reaktor gasifikasi downdraft gasifiers. Dalam Gambar 4. tampak bahwa
perbedaan antara reaktor gasifikasi downdraft gasifiers dengan reaktor
gasifikasi inverted downdraft gasifiers terletak pada arah aliran udara dan
zona pembakaran yang dibalik. Sehingga bahan bakar berada pada bagian
bawah reaktor dengan zona pembakaran di atasnya. Aliran udara mengalir
dari bagian bawah ke bagian atas reaktor.
Gambar 4. Skema Reaktor Gasifikasi Tipe Inverted Downdraft
4. Reaktor Gasifikasi Tipe Crossdraft
Pada reaktor ini, aliran udara mengalir legak lurus dengan arah gerak
zona pembakaran. Reaktor tipe ini memungkinkan operasi yang
berkesinambungan apabila memiliki sIstem pengeluaran abu yang baik.
5. Reaktor Gasifikasi Tipe Fluidized Bed
Berbeda dengan tipe-tipe reaktor gasifikasi sebelumnya. Pada reaktor
gasifikasi tipe ini, bahan bakar bergerak di dalam reaktor. Sebuah fan
bertekanan tinggi diperlukan untuk menggerakkan bahan bakar yang sedang
digasifikasi. Kekurangan reaktor gasifikasi tipe ini adalah mahalnya ongkos
yang dikeluarkan untuk sistem seperti ini.
2.6 Pirolisis
Pirolisis menurut Borman dan Ragland (1998) adalah dekomposisi kimia
bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen atau reagen
lainnya. di mana material mentah akan mengalami pcmecahan struktur kimia
menjadi fase gas. Dalam proses pembakaran bahan bakar gasifikasi, proses
pirolisis ini diberikan untuk memecah komponen-komponen kimia seperti
cellulose, hemicellulose dan lignin sehingga hanya meninggalkan karbon saja.
Pada kayu menurut Borman dan Ragland (1998), hemicellulose akan
terpirolisis pada temperatur 225°C - 325°C, cellulose pada temperatur 325°C —
375°C dan lignin pada temperatur 300°C - 500°C.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Hal-Hal yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Perancangan Reaktor


Gasifikasi Biomassa
Beberapa kriteria perlu diperhatikan dalam melakukan perancangan reaktor
gasifikasi biomassa. Dengan memeperhatikan kriteria-kriteria tersebut maka
perancang akan memperoleh hasil rancangan reaktor sesuai dengan yang
diinginkan, serta prestasi reaktor yang baik pula. Kriteria-kriteria tersebut adalah :
1. Tipe Reaktor Gasifikasi
Prestasi operasi dari reaktor gasifikasi pada dasarnya bergantung pada
tipe reaktor yang digunakan. Untuk gasifikasi sekam padi, tipe
inverted downdraft terbukti memiliki prestasi yang lebih baik jika
dibandingkan dengan tipe downdraft, crossdraft, atau updraft. Selain
itu reaktor gasifikasi tipe inverted downdraft memiliki kelebihan lain
dalam hal kemudahan dalam penyalaan karena penyalaannya
dilakukan dari atas. Namun reaktor gasifikasi tidak dapat dioperasikan
secara berkesinambungan yang menjadikannya kekurangan yang patut
dipertimbangkan. Sementara itu tipe downdraft dapat dioperasikan
secara berkesinambungan serta menghasilkan gas yang bersih dan tar
dalam jumlah yang sedikit. Kekurangannya adalah kesulitan dalam
penyalaan bahan bakar.
2. Luas Penampang Lintang Reaktor
Penampang ini adalah area dimana biomassa dibakar dan digasifikasi.
Semakin luas area penampang lintang reaktor, maka semakin besar
daya keluaran dari reaktor. Gasifikasi biomassa secara seragam dapat
diperoleh dengan menggunakan reaktor gasifikasi dengan penampang
lintang yang berbentuk lingkaran.
3. Tinggi Reaktor
Tinggi reaktor gasifikasi menentukan waktu operasi reaktor gasifikasi.
Semakin tinggi reaktor gasifikasi maka, semakin lama waktu
operasinya. Namun, dibutuhkan fan dengan tekanan yang semakin
tinggi pula.
4. Jumlah Aliran Udara Dan Tekanan Yang Dihasilkan Oleh Fan.
Fan digunakan dalam sistem gasifikasi untuk mengalirkan udara yang
dibutuhkan dalam proses gasifikasi. Fan yang digunakan harus
mampu mengatasi hambatan tekanan dari biomassa dan abu untuk
mangalirkan udara. Fan dengan tekanan yang lebih tinggi biasanya
digunakan pada reaktor tipe downdraft, sedangkan fan bertekanan
rendah cocok untuk digunakan pada tipe crossdraft.
5. Jenis Burner Yang Digunakan
Burner yang digunakan untuk membakar gas hasil gasifikasi harus
memiliki lubang pemasukan udara yang cukup. Dengan udara yang
cukup maka gas keluaran reaktor gasifikasi dapat terbakar dengan
sempurna dengan ciri lidah api yang berwarna biru.
6. Insulasi Yang Digunakan Pada Reaktor
Reaktor gasifikasi perlu diberi insulasi dengan baik agar pengubahan
biomassa dapat berjalan dengan baik. Alasan lain diperlukannya
insulasi pada reaktor gasifikasi adalah untuk menghindari terbakarnya
kulit orang yang secara tidak sengaja menyentuh reaktor gasifikasi.

3.2 Alat Gasifikasi


3.2.1 Perancangan Alat Gasifikasi
Gasifier terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu :
1. Heater
Heater yang digunakan ada 2 jenis, pertama adalah Watlow Ceramic
Fiber Heating model JS405a185 sebanyak 1 buah. Spesifikasi: daya 1775
watt, tegangan 240 volt. Heater ini berfungsi untuk menaikkan temperatur
reaktor. Heater ini akan dibalut dengan sabuk isolator yang bertujuan untuk
mengurangi panas kelingkungan dan dihubungkan dengan kontroler untuk
mengatur temperatur agar konstan.
Heater yang kedua (pre-heater) adalah Dual element Heating Tape.
Heater ini memiliki daya 100 watt. Heaterini berfungsi sebagai pemanas
dengan melilitkannya pada pipa besi berdiameter ½ inchi untuk merubah
fasa air menjadi uap sebelum masuk ke reaktor. Heater ini dihubungkan
dengan regulator slide untuk mengatur temperaturnya.
2. Reaktor
Reaktor berfungsi sebagai ruang pembakaran biomassa dan katalis.
Reaktor dirancang berbentuk tabung yang terbuat dari besi stainless stell
dengan diameter dalam 785 mm, diameter luar 1036 mm, tinggi 770 mm,
dan tebal 20 mm. Tutup reaktor dan bibir reaktor dilapisi aluminium untuk
mencegah terjadinya kebocoran. Disekeliling reaktor dipasang dengan
heater. Dibagian bawah reaktor akan diberi saluran untuk masuknya uap,
dan dibagian atas diberi saluran keluar gas hasil gasifikasi.
Reaktor yang dirancang dalam penelitian ini ditujukan untuk aplikasi
kalangan industri kecil menengah. Terdapat beberapa kriteria yang harus
dimiliki oleh reaktor gasifikasi. Kriteria tersebut adalah reaktor gasifikasi
mampu menghasilkan daya yang besar dengan waktu operasi yang lama,
serta memiliki kerugian panas yang kecil akibat konduksi pada dinding.
Untuk memperoleh daya keluaran yang besar dari reaktor gasifikasi, maka
diameter reaktor harus cukup besar. Waktu operasi yang panjang dapat
diperoleh dengan cara membuat reaktor gasifikasi yang tinggi. Sedangkan
untuk memperkecil kerugian panas konduksi pada dinding reaktor,
dibutuhkan insulasi yang tebal.

Gambar 5. Skema Reaktor Gasifikasi


Reaktor juga dilengkapi dengan alat penampung arang dengan
diameter dalam 330 mm, diameter luar 430 mm, dengan ketebalan 10 mm.
3. Burner
Burner adalah alat yang digunakan untuk membakar gas hasil
gasifikasi. Di dalam burner gas dicampur dengan udara dengan tujuan agar
gas memperoleh oksigen untuk melakukan proses pembakaran. Hal ini
menyebabkan ketika campuran gas dan udara tersebut dipantik, gas tersebut
akan terbakar. Dalam perancangan sebuah burner, kita harus memperhatikan
ukuran, jumlah dan letak bukaan yang disediakan untuk pemasukan udara.
Bukaan yang disediakan untuk pemasukkan udara harus mampu membuat
udara pembakaran masuk dalam jumlah yang berlebih untuk memastikan
semua gas terbakar habis. Untuk memperoleh pembakaran yang sempurna,
maka gas hasil gasifikasi harus tercampur dengan baik di dalam burner. Hal
ini dapat dilakukan dengan memperhatikan letak pemasukan udara.
Pada Gambar 6 dapat kita lihat bentuk rancangan burner yang
diinginkan. Seperti yang terlihat pada gambar, burner dirancang cukup
panjang yaitu 400 mm dengan diameter 95 mm. Burner dibuat panjang agar
diperoleh waktu yang cukup bagi gas untuk bercampur dengan udara
pembakaran. Udara pembakaran dipasok melalui dua buah pipa kecil yang
terhubung pada badan burner dan lubang-lubang kecil yang terletak
dibagian buritan burner.

Gambar 6. Skema Rancangan Burner


4. Blower
Untuk menghisap udara pembakaran dan gas hasil proses gasifikasi
digunakan blower yang memiliki daya isap yang cukup. Daya isap blower
harus disesuaikan dengan reaktor agar udara pembakaran yang terisap
kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini dimaksudkan agar terjadi pembakaran
yang tidak sempurna dan gas hasil proses gasifikasi tidak ikut terbakar.
Jenis blower yang dapat digunaka adalah blower sentrifugal tipe DE 100
dengan daya 40 watt. Kemudian untuk memudahkan penyesuaian daya isap
blower ditambahkan alat berupa satu buah inverter yang berfungsi mengatur
kecepatan putar kipas blower. Inverter yang dipilih adalah Toshiba Inverter
tipe VFNC-2007P.

Gambar 7. Blower dan Inverter


5. Siklon
Siklon merupakan bagian yang berfungsi sebagai pemisah antara debu
dan tar dengan gas hasil gasifikasi. Siklon memanfaatkan gaya sentrifugal
dan tekanan rendah yang dihasilkan oleh gerakan memutar untuk
memisahkan material yang memiliki perbedaan massa jenis, ukuran, dan
bentuk. Siklon sering digunakan karena sangat sederhana dan murah untuk
dibuat [12]. Selain itu, siklon tidak memiliki bagian yang bergerak dan
dapat dioperasikan dalam temperatur dan tekanan yang tinggi.

Gambar 8. Prinsip Kerja Siklon


Prinsip kerjanya dapat dilihat pada gambar 8. Gas dengan kecepatan
yang tinggi masuk melalui pipa dan bentuk kerucut dari siklon
mengakibatkan aliran gas untuk berputar dalam bentuk vortex. Material
yang lebih besar atau memiliki massa jenis lebih besar akan terlempar
keluar dan drag yang dihasilkan oleh udara berputar dan gaya gravitasi
mengakibatkan material tersebut keluar melalui lubang bawah. Sedangkan
material yang ringan keluar melalui lubang pipa ke atas. Proses pemisahan
melalui siklon membutuhkan aliran yang tunak. Kedua lubang keluaran juga
sebaiknya memiliki tekanan yang sama agar tidak terjadi aliran balik.
Penambahan siklon akan menghasilkan gas hasil gasifikasi yang lebih
bersih. Untuk proses perancangannya dilakukan dengan mengikuti standar
yang sudah ada dan ukurannya disesuaikan dengan besarnya reaktor dan
debit gas yang dihasilkan. Pada gambar 9 dapat kita lihat bentuk dari siklon
yang dirancang.

Gambar 9. Siklon

3.2.2 Desain Alat Gasifikasi


1. Heater
2. Tabung Reaktor Gasifikasi
Diameter dalam = 785 mm
Diameter luar = 1036 mm
Tinggi tabung reactor = 770 mm
Ketebalan = 20 mm
3. Siklon

4. Blower
5. Burner
Proses pembuatan tabung reaktor gasifikasi berawal dari proses
pengelasan pelat baja berukuran 785x770x2 mm sehingga membentuk silinder
berongga. Kemudian sebuah silinder yang lebih besar dibuat dari pelat baja
berukuran 1036x770x2 mm. Silinder yang lebih besar ini kemudian dilubangi di
tiga tempat dengan jarak 60o. Tiga buah pipa sepanjang 160 mm berdiameter luar
55 mm dengan ketebalan 3 mm dilas pada tiga lubang yang telah dibuat pada
silinder. Ketiga pipa ini dijadikan sebagai penyangga reaktor. Langkah
selanjutnya adalah melakukan proses pengecoran untuk membentuk insulasi
reaktor gasifikasi. Hal ini dilakukan dengan meletakkan silinder kecil di dalam
silinder yang lebih besar sehingga membentuk annulus. Ruang annulus dan pipa
yang telah dilas kemudian dituangi campuran semen, abu sekam dan air.
Campuran tersebut kemudian dibiarkan mengering dan mengeras. Setelah tabung
reaktor selesai dibuat, langkah selanjutnya adalah pembuatan ruang arang hasil
gasifikasi. Sebuah pelat berbentuk cincin berukuran diameter dalam 330 mm,
diameter luar 430 mm dan ketebalan 10 mm dilas pada silinder luar tabung
reaktor. Dibawah cincin tersebut sebuah pelat dengan ketebalan 2 mm dilas pada
lingkaran terluar cincin hingga membentuk tabung dengan ketinggian 400 mm.
Sebagai saluran keluar gas hasil gasifikasi, tabung tersebut dilubangi dan sebuah
pipa dengan diameter dalam 2 inchi dilas pada lubang yang telah dibuat. Untuk
memudahkan proses pembuangan arang, bagian dasar reaktor dibuat mengecil
hingga membentuk kerucut. Proses selanjutnya adalah memasang siklon yang
telah dibuat pada pipa tempat keluarnya gas gasifikasi. Pada bagian atas siklon
dipasang blower untuk mengisap gas dari hasil gasifikasi. Kemudian pada blower
juga dipasang dudukan yang sesuai untuk burner agar mempermudah proses
pengelasan.

Anda mungkin juga menyukai