DISTILASI BATCH
DISUSUN OLEH
KELOMPOK: V
KELAS: A
LABORATORIUM INSTRUKSIONAL
DASAR PROSES & OPERASI PABRIK
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA D3
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2019
Abstrak
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN SEMENTARA
LAMPIRAN PERHITUNGAN
BAB I
PENDAHULUAN
Gambar 2.1 Skema proses perpindahan massa pada distilasi (Mc Cabe and J.C
Smith, 1985)
Seperti terlihat pada gambar 2.2, misalnya cairan Ln+1 dengan komposisi
xA,n+1 dicampur dengan uap Vn+1 berkomposisi yA,n+1. Pencampuran tersebut
berlangsung pada suatu tahap kesetimbangan n. Pada tahap kesetimbangan n, akan
terbentuk uap dan cairan baru dalam keadaan setimbang, yaitu Vn dan Ln. Uap Vn
mempunyai komposisi yA,n yang mengandung lebih banyak komponen A
(ya,n>yA,n+1), sedangkan cairan Ln mengandung lebih sedikit komponen A
(xA,n<xA,n-1). Operasi kesetimbangan tersebut diulang berkali-kali, sehingga
diperoleh uap yang sangat kaya A dan cairan yang sangat miskin A.
Dalam operasi distilasi, pencampuran dilakukan berturut-turut dalam
tahap-tahap (stage). Pada saat operasi berlangsung, cairan di tahap terendah
dipanaskan (Qr), sedangkan uap di tahap teratas didinginkan (Qc). Hasil atas yang
diambil disebut distilat (D) dan yang dikembalikan ke kolom disebut refluks (Lo).
Jumlah refluks dibanding distilat disebut rasio refluks (R) yang sangat
mempengaruhi hasil pemisahan.
R L 0 / D ………………………………………….............................(1.1)
Jika R tak hingga, artinya semua hasil atas kembali ke tahap I, maka
operasi distilasi disebut refluks total. Pada operasi dengan refluks total, maka
jumlah tahap teoritis adalah minimum. Kalau relative volatility konstan (dapat
dianggap konstan), maka jumlah tahap minimum pada operasi dengan refluks
total dapat dihitung dengan persamaan Fenske:
X X
log A B
X B D X A B
n 1 ................................................................(1.2)
log av
dimana :
n = jumlah tahap teoritis
xA = fraksi mol komponen yang mudah menguap
xB = fraksi mol komponen yang kurang mudah menguap
av = relative volatility rata-rata (av = √d + b)
d dan b berturut-turut adalah distilat dan bottom
Selanjutnya, efisiensi kolom dapat ditentukan dengan persamaan berikut :
xD
R 1 .........………………......………………….........(1.5)
dx
dD x D D x D dD (differensial tingkat diabaikan)
2
dan x D dD -d(F x F )
tetapi dD = - dF, maka
x D dF F dx F x F dF
bila diatur dan diintegrasikan diperoleh :
F1 dx F
ln xxFF 12 ………...…………………….............................(2.6)
F2 xD xF
Yn 1 Yn 1 L n X n D X D ………………………..…..............(1.8)
d) Distilasi Diferensial
Kasus distilasi batch (partaian) yang paling sederhana adalah operasi yang
menggunakan peralatan seperti pada gambar berikut ini.
Keterangan :
D = laju alir distilat, mol/jam
yD= komposisi distilat, fraksimol
V = jumlah uap dalam labu
W = jumlah cairan dalam labu
Pada alat ini, cairan dalam labu dipanaskan sehingga sebagian cairan akan
menguap dengan komposisi uap yD yang dianggap berada dalam
kesetimbangan dengankomposisi cairan yang ada di labu xW. uap keluar labu
menuju kondenser dan diembunkan secara total. Cairan yang keuar dari
kondenser memiliki komposisi xD yang besarnya sama dengan yD.
1.2.4 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Kerja Kolom Desitilasi
Menurut Mc Cabe dkk (1999), Performa dari proses distilasi dipengaruhi
oleh:
1. Kondisi Feed
Bentuk dan komposisi feed mempengaruhi garis operasi yang mana
menentukan jumlah tingkatan pemisahan. Apabila perbedaan kondisi feed dengan
system yang telah dirancang terlalu besar maka proses distilasi tidak berjalan baik.
2. Kondisi Proses Refluk
Ketika rasio refluk meningkat, gradien garis operasi pada bagian
rectification terus menuju kenilai maksimum 1, yang berarti semakin banyak
liquid yang kaya akan komponen lebih volatile dikembalikan ke kolom, sehingga
proses pemisahan berjalan lebih baik dan sedikit tray yang diperlukan. Untuk
mencapai tingkat pemisahan yang sama. Sebaliknya jika rasio refluk mengecil
maka garis operasi bagian rectification bergerak menuju garis keseimbangan
sehingga tray yang diperlukan makin banyak. Rasio refluk yang baik adalah
sekitar 1,2 sampai 1,5 dari minimum flux rasio yang berarti memiliki cost yang
lebih kecil.
𝐿𝑜
R= 𝐷 …………………………………………………………………..(1.11)
Jika R tak terhingga, artinya semua hasil atas kembali ke tahap 1 maka
operasi distilasi disebut refluks total. Pada operasi dengan refluks total, maka
jumlah tahap teoritis adalah minimum. Kalau relative volatility konstan (dapat
dianggap konstan), maka jumlah tahap minimum pada operasi dengan refluks
total dapat dihitung dengan persamaan Fenske (Walas, 1984).
n+1=
𝑋 𝑋
𝑙𝑜𝑔[( 𝐴⁄𝑋 ) ( 𝐵⁄𝑋 ) ]
𝐵 𝑑 𝐴 𝑏
………………………………..........................….(1.12)
log(𝛼𝐴𝐵 )𝑎𝑣
E
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎ℎ𝑎𝑝 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
= 𝑥100%.................................................................(1.13)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎ℎ𝑎𝑝 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
Menurut Walas (1984), Pada kenyataannya pada setiap tahap tidak akan
terjadi kesetimbangan yang sempurna antara cairan dan uap yang
meninggalkannya. Dengan demikian, jumlah tahap aktual (yang sebenarnya) akan
lebih banyak pada jumlah tahap teoritis sehingga ada faktor efisiensi. Pada
distilasi batch, komposisi distilat sangat tergantung pada komposisi residu, jumlah
tahap pada kolom dan rasio refluks operasi. Berdasarkan hal tersebut maka
distilasi batch dapat beroperasi pada dua kemungkinan yaitu :
1. Dengan kadar distilat konstan, rasio refluks berubah.
2. Dengan rasio refluks konstan, kadar distilat berubah.
1
Fraksi mol etanol fasa uap (y)
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
𝑋B 𝑋𝐹 𝑋𝐷
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
1
Fraksi mol etanol fasa uap (y)
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
𝑋B 𝑋𝐹 𝑋𝐷
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Dari Gambar 3.2 didapatkan jumlah plat secara teoritis adalah 1 keping dan
efisiensi yang terhitung adalah 12,5 %.
3.3 Hasil Percobaan pada Power 1,5 kW
Komposisi Destilat hasil percobaan pada power 1,5 kW diperoleh sebesar
84% sedangkan komposisi Bottomnya sebesar 33%. Dari data tersebut didapatkan
fraksi mol pada masing-masing komponen untuk XD = 0,67; XB = 0,16; dan XF =
0,21. Untuk penentuan plat secara teoritisnya dapat dilihat pada Kurva
Kesetimbangan Etanol-Air dibawah :
1
Fraksi mol etanol fasa uap (y)
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0 𝑋B 𝑋𝐷
0 0.1𝑋𝐹 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Dari Gambar 3.3 didapatkan jumlah plat secara teoritis adalah 1 keping dan
efisiensi yang terhitung adalah 12,5 %.
3.2 Pembahasan
Dari perhitungan plate teoritis menggunakan metode Mc. Cabe-Thiele,
dengan menggunakan power 0,5 kW pada refluks total, dari gambar 3.1 didapatkan
jumlah plate teoritis sebanyak 1 keping, dengan efisiensi kolom yang terhitung adalah
sebesar 12,5 %. Sedangkan pada keadaan refluks total dengan menggunakan 1 kW,
dari gambar 3.2 didapatkan jumlah plate teoritis sebanyak 1 keping, dengan efisiensi
kolom yang terhitung adalah sebesar 12,5 %. Dari data yang diperoleh power yang
digunakan berbanding lurus dengan efisiensi kolom. Semakin besar power yang
digunakan maka akan semakin banyak plate teoritis yang didapatkan sehingga
semakin besar efisiensi kolomnya, sehingga proses distilasi akan semakin bagus. Hal
ini dapat terjadi karena dengan semakin besarnya power yang digunakan, maka panas
yang masuk ke reboiler semakin banyak sehingga suhu reboiler menjadi semakin
tinggi. Jika suhu pada reboiler semakin tinggi, maka etanol yang dimasukkan sebagai
umpan akan semakin banyak yang menguap, dan menghasilkan destilat dengan kadar
yang semakin pekat atau tinggi. Dengan semakin pekatnya kadar destilat yang
didapat, ini menunjukkan bahwa efisiensi kerja alat semakin bagus. Hal ini juga dapat
dilihat dari persentase efisiensi yang diperoleh dari data percobaan.
3.2.1 Penentuan Overall Coloumn Efficiency dengan Persamaan Fenske pada
Power 0,5 kW dan RD 2:6
Penentuan overall coloumn efficiency dengan persamaan Fenske
membutuhkan data hitung yang didapat dari percobaan. Persamaan Fenske adalah
sebagai berikut.
𝑋 𝑋
𝑙𝑜𝑔[( 𝐴 ) .( 𝐵 ) ]
𝑋𝐵 𝐷 𝑋𝐴 𝐵
n+1 =
log(√∝𝐷 .∝𝐵 )𝐴𝑉
4.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan:
1. Jumlah plate teoritis dengan RD 2:6 ( metoda Mc Cabe-Thiele), pada
power 0,5 kW diperoleh 1 pelat, pada power 1 kW diperoleh 1 pelat, dan
pada power 1,5 kW diperoleh 1 pelat. Sedangkan dengan persamaan
Fenske, pada power 0,5 Kw diperoleh 1,69 pelat, pada power 1 kW
diperoleh 1,74 pelat, dan pada power 1,5 kW diperoleh 1,8 pelat.
2. Overall coloumn efficiency dengan metode Mc.Cabe-Thiele variasi power
0,5 kW adalah 12,5 %, power 1 kW adalah 12,5 %, dan power 1,5 kW
adalah 12,5 %. Sedangkan dengan persamaan Fenske power 0,5 kW
adalah 21,12 %, power 1 kW adalah 21,84 %, dan pada power 1,5 kW
adalah 22,75 %.
4.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya disarankan untuk memastikan suhu
campuran dalam reboiler berada dalam keadaan konstan sebelum pengambilan
sampel dilakukan agar hasil yang didapatkan semakin bagus dan untuk
pengukuran komposisi sampel sebaiknya dilakukan setelah sampel dingin.
LAMPIRAN A
LAPORAN SEMENTARA
Kelas : D3A
1 80 25 77 85
2 80 23 79 84
3 80 24 78 83
Rata-
80 24 78 84
rata
2. Power : 0,9 kW
Laju Boil-up : 1,98 l/jam
Refluk Ratio : 2:8
No Komposisi Komposisi T1(oC) T8(oC)
Overhead (%Vol) Bottom (%Vol)
1 83 27 83 85
2 82 25 84 87
3 84 23 84 86
Rata- 86
83 25 85
rata
3. Power : 1, 3 kW
Laju Boil-up : 2,58 l/jam
Refluk Ratio : 2:8
No Komposisi Komposisi T8(oC)
T1(oC)
Overhead (%Vol) Bottom (%Vol)
1 88 29 87 89
2 84 28 88 90
3 86 27 85 88
Rata- 89
86 28 87
rata
= 12,5 %
= 12,5 %
= 12,5%
Tekanan total:
P =𝑝𝐴 + 𝑝𝐵 = 79,66 𝑚𝑚𝐻𝑔 + 8,59 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 88,25 𝑚𝑚𝐻𝑔
Komposisi bottom
XA = 0,24
XB = 0,76
Tekanan uap jenuh etanol:
T = 78°C = 351 K
3423,53 3423,53
Ln p°A =16,1952 − −55,7152+𝑇 = 16,1952 − −55,7152+351 = 4,601 𝑚𝑚𝐻𝑔
n+1 = 3,025
n = 2,025
Efisiensi kolomnya adalah :
2,025
E= 𝑥 100 %
8
= 25,31 %
Tekanan total:
P =𝑝𝐴 + 𝑝𝐵 = 82,65 𝑚𝑚𝐻𝑔 + 7,30 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 89,95 𝑚𝑚𝐻𝑔
Komposisi bottom
XA = 0,25
XB = 0,75
Tekanan total:
P = 𝑝𝐴 + 𝑝𝐵 = 24,90 𝑚𝑚𝐻𝑔 + 32,21 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 57,11 𝑚𝑚𝐻𝑔
n+1 = 3,196
n = 2,196
Efisiensi kolomnya adalah :
2,196
E= 𝑥 100 %
8
= 27,45 %
Komposisi bottom
XA = 0,28
XB = 0,72
Tekanan uap jenuh etanol:
T = 78°C = 351 K
3423,53 3423,53
Ln p°A =16,1952 − = 16,1952 − = 4,601 𝑚𝑚𝐻𝑔
−55,7152+𝑇 −55,7152+351
n+1 = 3,29
n = 2,29
Efisiensi kolomnya adalah :
2,29
E= 𝑥 100 %
8
= 28,63 %