Anda di halaman 1dari 37

Laporan Praktikum Dosen Pembimbing

Operasi Teknik Kimia II Dra. Drastinawati, M.Si

DISTILASI BATCH

DISUSUN OLEH

KELOMPOK: V
KELAS: A

DETRIA KHOERUN NISA (1707035702)


M.ARI WIJANARKO (1707035637)
M.RIZKY DARMAWAN (1707035585)
YULIA FITRI (1707035541)

LABORATORIUM INSTRUKSIONAL
DASAR PROSES & OPERASI PABRIK
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA D3
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2019
Abstrak

Distilasi merupakan proses pemisahan campuran dua atau lebih komponen


menjadi bagian-bagian atau komponen berdasarkan pada perbedaan volatilitas
(kemudahan menguap) atau perbedaan titik didih antara masing-masing komponen.
Tujuan percobaan untuk menghitung jumlah plat teoritis dengan metode Mc. Cabe-Thiele
dan persamaan Fenske serta menghitung efesiensi kolom dengan memvariasikan rasio
refluks. Parameter yang dilakukan adalah memvariasikan power yang digunakan yaitu
0,5 kW, 0,9 kW dan 1,3 kW menggunakan refluks control 2:8. Perhitungannya dilakukan
dengan menggunakan metode Mc.Cabe-Theile dan persamaan Fenske. Pada power 0,5
kW menggunakan rasio refluks 2:8 didapat XD= 0,66; XB = 0,20 dan XF = 0,34 serta
didapatkan jumlah plate dengan metode Mc.Cabe-Thiele dan metode persamaan Fenske
adalah 2 dan 1,189 keping dengan efisiensi 25% dan 14,86%. Pada power 0,9 kW
menggunakan rasio refluks 2:8 didapat XD= 0,69 ; XB = 0,21 dan XF = 0,34 serta
didapatkan jumlah plate dengan metode Mc.Cabe-Thiele dan metode persamaan Fenske
adalah 2 dan 1,503 keping dengan efisiensi 25% dan 18,79%. Pada power 1,3 kW
menggunakan rasio refluks 2:8 didapat XD= 0,76 ; XB = 0,24 dan XF = 0,34 serta
didapatkan jumlah plate dengan metode Mc.Cabe-Thiele dan metode persamaan Fenske
adalah 2 dan 1,79 keping dengan efisiensi 25 % dan 22,38 %.

Kata kunci: distilasi, dfisiensi, metode Mc.Cabe-Tiele, persamaan Fenske, rasio


reflux.
DAFTAR ISI
ABSTRAK................................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN....................................................................................................
1.1 Tujuan Percobaan....................................................................................
1.2 Dasar Teori..............................................................................................
1.2.1 Pengertian Distilasi........................................................................
1.2.2 Proses Pemisahan Secara Distilasi................................................
1.2.3. Metoda Distilasi............................................................................
1.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerja Kolom Destilasi..........
1.2.5 Kesetimbangan Uap Cair.............................................................
1.2.6 Destilasi Batch.............................................................................
1.2.7 Prinsip Destilasi Batch.................................................................
BAB II METODOLOGI PERCOBAAN..............................................................
2.1 Alat Dan Bahan......................................................................................
2.1.1 Alat Yang Digunakan..................................................................
2.1.2 Bahan Yang Digunakan..............................................................
2.2 Prosedur Percobaan................................................................................
2.3 Rangkaian Alat.......................................................................................
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................
3.1 Hasil Percobaan......................................................................................
3.1.1 Hasil Percobaan Pada Power 0,5 kW..........................................
3.1.2 Hasil Percobaan Pada Power 0,9 kW..........................................
3.1.3 Hasil Percobaan Pada Power 1,3 kW..........................................
3.2 Pembahasan............................................................................................
3.2.1 Penetuan Overal Coloum Efficiency Dengan Persamaan Frenske
Pada Power 0,5 kW dan Rasio 2:8...............................................
3.2.2 Penetuan Overal Coloum Efficiency Dengan Persamaan Frenske
Pada Power 0,9 kW dan Rasio 2:8..............................................
3.2.3 Penetuan Overal Coloum Efficiency Dengan Persamaan Frenske
Pada Power 1,3 Kw Dan Rasio 2:8.............................................
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................
4.1 Kesimpulan.............................................................................................
4.2 Saran.......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN SEMENTARA
LAMPIRAN PERHITUNGAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Menghitung jumlah plat teoritis dengan metode Mc. Cabe-Thiele dan
persamaan Fenske.
2. Menghitung efisiensi kolom dengan memvariasikan rasio refluks.

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Pengertian Distilasi
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan titik didih atau didefinisikan juga suatu teknik pemisahan
kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap. Dalam
distilasi campuran zat dididihkan hingga menguap dan uap ini didinginkan dalam
bentuk cairan. Zat yang memiliki titk didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.
Metode ini merupakan unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan
proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing
komponene menguap pada titik didihnya (Irawan,2010)
Distilasi dapat juga dikatakan sebagai proses pemisahan komponen yang
bertujuan untuk memisahkan pelarut dan komponen pelarutnya. Hasil distilasi
disebut distilat dan sisanya disebut residu. Pada suatu peralatan distilasi umumnya
terdiri dari suatu kolom atau tray, reboiler, kondensor, drum reflux, pompa dan
packed. Prinsip proses ini adalah campuran yang akan dipisahkan dimasukkan
kedalam alat distilasi. Diabgian bawah alat terdapat pemanas yang berfungsi
untuk menguapkan campuarn yang ada. Uang yamg akan mengalir keatas dan
bertemu cairan diatas zat-zat bertitik didih rendah dalam cairan akan menguap
keatas sedangkan zat-zat yang memiliki titik dididh tinggi dalm uap akan kembali
mengembun dan mengikuti aliran cairan kebawah.
Proses distilasi dapat digambarkan sebagai deretan tahap flashing yang
disusun secara seri, sehingga uap yang mengalir ke atas dan cairan yang mengalir
ke bawah saling berkontak. Dengan demikian, di setiap tahap aliran uap (V) dan
cairan (L) akan berkontak dan membentuk kesetimbangan. Agar kontak antara
uap dan cairan dapat berlangsung lebih sempurna, maka dipasang tray yang
jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan. Secara teoritis, satu tray dapat
dianggap sebagai suatu tahap kesetimbangan.
Cairan dan uap yang memasuki suatu tahap tidak berada dalam keadaan
setimbang. Cairan dan uap tersebut berkontakkan satu sama lain sehingga terjadi
perpindahan massa, sehingga uap cairan yang meninggalkan tahap tersebut berada
dalam keadaan setimbang. Uap yang meninggalkan tahap kesetimbangan ini
mengandung lebih banyak komponen yang mudah menguap (volatile) dari pada
uap yang memasuki tahap tersebut. Sebaliknya, cairan yang meninggalkan tahap
tersebut akan mengandung lebih sedikit volatile dari cairan yang memasuki tahap.
Jadi, uap di puncak kolom memiliki komponen yang lebih mudah menguap secara
dominan, sedangkan di dasar kolom cairan mengandung komponen yang sukar
menguap.
Kolom distilasi adalah sarana melaksanakan operasi pemisahan
komponen-komponendari campuran fasa cair, khususnya yang mempunyai
perbedaan titik didih dan tekanan uap yang cukup besar (Geankoplis, 1993).
Perbedaan tekanan uap tersebut akan menyebabkan fasa uap yang ada dalam
kesetimbangan dengan fasa cairnya mempunyai komposisi yang perbedaannya
cukup signifikan. Fasa uap mengandung lebih banyak komponen yang memiliki
tekanan uap rendah, sedangkan fasa cair lebih benyak menggandung komponen
yang memiliki tekanan uap tinggi.
Kolom distilasi dapat berfungsi sebagai sarana pemisahan karena system
perangkat sebuah kolom distilasi memiliki bagian-bagian proses yang memiliki
fungsi-fungsi :
a) menguapkan campuran fasa cair (terjadi di reboiler)
b) mempertemukan fasa cair dan fasa uap yang berbeda komposisinya (terjadi di
kolom distilasi)
c) mengondensasikan fasa uap (terjadi di kondensor)
d) Konsep pemisahan dengan cara distilasi merupakan sintesa pengetahuan dan
peristiwa-peristiwa:
1. kesetimbangan fasa
2. perpindahan massa
3. perpindahan panas
4. perubahan fasa akibat pemanasan (penguapan)
5. perpindahan momentum (Mc Cabe and J.C Smith, 1985)
Distilasi adalah sistem perpindahan yang memanfaatkan perpindahan massa.
Masalah perpindahan massa dapat diselesaikan dengan dua cara yang berbeda,
pertama dengan menggunakan konsep tahapan kesetimbangan (equilibrium stage)
dan kedua atas dasar proses laju difusi (difusional forces). Distilasi dilaksanakan
dengan rangkaian alat berupa kolom/menara yang terdiri dari piring (plate
tower/tray) sehingga dengan pemanasan komponen dapat menguap,
terkondensasi, dan dipisahkan secara bertahap berdasarkan tekanan uap/titik
didihnya. Proses ini memerlukan perhitungan tahap kesetimbangan (Mc Cabe and
J.C Smith, 1985).

Gambar 2.1 Skema proses perpindahan massa pada distilasi (Mc Cabe and J.C
Smith, 1985)

1.2.2 Proses Pemisahan secara Distilasi


Prinsip distilasi adalah membuat kesetimbangan fasa uap dan cairan, serta
memisahkan uap dan cairan yang berada dalam keadaan setimbang tersebut.
Skema distilasi dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Mekanisme Destilasi (Geankoplis, 1978)

Seperti terlihat pada gambar 2.2, misalnya cairan Ln+1 dengan komposisi
xA,n+1 dicampur dengan uap Vn+1 berkomposisi yA,n+1. Pencampuran tersebut
berlangsung pada suatu tahap kesetimbangan n. Pada tahap kesetimbangan n, akan
terbentuk uap dan cairan baru dalam keadaan setimbang, yaitu Vn dan Ln. Uap Vn
mempunyai komposisi yA,n yang mengandung lebih banyak komponen A
(ya,n>yA,n+1), sedangkan cairan Ln mengandung lebih sedikit komponen A
(xA,n<xA,n-1). Operasi kesetimbangan tersebut diulang berkali-kali, sehingga
diperoleh uap yang sangat kaya A dan cairan yang sangat miskin A.
Dalam operasi distilasi, pencampuran dilakukan berturut-turut dalam
tahap-tahap (stage). Pada saat operasi berlangsung, cairan di tahap terendah
dipanaskan (Qr), sedangkan uap di tahap teratas didinginkan (Qc). Hasil atas yang
diambil disebut distilat (D) dan yang dikembalikan ke kolom disebut refluks (Lo).
Jumlah refluks dibanding distilat disebut rasio refluks (R) yang sangat
mempengaruhi hasil pemisahan.
R  L 0 / D ………………………………………….............................(1.1)
Jika R tak hingga, artinya semua hasil atas kembali ke tahap I, maka
operasi distilasi disebut refluks total. Pada operasi dengan refluks total, maka
jumlah tahap teoritis adalah minimum. Kalau relative volatility konstan (dapat
dianggap konstan), maka jumlah tahap minimum pada operasi dengan refluks
total dapat dihitung dengan persamaan Fenske:

 X   X  
log  A   B  
 X B  D  X A  B 
n 1  ................................................................(1.2)
log  av

dimana :
n = jumlah tahap teoritis
xA = fraksi mol komponen yang mudah menguap
xB = fraksi mol komponen yang kurang mudah menguap
av = relative volatility rata-rata (av = √d + b)
d dan b berturut-turut adalah distilat dan bottom
Selanjutnya, efisiensi kolom dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

Jumlah tahap teoritis


E  100% ............…................................................(1.3)
Jumlah tahap aktual

Pada kenyataannya, setiap tahap tidak akan pernah terjadi kesetimbangan


yang sempurna antara cairan dan uap yang meninggalkannya. Dengan demikian,
jumlah tahap aktual (yang sebenarnya) akan lebih banyak dari pada jumlah tahap
teoritis sehingga ada faktor efisiensi.

1.2.3 Metoda Distilasi


Proses distilasi ini dibagi menjadi beberapa metoda, yaitu sebagai berikut :

1. Distilasi Batch (Batch Distillation)


Pada beberapa industri kimia, terutama bila umpan (feed) jumlahnya kecil,
maka distilasi dilakukan secara batch. Begitu pula bil diinginkan distilat
dengan komposisi yang cukup bervariasi.
Distilasi batch biasanya dilakukan pada sebuah kolom distilasi yang
jumlah plate nya sudah tertentu dan umpan (feed) dimasukkan hanya sekali
pada setiap batch operasi. Distilat akan dikeluarkan secara kontinyu, tetapi
produk bawah (residu) baru dikeluarkan setelah operasi per batch selesai.
Pada distilasi batch, komposisi distilat sangat tergantung pada komposisi
residu, jumlah tahap pada kolom dan rasio refluk operasi. Sesaat setelah
kolom beroperasi, maka akan dihasilkan distilat berkadar komponen yang
lebih mudah menguap sangat tinggi. Di lain pihak, residu akan menurun
kadarnya akibat tidak ada umpan yang mengalir masuk. Akibatnya, kadar
distilat selanjutnya juga akan menurun. Berdasarkan hal tersebut, maka
distilasi batch dapat beroperasi pada dua kemungkinan, yaitu :
a) Dengan kadar distlat konstan, rasio refluk berubah
Misal pada saat operasi dimulai, jumlah liquid yang dimasukkan ke dalam
bejana adalah F1 mol dengan kadar XF1 dan sesaat setelah mulai dihasilkan
distilat dengan kadar XD pada rasio refluk R1. Setelah interval waktu tertentu,
liquid dalam bejana tinggal F2 mol dengan kadar XF2, sedangkan kadar
distilat tetap XD karena rasio refluk diubah menjadi R2. Bila jumlah distilat
yang terkumpul selama ini adalah D mol, maka neraca massanya:
F1  x F1  F2  x F2  D  x D
F1  F2  D
Maka diperoleh :
x F1  x F2
D  F1 ...........………………………………...…..…(1.4)
x D  x F2

xD
R 1 .........………………......………………….........(1.5)

 adalah perpotongan garis operasi dengan sumbu y seperti terlihat


pada gambar di bawah ini.
Gambar 1.3 Distilasi batch dengan XD (Geankoplis, 1978)

b) Distilasi Batch dengan Rasio Refluk Konstan


Bila kolom beroperasi dengan rasio refluk yang selalu sama tiap saat,
maka kadar distilat XD akan menurun secara kontinyu. Misal, pada suatu
interval waktu yang sangat singkat dt, komposisi distilat berubah dari XD
menjadi dXD. Dalam waktu ini pula distilat akan bertambah dD, maka:

 dx 
dD x D  D   x D  dD (differensial tingkat diabaikan)
 2 

dan x D  dD  -d(F  x F )
tetapi dD = - dF, maka
 x D  dF  F  dx F  x F  dF
bila diatur dan diintegrasikan diperoleh :

F1 dx F
ln   xxFF 12 ………...…………………….............................(2.6)
F2 xD  xF

Dari persamaan 2.6 di atas, dapat ditentukan perbandingan jumlah liquid


yang berada didalam bejana sebelum dan sesudah operasi, yaitu dengan
membuat grafik XF versus 1/(XD-XF). Distilasi batch dengan rasio refluk
konstan dapat dilihat pada Gambar 1.4:
Gambar 1.4 Distilasi batch dengan R konstan (Geankoplis, 1978)

2. Distilasi Berdasarkan Basis Tekanan Operasi


Untuk pembagian distilasi jenis ini terbagi atas 3 yaitu:
a) Distilasi Atmosfer (0,4 – 5,5 atm)
Distilasi atmosfer merupakan proses distilasi yang tekanan operasinya
adalah tekanan atmosferis (1 atm) atau sedikit diatas tekanan atmosferis.
Distilasi ini bertujuan untuk memisahkan fraksi-fraksi yang terkandung dalam
komponen yang akan dispisahkan pada tekanan atmosferis. Contoh untuk
proses ini adalah Crude Distillating Unit (CDU) (Wahyudi, 2005)
b) Distilasi Vakum (< 300 mmHg)
Distilasi vakum adalah distilasi yang tekanan operasinya 0,4 atm (< 300
mmHg). Proses destilasi dengan tekana dibawah tekanan atmosfer. Prinsip
dari destilasi ini yaitu menurunkan tekanan diatas permukaan cairan dengan
bantuan pompa vakum, maka cairan ini akan mendidih dibawah titik didih
normalya. Hal ini sangat bermanfaat untuk mendistilasi campuran senyawa
penyusunnya mudah rusak atau terurai pada titik didih atau untuk menguapkan
campuran yang sangat pekat karena penguapannya tidak memerlukan panas
fungsi. Produk-produk yang dihasilkan dari distilasi vakkum adalah: produk
gas vakum gas oil (HVGD), Light Vacum slopp (LVS), paraffin oil distillate
(POD) ( Widayat dkk, 2008).
c) Distilasi Kontinyu (Continuous Distillation)
Distilasi kontinyu menggunakan refluk biasanya dilakukan pada kolom
distilasi yang mempunyai tray yang disesuaikan dengan kebutuhan. Metode
perhitungan dalam proses distilasi dikembangkan oleh McCabe dan Thiele
didasarkan atas neraca massa di seksi enriching (pengayaan), neraca massa di
seksi stripping (pelucutan) dan data kesetimbangan.
Asumsi untuk perhitungan McCabe Thiele adalah constant molar overflow
(equimolar overflow), yaitu jumlah mol antara umpan yang masuk sampai tray
paling atas dan tray bawah sama. Persamaan neraca massa total:
Vn 1  L n 1  Vn  L n .....................……………….......(2.7)
Persamaan neraca massa komponen :
Vn 1 Yn 1  L n-1 X n-1  Vn Yn L n X n ................…………........(2.8)
dimana :
Vn+1 = Laju alir dari tray n + 1
Yn+1 = Fraksi mol uap dalam Vn+1
Ln-1 = Laju alir cairan dari tray n-1
Xn-1 = Fraksi mol cairan dalam Ln-1
Vn = Laju alir uap dari tray n
Yn = Fraksi mol uap dalam Vn
Ln = Laju alir cairan dari tray n
Xn = Fraksi mol cairan dalam Ln

Gambar 1.5 Mekanisme distilasi pada tahap dan dikolom


(Richardson, 2002)
Gambar 1.6 menggambarkan seksi enriching, dimana uap dari tray
paling atas dengan komposisi y1 melewati kondensor dan terkondensasi
menghasilkan cairan.

Gambar 1.6 Diagram seksi (Richardson, 2002)

Aliran refluks L dan aliran distilat D mempunyai kompisisi yang sama


(xD). Dengan asumsi equimolar over flow L1 = L2 = L3 = Ln dan V1 = V2 =
V3 = Vn = Vn+1.

Persamaan neraca massa total untuk envelope bertitik-titik adalah :


Vn 1  L n  D ...…………..………..…………….....................(1.7)

Persamaan neraca massa komponen adalah :

Yn 1 Yn 1  L n X n  D X D ………………………..…..............(1.8)

Diagram seksi stripping dapat dilihat pada Gambar 2.7

Gambar 1.7 Diagram seksi Stripping (Richardson, 2002)


Persamaan neraca massa total untuk envelope (daerah bergaris titik-titik)
adalah:
Vm1  L m  W …..……...……………….………....................(1.9)
Persamaan neraca massa komponen adalah :
Vm1 Ym1  L m x m  W x m ……………….…………(1.10)

Dengan asumsi equimolar overflow, maka Lm = Ln dan Vm+1 = Vn

d) Distilasi Diferensial
Kasus distilasi batch (partaian) yang paling sederhana adalah operasi yang
menggunakan peralatan seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 1.8 Distilasi partial (Richardson, 2002)

Keterangan :
D = laju alir distilat, mol/jam
yD= komposisi distilat, fraksimol
V = jumlah uap dalam labu
W = jumlah cairan dalam labu
Pada alat ini, cairan dalam labu dipanaskan sehingga sebagian cairan akan
menguap dengan komposisi uap yD yang dianggap berada dalam
kesetimbangan dengankomposisi cairan yang ada di labu xW. uap keluar labu
menuju kondenser dan diembunkan secara total. Cairan yang keuar dari
kondenser memiliki komposisi xD yang besarnya sama dengan yD.
1.2.4 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Kerja Kolom Desitilasi
Menurut Mc Cabe dkk (1999), Performa dari proses distilasi dipengaruhi
oleh:
1. Kondisi Feed
Bentuk dan komposisi feed mempengaruhi garis operasi yang mana
menentukan jumlah tingkatan pemisahan. Apabila perbedaan kondisi feed dengan
system yang telah dirancang terlalu besar maka proses distilasi tidak berjalan baik.
2. Kondisi Proses Refluk
Ketika rasio refluk meningkat, gradien garis operasi pada bagian
rectification terus menuju kenilai maksimum 1, yang berarti semakin banyak
liquid yang kaya akan komponen lebih volatile dikembalikan ke kolom, sehingga
proses pemisahan berjalan lebih baik dan sedikit tray yang diperlukan. Untuk
mencapai tingkat pemisahan yang sama. Sebaliknya jika rasio refluk mengecil
maka garis operasi bagian rectification bergerak menuju garis keseimbangan
sehingga tray yang diperlukan makin banyak. Rasio refluk yang baik adalah
sekitar 1,2 sampai 1,5 dari minimum flux rasio yang berarti memiliki cost yang
lebih kecil.

1.2.5 Kesetimbangan Uap-Cair


Menurut Mc Cabe dkk (1999), Seperti telah disampaikan terdahulu,
operasi distilasi mengekspoitasi perbedaan kemampuan menguap (volatillitas)
komponen-komponen dalam campuran untuk melaksanakan proses pemisahan.
Berkaitan dengan hal ini, dasar-dasar keseimbangan uap-cair perlu dipahami
terlebih dahulu. Berikut akan diulas secara singkat pokok-pokok penting tentang
kesetimbangan uap-cair guna melandasi pemahaman tentang operasi distilasi.

1.2.6 Distilasi Batch


Dalam operasi distilasi batch, sejumlah massa larutan umpan dimasukkan
kedalam labu distilasi kemudian dipanaskan. Selama proses distilasi berjalan
larutan akan menguap. Uap yang terbentuk akan segera meninggalkan labu
distilasi untuk diembunkan. Dengan demikian, sejumlah komponen dalam umpan
yang memiliki titik didih rendah akan terpisah lebih dahulu menjadi distilat
(Giyatmi, 2008).
Pada operasi distilasi batch, laju alir maupun komposisi umpan dan produk
distilat berubah setiap waktu selama operasi berlangsung. Proses pemisahan
dengan metode ditilasi batch digunakan untukk proses pemisahan berkapasitas
kecil, misalnya dilakukan di laboratorium. Disitilasi batch dapat dilakukan dalam
satu kolom yang tersusun dari sejumlah tumpukan packing yang dilengkapi
dengan reboiler. Kolom distilasi batch dapat dipandang sebagai kolom yang
tersusun dari enriching section karena sebelum operasi dimulai, sejumlah umpan
dengan komposisi tertentu dimasukkan kedalam reboiler (Mc Cabe dkk, 1999).
Pada tahap kesetimbangan akan terbentuk uap dan cairan baru dalam
keadaan setimbang. Dengan operasi kesetimbangan yang berulang-ulang kali
maka diperoleh uap yang kaya dengan komponen distilat sedangkan cairan miskin
dengan komponen distilat. Hasil atas yang diambil disebut distilat (D) dan yang
dikembalikan ke kolam disebut refluks (Lo). Jumlah refluks dibanding distilat
disebut rasio refluks (R) yang sangat mempengaruhi hasil pemisahan (Walas,
1984).

𝐿𝑜
R= 𝐷 …………………………………………………………………..(1.11)

Jika R tak terhingga, artinya semua hasil atas kembali ke tahap 1 maka
operasi distilasi disebut refluks total. Pada operasi dengan refluks total, maka
jumlah tahap teoritis adalah minimum. Kalau relative volatility konstan (dapat
dianggap konstan), maka jumlah tahap minimum pada operasi dengan refluks
total dapat dihitung dengan persamaan Fenske (Walas, 1984).

n+1=
𝑋 𝑋
𝑙𝑜𝑔[( 𝐴⁄𝑋 ) ( 𝐵⁄𝑋 ) ]
𝐵 𝑑 𝐴 𝑏
………………………………..........................….(1.12)
log(𝛼𝐴𝐵 )𝑎𝑣

Dimana : n = jumlah tahap teoritis


xA = fraksi mol komponen yang mudah menguap
xB = fraksi mol komponen yang kurang mudah menguap
av = relative volatility rata-rata𝛼𝑎𝑣 = √𝛼𝑑 𝑥𝛼𝑏

d dan b berturut-turut adalah distilat dan bottom.

Selanjutnya, efesiensi kolom dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

E
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎ℎ𝑎𝑝 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
= 𝑥100%.................................................................(1.13)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑎ℎ𝑎𝑝 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙

Menurut Walas (1984), Pada kenyataannya pada setiap tahap tidak akan
terjadi kesetimbangan yang sempurna antara cairan dan uap yang
meninggalkannya. Dengan demikian, jumlah tahap aktual (yang sebenarnya) akan
lebih banyak pada jumlah tahap teoritis sehingga ada faktor efisiensi. Pada
distilasi batch, komposisi distilat sangat tergantung pada komposisi residu, jumlah
tahap pada kolom dan rasio refluks operasi. Berdasarkan hal tersebut maka
distilasi batch dapat beroperasi pada dua kemungkinan yaitu :
1. Dengan kadar distilat konstan, rasio refluks berubah.
2. Dengan rasio refluks konstan, kadar distilat berubah.

1.2.7 Prinsip Distilasi Batch


Prinsip kerja dari distilasi batch adalah pertama-tama umpan masuk
melalui bawah column. Setelah itu dipanaskan yang mana menghasilkan gas yang
akan naik keatas column. Cairan yang tidak menguap akan tetap dibawah sampai
pemanasan selesai. Gas hasil pemanasan akan keluar dari column lalu
dikondensasikan menjadi cairan yang diinginkan, sedangkan gas yang tidak dapat
terkondensasi akan dikembalikan ke column. Akan tetapi hasil dari distilasi
pertama belum 100% murni. Untuk itu hasil distilasi pertama dapat didistilasi
kembali untuk mendapatkan produk dengan kemurnian yang lebih tinggi dari
produk sebelumnya (Mc Cabe dkk, 1999).
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat dan bahan


2.1.1 Alat
1. Satu set alat sieve tray tower
2. Gelas ukur 100 mL
3. Stopwatch
4. Alkoholmeter
2.1.2 Bahan
1. Etanol 35 %
2. Aquades
2.2. Prosedur Kerja
1. Semua valve dipastikan dalam keadaan tertutup.
2. Valve V10 pada pipa reflux dibuka.
3. Reboiler diisi dengan campuran etanol dan aquades dengan komposisi 35%
etanol sebanyak 10 L.
4. Air pendingin dialirkan ke kondensor dan valve V5 dibuka.
5. Power pada control panel dihidupkan.
6. Power controller diputar ke angka 0,5 kW dan reflux setting di set dalam
keadaan reflux 2:8.
7. Reboiler dibiarkan memanaskan campuran etanol tadi hingga etanolnya
menguap.
8. Setelah T9 konstan, refluk total dilakukan selama 20 menit.
9. Valve V3 dibuka untuk mengukur laju boil-up.
10. Sampel pada overhead dan bottom diambil secara bersamaan dari V3 dan V2
secara bersamaan sebanyak 3 kali selama 1 menit. Komposisi dari sampel
tersebut diukur dengan menggunakan alcoholmeter.
11. Suhu pada T1 dan T8 dicatat.
12. Percobaan diulangi dengan power controller sebesar 0,9 kW dan 1,3 kW.

2.3 Rangkaian alat:

Gambar 2.1 Skema peralatan praktikum distilasi batch

Gambar 2.1 Rangkaian Alat Distilasi Batch


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Percobaan

3.1.1 Hasil Percobaan pada Power 0,5 kW


Komposisi Destilat hasil percobaan pada power 0,5 kW diperoleh sebesar 75
% sedangkan komposisi Bottomnya sebesar 24%. Dari data tersebut didapatkan fraksi
mol pada masing-masing komponen untuk XD = 0,54; XB = 0,10; dan XF = 0,21.
Untuk penentuan plat secara teoritisnya dapat dilihat pada Kurva Kesetimbangan
Etanol-Air dibawah :

1
Fraksi mol etanol fasa uap (y)

0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
𝑋B 𝑋𝐹 𝑋𝐷
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

Fraksi mol etanol fasa cair (X)

Gambar 3.1 Kurva kesetimbangan etanol-air pada keadaan rasio


total untuk menentukan tahap teoritis dengan metode
Mc.Cabe Thile.
Dari Gambar 3.1 didapatkan jumlah plat secara teoritis adalah 1 keping dan
efisiensi kolom yang terhitung adalah 12,5 %.

3.1.2 Hasil Percobaan pada Power 1 kW


Komposisi Destilat hasil percobaan pada power 1 kW diperoleh sebesar 81%
sedangkan komposisi Bottomnya sebesar 30 %. Dari data tersebut didapatkan fraksi
mol pada masing-masing komponen untuk XD = 0,62; XB = 0,14; dan XF = 0,21.
Untuk penentuan plat secara teoritisnya dapat dilihat pada Kurva Kesetimbangan
Etanol-Air dibawah :

1
Fraksi mol etanol fasa uap (y)

0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
𝑋B 𝑋𝐹 𝑋𝐷
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

Fraksi mol etanol fasa cair (X)

Gambar 3.2 Kurva kesetimbangan etanol-air pada keadaan rasio


total untuk menentukan tahap teoritis dengan metode
Mc.Cabe Thile.

Dari Gambar 3.2 didapatkan jumlah plat secara teoritis adalah 1 keping dan
efisiensi yang terhitung adalah 12,5 %.
3.3 Hasil Percobaan pada Power 1,5 kW
Komposisi Destilat hasil percobaan pada power 1,5 kW diperoleh sebesar
84% sedangkan komposisi Bottomnya sebesar 33%. Dari data tersebut didapatkan
fraksi mol pada masing-masing komponen untuk XD = 0,67; XB = 0,16; dan XF =
0,21. Untuk penentuan plat secara teoritisnya dapat dilihat pada Kurva
Kesetimbangan Etanol-Air dibawah :

1
Fraksi mol etanol fasa uap (y)

0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0 𝑋B 𝑋𝐷
0 0.1𝑋𝐹 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

Fraksi mol etanol fasa cair (X)

Gambar 3.3 Kurva kesetimbangan etanol-air pada keadaan rasio


total untuk menentukan tahap teoritis dengan metode
Mc.Cabe Thile.

Dari Gambar 3.3 didapatkan jumlah plat secara teoritis adalah 1 keping dan
efisiensi yang terhitung adalah 12,5 %.

3.2 Pembahasan
Dari perhitungan plate teoritis menggunakan metode Mc. Cabe-Thiele,
dengan menggunakan power 0,5 kW pada refluks total, dari gambar 3.1 didapatkan
jumlah plate teoritis sebanyak 1 keping, dengan efisiensi kolom yang terhitung adalah
sebesar 12,5 %. Sedangkan pada keadaan refluks total dengan menggunakan 1 kW,
dari gambar 3.2 didapatkan jumlah plate teoritis sebanyak 1 keping, dengan efisiensi
kolom yang terhitung adalah sebesar 12,5 %. Dari data yang diperoleh power yang
digunakan berbanding lurus dengan efisiensi kolom. Semakin besar power yang
digunakan maka akan semakin banyak plate teoritis yang didapatkan sehingga
semakin besar efisiensi kolomnya, sehingga proses distilasi akan semakin bagus. Hal
ini dapat terjadi karena dengan semakin besarnya power yang digunakan, maka panas
yang masuk ke reboiler semakin banyak sehingga suhu reboiler menjadi semakin
tinggi. Jika suhu pada reboiler semakin tinggi, maka etanol yang dimasukkan sebagai
umpan akan semakin banyak yang menguap, dan menghasilkan destilat dengan kadar
yang semakin pekat atau tinggi. Dengan semakin pekatnya kadar destilat yang
didapat, ini menunjukkan bahwa efisiensi kerja alat semakin bagus. Hal ini juga dapat
dilihat dari persentase efisiensi yang diperoleh dari data percobaan.
3.2.1 Penentuan Overall Coloumn Efficiency dengan Persamaan Fenske pada
Power 0,5 kW dan RD 2:6
Penentuan overall coloumn efficiency dengan persamaan Fenske
membutuhkan data hitung yang didapat dari percobaan. Persamaan Fenske adalah
sebagai berikut.
𝑋 𝑋
𝑙𝑜𝑔[( 𝐴 ) .( 𝐵 ) ]
𝑋𝐵 𝐷 𝑋𝐴 𝐵
n+1 =
log(√∝𝐷 .∝𝐵 )𝐴𝑉

Berdasarkan perhitungan didapati jumlah pelat teoritis menggunakan


persamaan Fenske sebesar 1,69 keping pelat dan overall coloumn efficiency didapati
sebesar 21,12 %. Jumlah pelat teoritis yang didapat antara kedua metode yaitu
metode Mc.Cabe-Thiele dan persamaan Fenske menghasilkan jumlah yang tidak jauh
berbeda.

3.2.2 Penentuan Overall Coloumn Efficiency dengan Persamaan Fenske pada


Power 1 kW dan RD 2:6
Penentuan overall coloumn efficiency dengan persamaan Fenske
membutuhkan data hitung yang didapat dari percobaan. Persamaan Fenske adalah
sebagai berikut.
𝑋 𝑋
𝑙𝑜𝑔[( 𝐴 ) .( 𝐵 ) ]
𝑋𝐵 𝐷 𝑋𝐴
𝐵
n+1 = log(√∝𝐷 .∝𝐵 )𝐴𝑉

Berdasarkan persamaan Fenske didapati jumlah pelat teoritis sebanyak 1,74


keping pelat, sedangkan jumlah pelat aktualnya adalah sebanyak 8 pelat. Overall
coloumn efficiency yang didapat pada run kedua ini adalah 21,84 %. Dari percobaan
yang dilakukan didapat jumlah pelat meningkat karena meningkatnya power yang
divariasikan, hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa semakin besar nilai power,
maka jumlah pelat yang didapat juga semakin meningkat.

3.7 Penentuan Overall Coloumn Efficiency dengan Persamaan Fenske pada


Power 1,5 kW dan RD 2:6
Penentuan overall coloumn efficiency dengan persamaan Fenske membutuhkan
data hitung yang didapat dari percobaan. Persamaan Fenske adalah sebagai berikut.
𝑋 𝑋
𝑙𝑜𝑔[( 𝐴 ) .( 𝐵 ) ]
𝑋𝐵 𝐷 𝑋𝐴 𝐵
n+1 =
log(√∝𝐷 .∝𝐵 )𝐴𝑉

Berdasarkan persamaan Fenske didapati jumlah pelat teoritis sebanyak 1,82


keping pelat, sedangkan jumlah pelat aktualnya adalah sebanyak 8 pelat. Overall
coloumn efficiency yang didapat pada run ketiga ini adalah 22,75 %. Dari percobaan
yang dilakukan didapat jumlah pelat meningkat karena meningkatnya power yang
divariasikan, hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa semakin besar nilai power,
maka jumlah pelat yang didapat juga semakin meningkat.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan:
1. Jumlah plate teoritis dengan RD 2:6 ( metoda Mc Cabe-Thiele), pada
power 0,5 kW diperoleh 1 pelat, pada power 1 kW diperoleh 1 pelat, dan
pada power 1,5 kW diperoleh 1 pelat. Sedangkan dengan persamaan
Fenske, pada power 0,5 Kw diperoleh 1,69 pelat, pada power 1 kW
diperoleh 1,74 pelat, dan pada power 1,5 kW diperoleh 1,8 pelat.
2. Overall coloumn efficiency dengan metode Mc.Cabe-Thiele variasi power
0,5 kW adalah 12,5 %, power 1 kW adalah 12,5 %, dan power 1,5 kW
adalah 12,5 %. Sedangkan dengan persamaan Fenske power 0,5 kW
adalah 21,12 %, power 1 kW adalah 21,84 %, dan pada power 1,5 kW
adalah 22,75 %.

4.2 Saran
Untuk praktikum selanjutnya disarankan untuk memastikan suhu
campuran dalam reboiler berada dalam keadaan konstan sebelum pengambilan
sampel dilakukan agar hasil yang didapatkan semakin bagus dan untuk
pengukuran komposisi sampel sebaiknya dilakukan setelah sampel dingin.
LAMPIRAN A
LAPORAN SEMENTARA

Judul Praktikum : Distilasi Batch

Hari/Tanggal Praktikum : Senin/ 4 Maret 2019

Pembimbing : Dra. Drastinawati, MSi

Asisten Laboratorium : Nurmayanti S

Kelas : D3A

Nama Kelompok III : 1. Detria Khoerun Nisa


2. M.Ari Wijanarko
3. M.Rizky Darmawan
4. Yulia Fitri

Data yang diperoleh dari percobaan distilasi batch


1. Power : 0, 5 kW
Laju Boil-up : 0,48 l/jam
Refluk Ratio : 2:8
No Komposisi Komposisi T8(oC)
T1(oC)
Overhead (%Vol) Bottom (%Vol)

1 80 25 77 85

2 80 23 79 84

3 80 24 78 83

Rata-
80 24 78 84
rata
2. Power : 0,9 kW
Laju Boil-up : 1,98 l/jam
Refluk Ratio : 2:8
No Komposisi Komposisi T1(oC) T8(oC)
Overhead (%Vol) Bottom (%Vol)

1 83 27 83 85

2 82 25 84 87

3 84 23 84 86

Rata- 86
83 25 85
rata

3. Power : 1, 3 kW
Laju Boil-up : 2,58 l/jam
Refluk Ratio : 2:8
No Komposisi Komposisi T8(oC)
T1(oC)
Overhead (%Vol) Bottom (%Vol)

1 88 29 87 89

2 84 28 88 90

3 86 27 85 88

Rata- 89
86 28 87
rata

Mengetahui Pekanbaru, 4 Maret 2019


Asisten Praktikan

Nurmayanti Yulia Fitri


LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

1. Perhitungan Jumlah Plat Teoritis dengan Metode Mc. Cabe-Thiele


a. Power = 0,5 kW dan rasio refluks 2:8
Komposisi Destilat = 80 %
Komposisi Bottom = 24%
Komposisi Feed = 35 %
𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 0,80
𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 46
XD = 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝐻2𝑂 = 0,80 0,20 = 0,61
+ +
𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑀𝑟 𝐻2𝑂 46 18

𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 0,24


𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 46
XB = 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝐻2𝑂 = 0,24 0,76 = 0,10
+ +
𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑀𝑟 𝐻2𝑂 46 18

𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 0,35


𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 46
XF = 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝐻2𝑂 = 0,35 0,65 = 0, 17
+ +
𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑀𝑟 𝐻2𝑂 46 18
2
RD = 8 = 0,25
𝑋𝐷 0.61
Intersept = 𝑅 = 0,25+1 = 0,48
𝐷 +1

Untuk penentuan jumlah plat teoritis dapat dilihat pada kurva


keseimbangan etanol-air pada bagian hasil dan pembahasan. Dari kurva tersebut
didapatkan jumlah piringan teoritisnya sebanyak 1 keping. Maka efisiensi
kolomnya:
1
E = 8 𝑥 100 %

= 12,5 %

b. Pada power 0,9 kW dan pada rasio refluks 2:8


Komposisi Destilat = 83%
Komposisi Bottom = 25%
Komposisi Feed = 35%
𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 0,83
𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 46
XD = 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝐻2𝑂 = 0,83 0,17 = 0,65
+ +
𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑀𝑟 𝐻2𝑂 46 18
𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 0,25
𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 46
XB = 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝐻2𝑂 = 0,25 0,75 = 0,11
+ +
𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑀𝑟 𝐻2𝑂 46 18

𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 0,35


𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 46
XF = 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝐻2𝑂 = 0,35 0,65 = 0, 17
+ +
𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑀𝑟 𝐻2𝑂 46 18
2
RD = 8 = 0,25
𝑋𝐷 0,65
Intersept = 𝑅 = 0,25+1 = 0,52
𝐷 +1

Untuk penentuan jumlah plat teoritis dapat dilihat pada kurva


keseimbangan etanol-air pada bagian hasil dan pembahasan. Dari kurva tersebut
didapatkan jumlah piringan teoritisnya sebanyak 1 keping. Maka efisiensi
kolomnya:
1
E = 8 𝑥 100 %

= 12,5 %

c. Pada power 1,3 kW dan pada rasio refluks 2:8


Komposisi Destilat = 86%
Komposisi Bottom = 28%
Komposisi Feed = 35%
𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 0,86
𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 46
XD = 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝐻2𝑂 = 0,86 0,14 = 0,70
+ +
𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑀𝑟 𝐻2𝑂 46 18

𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 0,28


𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 46
XB = 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝐻2𝑂 = 0,28 0,72 = 0,13
+ +
𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑀𝑟 𝐻2𝑂 46 18

𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 0,35


𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 46
XF = 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 𝐻2𝑂 = 0,35 0,65 = 0,17
+ +
𝑀𝑟 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑀𝑟 𝐻2𝑂 46 18
2
RD = 8 = 0,25
𝑋𝐷 0,70
Intersept = 𝑅 = 0,25+1 = 0,56
𝐷 +1

Untuk penentuan jumlah plat teoritis dapat dilihat pada kurva


keseimbangan etanol-air pada bagian hasil dan pembahasan. Dari kurva tersebut
didapatkan jumlah piringan teoritisnya sebanyak 1 keping. Maka efisiensi
kolomnya:
1
E = 8 𝑥 100 %

= 12,5%

2. Perhitungan Jumlah Pelat Teoritis dengan Persamaan Fenske


a. Pada Power 0,5 kW dan RD 2:8
 Komposisi Destilat
XA = 0,80
XB = 0,20
Tekanan uap jenuh etanol:
T = 78°C = 351 K
3423,53 3423,53
Ln p°A =16,1952 − −55,7152+𝑇 = 16,1952 − −55,7152+351 = 4,601 𝑚𝑚𝐻𝑔

p°A = 99,58 𝑚𝑚𝐻𝑔

Tekanan parsial etanol:


pA =𝑝𝐴𝑜 × 𝑋𝐴 = 99,58 𝑚𝑚𝐻𝑔 × 0,80 = 79,66 𝑚𝑚𝐻𝑔

Tekanan uap jenuh air:


T = 78°C = 351 K
3985,44 3985,44
Ln p°B =16,5362 − −38,9974+𝑇 = 16,5362 − −38,9974+351 = 3,76 𝑚𝑚𝐻𝑔

p°B = 42,948 𝑚𝑚𝐻𝑔


Tekanan parsial air:
pB =𝑝𝐵𝑜 × 𝑋𝐵 = 42,948 𝑚𝑚𝐻𝑔 × 0,20 = 8,59 𝑚𝑚𝐻𝑔

Tekanan total:
P =𝑝𝐴 + 𝑝𝐵 = 79,66 𝑚𝑚𝐻𝑔 + 8,59 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 88,25 𝑚𝑚𝐻𝑔

Fraksi mol etanol fasa uap:


𝑝 79,66 𝑚𝑚𝐻𝑔
YA = 𝑃𝐴 = 99,58 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 0,90
Volatilitas relative destilat:
𝑌 (1−𝑋 ) 0,9(1−0,80)
𝛼𝐷 = 𝑋𝐴 (1−𝑌𝐴) = 0,80(1−0,9) = 2,318
𝐴 𝐴

 Komposisi bottom
XA = 0,24
XB = 0,76
Tekanan uap jenuh etanol:
T = 78°C = 351 K
3423,53 3423,53
Ln p°A =16,1952 − −55,7152+𝑇 = 16,1952 − −55,7152+351 = 4,601 𝑚𝑚𝐻𝑔

p°A = 99,58 𝑚𝑚𝐻𝑔


Tekanan parsial etanol:
pA =𝑝𝐴𝑜 × 𝑋𝐴 = 99,58 𝑚𝑚𝐻𝑔 × 0,24 = 23,89 𝑚𝑚𝐻𝑔
Tekanan uap jenuh air:
T = 78 °C = 351 K
3985,44 3985,44
Ln p°B =16,5362 − = 16,5362 − = 3,76 𝑚𝑚𝐻𝑔
−38,9974+𝑇 −38,9974+351

p°B = 42,948 𝑚𝑚𝐻𝑔


Tekanan parsial air:
pB =𝑝𝐵𝑜 × 𝑋𝐵 = 42,948 𝑚𝑚𝐻𝑔 × 0,76 = 32,6404 𝑚𝑚𝐻𝑔Tekanan total:
P = 𝑝𝐴 + 𝑝𝐵 = 23,89 𝑚𝑚𝐻𝑔 + 32,640 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 56,5304𝑚𝑚𝐻𝑔

Fraksi mol etanol fasa uap:


𝑝 23,89 𝑚𝑚𝐻𝑔
YA = 𝑃𝐴 = 56,5304 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 0,422

Volatilitas relative buttom:


𝑌 (1−𝑋 ) 0,422(1−0,24)
𝛼𝐵 = 𝑋𝐴 (1−𝑌𝐴) = 0,24(1−0,422) = 2,311
𝐴 𝐴

Maka, jumlah plat secara teoritis adalah sebagai berikut :


𝑋 𝑋
𝑙𝑜𝑔[( 𝐴 ) .( 𝐵 ) ]
𝑋𝐵 𝐷 𝑋𝐴 𝐵
n+1 = log(√∝𝐷 .∝𝐵 )𝐴𝑉
0,80 0,76
𝑙𝑜𝑔[( ).( )]
0,20 0,24
= log(
√2,318𝑥 2,311)
1,10
= 0,364

n+1 = 3,025
n = 2,025
Efisiensi kolomnya adalah :
2,025
E= 𝑥 100 %
8

= 25,31 %

b. Pada Power 0,9 kW dan RD 2:8


 Komposisi Destilat
XA = 0,83
XB = 0,17
Tekanan uap jenuh etanol:
T = 78°C = 351 K
3423,53 3423,53
Ln p°A =16,1952 − = 16,1952 − = 4,601 𝑚𝑚𝐻𝑔
−55,7152+𝑇 −55,7152+351

p°A = 99,58 𝑚𝑚𝐻𝑔


Tekanan parsial etanol:
pA =𝑝𝐴𝑜 × 𝑋𝐴 = 99,58 𝑚𝑚𝐻𝑔 × 0,83 = 82,65 𝑚𝑚𝐻𝑔
Tekanan uap jenuh air:
T = 78°C = 351 K
3985,44 3985,44
Ln p°B =16,5362 − −38,9974+𝑇 = 16,5362 − −38,9974+351 = 3,76𝑚𝑚𝐻𝑔

p°B = 42,948 𝑚𝑚𝐻𝑔


Tekanan parsial air:
pB =𝑝𝐵𝑜 × 𝑋𝐵 = 42,948 𝑚𝑚𝐻𝑔 × 0,17 = 7,30 𝑚𝑚𝐻𝑔

Tekanan total:
P =𝑝𝐴 + 𝑝𝐵 = 82,65 𝑚𝑚𝐻𝑔 + 7,30 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 89,95 𝑚𝑚𝐻𝑔

Fraksi mol etanol fasa uap:


𝑝 82,65 𝑚𝑚𝐻𝑔
YA = 𝑃𝐴 = 89,,95 = 0,918
𝑚𝑚𝐻𝑔

Volatilitas relative destilat:


𝑌 (1−𝑋 ) 0,918(1−0,83)
𝛼𝐷 = 𝑋𝐴 (1−𝑌𝐴) = 0,83(1−0,918) = 2,318
𝐴 𝐴

 Komposisi bottom
XA = 0,25
XB = 0,75

Tekanan uap jenuh etanol:


T = 78°C = 351 K
3423,53 3423,53
Ln p°A =16,1952 − −55,7152+𝑇 = 16,1952 − −55,7152+351 = 4,601 𝑚𝑚𝐻𝑔

p°A = 99,58 𝑚𝑚𝐻𝑔


Tekanan parsial etanol:
pA =𝑝𝐴𝑜 × 𝑋𝐴 = 99,58 𝑚𝑚𝐻𝑔 × 0,25 = 24,90 𝑚𝑚𝐻𝑔
Tekanan uap jenuh air:
T = 78 °C = 351 K
3985,44 3985,44
Ln p°B =16,5362 − −38,9974+𝑇 = 16,5362 − −38,9974+351 = 3,76 𝑚𝑚𝐻𝑔

p°B = 42,948 𝑚𝑚𝐻𝑔


Tekanan parsial air:
pB =𝑝𝐵𝑜 × 𝑋𝐵 = 42,948 𝑚𝑚𝐻𝑔 × 0,75 = 32,21 𝑚𝑚𝐻𝑔

Tekanan total:
P = 𝑝𝐴 + 𝑝𝐵 = 24,90 𝑚𝑚𝐻𝑔 + 32,21 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 57,11 𝑚𝑚𝐻𝑔

Fraksi mol etanol fasa uap:


𝑝 29,87 𝑚𝑚𝐻𝑔
YA = 𝑃𝐴 = 59,93 = 0,434
𝑚𝑚𝐻𝑔

Volatilitas relative buttom:


𝑌 (1−𝑋 ) 0,435(1−0,25)
𝛼𝐵 = 𝑋𝐴 (1−𝑌𝐴) = 0,25(1−0,435) = 2,314
𝐴 𝐴

Maka, jumlah plat secara teoritis adalah sebagai berikut :


𝑋 𝑋
𝑙𝑜𝑔[( 𝐴 ) .( 𝐵 ) ]
𝑋𝐵 𝐷 𝑋𝐴
𝐵
n+1 = log(√∝𝐷 .∝𝐵 )𝐴𝑉
0,83 0,75
𝑙𝑜𝑔[( ).( )]
0,17 0,25
= log(
√2,318 𝑥 2,314)
1,165
= 0,364

n+1 = 3,196
n = 2,196
Efisiensi kolomnya adalah :
2,196
E= 𝑥 100 %
8

= 27,45 %

c. Pada Power 1,3 kW dan RD 2:8


 Komposisi Destilat
XA = 0,86
XB = 0,14
Tekanan uap jenuh etanol:
T = 78°C = 351 K
3423,53 3423,53
Ln p°A =16,1952 − −55,7152+𝑇 = 16,1952 − −55,7152+351 = 4,601 𝑚𝑚𝐻𝑔

p°A = 99,58 𝑚𝑚𝐻𝑔


Tekanan parsial etanol:
pA =𝑝𝐴𝑜 × 𝑋𝐴 = 99,58 𝑚𝑚𝐻𝑔 × 0,86 = 85,64 𝑚𝑚𝐻𝑔

Tekanan uap jenuh air:


T = 78°C = 351 K
3985,44 3985,44
Ln p°B =16,5362 − −38,9974+𝑇 = 16,5362 − −38,9974+351 = 3,76𝑚𝑚𝐻𝑔

p°B = 42,948 𝑚𝑚𝐻𝑔


Tekanan parsial air:
pB =𝑝𝐵𝑜 × 𝑋𝐵 = 42,948 𝑚𝑚𝐻𝑔 × 0,14 = 6,01 𝑚𝑚𝐻𝑔
Tekanan total:
P =𝑝𝐴 + 𝑝𝐵 = 85,64 𝑚𝑚𝐻𝑔 + 6,01 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 91,65 𝑚𝑚𝐻𝑔

Fraksi mol etanol fasa uap:


𝑝 85,64 𝑚𝑚𝐻𝑔
YA = 𝑃𝐴 = 91,65 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 0,934

Volatilitas relative destilat:


𝑌 (1−𝑋 ) 0,934(1−0,86)
𝛼𝐷 = 𝑋𝐴 (1−𝑌𝐴) = 0,86(1−0,934) = 2,304
𝐴 𝐴

 Komposisi bottom
XA = 0,28
XB = 0,72
Tekanan uap jenuh etanol:
T = 78°C = 351 K
3423,53 3423,53
Ln p°A =16,1952 − = 16,1952 − = 4,601 𝑚𝑚𝐻𝑔
−55,7152+𝑇 −55,7152+351

p°A = 99,58 𝑚𝑚𝐻𝑔


Tekanan parsial etanol:
pA =𝑝𝐴𝑜 × 𝑋𝐴 = 99,58 𝑚𝑚𝐻𝑔 × 0,28 = 27,88 𝑚𝑚𝐻𝑔
Tekanan uap jenuh air:
T = 78 °C = 351 K
3985,44 3985,44
Ln p°B =16,5362 − −38,9974+𝑇 = 16,5362 − −38,9974+351 = 3,76 𝑚𝑚𝐻𝑔

p°B = 42,948 𝑚𝑚𝐻𝑔


Tekanan parsial air:
pB =𝑝𝐵𝑜 × 𝑋𝐵 = 42,948 𝑚𝑚𝐻𝑔 × 0,72 = 30,92 𝑚𝑚𝐻𝑔
Tekanan total:
P = 𝑝𝐴 + 𝑝𝐵 = 27,88 𝑚𝑚𝐻𝑔 + 30,92 𝑚𝑚𝐻𝑔 = 58,81 𝑚𝑚𝐻𝑔
Fraksi mol etanol fasa uap:
𝑝 27,88 𝑚𝑚𝐻𝑔
YA = 𝑃𝐴 = 58,81 = 0,474
𝑚𝑚𝐻𝑔
Volatilitas relative buttom:
𝑌 (1−𝑋 ) 0,474(1−0,28)
𝛼𝐵 = 𝑋𝐴 (1−𝑌𝐴) = 0,28(1−0,474) = 2,317
𝐴 𝐴

Maka, jumlah plat secara teoritis adalah sebagai berikut :


𝑋 𝑋
𝑙𝑜𝑔[( 𝐴 ) .( 𝐵 ) ]
𝑋𝐵 𝐷 𝑋𝐴
𝐵
n+1 = log(√∝𝐷 .∝𝐵 )𝐴𝑉
0,86 0,72
𝑙𝑜𝑔[( ).( )]
0,14 0,28
= log(
√2,305 𝑥 2,317)
1,198
= 0,364

n+1 = 3,29
n = 2,29
Efisiensi kolomnya adalah :
2,29
E= 𝑥 100 %
8

= 28,63 %

Anda mungkin juga menyukai