Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia dikenal dunia memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah, terutama minyak bumi dan
gas alam. Hal ini yang menjadikan Indonesia memanfaatkan sumber daya alam tersebut dalam jumlah
yang besar untuk kesejahteraan masyarakatnya. Dewasa ini kita kerap kali mendengar tentang istilah
krisis energi, hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya industri yang memerlukan konsumsi
bahan bakar minyak yang semakin banyak. Seperti yang telah kita ketahui bahwa minyak bumi dan gas
alam adalah salah satu unrenewable resource, sehingga semakin lama persediaan minyak bumi dan gas
akan semakin menipis.

Dari permasalahan di atas menjadikan kita harus berpikir bagaimana caranya untuk mengganti SDA
tersebut dengan sumber daya yang lebih murah dan tepat guna. Sebagai jawaban dari permasalahan
tersebut adalah bioenergi. Bioenergi sendiri merupakan sumber daya alternatif yang dapat digunakan
berulang-ulang, untuk mengganti sumber daya fosil yang banyak digunakan di Indonesia saat ini.
Biodiesel dapat terbuat dari minyak nabati maupun minyak hewani. Pemanfaatan bahan dari minyak
nabati salah satunya adalah limbah minyak goreng atau minyak jelantah merupakan bahan alternatif
yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.

Keuntungan lain dari pemanfaatan minyak goreng bekas ini adalah meminimalisir pencemaran
lingkungan akibat pembuangan minyak goreng bekas yang dapat dijumpai di setiap rumah-rumah,
penjual gorengan dan tempat-tempat lain pengahasil minyak jelantah. Jika tidak ditangani dan tidak
diupayakan pencegahannya maka akan terjadi tumpukan-tumpukan limbah minyak goreng bekas. Karena
minyak jelantah bersifat karsinogenik yang tidak baik untuk kesehatan, akan mengakibatkan keracunan
dalam tubuh dan berbagai macam penyakit, misalnya diarhea, pengendapan lemak dalam pembuluh
darah, kanker dan menurunkan nilai cerna lemak sehingga minyak jelantah lebih baik digunakan maupun
didaur ulang sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.

Rumusan Masalah
Bagaimana reaksi pembuatan biodiesel dari minyak jelantah?

Apakah bahaya dari minyak jelantah?

Bagaimana cara pembuatan biodiesel dari minyak jelantah?

Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah ini adalah sebagai
berikut :

Mengenalkan sumber energi terbarukan biodiesel yang terbuat dari limbah minyak jelantah.

Diharapkan dapat membantu mengurangi pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah minyak
goreng.

Mengetahui metode pembuatan biodiesel dari minyak jelantah.

Dengan menggunakan biodiesel dari minyak jelantah diharapkan dapat membantu mengurangi emisi
karbon dan polusi ( lebih ramah lingkungan).

Manfaat

Penulisan ini diharapkan mampu memberikan wawasan tentang pemanfaatan limbah, dalam hal ini yaitu
minyak goreng bekas/jelantah yang dapat digunakan untuk pembuatan biodiesel. Sekaligus dapat
memberikan pengetahuan tentang pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dan manfaat
pembuatannya.

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkil ester dari rantai panjang asam
lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber
terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan.

Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester yang
diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur
langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan
dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, biodiesel lebih sering digunakan sebagai
penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni ultra rendah belerang
yang rendah pelumas.

Biodiesel merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber
energi transportasi utama dunia, karena ia merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan
diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur
sekarang ini.

Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika Serikat, dan
Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU
membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan kendaraan
yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.

2.2 Minyak Jelantah


Minyak jelantah (bahasa Inggris: waste cooking oil) adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-
jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, minyak
ini merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya. Minyak yang telah dipakai
untuk menggoreng menjadi lebih kental, mempunyai asam lemak bebas yang tinggi dan berwarna
kecokelatan. Selama menggoreng makanan, terjadi perubahan fisiko-kimia, baik pada makanan yang
digoreng maupun minyak yang dipakai sebagai media untuk menggoreng, dapat digunakan kembali
untuk keperluaran kuliner akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah
mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan.
Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia,
menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi
berikutnya.

Minyak jelantah juga dapat digunakan kembali sebagai minyak goreng yang bersih tanpa kotoran, dengan
cara minyak jelantah tersebut direndam bersama dengan ampas tebu, maka nantinya warna coklat dan
kotoran pada minyak jelantah akan terserap oleh ampas tebu tersebut, sehingga minyak jelantah
tersebut akan kembali bersih dan dapat dipakai kembali.

Umumnya, minyak goreng digunakan untuk menggoreng dengan suhu minyak mencapai 200-300 °C.
Pada suhu ini, ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh rusak, sehingga tinggal asam lemak jenuh
saja. Risiko terhadap meningkatnya kolesterol darah tentu menjadi semakin tinggi. Selain itu, vitamin
yang larut di dalamnya, seperti vitamin A, D, E, dan K ikut rusak. Kerusakan minyak goreng terjadi atau
berlangsung selama proses penggorengan, dan itu mengakibatkan penurunan nilai gizi terhadap
makanan yang digoreng. Minyak goreng yang rusak akan menyebabkan tekstur, penampilan, cita rasa
dan bau yang kurang enak pada makanan. Dengan pemanasan minyak yang tinggi dan berulang-ulang,
juga dapat terbentuk akrolein, di mana akrolein adalah sejenis aldehida yang dapat menimbulkan rasa
gatal pada tenggorokan, membuat batuk konsumen dan yang tak kalah bahaya adalah dapat
mengakibatkan pertumbuhan kanker dalam hati dan pembengkakan organ, khususnya hati dan ginjal.

Minyak goreng yang telah dipakai secara berulang-ulang, akan mengalami beberapa reaksi yang dapat
menyebabkan menurunkan mutu minyak. Pada suhu pemanasan sampai terbentuk akrolein. Minyak
yang telah digunakan untuk menggoreng akan mengalami peruraian molekul-molekul, sehingga titik
asapnya turun. Bila minyak digunakan berulang kali, semakin cepat terbentuk akrolein. Yang membuat
batuk orang yang memakan hasil gorengannya. Jelantah juga mudah mengalami reaksi oksidasi sehingga
jika disimpan cepat berbau tengik.
Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-lain.
Meski beragam secara kimia isi kandungannya sebetulnya tak jauh beda, yakni terdiri dari beraneka asam
lemak jenuh (AL) dan asam lemak tidak jenuh (ALT). Dalam jumlah kecil kemungkinan terdapat juga
lesitin, cephalin, fosfatida lain, sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, dan hidrokarbon,
termasuk karbohidrat dan protein. Hal yang kemungkinan berbeda adalah komposisinya.

Selain itu, minyak jelantah juga disukai jamur aflatoksin sebagai tempat berkembang biak. Jamur ini
menghasilkan racun aflatoksin yang menyebabkan berbagai penyakit, terutama hati/liver. Selanjutnya,
proses dehidrasi (hilangnya air dari minyak) akan meningkatkan kekentalan minyak dan pembentukan
radikal bebas (molekul yang mudah bereaksi dengan unsur lain). Proses ini menghasilkan zat yang
bersifat toksik (berefek racun) bagi manusia.

Jadi, penggunaan minyak jelantah secara berulang berbahaya bagi kesehatan. Proses tersebut dapat
membentuk radikal bebas dan senyawa toksik yang bersifat racun. Pada minyak goreng merah, seperti
minyak kelapa sawit, kandungan karoten pada minyak tersebut menurun setelah penggorengan
pertama. Dan hampir semuanya hilang pada penggorengan keempat. Minyak jelantah sebaiknya tidak
digunakan lagi bila warnanya berubah menjadi gelap, sangat kental, berbau tengik, dan berbusa.

Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak
menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan. Salah satu bentuk pemanfaatan
minyak jelantah agar dapat bermanfaat dari berbagai macam aspek ialah dengan mengubahnya secara
proses kimia menjadi biodiesel. Hal ini dapat dilakukan karena minyak jelantah juga merupakan minyak
nabati, turunan dari CPO (crude palm oil). Biodiesel dari substrat minyak jelantah merupakan alternatif
bahan bakar yang ramah lingkungan sebagaimana biodiesel dari minyak nabati lainnya. Hasil uji gas
buang menunjukkan keunggulan FAME dibanding solar, terutama penurunan partikulat/debu sebanyak
65%. Biodiesel dari minyak jelantah ini juga memenuhi persyaratan SNI untuk Biodiesel.

2.3 Proses yang Digunakan dalam Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah

Reaksi yang digunakan dalam pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini adalah reaksi trans-
esterifikasi.

Reaksi transesterifikasi mengubah trigliserida (96-98 %minyak) dan alkohol menjadi ester, dengan sisa
gliserin sebagai produk sampingnya. Hasilnya molekul-molekul trigliserida yang panjang dan bercabang
diubah menjadi ester-ester yang lebih kecil yang memiliki ukuran dan sifat yang serupa dengan minyak
solar.

Alkohol yang digunakan adalah alkohol dengan rantai pendek, seperti metanol, etanol dan butanol.
Metanol dan etanol dapat dengan mudah dihasilkan dari bahan nabati. Etanol menghasilkan etil ester
yang lebih sedikit dan meninggalkan sisa karbon yang banyak. Metanol selain harganya yang lebih
murah, juga adalah jenis alkohol yang paling umum digunakan. Katalis digunakan untuk mempercepat
jalannya reaksi (Encinar, 1999).

Metanol dan etanol adalah jenis alkohol yang banyak dipakai dalam industri, karena kedua jenis alkohol
ini memberikan reaksi yang relatif lebih cepat. Reaksi dengan alkohol yang mempunyai titik didih lebih
rendah dilaksanakan pada suhu 60-65 ºC, sedangkan untuk reaksi dengan alkohol yang mempunyai titik
didih tinggi dilakukan pada suhu 200-250 ºC. Reaktor yang dipakai diusahakan dalam keadaan kering dan
kadar asam lemak bebas yang ada dalam minyak atau lemak harus kecil. Konsentrasi katalisator akan
berkurang karena air dan asam lemak bebas akan bereaksi dengan katalisator yang sifatnya basa dan
membentuk sabun.

BAB 3

CARA KERJA

Alat dan Bahan

1 liter minyak goreng bekas

3,5 gram NaOH

200 mL metanol (spiritus putih/tak berwarna)

Aquades
Gelas ukur ukuran 250 mL

Gelas beker ukuran 1000 mL

Pengaduk

Kompor

Termometer

Panci stainless steels (jangan gunakan panci aluminium karena dikhawatirkan akan terjadi reaksi lain)

Cara Kerja

Ukurlah 200 mL metanol menggunakan gelas ukur, lalu tuang ke dalam gelas beker.

Campurkan 3,5 gram NaOH ke dalam cairan metanol, aduk hingga NaOH larut (sekitar 30 menit).

Ambil minyak jelantah yang telah disaring sebanyak 1 liter, lalu tuang ke dalam panci stainless steels.

Panaskan minyak bekas di atas pemanas listrik atau kompor sambil diaduk hingga suhu minyak mencapai
60°C.

Setelah suhu minyak mencapai 60°C angkat minyak dari kompor sambil terus diaduk, tuangkan larutan
NaOH dan metanol yang telah dibuat sebelumnya. Pencampuran dilakukan dengan cara menuangkan
sedikit demi sedikit larutan sambil tetap terus diaduk.

Setelah semua larutan tertuang habis, campuran harus tetap diaduk dengan agak kuat. Setelah sekitar
20-30 menit pada campuran akan berubah warna menjadi oranye. Perubahan warna ini menandakan
telah terjadi reaksi. Lakukan terus pengadukan hingga warna oranye menjadi semakin tajam dan agak
keruh. Jika warna sudah tidak berubah lagi , maka menandakan reaksi telah selesai.

Diamkan campuran selama 24 jam hingga terbentuk 2 lapisan : lapisan bagian atas yang berwarna
oranye merupakan biodiesel, sedangkan di bagian bawahh padat kuning keputihan merupakan
campuran gliserol, air dan sisa NaOH.

Pisahkan kedua campuran dengan cara menuangkan secara perlahan –lahan bagian atasnya (biodiesel)
ke tempat lain.

Jika ingin hasil yang lebih baik, dapat dilakukan pemurnian dengan menggunakan air.

BAB 4

PEMBAHASAN
Biodiesel salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, tidak mempunyai efek terhadap
kesehatan yang dapat dipakai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dapat menurunkan emisi bila
dibandingkan dengan minyak diesel. Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk
mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah
melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip
dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun,
biodiesel lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar
diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.

Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi antara trigliserida dengan alkohol membentuk metil ester asam
lemak (FAME) dan gliserol sebagai produk samping. Persamaan umum Reaksi transesterifikasi
ditunjukkan seperti di bawah ini

CH2―O―COR1 R1COOCH3 CH2OH

CH―O―COR2 + 3CH3OH katalis R2COOCH3 + CHOH

CH2―O―COR3 R3COOCH3 CH2OH

Trigliserida Metanol Metil Ester Gliserol

R1, R2, R3 adalah rantai karbon asam lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh
Dalam penggunaannya, minyak goreng mengalami perubahan kimia akibat oksidasi dan hidrolisis,
sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada minyak goreng tersebut. Melalui proses tersebut
beberapa trigliserida akan terurai menjadi senyawa-senyawa lain, salah satunya Free Fatty Acid (FFA)
atau asam lemak. Kandungan asam lemak bebas ini lah yang kemudian akan diesterifikasi dengan
methanol menghasilkan biodiesel. Sedangkan kandungan trigliseridanya ditransesterifikasi dengan
metanol, yang juga menghasilkan biodiesel dan gliserol.

Katalis (dalam hal ini adalah NaOH) berfungsi untuk menurunkan energi aktivasi sehingga kecepatan
reaksi menjadi lebih tinggi pada suatu kondisi tertentu. Semakin banyak katalis maka energi aktivasi
suatu reaksi akan semakin kecil, akibatnya produk akan semakin cepat terbentuk.

Biodiesel mengurangi pencemaran hidrokarbon yang tidak terbakar, karbon monoksida, sulfur dan hujan
asam. Menggurangi beban lingkungan karena sampah/limbah biodiesel tidak menambah jumlah gas
karbon dioksida, karena minyak berasal dari tumbuhan/nabati. Energi yang dihasilkan mesin diesel lebih
sempurna dibandingkan solar sehingga mesin yang menggunakan biodiesel tidak mengeluarkan asap
hitam berupa karbon atau CO2, sedangkan mesin yang menggunakan solar mengeluarkan asap hitam.
Selain itu, biodiesel mengeluarkan aroma khas seperti minyak bekas menggoreng makanan.

Dari hasil praktikum didapatkan 500 mL biodiesel dan 500 mL endapan. Kemudian hasil dari biodiesel
tersebut dicuci dengan menggunakan aquades. Perbandingannya adalah 1:5 (aquades:biodiesel). Hasil
akhir dari pemurnian ini adalah 400 mL biodiesel dan 200 mL endapan berwarna putih kental.

Cara Pemurnian

Ukurlah air menggunakan gelas ukur dengan perbandingan 1:5 dari hasil biodiesel yang telah dibuat.

Panaskan di atas kompor dan atur suhunya (jangan melebihi 80°C).

Aduk terus campuran selama ±30 menit.

Setelah itu angkat dan diamkan selama 24 jam hingga terbentuk 2 lapisan : lapisan bagian atas
merupakan biodiesel, sedangkan endapan bagian bawah merupakan air yang mengandung kotoran sisa
NaOH dan lain-lain.

Pisahkan kedua lapisan tersebut dan biodiesel siap digunakan sebagai bahan bakar pengganti solar atau
minyak tanah.

Analisis Laboratorium Sifat – sifat Biodiesel dari Minyak Jelantah


Sifat fisik Unit Hasil ASTM Standar (Solar)

2. Flash point °C 170 Min.100

3. Viskositas (40°C) cSt. 4,9 1,9-6,5

4. Bilangan setana – 57 Min.40

5. Cloud point °C 3,3 –

6. Sulfur content % m/m << 0.01 0.05 max

7. Calorific value kJ/kg 38.542 45.343

8. Density (15°C) Kg/l 0,93 0,84

9. Gliserin bebas Wt.% 0,00 Maks.0,02

Sumber: http://www.migasindonesia.com

Bahan bakar yang berbentuk cair ini bersifat menyerupai solar, sehingga sangat prosfektif untuk
dikembangakan. Apalagi biodiesel memiliki kelebihan lain dibanding dengan solar, yakni:

– Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke
number rendah) sesuai dengan isu-isu global.

– Cetane number lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibandingkan dengan
minyak kasar.

– Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin dan dapat terurai (biodegradable).

– Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui.

– Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal.

BAB 5

PENUTUP
Kesimpulan

Dari praktikum yang dilaksanakan pada hari Kamis, 26 Februari 2015 s/d Senin, 2 Maret 2015 dapat
diambil beberapa kesimpulan, antara lain :

Biodiesel merupakan salah satu alternative bahan bakar ramah lingkungan yang berbahan dasar minyak
jelantah (limbah penggorengan).

Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah sangat sederhana baik berupa alat, bahan dan pengolahannya
dan dapat dipraktekkan oleh para pelajar.

Pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan bakar motor diesel merupakan suatu cara pembuangan
limbah (minyak jelantah) yang menghasilkan nilai ekonomis serta menciptakan bahan bakar alternatif
pengganti bahan bakar solar yang bersifat ethis, ekonomis, dan sekaligus ekologis.

Saran

Karena seiring berjalannya waktu persediaan energi dari fosil semakin berkurang sehingga solar semakin
menipis persediaannya dibandingkan dengan kebutuhan terhadap solar yang semakin meningkat. Maka
sekarang kita dapat memaksimalkan penggunaan minyak jelantah sebagai penggantinya dan bahan
bakar biodiesel. Karena adanya alternatif ini kita menjadi tidak sangat tergantung akan solar.

Membuang limbah minyak goreng atau minyak jelantah yang dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan yang bertentangan dengan prinsip green chemistry, dan mengakibatkan penyakit apabila
dipakai kembali, sebaiknya kita dapat mendaur ulangnya seperti menjadi bahan bakar biodiesel.
DAFTAR PUSTAKA

http://titi-sindhuwati.blogspot.com/2012/01/limbah-minyak-goreng-tidak-lagi-menjadi.html

http://greenchemistryindonesia.wordpress.com/

http://id.wikipedia.org

Djaeni, dkk., 2002, Pengolahan Limbah Minyak Goreng Bekas menjadi Gliserol dan Minyak Diesel melalui
Proses Trans-Esterifikasi, Universitas Diponegoro, Semarang, Prosiding Seminar Nasional “Kejuangan”
Teknik Kimia, Yogyakarta

Tahar, A., 2003, Evaluasi Teknis Pembuatan

Biodiesel dari Minyal Jelantah, Institut Teknologi Bandung, Prosiding Seminar

Rekayasa dan Proses Kimia, UNDIP, Semarang

Herlina, Netti dan M. Hendra S. Ginting. 2002. Lemak dan Minyak. Medan: Fakultas Teknik, Jurusan
Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

isekolah. org. 2008. “Unand Temukan Teknologi Olah Minyak Jelantah”


Encinar, Jose M., 1999, Preparation and Properties of Biodiesel from Cynara Carduncus L. Oil. Industrial
and Enfineering Chemistry Research, Vol. 38.

No.8, Ind. Chem. Res., Washington.

Ketaren, S., 1986, Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Universitas Indonesia Press,

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai