Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

PROSES PRODUKSI
BIODIESEL

DISUSUN OLEH :

NAMA / NIM : 1. Sri Rumiati (19 644 008)


2. Muhammad Ali Irwan Salam (19 644 018)
3. Rienaldy Juan Zulfia Fajar (19 644 049)
4. Dela Lasterina Gianti (19 644 055)
5. Aripin (19 6440 25)
JENJANG : S1 Terapan Teknologi Kimia Industri
KELAS : VII B
KELOMPOK : 3 (Tiga)

POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

2021/2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Memahami Proses Pembuatan Biodiesel dan dapat membuat Biodiesel dari
Minyak jelanta

1.2 Dasar teori


1.2.1 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang ramah terhadap lingkungan.
Biodiesel tidak mengandung berbahaya seperti Pb, bersifat biodegradable, emisi
gas buangnya juga lebih rendah dibandingkan emisi bahan bakar diesel. Biodiesel
memiliki efek pelumasan yang tinggi sehingga dapat memperpanjang umur mesin
dan memiliki angka setana yang tinggi ( > 50) (Aziz dkk., 2011).
Karena bahan bakunya yang berasal dari minyak nabati sehingga dapat
diperbaharui, dapat dihasilkan secara periodik dan mudah diperoleh. Selain itu
harganya relatif stabil dan produksinya mudah disesuaikan dengan kebutuhan.
Biodiesel juga merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan, tidak
mengandung belerang sehingga dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh hujan asam (rain acid) (Yusuf et al., 2011).
Biodiesel merupakan senyawa metil ester yang dihasilkan dari esterifikasi
asam lemak (yang berasal dari minyak nabati atau hewani) dengan alkohol rantai
pendek. Reaksi alkoholisis/esterifikasi merupakan reaksi bolak-balik yang relatif
lambat. Untuk itu, guna mempercepat jalannya reaksi dan meningkatkan hasil,
proses dilakukan dengan pengadukan yang baik, penembahan katalis untuk
menurunkan energi aktivasi dan pemberian reakstan yang berlebihan agar reaksi
bergeser ke arah kanan. Pemilihan katalis dilakukan berdasarkan kemudahan
penggunaan dan pemisahannya dari produk. Untuk itu dapat digunakan katalis
asam, basa atau penukar ion (Groggins, 1958).
1.2.2 Crude Palm Oil (CPO)
Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal
dari daging buah (mesokarp) berwarna merah. Jenis minyak ini dikenal sebagai
minyak kelapa sawit kasar atau Crude Palm Oil (CPO). Sedangkan minyak yang
kedua berasal dari inti kelapa sawit, tidak berwarna, dikenal dengan minyak inti
sawit atau Kernel Palm Oil (KPO).
Crude Palm Oil (CPO) atau minyak mentah kelapa sawit merupakan hasil
proses pengepressan buah sawit (mesocarf) yang berwarna kuning jingga
berbentuk cair. Sifat fisik CPO pada suhu 25ᵒC memiliki densitas antara 0,909-
0,917 g/mL dan untuk suhu 55ᵒC densitas CPO sebesar 0,888-0,892 g/mL
(Wulandari dkk, 2011). CPO memiliki karakteristik (Ketaren S, 1986) sebagai
berikut:
Rumus Kimia : C3H5(COOR)3
Berat Molekul : 847.28 g/mol
Titik Didih : 298ºC
Titik Beku : 5ºC
Specific Gravity : 0.9
Densitas : 0.895 g/cm3
Panas Jenis : 0.497 kal/gºC
Kenampakan : Cairan Kuning Jingga
Kemurnian : 98%

1.2.3 Minyak Jelanta


Minyak jelantah (waste cooking oil) merupakan limbah dari penggunaan minyak
goreng dan minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Pemakaian minyak
jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan
penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi
berikutnya. Hal ini memperlukan pemanfaatan yang tepat agar limbah minyak
jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek
kesehatan manusia dan lingkungan. Salah satu bentuk pemanfaatan minyak
jelantah agar dapat bermanfaat adalah dengan mengubahnya menjadi biodiesel.
Hal ini dapat dilakukan karena minyak jelantah juga merupakan minyak
nabati, turunan dari CPO (crude palm oil). Pembuatan biodiesel dari minyak
jelantah ini menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel
pada umumnya dengan pretreatment untuk menurunkan angka asam pada
minyak jelantah.
Tabel 1. Perbandingan Emisi Yang Dihasilkan Oleh Biodiesel Dari Minyak
Jelantah (Altfett Methyl Ester/AME) Dan Solar :
Hal AME Solar
Emisi NO 1005,8 ppm 1070 ppm
Emisi CO 209 ppm 184 ppm
Emisi CH 13,7 ppm 18,4 ppm
Emisi partikulat/debu 0,5 0,93
Emisi SO2 Tidak ada Ada

Berdasarkan tabel 2 tersebut, biodiesel dari minyak jelantah ini merupakan


alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan. Hasil uji gas buang menunjukkan
keunggulan AME dibanding solar, terutama penurunan partikulat/debu sebanyak
65%. Dengan berbagai keunggulan ini maka biodiesel dari minyak jelantah
(Waste Cooking Oil) dapat demanfaatkan untuk bahan bakar kendaraan maupun
untuk industri, dengan pemakaian yang cukup mudah karena tidak perlu
melakukan modifikasi terhadap mesin yang digunakan.
Biodiesel dari minyak jelantah ini juga telah memenuhi persyaratan SNI
untuk Biodiesel. Dalam tabel 3 menunjukkan bagaimana biodiesel dari minyak
jelantah mempunyai perbedaan yang tidak segnifikan terhadap Minyak Solar
pada umumnya.

Tabel 2. Hasil Uji Laboratorium Perbandingan Berbagai Macam Parameter


Antara Biodiesel Minyak Jelantah, Solar Dan Persyaratan SNI Untuk
Biodiesel.
Sifat Fisik Unit Hasil ASTM SNI Biodiesel
(Biodiesel Standar
Minyak (Minyak
Jelanta) Solar)
Flash Point oC 170 Min. 100 Min.100
Viskositas (40oC) cSt. 4,9 1,9-6,5 2,3-6,0
Bilangan Setana - 49 Min. 40 Min.48
Cloud Point oC 3,3 - Maks. 18
Sulfur content %m/m - 0,05 max Maks. 0,05
Caloric Value kJ/kg 38.542 45.343 -
Density (15oC) Kg/l 0,85 0,84 0,86-0,90
Gliserin Bebas Wt.% 0,00 Maks. 0,02 Maks 0,02
Sumber : http://dwienergi.blogspot.com/2007/07/potensi-minyak-jelantah-sebagai-bahan.html

Hasil uji coba pada kendaraan Izusu yang telah dilakukan oleh mahasiswa
Universitas Trisakti menunjukkan adanya penghematan bahan bakar dari 1 liter
untuk 6 kilometer menjadi 1 liter untuk 9 kilometer dengan menggunakan
biodiesel dari minyak jelantah, demikian juga BBM perahu nelayan berkurang
sekitar 20 persen apabila digunakan oleh para nelayan. Bahkan telah diuji coba
pada kendaraan bermesin diesel sampai 40% campuran dengan solar selama
kurang lebih 3 tahun tanpa masalah sadikit pun.

1.2.4 Standar Kualitas Biodiesel


Standar kualitas biodiesel di Indonesia diatur oleh Badan Standarisasi
Nasional Indonesia (2015) dalam SNI 7182:2015 pedoman untuk mengetahui
kelayakan biodiesel yang dihasilkan. Berikut merupakan syarat mutu biodiesel
berdasarkan SNI 7182:2015 :
Tabel 1.1 Syarat Mutu Biodiesel SNI 7182:2015

Satuan
Parameter Uji Persyaratan
min/maks
Massa jenis pada 40℃ kg/m3 850-890
Viskositas kinematik pada 40℃ mm2/s (cSt) 2,3-6,0
Angka setana min 51
Titik nyala (mangkok tertutup) ℃, min 100
Titik kabut ℃, maks 18
Korosi lempeng tembaga (3 jam pada
nomor 1
50℃)
Residu karbon
dalam percontohan asli, atau % massa, maks 0,05
dalam 10% ampas distilasi 0,03
Air dan sedimen % volume, maks 0,05
Temperatur distilasi 90% ℃ 360
Abu tersulfatkan % massa, maks 0,02
Belerang mg/kg. maks 50
Fosfor mg/kg. maks 4
Angka asam mg-KOH/kg 0,5
Gliserol bebas % massa, maks 0,02
Gliserol total % massa, maks 0,24
Kadar ester metil % massa, min 96,5
% massa,
Angka iodium 115
(g-I2/100g), maks
Kestabilan oksidasi periode induksi
metode rancimat atau periode induksi
metode petro oksi
Monogliserida % massa, maks 0,8

1.2.5 Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi tiga tahap dan reaksi balik
(reversible) yang membentuk tiga molar FAME dan satu molar gliserol (GL)
dari satu molar trigliserida (TG) dan tiga molar metanol. Digliserida (DG) dan
monogliserida (MG) merupakan hasil reaksi antara (intermediate). Katalis
diharapkan dapat mempengaruhi laju reaksi dalam memproduksi biodiesel
secara katalitik pada skala komersial (Susilo, 2006).
Mekanisme reaksi untuk transesterifikasi berkatalis basa dapat diformulasikan
dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah penyerangan atom karbon karbonil dari
molekul trigliserida oleh anion alkohol (ion metoksida) untuk membentuk
senyawa antara. Di tahap kedua, senyawa antara bereaksi dengan alkohol
(metanol) untuk meregenerasi anion alkohol (ion metoksida). Di tahap terakhir,
pembentukan kembali senyawa antara dihasilkan dalam bentuk ester asam lemak
dan digliserida. Ketika NaOH, KOH, K2CO3 atau katalis sejenis lainnya
dicampur dengan alkohol, (Ma dan Hanna, 1999). Reaksi Transesterifikasi dapat
dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Proses Transesterifikasi

Reaksi transesterifikasi berkatalis basa dipengaruhi oleh faktor internal


dan eksernal. Faktor internal di antaranya kualitas minyak itu sendiri seperti
kadar air dan asam lemak bebas yang dapat mempengaruhi reaksi. Faktor
eksternal dapat berupa jenis katalis, rasio mol antara alkohol dan minyak, suhu,
waktu reaksi, dan parameter-parameter pascatransesterifikasi (Gerpen dan
Knothe, 2004).

1.2.6 Esterifikasi
Esterifkasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dengan senyawa
alkohol untuk menghasilkan ester dengan bantuan katalis padat (heterogen)
ataupun katalis cair (homogen) (Prasetyo, 2012). Katalis yang biasa digunakan
yaitu katalis asam homogen seperti asam sulfat (H2SO4) dan asam klorida (HCl)
(Dewi, 2015).
Proses esterifikasi dengan katalis asam digunakan apabila minyak nabati
mengandung FFA lebih besar dari 5% sehingga langsung ditransesterifikasi
dengan katalis basa yang menghasilkan sabun. Apabila sabun yang dihasilkan
dalam jumlah yang banyak maka pemisahan gliserol dari metil ester akan
terhambat dan dapat membentuk emulsi selama proses pencucian. Reaksi
esterifikasi dapat berjalan sempurna pada temperatur rendah apabila
menambahkan reaktan metanol dalam jumlah yang banyak dan air yang terdapat
pada fasa reaksi yaitu fasa minyak harus dibuang (Hasahatan, 2018).
Gambar 1.2 Proses Esterifikasi

1.2.7 Katalis
Katalis dalam proses produksi biodiesel (misalnya esterifikasi atau
transesterifikasi) merupakan suatu bahan (misalnya basa, asam atau enzim) yang
berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan energi aktivasi
(actifation energy, Ea) dan tidak mengubah kesetimbangan reaksi, serta bersifat
sangat spesifik. Proses produksi bisa berlangsung tanpa katalis tetapi reaksi akan
berlangsung sangat lambat dan membutuhkan suhu yang tinggi dan tekanan
yang tinggi untuk mencapai hasil atau rendemen yang maksimum (Darnoko,
2000).
Saat ini hampir seluruh reaksi pengolahan biodiesel skala komersial
menggunakan katalis basa homogen. Katalis yang bersifat basa lebih umum
digunakan pada reaksi transesterifikasi karena menghasilkan metil ester yang
tinggi dan waktu yang cepat. Konsentrasi katalis yang umum digunakan adalah
0,5 - 4% dari berat minyak (Mittelbach dan Remschit, 2004).
Secara komersial biodiesel banyak diproduksi dengan transesterifikasi alkali
(basa) di bawah tekanan atmosfir, diproses secara batch, dioperasikan pada suhu
60 – 700C dengan metanol dan akan terbentuk metil ester secara maksimal
dalam waktu 60 menit. Hasil atau kandungan metil ester yang diperoleh sekitar
97 – 99% dan proses yang dipilih bergantung dari mutu bahan baku (minyak
nabati) awal, jika minyak mempunyai nilai FFA < 0,5 % maka bisa langsung
diproses dengan transesterifikasi dengan katalis basa, bila kandungan FFA > 5
% maka proses harus dilakukan dengan Es-trans (esterifikasi-transesterifikasi),
setelah reaksi selesai akan terbentuk 2 lapisan, lapisan atas berupa metil ester
atau biodiesel serta bagian bawah adalah gliserol (Freedman, 1984).
Katalis asam dilakukan dalam rangka mensintesis minyak yang mempunyai
nilai FFA tinggi. Katalis asam seperti asam sulfat, asam phospat, asam klorida
cocok untuk reaksi yang mempunyai bilangan asam lemak bebas tinggi. Reaksi
katalis asam memerlukan waktu reaksi jauh lebih panjang dibanding reaksi
katalis basa (Van Gerpen, 2004).
1.2.7.1 NaOH
Katalis basa homogen seperti NaOH (natrium hidroksida)dan KOH
(kalium hidroksida) merupakan katalis yang paling umum digunakan dalam
proses pembuatan biodiesel karena dapat digunakan pada temperatur dan
tekanan operasi yang relatif rendah serta memiliki kemampuan katalisator yang
tinggi. Akan tetapi, katalis basa homogen sangat sulit dipisahkan dari campuran
reaksi sehingga tidak dapat digunakan kembali dan pada akhirnya akan ikut
terbuang sebagai limbah yang dapat mencemarkan lingkungan (Santoso &
Kristianto, 2013).
Tabel 1.2 Sifat Fisik-Kimia NaOH

Rumus Kimia NaOH


Berat Molekul 40.00 g/mol
Densitas 2.13 g/cm3
Titik Leleh 318 oC
Titik Didih 1388 oC
Warna Putih
Kelarutan Larut dalam air, etanol dan Methanol
Sumber : (Oktari, 2014)
Pembuatan biodiesel umumnya dilakukan dengan menggunakan katalis
basa homogen seperti NaOH dan KOH karena memiliki kemampuan katalisator
yang lebih tinggi dibandingkan dengan katalis lainnya. Akan tetapi, penggunaan
katalis ini memiliki kelemahan yaitu sulit dipisahkan dari campuran reaksi
sehingga tidak dapat digunakan kembali dan pada akhirnya akanikut terbuang
sebagai limbah yang dapat mencemarkan lingkungan (Santoso & Kristianto,
2013).
Gambar 1. 3. Natrium Hidroksida
1.2.7.2 Methanol
Alkohol yang paling umum digunakan untuk transesterifikasi adalah
metanol. Proses metanolisis berkatalisis dapat dilakukan pada suhu ruangan dan
akan menghasilkan ester lebih dari 80% beberapa saat setelah ester
dilangsungkan (sekitar 5 menit). Pemisahan fase ester dan gliserol berlangsung
cepat dan sempurna. Metanol tersedia dalam bentuk absolut yang mudah
diperoleh, sehingga hidrolisa dan pembentukan sabun akibat air yang terdapat
dalam alkohol dapat diminimalkan (Syah, 2006).
Metanol juga merupakan jenis alkohol dengan berat molekul paling
ringan sehingga jumlah yang diperlukan lebih sedikit yaitu sekitar 15 - 20% dari
berat minyak sedangkan dengan etanol dibutuhkan 30% dari berat minyak.
Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik dan menghasilkan
uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara setelah beberapa hari, uap metanol
tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi
karbon dioksida dan air (Susilo, 2006).
Tabel 1.3 Sifat Fisika-Kimia Methanol

Rumus Molekul CH3OH


Massa molar 32,04 g/mol
Penampilan Tidak bewarna
Densitas 0,7918 g/cm3, liquid
Titik lebur -97oC, -142,9oF (176 K)
Titik didih -64,7oC, -148,4oF (337,8 K)
Kelarutan dalam air Mudah bercampur
Sumber : (Cahyati & Pujaningtyas, 2017).
1.2.8 Gliserol
Produksi biodiesel menghasilkan gliserol sebagai hasil samping. Gliserol
atau biasa dikenal dengan nama 1,2,3 propanetriol merupakan senyawa alkohol
yang memiliki tiga gugus hidroksil (Fadliani dan Atun, 2015). Gliserol adalah
cairan tidak berwarna, tidak berbau, berasa manis, mempunyai kekentalan yang
tinggi, titik leleh 18.17ºC, dan titik didih 290ºC disertai dekomposisi (Prasetyo,
2012). Gliserol juga bersifat higroskopis sehingga mampu menyerap air yang
terdapat di udara (Farobi, 2009).
Gliserol adalah hasil samping dari proses pengolahan biodiesel dengan
cara transesterifikasi (Sari, dkk., 2015). Gliserol merupakan asam karboksilat
atau asam lemak yang dihasilkan dari hidrolisis lemak atau minyak. Lemak atau
minyak yang banyak terdapat dialam yaitu pada hewan dan tumbuh-tumbuhan
(Mirzayanti, 2013).
Pengolahan gliserol lebih lanjut dapat meningkatkan nilai ekonominya.
Seiring dengan peningkatan produktifitas biodiesel maka produktifitas gliserol
juga meningkat. Gliserol adalah produk samping dari biodiesel dari proses
transesterifikasi untuk memperoleh metil ester. Pada tahun 2010 diperkirakan
diproduksi sekitar 1,2 juta ton gliserol yang lebih dari separuhnya berasal dari
produksi biodiesel (Prasetyo et al., 2012).
Turunan gliserol banyak diaplikasikan pada berbagai arahan produk yang
sangat beragam. Secara umum arahan penggunaan produk adalah di bidang
kosmetik, makanan, kertas tissue, tinta, additive bahan bakar serta masih banyak
lagi (Prasetyo et al., 2012).
Tabel 1.4 Sifat Fisika-Kimia Gliserol

Berat Molekul 92,095 g/mol


Titik didih 290 oC
Titik leleh 18 oC
Temperatur Kritis 451,85 oC
Tekanan Kritis 65,82778 atm
Specific Gravity (25 oC) 1,262
Densitas 1,261 g/cm3
Viskositas 1,5 Pa.s
Flash Point 160 oC
Kenampakan Cairan kuning pucat
Sumber : (Cahyati & Pujaningtyas, 2017).
BAB II
METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat
 Reaktor Kontinyu
 Corong Pisah
 Gelas Kimia
 Thermometer
 Statif dan Klem
 Piknometer
 Viscometer Ostwald
 Buret
 Erlenmeyer

2.1.2 Bahan
 Minyak Jelantah (minyak goreng filma. Di peroleh dari warung makan Pak
Aas)
 Metanol 96%
 Hablur KOH
 Aquades
 NaOH
 H2SO4 98%
 Asam Oksalat
 Indikator PP
 Indikator Universal

2.2 Prosedur
2.2.1 Preparasi Sampel
1. Menyiapkan minyak (300 gram) yang akan diproduksi menjadi biodiesel,
kemudian analisa Asam Lemak Bebas / Free Fatty Acid (FFA)
2. Prosedur analisa Asam Lemak Bebas / Free Fatty Acid (FFA)
 Menimbang dengan seksama 2 gram – 5 gram contoh ke dalam Erlenmeyer
250 mL
 Menambahkan 50 mL etanol 95% yang netral dengan NaOH 0,1 N ke dalam
sampel
 Menambahkan 3 tetes – 5 tetes indikator PP dan titrasi dengan larutan
standar NaOH 0,1 N (75,8 mL) hingga warna merah muda tetap (tidak
berubah selama 15 menit)
 Melakukan penetapan secara duplo
 Menghitung kadar FFA
 Jika %FFA > 5% maka dilakukan proses trans-esterifikasi dengan
menambahlan setetes demi setetes 1% H 2SO4 murni sambil diaduk. Jika
%FFA > dilakukan analisa seperti prosedur diatas sampai (%FFA < 5%)
3. Menyiapkan alkohol (300 mL) dengan menambahkan katalis NaOH 1% berat
alkohol sebagai katalis esterifikasi (3 mL)

2.2.2 Kalibrasi Pompa


Minyak yang telah dianalisa %FFA dikalibrasi debit alirannya setiap skala
pompa (skala) dengan jarak perubahan yang sama, menggunakan gelas ukur 50
mL dan hitung waktu pada volume 50 mL (Q=Vol./waktu). Sedangkan kalibrasi
pompa alkohol sama seperti pompa minyak. Buat grafik antara skala pompa
sebagai sumbu X dan debit pompa sebagai sumbu Y.

2.2.3 Prosedur Produksi Biodiesel


1. Memanaskan reaktor dan menjaga pada temperatur 40°C - 50°C
2. Tentukan kecepatan aliran volumetric (Q) untuk minyak dan alkohol dari
grafik berdasarkan skala grafik
3. Biodiesel dari reaktor ditampung dalam corong pisah 1 liter dan memisahkan
biodiesel dari gliserol
4. Kemudian mencuci biodiesel dengan aquades pada temperatur 80°C hingga pH
aquades pencuci netral
5. Kemudian dilakukan proses destilasi pada suhu 80°C

2.3 Tahapan Analisa


2.3.1 Prosedur Analisa Asam Lemak Bebas / Free Fatty Acid (FFA)
1. Menimbang dengan seksama 2 - 5gram contoh ke dalam Erlenmeyer 250 mL
2. Menambahkan 50 mL etanol 96% ke dalam sampel
3. Menambahkan 3 – 5 tetes indikator PP dan titrasi dengan larutan standar NaOH
0,1 N hingga warna merah muda tetap (tidak berubah selama 15 menit)
4. Melakukan penetapan secara duplo
5. Menghitung kadar FFA dengan rumus berikut :
( mL NaOH ) (BM Asam Lemak)
%FFA= x 100
( gram sampel) x 1000
6. Angka asam = mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan 1 gram (1000
mg) sampel. Untuk merubah %FFA menjadi angka asam, maka gunakan rumus
berikut :
( %FFA ) ( BM KOH )
Angka Asam= x 100
(Beratram Molekul FFA )/10

2.3.2 Prosedur Analisa Penentuan Densitas Biodiesel (40°C)


1. Membersihkan piknometer dengan mengeringkannya dalam oven selama 15
menit pada suhu 100°C
2. Memasukkan piknometer ke dalam desikator selama 10 menit
3. Menimbang piknometer dalam keadaan kosong
4. Mengisi piknometer dengan biodiesel yang terlebih dahulu dipanaskan pada
suhu 40°C
5. Menimbang kembali piknometer yang berisi biodiesel
6. Menghitung densitas biodiesel dengan persamaan :
m . pikno berisibiodiesel−m . pikno kosong
ρ biodiesel=
volume pikno

2.3.3 Prosedur Analisa Viskositas Biodiesel (40°C)


1. Memanaskan biodiesel sampai suhu mencapai 40°C
2. Mengisi di viscometer Ostwald dengan menggunakan pipet sampai tanda batas
3. Selanjutnya, hitung waktunya dengan menggunakan stopwatch

2.3.4 Prosedur Analisa Yield


1. Mencari massa atau volume minyak jelanta
2. Mencari massa atau volume biodiesel
3. Lalu menghitung yield dengan persamaan :
Massa Biodiesel
Yield= x 100 %
Massa Minyak
2.3 Diagram Alir Prosedur Produksi Biodiesel

Memanaskan reaktor dan


menjaga pada temperatur
40°C - 50°C

Menentukan kecepatan
aliran volumetric (Q)

Menampung biodiesel dari


reaktor dalam corong pisah
1L

Mencuci biodiesel dengan


aquades pada temperatur
80°C

Memproses destilasi pada


suhu 80°C
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan


Tabel 3.1 Data Kalibrasi Pompa
Kalibrasi Minyak (mL/detik) Kalibrasi Alkohol (mL/detik)
0,96 0,74

Tabel 3.2 Data Pengamatan Analisa %FFA Minyak jelanta


Volume NaOH BM Asam Lemak
Massa Minyak (g) FFA (%)
(mL) (g/gmol)

4,0539 7,8 256 4,92

Tabel 3.3 Data Pengamatan Analisa Densitas Minyak jelanta


Massa Pikno Kosong Massa Pikno + Isi Volume Pikno Densitas
(g) (g) (mL) (g/mL)
11,4377 20,5446 10 0,91069

Tabel 3.4 Data Pengamatan Analisa %FFA Biodiesel


Massa Biodiesel Volume NaOH BM Asam Lemak
FFA (%)
(g) (mL) (g/gmol)

4,6011 6,3 270 3,70

Tabel 3.5 Data Pengamatan Analisa Densitas Biodiesel


Massa Pikno Kosong Massa Pikno + Isi Volume Pikno Densitas
(g) (g) (mL) (g/mL)
11,4377 20,4190 10 0,89813
Tabel 3.6 Data Pengamatan Angka Asam
%FFA BM KOH BM Molekul Asam Lemak Bebas Angka Asam
(g/gmol) (Mg-KOH/g)
(g/gmol)
4,92 56 256 10,76
3,70 56 270 7,67

1.2 Pembahasan

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu memahami dan


membuat biodiesel dari minyak goreng bekas (jelanta) . Minyak jelanta
digunakan sebagai bahan baku utama karena mudah didapatkan dan harganya
yang terjangkau. Proses pembuatan biodiesel dilakukan secara dua tahap
(esterifikasi dan transestrifikasi) bertujuan untuk meningkatkan produksi
biodiesel dan karakteristik biodiesel.

Sebelum melakukan percobaan dilakukan kalibrasi pompa pada alat


RAP yang digunakan. Kemudian sampel minyak jelanta yang telah siapkan di
uji %FFA, angka asam, dan densitas sebagai perbandingan hasil uji produk
yang dihasilkan. Di dapatkan hasil pengujian yang tertera pada tabel 3.2 dan
tabel 3.3.
Percobaan diawali dengan proses esterifikasi dengan katalis asam
sulfat. Esterifikasi bertujuan mengkonversi FFA (Free Fatty Acids) menjadi
ester alkil sehingga kandungan FFA pada minyak jelanta menurun.
Kandungan FFA yang kecil bertujuan untuk menghindari terjadinya reaksi
antara FFA dengan katalis basa dalam proses transesterifikasi.
Esterifikasi kemudian dilanjutkan dengan tahap transesterifikasi dengan
metanol sebagai pelarut dan katalis basa. Metanol berfungsi sebagai pereaksi
dalam reaksi transesterifikasi. Metanol dipilih karena tidak mudah mengikat
air dan harganya yang murah dibandingkan dengan alkohol lain (Suratno, et
al, 2007).

Katalis yang digunakan dalam praktikum ini adalah NaOH. Katalis


berfungsi meningkatkan daya larut pada saat reaksi berlangsung.
Penggunaan katalis basa akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam (Indrawati, et al, 2016).
Praktikum ini menggunakan sistem Reaktor Alir Pipa (RAP). Reaktor
alir pipa berfungsi mengalirkan reaktan dan mengubahnya menjadi produk
secara berkelanjutan. Proses pemisahan antara biodiesel dengan gliserol
memerlukan waktu kurang lebih semalaman agar lapisan antara biodiesel dan
gliserol dapat terpisah dengan maksimal.
Dalam pengujian produk di dapatkan hasil densitas biodiesel pada suhu

40 oC di sebesar 0,89813 gr/ml, densitas biodiesel yang dihasilkan tidak

memenuhi standar SNI biodiesel, yaitu densitas biodiesel pada suhu 40 oC


antara 0,85 - 0,89 gr/ml. Kemudian Kandungan FFA biodiesel setelah
dianalisa sebesar 3,70 %. FFA pada produk didapat mengalami penurunan hal
ini di karenakan reaksi antar minyak jelanta dengan methanol dengan bantuan
sehingga membuat FFA pada biodiesel yang di hasilkan berkurang.
Kemudian angka asam yang didapatkan pun berkurang setelah melewati
proses esterifikasi, data pengujian tersaji pada tabel 3.6.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pada praktikum ini disimpulkan bahwa dalam percobaan pembuatan


biodiesel dari bahan minyak jelanta dengan hasil pengujian yang di
dapatkan FFA biodiesel 3,70 %, densitas sebesar 0.89813 gr/ml dan angka
asam sebesar 7,67 Mg-KOH/g. Berdasarkan hasil pengujian tersebut densitas
biodiesel tidak memenuhi persyaratan SNI biodiesel tahun 2015 yaitu 0.85 -
0.89 g/ml. Namun pada percobaan ini berhasil menurunkan angka asam,
densitas, serta FFA pada minyak jelanta.

4.2 Saran
Sebelum memproduksi biodiesel sebaiknya terlebih dahulu menganalisa
viskositas dan densitas sampel minyak jelanta agar terlihat perbedaan antara
sampel minyak jelanta dengan biodiesel hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Y., Arifin, B., Imelda, O. N. T., & Aziz, H. J. s.-g. (2011). PELATIHAN
PEMANFAATAN ABU GOSOK DARI SEKAM PADI UNTUK
MENINGKATKAN KUALITAS MINYAK JELANTAH DI NAGARI
ULAKAN KECAMATAN ULAKAN TAPAKIS KAB PADANG
PARIAMAN. 128.
Groggins, P.H., 1958, ―Unit Processes in Organic Synthesis‖, McGraw-Hill,
New
York.
Susilo, 2006.Biodiesel revisi sumber energy alternative pengganti solar yang
terbuat darie kstraksi minyak jarak pagar, Trubus agrisarana. Surabaya.
Ma, F. dan M. A. Hanna. 1999. Biodiesel Production: A Review. Bioresource
Technology 70:1-15.
Knothe, G. dan K. R. Steidley. 2005. Kinematic Viscosity of Biodiesel Fuel
Components and Related Compounds. Influence of Compound Structure
and Comparison to Petrodiesel Fuel Components. Fuel 84:1059-1065.
Darnoko, D, Cheryan M., 2000. Kinetics of Palm Oil Transesterification in Batch
Reactor. J. Am. Oil Chem. Soc. 77:1263-1237.
Mittelbach, M. and C. Remschmidt. 2004. Biodiesel: The Comprehensive
Handbook. Edisi ke-1. BoersedruckGes. M.b.H. Graz.
Freedman, B, Pryde, E.H., Mounts,T.L, 1986. Variable Affecting the yield of fatty
Esters from Transesterifikasi Vegetable Oils.
Van Gerpen, Jon. 2004. Biodiesel Production and Quality. Department of
Biological and Agricultural Engineering. University of Idaho. Moscow.
Syah, 2006. Mengenal lebih dekat biodiesel jarak pagar, bahan bakar alternative
yang ramah lingkungan. Agromedia. Jakarta.
Fadliyani dan Atun “Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Pembuatan Biodesel
DariMinyak Jelantah Sebagai Bahan Sintesis Gliserol Asetat”Penelitian
Saintek20, no. 2 (2015): h. 149-156.
Prasetyo, Eko, dkk. “Potensi Gliserol Dalam PembUatan Turunan Gliserol
Melalui
Proses EsterifikasI”. Ilmu Lingkungan10, no. 1 (2012): h. 26-31.
Farobie, Obie. “Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel Sebagai
Bahan Penolong Penghancur Semen”.Skripsi Institut Pertanian Bogor
(2009): h. 1-72.
Dewi, Carlina. “Produksi Biodiesel dari Minyak Jarak (Ricinus Communis)
dengan
Microwave”. Skripsi Universitas Negeri Semarang (2015): h. 1-60.
Hasahatan, Dennis, dkk. “Pengaruh Rasio H2SO4 dan Waktu Reaksi Terhadap
Kualitas dan Kuantitas Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar. Teknik Kimia
18, no. 2 (2012): h. 26-35.
Santoso, H., & Kristianto, I. (2013). Pembuatan biodiesel menggunakan katalis
basa heterogen berbahan dasar kulit telur.
Oktari, K. (2014). Pembuatan Karbon Aktif dari Cangkang Kelapa Sawit dengan
Aktivator HCl, NaOH Dan NaCl. Politeknik Negeri Sriwijaya,
Sari, T. I., Said, M., & Sari, A. K. (2011). Katalis Basa Heterogen Campuran CaO
& SrO Pada Reaksi Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit.
Cahyati, E. D., & Pujaningtyas, L. (2017). Pembuatan Biodiesel dari Minyak
Goreng Bekas dengan Proses Transesterifikasi Menggunakan Katalis
KOH. Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Wulandari, Nur; Tien R. Muchtadi, Slamet Budijanto, dan Sugiyono, 2011, Sifat
Fisik Minyak Sawit Kasar Dan Korelasinya Dengan Atribut Mutu, J.
Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. Xxii No.2.
Ketaren, S, 1986, Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, Universitas
Negeri Malang.
LAMPIRAN
1. Perhitungan dan Data Sementara
2. Dokumentasi Praktikum

Gambar 1. Penimbangan Gambar 2. NaOH

Gambar 3. Proses Kalibrasi Gambar 4. Rancangan alat RAP

Gambar 5. Hasil Akhir Biodisel(yang berwarna coklat) dan Gliserol(yang


berwarna cream putih)

Anda mungkin juga menyukai