BIO SOLAR
Anggota Kelompok :
Kelas: XI MIA 1
MAN 10 JAKARTA
Jl. Joglo Baru, Rt. 05/ Rw 06, Joglo, Kembangan, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibu Kota
Jakarta 11640
1.) Pengertian Bio Solar
Biosolar adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari bahan terbarukan atau secara
khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak
yang dibuat dari minyak nabati, minyak hewani atau dari minyak goreng bekas/daur ulang
melalui proses tertentu (bahan bakar cair dari pengolahan tumbuhan).
Menurut Jamil (2011) biosolar merupakan salah satu jenis biofuel (bahan bakar cair dari
pengolahan tumbuhan) di samping Bio-etanol. Biosolar adalah senyawa alkil ester yang
diproduksi melalui proses alkoholisis (transesterifikasi) antara trigliserida dengan metanol atau
etanol dengan bantuan katalis basa menjadi alkil ester dan gliserol; atau esterifikasi asam-asam
lemak (bebas) dengan metanol atau etanol dengan bantuan katalis basa menjadi senyawa alkil
ester dan air .Dengan demikian biosolar diharapkan dapat menjadi alternative bahan bakar
pengganti solar
Biosolar adalah biofuel yang terdiri dari ester monoalkyl yang berasal dari minyak organik,
tanaman atau hewan, melalui proses tranesterification (Demirbas, 2007). Reaksi transesterifikasi
biosolar sangat sederhana:
a. Viskositas
Viskositas merupakan sifat fisis yang penting bagi bahan bakar diesel. Viskositas yang terlalu
tinggi dapat mempersulit pembentukan butir-butir cairan/kabut saat penyemprotan/atomisasi.
Viskositas bahan bakar yang terlalu rendah akan dapat mengakibatkan kebocoran pada pompa
injeksi bahan bakar.
b. Pour point
Pour point atau titik tuang adalah suhu terendah dimana bahan bakar dapat dialirkan. Untuk
daerah bersuhu rendah, bahan bakar dipersyaratkan tidak membeku. Titik tuang yang terlalu
tinggi akan menyebabkan kesulitan pada pengaliran bahan bakar.
c. Flash point
Titik nyala atau flash point adalah suhu terndah dimana bahan bakar dalam campurannya dengan
udara akan menyala. Bila nyala tersebut terjadi secara terus menerus maka suhu tersebut
dinamakan titik bakar (fire point). Titik nyala yang terlalu tinggi ujga dapat menyebabkan
keterlambatan penyalaan sementara apabila titik nyala terlampau rendah akan menyebabkan
timbulnya detonasi yaitu ledakan-ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ke
ruang bakar. Hal ini dapat menimbulkan resiko pada saat penyimpanan.
d. Carbon residu
Sisa karbon yang tertinggal pada proses pembakaran akan menyebabkan terbentuknya endapan
kokas yang dapat menyumbat saluran bahan bakar. Hal ini dapat menyebabkan terhambatnya
operasi mesin secara normal, serta dapat menyebabkan bagian bagian pompa injeksi bahan bakar
cepat menjadi aus. Dengan demikian semakin rendah nilai sisa karbon, semakin baik efisiensi
motor tersebut.
e. Warna
Bahan bakar tidak secara langsung berpengaruh terhadap kinerja motor/mesin diesel. Warna
yang terlalu terang, dapat dikoreksi dengan penambahan zat warna tertentu sehingga masuk
dalam standar warna bahan bakar diesel.
f. Nilai kalor
Nilai kalor bahan bakar menentukan jumlah konsumsi bahan bakar tiap satuan waktu. Makin
tinggi nilai kalor bahan bakar menunjukkan bahan bakar tersebut semakin sedikit pemakaiannya.
Tidak ada standar khusus yang menentukan nilai kalor minimal yang harus dimiliki oleh bahan
bakar mesin diesel.
g. Bilangan setana
Adalah ukuran kualitas penyalaan sebuah bahan bakar diesel dalam keadaan terkompresi.
Bilangan setana dari minyak diesel konvensional dipengaruhi oleh struktur molekul hidrokarbon
penyusun. Normal paraffin dengan rantai panjang mempunyai bilangan sentana
Kelemahan Biosolar
Biosolar menghasilkan tenaga yang lebih rendah, maka bagi kendaraan alat angkut beban
bertonase besar Biosolar ini justru menjadi kontra produktif, sebab mesin menjadi berkurang tenaganya
bila dibanding saat memakai solar. Hal ini sangat dirasakan oleh Truk besar pengangkut pasir atau batu,
sejak memakai Biosolar tenaga Truk dengan muatan yang sama seperti biasanya ternyata jadi lebih
lemah.
Keunggulan Biosolar
Dengan kandungan minyak nabati, BBM menjadi lebih ramah lingkungan. Kepala Divisi
BBM Pertamina, Djaelani Sutomo mengatakan Biosolar memiliki angka cetane 51 hingga 55
atau lebih tinggi daripada solar standar yang sekitar 48. Padahal, makin tinggi angka cetane,
makin sempurna pembakaran sehingga polusi dapat ditekan. Kerapatan energi pervolume
yang diperoleh juga makin besar. Selain itu, campuran FAME menurunkan sulfur sehingga
tidak lebih dari 500 ppm.
Biodiesel atau Biosolar ini memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan bentuk
energi lain. Lebih mudah ditransportasikan; memiliki kerapatan energi per volume yang lebih
tinggi; memiliki karakter pembakaran yang relatif bersih; dan ramah lingkungan.
4.) Proses pembuatan Biosolar
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi. Proses ini
menghasilkan dua produk yaitu metil esters (biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang
merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel antara lain minyak
nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang. Sedangkan sebagai bahan baku penunjang
yaitu alkohol. Pada pembuatan biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi. Produk
biodiesel tergantung pada minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku serta pengolahan
pendahuluan dari bahan baku tersebut.
Alkohol yang digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah methanol, namun
dapat pula digunakan ethanol, isopropanol atau butyl, tetapi perlu diperhatikan juga kandungan
air dalam alcohol tersebut. Bila kandungan air tinggi akan mempengaruhi hasil biodiesel
kualitasnya rendah, karena kandungan sabun, ALB dan trigiserida tinggi. Disamping itu hasil
biodiesel juga dipengaruhi oleh tingginya suhu operasi proses produksi, lamanya waktu
pencampuran atau kecepatan pencampuran alkohol.
Katalisator dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi berlangsung,
umumnya katalis yang digunakan bersifat basa kuat yaitu NaOH atau KOH atau natrium
metoksida. Katalis yang akan dipilih tergantung minyak nabati yang digunakan,apabila
digunakan minyak mentah dengan kandungan ALB kurang dari 2 %, disamping terbentuk sabun
dan juga gliserin
Katalis tersebut pada umumnya sangat higroskopis dan bereaksi membentuk larutan
kimia yang akan dihancurkan oleh reaktan alkohol. Jika banyak air yang diserap oleh katalis
maka kerja katalis kurang baik sehingga produk biodiesel kurang baik. Setelah reaksi selesai,
katalis harus di netralkan dengan penambahan asam mineral kuat. Setelah biodiesel dicuci proses
netralisasi juga dapat dilakukan dengan penambahan air pencuci, HCl juga dapat dipakai untuk
318 proses netralisasi katalis basa, bila digunakan asam phosphate akan menghasil pupuk
phosphat (K3PO4)
5.) Spesifikasi bio solar sesuai SNI 04-7182-2006
Dalam pelaksanaan pembuatan biosolar ini diharapkan akan memiliki kesamaan standar nasional
biosolar yang dapat dilihat dari dibawah ini:
https://www.google.com/search?q=kandungan+kimia+biosolar&safe
https://bengkeltip.wordpress.com/author/markasbesartip/
http://www.lingkungan.lovelybogor.com/