Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PEMBUATAN BIODIESEL
DARI BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)
SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

Oleh:
1. Berry Ristanti NIM. L2C009031
2. Fitrika Dwi Hanani NIM. L2C009055
3. Nurul Hanifah NIM. 21030111150004
4. Makrufah Hidayah Islamiah NIM. 21030111150022
5. Abdurrakhman NIM. 21030111150032

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertambahan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan
masyarakat berdampak pada makin meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi
dan aktivitas industri. Sektor transportasi sendiri saat ini menunjukkan pertumbuhan
yang begitu pesat, misalnya pertumbuhan produksi mobil pertahunnya mencapai
300.000 unit. Namun, di sisi lain harga solar sebagai bahan bakar penggerak mobil-
mobil tersebut semakin meningkat.
Dalam perkembangannya, bahan bakar solar dari turunan minyak bumi lebih
banyak digunakan. Dengan harga yang murah, kinerja, dan subsidi pemerintah, bahan
bakar dari minyak bumi menjadi pilihan selama bertahun-tahun. Konsumsi minyak solar
di Indonesia tahun 2000-2005 rata-rata per tahun mencapai 24,5 juta kilo liter per tahun.
Pada kondisi konsumsi seperti demikian padahal produksi minyak solar dalam negeri
tidak mencapai 13 juta kilo liter per tahun, sehingga diperlukan impor minyak solar
lebih dari 13 juta kilo liter. Namun, ketergantungan impor dan kapasitas produksi
dalam negeri yang tidak mampu mencukupi kebutuhan menuntut dikembangkannya
bahan bakar alternatif yang lebih murah dan tersedia di alam serta dapat diperbaharui
(renewable), seperti biodiesel.
Pada tahun 2007, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan
persediaan minyak bumi Indonesia bisa bertahan 11 tahun, gas bumi 30 tahun, dan batu
bara 50 tahun lagi. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi
Nasional, mentargetkan substitusi biofuel pada tahun 2024 adalah minimal 5% terhadap
konsumsi energi nasional, serta Inpres Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan
Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain, menunjukkan
keseriusan Pemerintah dalam penyediaan dan pengembangan bahan bakar nabati,
diantaranya bioetanol dan biodiesel.
Biodiesel atau methyl ester merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang
memiliki sifat menyerupai minyak diesel/solar. Biodiesel dapat digunakan baik secara
murni maupun dicampur dengan petrodiesel tanpa terjadi perubahan pada mesin lain
yang menggunakannya. Penggunaan biodiesel sebagai sumber energi semakin menuntut
untuk direalisasikan. Sebab, selain merupakan solusi menghadapi kelangkaan energi
3

fosil pada masa mendatang, biodiesel juga bersifat dapat diperbaharui (renewable),
dapat terurai (biodegradable), memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin karena
termasuk kelompok minyak tidak mengering (non-drying oil), mampu mengurangi
emisi karbon dioksida dan efek rumah kaca. Biodiesel juga bersifat ramah lingkungan
karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan diesel/solar,
yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number) rendah, terbakar sempurna (clean
burning), dan tidak menghasilkan racun (non toxic).
Beberapa bahan baku untuk pembuatan biodiesel antara lain kelapa sawit, kedelai,
bunga matahari, jarak pagar, tebu dan beberapa jenis tumbuhan lainnya. Dari beberapa
bahan baku tersebut di Indonesia yang punya prospek untuk diolah menjadi biodiesel
adalah kelapa sawit dan jarak pagar. Minyak biji jarak pagar secara kimia terdiri atas
trigliserida yang berantai asam lemak lurus (tidak bercabang) dengan atau tanpa ikatan
rangkap. Minyak ini tidak termasuk dalam kategori minyak makan (edible oil) sehingga
pemanfaatannya sebagai bahan baku biodiesel tidak akan menganggu penyediaan
kebutuhan minyak makan nasional, kebutuhan industri oleokimia dan ekspor Crude
Palm Oil (CPO). Hasil olahan jarak pagar tidak bisa dikonsumsi manusia dan hanya
digunakan untuk bahan bakar. Keadaan ini bisa menjamin bahan baku biofuel untuk
masa yang akan datang.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel
Biodiesel didefinisikan sebagai metil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan
atau lemak hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di
dalam mesin diesel (Vicente et al., 2006).
Biodiesel termasuk bahan bakar yang terbakar sempurna dihasilkan dari beberapa
minyak nabati pengganti minyak bumi. Biodiesel terdiri dari metil ester minyak nabati,
dimana rantai karbon trigliserida diubah secara kimia menjadi ester dan asam lemak.
Rantai hidrokarbon biodiesel pada umumnya terdiri dari 16 - 20 atom karbon, sifat
kimia biodiesel membuatnya dapat terbakar dengan sempurna, dan mengikat
pembakaran pada campurannya dengan bahan bakar diesel dari minyak bumi (Vicente
et al., 2006).
Rantai karbon biodiesel bersifat sederhana, berbentuk lurus dan dua atom oksigen
tiap cabang di degredasi oleh bakteri dibandingkan dengan rantai karbon petrodisel
yang bersifat kompleks, biodiesel dari ester nabati tidak mengandung senyawa organik
volatil. Beberapa studi menunjukkan bahwa pemakaiannya sebagai biodiesel
memberikan efek yang berbeda satu dengan yang lain. Sifat ini berhubungan erat
dengan struktur dan komposisi kandungan asam lemaknya. Misalnya kandungan asam
lemak antara minyak hewan dengan tumbuhan (Leung et al., 2006).
Biodiesel memiliki efek pelumasan yang tinggi, sehingga membuat mesin diesel
lebih awet. Biodiesel memiliki flash point yang lebih tinggi dibanding solar, tidak
menimbulkan bau yang berbahaya sehingga lebih mudah dan lebih aman untuk
ditangani. Kadar belerangnya mendekati nol, tidak adanya sulfur berarti penurunan
hujan asam oleh emisi sulfat penurunan sulfat dalam campuran juga akan mengurangi
tingkat korosif, asam sulfat yang berkumpul dalam mesin akan merusak kinerja mesin.
Biodiesel juga akan mengurangi tingkat kerusakan lingkungan (Bangun N., 2008).
5

Tabel 2.1 Syarat Mutu Biodiesel Berdasarkan SNI

No. Parameter Satuan Nilai

1 Massa jenis pada 40 °C kg/m3 850 – 890


2 Viskositas kinematik pd 40 °C mm2/s (cSt) 2,3 – 6,0
3 Angka setana min. 51
4 Titik nyala (mangkok tertutup) °C min. 100
5 Titik kabut °C maks. 18
6 Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50 °C) %-massa maks. no 3
7 Residu karbon
- dalam contoh asli maks 0,05
- dalam 10 % ampas distilasi (maks. 0,3)
8 Air dan sedimen %-vol. maks. 0,05*
9 Temperatur distilasi 90 % °C maks. 360
10 Abu tersulfatkan %-massa maks.0,02
11 Belerang ppm-m (mg/kg) maks. 100
12 Fosfor ppm-m (mg/kg) maks. 10
13 Angka asam mg-KOH/g maks.0,8
14 Gliserol bebas %-massa maks. 0,02
15 Gliserol total %-massa maks. 0,24
16 Kadar ester alkil %-massa min. 96,5
17 Angka iodium %-massa maks. 115
(g-I2/100 g)
18 Uji Halphen negatif

Keunggulan biodiesel adalah sebagai berikut :


1. Mempunyai angka setana yang tinggi yaitu diatas 50. Bilangan setana yaitu bilangan
yang menunjukkan kualitas pembakaran bahan bakar atau bilangan yang
menunjukkan kecepatan bakar bahan bakar didalam ruang mesin. Semakin tinggi
angka setana waktu tunda pembakaran semakin pendek.
2. Tidak mengandung sulfur dan benzena .
3. Dihasilkan dari sumber daya terbarukan dan ketersediaan bahan bakunya terjamin ,
dapat diperbaharui dan biodegradable (dapat terurai).
6

4. Biodiesel dapat dicampur dengan solar, biodiesel pada campuran 20% dengan solar
dapat mengurangi partikel 30%, CO2 sebanyak 21%, dan karbohidrat total 47 %
.Biodiesel 100% dapat menurunkan emisi CO2 sampai 100%, emisi SO2 sampai 100%,
emisi CO antara 10 - 50 % , emisi HC antara 10 - 50 %, (Tritoatmodjo, 1995).
5. Viskositasnya tinggi sehingga mempunyai sifat pelumas yang baik dari pada solar
sehingga memperpanjang umur pakai mesin.
6. Mempunyai titik kilat yang tinggi sehingga lebih aman dari bahya dari kebakaran pada
saat disimpan dan maupun pada saat didistribusikan.
7. Dapat mengurangi asap hitam dari gas buang mesin diesel secara signifikan walaupun
penambahan hanya 5% - 10 % volume biodiesel kedalam solar.

2.2 Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)


2.2.1 Jenis & Morfologi
Jarak Pagar juga dikenal dengan nama jarak budeg, jarak gundul, atau jarak cina.
Tanaman yang berasal dari daerah tropis di Amerika Tengah ini tahan kekeringan dan
tumbuh dengan cepat.
Jarak Pagar berbeda dengan Jarak kaliki atau Jarak kepyar atau Jarak kosta
(Ricinus communis), yang mempunyai ciri seperti tanaman singkong racun, buahnya
berbulu seperti rambutan. Jarak kepyar juga menghasilkan minyak dan digunakan
sebagai bahan baku atau bahan tambahan industri cat vernis, plastik, farmasi, dan
kosmetika, sehingga sudah lama dibudidayakan secara komersial di Indonesia. Akan
tetapi, minyak jarak kepyar tidak cocok digunakan sebagai bahan bakar biofuel karena
terlalu kental, jadi hanya bisa digunakan sebagai pelumas.
Jarak kaliki (Ricinus communis), merupakan tanaman tahunan berumur pendek
(bianual), berbuah setahun sekali (terminal), sedangkan jarak pagar (Jatropha curcas)
mampu berbuah terus menerus apabila Agroklimatnya mendukung.
Jarak pagar mempunyai sosok yang kekar, batang berkayu bulat dan mengandung
banyak getah. Tinggi mencapai 5 meter dan mampu hidup sampai 50 tahun. Daun
tunggal, lebar, menjari dengan sisi berlekuk-lekuk sebanyak 3 – 5 buah, bunga berwarna
kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai, berumah satu dan
uniseksual, kadang-kadang ditemukan bunga hermaprodit. Jumlah bunga betina 4 – 5
kali lebih banyak daripada bunga jantan. Buah berbentuk buah kendaga, oval atau bulat
telur, berupa buah kotak berdiameter 2 – 4 cm dengan permukaan tidak berbulu
(gundul) dan berwarna hijau ketika masih muda dan setelah tua kuning kecoklatan.
7

Buah jarak tidak masak serentak Buah jarak pagar terbagi menjadi 3 ruangan, masing-
masing ruangan 1 biji. Biji berbentuk bulat lonjong berwarna cokelat kehitaman dengan
ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm, dan berat 0,4 – 0,6 gram/biji. Jarak pagar termasuk
dalam familia Euphorbiaceae satu famili dengan tanaman karet dan ubikayu. Adapun
klasifikasi Jarak pagar sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha curcas L.
Jarak Pagar dapat ditemukan tumbuh subur di berbagai tempat di Indonesia.
Umumnya terdapat di pagar-pagar rumah dan kebun atau sepanjang tepi jalan, tapi
jarang ditemui berupa hamparan. Tanaman Jarak pagar berbentuk pohon kecil maupun
belukar besar yang tingginya mencapai lima meter. Cabang-cabang pohon ini bergetah
dan dapat diperbanyak dengan biji, setek atau kultur jaringan dan mulai berbuah
delapan bulan setelah ditanam dengan produktivitas 0,5 – 1,0 ton biji kering/ha/tahun.
Selanjutnya akan meningkat secara bertahap dan akan stabil sekitar 5 ton pada tahun ke
lima setelah tanam.

Gambar 2.1 Tanaman Jarak Pagar

2.2.2 Komposisi dari Tanaman Jarak Pagar


Biji jarak memiliki berat rata-rata 0,75 gram dan daging buah mengandung
protein 27-32% dan minyak 58-60%. Bungkil biji jarak dari sisa ekstraksi minyak (fully
defatted) memiliki kandungan protein 55-58% (tabel 2.2 dan 2.3).
8

Tabel 2.2 Komposisi kimia daging biji tanaman jarak dari berbagai varietas.
(Nazir Novizar, 2011)
Varietas
Item
Cape Verde Nicaragua Ife-Nigeria Mexico,tdk beracun
Bahan kering 96,6 96.9 95,7 94,2
Analisa, %bhn kering
Protein 22,2 25,6 27,7 27,2
Lipida 57,8 56,8 53,9 58,5
Abu 3,6 3,6 5,0 4,3

Tabel 2.3 Komposisi kimia (% bahan kering) bungkil biji jarak pagar dari berbagai
varietas. (Nazir Novizar, 2011)
Varietas
Cape Nicaragua Ife - Tdk- Yautepec Bungkil
Komponen
Verde Nigeria beracun, Morelos kedelai
Mexico statea
Protein 56,4 61,2 55,7 63,8 70,9 45,7
kasar (57,3) (61,9) (56,1) (64,4) (46,5)
Lipida 1,5 1,2 0,8 1,0 0,6 1,8
Abu 9,6 10,4 9,6 9,8 12,1 6,4
Energi 18,2 18,3 17,8 18,0 18,2 19,4
kotor
(MJ/kg)
*
angka dalam kurung menyatakan kandungan bebas lipida; a (Martı´nez-Herrera et al. 2006).

Tabel 2.4 menunjukkan komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar. Ia terdiri
dari 23,6% berupa asam lemak jenuh terutama dari palmitat, stearat, dan asam miristat
dan 76,4% berupa asam lemak tak jenuh yang terdiri dari oleat, linoleat, dan asam
palmitoleat.
Tabel 2.4 Kandungan Asam Lemak Minyak Jarak Pagar (Nazir Novizar, 2011)
Nama umum Nama IUPAC Formula
Kaprat Asam Dekanoat C10H20O2
Laurat Asam Dodekanoat C12H24O2
Miristat Asam Tetradekanoat C14H28O2
Palmitat Asam Heksadekanoat C16H32O2
Stearat Asam Oktadekanoat C18H36O2
Arachidat Asam Eikosanoat C20H40O2
Behenat Asam Dokosanoat C22H44O2
Miristoleat Cis-9, Asam Tetradekanoat C14H20O2
Palmitoleat Cis-9, Asam Heksadekanoat C16H30O2
Oleat Cis-9, Asam Oktadekanoat C18H34O2
Linoleat Cis-9, Cis-12, Asam Oktadekanoat C18H32O2
Linolenat Cis-6, Cis-9, Cis-12, Asam Oktadekanoat C18H30O2
Jenis dan prosentase asam lemak dalam minyak jarak pagar bervariasi tergantung pada
varietas tanaman dan kondisi pertumbuhan tanaman. Sifat fisik minyak jarak dibanding
9

dengan minyak dari tanaman lainnya dan diesel disajikan pada tabel 2.6. Sementara sifat
fisiko-kimia biodiesel dari jarak pagar ditampilkan pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Sifat fisiko-kimia biodiesel jarak pagar (Nazir Novizar, 2011)
Metode uji Metil ester jarak
Sifat (satuan) Batas ASTM 6751
ASTM 6751 pagar
o
Titik nyala ( C) D-93 Min.130 163
Viskositas pada 40 oC D-445 1,9-6,0 4,40
(cSt)
Abu bersulfat (%w) D-874 Max 0,02 0,002
Sulfur (%w) D-5453 Max. 0,05 0,004
o
Titik kabut ( C) D-2500 N/A 4
Korosi tembaga D-130 Max.3 1
Bilangan cetan D-613 Min.47 57,1
Air dan endapan (volume) D-2709 Max.0,05 0,05
Nilai netralisasi (mg D-664 Max.0,80 0,48
KOH/gr)
Gliserin bebas (%w) D-6584 Max. 0,02 0,01
Gliserin total (%w) D-6584 Max. 0,24 0,02
Fosfor (%w) D-4951 Max. 0,001 <0,001
o
Suhu distilasi D-1160 90% pada 360 C 90%
Stabilitas oksidasi (jam) Tidak tersedia Tidak tersedia 3,23

Tabel 2.6 Sifat Fisik Minyak Jarak Pagar dibandingkan dengan Minyak dari Tanaman
Lainnya dan Diesel ( Nazir Novizar, 2011)
Asal Bilangan Nilai Titik Titik Viskositas Titik Bobot
Minyak Setana Panas Kabut Tuang Kinematik Nyala Jenis
(MJ/kg) (ºC) (ºC) (cSt pada pada
38ºC) 15ºC
Jarak 40 – 45 39 – 40 - - 55 pada 240 0,912
30ºC
Jagung 37,6 39,5 -1,1 -40 34,9 277 0,9095
Biji 41,8 39,5 1,7 -15,0 33,5 234 0,9148
Kapuk
Rapeseed 37,6 39,7 -3,9 -31,7 37,0 246 0,9115
Biji 37,1 39,6 7,2 -15,0 33,9 274 0,9161
Bunga
Matahari
Wijen 40,2 39,3 -3,9 9,4 35,5 260 0,9133
Kedelai 37,9 39,6 -3,9 -12,2 32,6 254 0,9138
Sawit 42,0 39,5 31,0 - 39,6 267 0,9180
Diesel 40 – 55 42 -15 -33 1,3 – 4,1 60 – 80 0,82 –
sampai sampai 0,86
-5 -15
10

2.3 Proses Produksi Biodiesel


2.3.1 Esterifikasi
Reaksi pembentukan biodiesel adalah rekasi antara asam lemak dengan alkohol
baik dengan adanya katalis ataupun tidak. Reaksi ini lazim disebut sebagai reaksi
esterifikasi karena menghasilkan biodiesel sebagai senyawa esternya. Reaksi pembuatan
biodiesel kerap juga disebut dengan reaksi alkoholisis karena menggunakan alkohol
sebagai bahan perekasi.
Adapun reaksi kimia antara asam lemak dan metanol membentuk biodiesel adalah
sebagai berikut :
katalis
O == R—C—OH + CH3OH O == R—C—OCH3 + H2O
(Asam Lemak) (Metanol) Metil ester asam lemak air
Reaksi esterifikasi biasanya memakai asam kuat sebagai katalisnya. Asam kuat
yang biasa dipakai sebagai katalis dalam proses esterifikasi adalah asam sulfat dan
asam klorida, namun asam sulfat lebih sering digunakan karena kandungan air yang
lebih sedikit.
Penelitian yang dilakukan oleh Maher pada tahun 2004 dan Ramadhas pada
tahun 2005, proses esterifikasi dilakukan secara dua tahap. Secara sederhana asam
lemak bebas dikonversi menjadi metil ester asam lemak dengan perlakuan katalis
asam pada tahap awal, dan pada tahap selanjutnya transesterifikasi sempurna
dilakukan dengan menggunakan katalis basa (Meher,2004).
Esterifikasi asam merupakan proses pendahuluan menggunakan katalis asam
untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga 2%, katalis asam umumnya adalah
asam sulfat dengan konsentrasi 0.5% (b/b CPO) (Ramadhas, 2005).
Esterifikasi dilakukan dalam wadah berpengaduk magnetik dengan kecepatan
konstan, hal ini penting untuk memastikan terjadinya reaksi diseluruh bagian reaktor,
kecepatan pengaduk sebesar 350 rpm.
Perbandingan mol yang sesuai antara metanol dan CPO pada proses
transesterifikasi basa adalah 9:1 (Meher,2004). Transesterifikasi menggunakan katalis
basa dilakukan didalam reaktor curah (batch reactor) pada suhu 60 oC. Waktu reaksi
yang dibutuhkan untuk mengkonversi trigliserida, digliserida dan monogliserida
menjadi metil ester adalah selama 60 menit. Konsentrasi katalis maksimum adalah 1%
KOH (b/b CPO).
11

2.3.1.1 Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi tetapi zat
tersebut tidak mengalami perubahan kimia pada akhir reaksi. Katalis tidak
berpengaruh pada energi bebas ∆G 0, jadi juga tidak berpengaruh terhadap tetapan
kesetimbangan k. Umumnya kenaikan konsentrasi katalis juga menaikkan kecepatan
reaksi, jadi katalis ini ikut dalam reaksi tetapi pada akhir reaksi diperoleh kembali
(Sukardjo, 2002).
Berdasarkan fasanya, proses katalisis dapat digolongkan menjadi katalisis
homogen dan katalisis heterogen. Katalisis homogen ialah katalis yang mempunyai
fasa sama dengan fasa campuran reaksinya, sedangkan katalisis heterogen adalah
katalis yang berbeda fasa dengan campuran reaksinya.
Katalisis homogen kurang efektif dibandingkan dengan katalisis heterogen
karena heterogenitas permukaannya. Pada katalisis homogen katalis sukar dipisahkan
dari produk dan sisa reaktanya sedangkan katalisis heterogen pemisahan antara katalis
dan produknya serta sisa reaktan mudah dipisahkan dengan demikian, karena mudah
dipisahkan dari campuran reaksinya dan kestabilannya terhadap perlakuan panas,
katalisis heterogen lebih banyak digunakan dalam industri kimia (Meher et al., 2006;
Bouaid et al., 2005; Felizardo et al., 2006; De Filippis et al., 2005; Zhang et al.,
2003).

2.3.2 Transesterifikasi
Ester merupakan suatu senyawa turunan asam karboksilat dimana gugus
hidroksi dari asam karboksilat digantikan oleh gugus alkoksi.Esterifikasi merupakan
reaksi pembentukan ester antara asam karboksilat dan alkohol, esterifikasi adalah
reaksi ionik yang merupakan kombinasi dari reaksi adisi dan penyusunan ulang
(rearrangement).
Reaksi esterifikasi dapat dibagi atas dua jenis, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Esterifikasi langsung, yang merupakan reaksi antara alkohol dengan asam
lemak.
RCOOH + R`OH  RCOOR` + H2O
12

Reaksinya merupakan reaksi substitusi nukleofilik gugus asil.Reaksinya


tidak langsung secara substitusi, tetapi melalui 2 tahap. Tahap pertama
adalah adisi nukleofilik dan diikuti tahap kedua yaitu eliminasi.
2. Transesterifikasi, yang meliputi reaksi:
a. Alkoholisis, merupakan reaksi antara ester dengan alkohol membentuk
ester yang baru.
RCOOR` + R``OH  RCOOR`` + R`OH
b. Asidolisis, merupakan reaksi antara ester dengan asam karboksilat
membentuk ester yang baru.
RCOOR` + R``COOH  R``COOR` + RCOOH
c. Interesterifikasi merupakan suatu reaksi ester dengan ester lainnya atau
disebut ester interchange.
Transesterifikasi atau alkoholisis adalah reaksi pertukaran gugus alkohol dari
suatu ester dengan ester lain. Kehadiran katalis (asam kuat atau basa kuat) akan
mempercepat pembentukan ester. Transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam-asam
Brönsted, lebih sering digunakan sulfonat dan asam sulfat (Anisa, 2010).
Reaksi antara minyak atau lemak dengan alkohol merupakan reaksi yang
bersifat bolak-balik. Oleh sebab itu alkohol harus ditambahkan berlebih untuk
membuat reaksi berjalan kearah kanan. Menurut azas Le Chatelier bahwa: “Setiap
perubahan pada salah satu variabel sistem keseimbangan akan menggeser posisi
keseimbangan kearah tertentu yang akan menetralkan/ meniadakan pengaruh variabel
yang berubah tadi” (Bird, 1993).
Biodiesel dapat berupa metil ester atau etil ester tergantung jenis alkohol yang
digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester karena metanol
mudah didapat dan tidak mahal. Metanol lebih reaktif dibandingkan dengan etanol,
sehingga penggunaan metanol menghasilkan mono dan diasilgliserol yang relatif lebih
rendah dibandingkan dengan penggunaan etanol pada kondisi reaksi yang sama
(Freedman, 1984).
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan sehingga digunakan
metanol berlebih untuk menggeser arah reaksi kekanan. Transesterifikasi dilakukan
pada suhu 50 oC – 70 oC dan pada kondisi tekanan atmosfer. Suhu reaksi pada
o
transesterifikasi minyak kelapa sawit yang sesuai adalah pada 60 C, hal ini
disebabkan karena suhu ini mendekati titik didih metanol (65oC) dan titik leleh CPO
(55 oC), pada suhu ini reaktan akan tercampur secara homogen (Foon, 2004).
13

Minyak dan lemak dengan kandungan asam lemak bebas dalam jumlah banyak
tidak dapat dikonversi secara langsung menjadi metil ester dengan menggunakan
katalis basa. Pengaruh negatif transesterifikasi katalis basa terhadap minyak dengan
kandungan asam lemak bebas yang tinggi akan mengakibatkan asam lemak bebas
bereaksi dengan katalis yang ditambahkan dan selanjutnya bereaksi menghasilkan
sabun, disamping itu sebagian katalis akan dinetralisasi. Jika terdapat air dalam reaksi,
sabun akan terbentuk dengan terlebih dahulu membentuk emulsi dengan metanol dan
minyak, sehingga reaksi metanolisis tidak dapat terjadi. Adanya sabun akan
menyebabkan naiknya koefisien viskositas dan pembentukan gel yang akan
mengganggu jalannya reaksi serta berpengaruh terhadap proses pemisahan gliserol
(Freedman, 1984).
14

BAB III
PROSES PEMBUATAN

3.1 Diagram Proses

Biji Jarak Pagar

Screw Press

Degumming

Filtrasi Metanol NaOH

Minyak Jarak
Pagar Mixer

Transesterifikasi
biodiesel, gliserol, sisa
methanol, sisa katalis, dan
sabun
Tangki
Distilasi
Methanol
biodiesel,
gliserol, sabun,
dan sisa katalis H3PO4 biodiesel, air Uap air
biodiesel,
Metil ester garam,FFA
FFA
Dekanter Netralisasi Pencucian Heater Flash drum
gliserol, sisa Biodiesel
katalis, dan garam
sabun
Cooler
Tangki
Asidulasi
Tangki
FFA Biodiesel
Dekanter Tangki FFA

garam
Gliserol
Dekanter Evaporator Tangki Gliserol

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Biodiesel dari Biji Jarak Pagar
15

3.2 Deskripsi Proses


Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam pembuatan biodiesel dari minyak
biji jarak pagar, yaitu:
1. Persiapan bahan baku dan bahan pembantu
2. Proses pembentukan biodiesel
3. Proses pemisahan biodiesel
4. Proses pemurnian biodiesel

3.2.1 Persiapan Bahan Baku dan Bahan Pembantu


Sebelum proses untuk menghasilkan biodiesel, terlebih dahulu biji jarak disortir
dari kotoran dan bahan ikutan lainnya. Setelah itu, biji jarak yang masih bersama
bungkilnya dimasukkan dalam mesin press untuk diproses dan menghasilkan minyak
mentah. Teknik pengepresan biji jarak ini dilakukan dengan menggunakan screw press
yang telah banyak digunakan di industri pengolahan minyak jarak saat ini. Dengan cara
ini biji jarak dipress menggunakan pengepresan berulir (screw) yang berjalan secara
kontinyu. Teknik ekstraksi ini tidak memerlukan perlakuan pendahuluan bagi biji jarak
yang akan diekstraksi. Tipe alat pengepres berulir yang digunakan dapat berupa
pengepres berulir tunggal (single screw press) atau pengepres berulir ganda (twin screw
press). Rendemen minyak jarak yang dihasilkan dengan teknik pengepres berulir
tunggal (single screw press) sekitar 25 - 35 persen, sedangkan dengan teknik pengepres
berulir ganda (twin screw press) dihasilkan rendemen minyak sekitar 40 - 45 persen.
Minyak biji jarak pagar tersebut mengalami proses degumming untuk
menghilangkan gum atau getah yang terkandung dalam minyak mentah jarak pagar
(CJO). Proses degumming ini dilakukan dengan memanaskan minyak hingga suhu
±90ºC. Setelah tercapai suhu ±90ºC, dilakukan penambahan asam phospate sebesar 1%
dari berat minyak kemudian diaduk selama 15 menit. Setelah selesai diaduk, minyak
biji jarak pagar tersebut disaring untuk membersihkan minyak dari proses degumming.

3.2.2 Proses Pembentukan Biodiesel


Proses pembuatan biodiesel menggunakan bahan baku minyak biji jarak pagar dan
methanol dengan katalis NaOH. Minyak yang digunakan merupakan minyak yang telah
mengalami proses degumming dan kandungan asam lemak bebasnya (FFA) kurang dari
0,5%. Minyak dari tangki penampung minyak dipompa menuju heater untuk
16

dipanaskan sampai suhu 60 °C yang selanjutnya akan diumpankan ke reaktor


transesterifikasi. Methanol dari tangki penampung methanol dipompa menuju mixer,
selanjutnya katalis NaOH juga diumpankan ke mixer untuk dilarutkan dengan methanol
dan bereaksi membentuk natrium metoksida. Methanol yang digunakan excess. NaOH
yang digunakan sebanyak 1% dari massa minyak. Larutan natrium metoksida
selanjutnya dipompa menuju reaktor transesterifikasi untuk direaksikan dengan minyak.
Reaksi transesterifikasi terjadi di reaktor transesterifikasi pada suhu 60 °C,
tekanan 1 atm, dan waktu tinggal 1 jam dengan konversi yang dihasilkan sebesar 98%.
Reaksi yang terjadi bersifat endotermis dan reversibel. Reaktor yang digunakan
merupakan reaktor CSTR dengan kecepatan putaran pengaduk 600 rpm. Reaktor
dilengkapi jaket pemanas dengan media pemanas berupa low pressure steam untuk
menjaga suhu reaksi. Setelah digunakan untuk memanaskan, steam akan berubah
menjadi kondensat dan dialirkan ke unit utilitas. Hasil reaksi berupa campuran
biodiesel, gliserol, sisa methanol, sisa katalis, dan sabun. Campuran hasil reaksi
selanjutnya akan menuju proses pemisahan biodiesel.

3.2.3 Proses Pemisahan Biodiesel


Campuran hasil reaksi dari reaktor dialirkan menuju kolom distilasi untuk
memisahkan methanol. Distilasi berlangsung pada suhu 70 °C dan tekanan 1 atm.
Produk atas berupa methanol 99,85% dan H2O 0,15% yang selanjutnya akan ditampung
dalam tangki penampung methanol. Hasil bawah berupa campuan biodiesel, gliserol,
sabun, dan sisa katalis selanjutnya dipompa menuju dekanter untuk memisahkan
biodiesel (metil ester). Kelarutan gliserol dalam metil ester kecil sehingga akan terpisah
antara gliserol di bagian bawah dan metil ester di bagian atas. Selanjutnya gliserol dan
metil ester akan dimurnikan.

3.2.4 Proses Pemurnian Biodiesel


Metil ester pada bagian atas dekanter dipompa menuju tangki netralisasi untuk
menetralkan sisa katalis NaOH dan mengikat sabun yang terbentuk selama reaksi. Pada
tangki netralisasi ditambahkan asam phosfat. Sabun akan bereaksi dengan asam phosfat
membentuk garam yang larut dalam air dan asam lemak bebas (FFA), sedangkan NaOH
akan bereaksi dengan asam phosfat membentuk garam. Reaksi yang terjadi sebagai
berikut ini :
17

RCOONa + H3PO4 RCOOH + Na3PO4


NaOH + H3PO4 Na3PO4 + H2O
Campuran biodiesel, garam, dan FFA akan menuju washing column untuk dicuci.
Netralisasi sebelum pencucian bertujuan untuk mengurangi jumlah air yang dibutuhkan
dan meminimalisasi potensi pembentukan emulsi ketika air ditambahkan pada biodiesel.
Garam akan dihilangkan selama proses pencuian dan FFA akan tetap bercampur dengan
biodiesel. Air dispray dari atas kolom sehingga garam akan larut bersama air dan turun
ke bawah, biodiesel dan FFA berada di bagian atas. Biodiesel akan dipisahkan
kandungan air yang masih terikut. Biodiesel dipanaskan dengan heater sampai suhu
100 °C selanjutnya dialirkan menuju flash drum untuk memisahkan uap air. Uap air
akan naik ke atas dan biodiesel akan turun. Produk biodiesel selanjutnya didinginkan
dalam cooler sampai suhu 30 °C. Biodiesel kemudian disimpan dalam tangki
penyimpanan biodiesel.
Gliserol, sabun, dan sisa katalis dari dekanter akan diumpankan ke tangki
asidulasi untuk menetralkan sisa katalis dan mengikat sabun. Proses yang terjadi sama
seperti tangki netralisasi. Gliserol, FFA, dan garam dari tangki asidulasi dialirkan
menuju dekanter. FFA tidak larut dalam gliserol sehingga akan berada pada bagian atas
dan dapat dipisahkan untuk selanjutnya disimpan pada tangki penampung FFA.
Selanjutnya garam akan diendapkan dalam dekanter. Gliserol akan diambil dan
dipekatkan dengan evaporator sehingga didapat gliserol dengan kemurnian 85 % dan
H2O 15%. Gliserol ditampung dalam tangki penampung gliserol.
18

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Anisa, 2010. Studi Pembuatan Metil Ester dari Minyak Kelapa Sawit dengan Katalis Padat
CaO/g Al2O3, http://farisarizki.blogspot.com/2010/11/studi-pembuatan-metil-ester-dari-
minyak.html, akses:22 November 2012
Bangun, N. 2008. Dimetil Ester Rantai Cabang Sebagai Energi Biodiesel Hasil Turunan
Asam Oleat Minyak Kelapa Sawit. Laporan Hasil Penelitan. Universitas Sumatera
Utara.
Bird, T., 1993. Kimia Fisika untuk Universitas. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Bouaid Abderrahim, Diaz Yolanda, Martinez Mercedes, Aracil Jose., 2005. Pilot Plant
Studies of Biodiesel Production using Brassicacarinata as Raw Material. Catalysis
Today 106, 193-196.
De Filippis P., Giavarani C., Scarsella M., Sorrentino M., 1995. Transesterification Processes
for Vegetable Oils: A Simple Control Method of Methyl Ester Content. Journal of the
American Oil Chemists 72,1399-1344.
Felizardo Pedro, Neiva Correia M. Joana, Raposo Idalina, Mendes Joao, Berkemeier Rui,
Bordado Joao Moura., 2006. Production of Biodiesel from Waste Frying Oils. Waste
Management 26, 487-494
Freedman B., Pryde E.H., Mounts T.L., 1984. Variables Affecting the Yields of Fatty Esters
from Transterified Vegetable Oils Journal of the American Oil Chemist’s Society 61,
1-2.
Leung D.Y.C., Guo Y., 2006. Transterification of Neat and Used Frying Oil: Optimization for
Biodiesel Production. Fuel Process Technology 87, 883-884.
Meher L.C., Sagar D. Vidya, Naik S.N., 2004. Technical Aspect of Biodiesel Production by
Transesterification-A Review. Renewable and Sustainable Energy Reviews 10, 248-
268.
Nazir Novizar., 2011. Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha
curcas l.) melalui Transesterifikasi In Situ, Katalis Heterogen dan Detoksifikasi.
Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, pp. 11-15.
Ramadhas A.S., Jayaraj S., Muraleedharan C., 2005. Biodiesel Production from High FFA
Rubber Seed Oil. Fuel 84, 335-340.
Sukardjo, 2002. Kimia Fisika. Bina Aksara, Yogyakarta.
19

Vicente, G., Martinez, M., Aracil, J., 2006. A Comparative Study of Vegetable Oils for
Biodiesel Production in Spain. Energy & Fuels 20, 394-398.
Zhang Y., Dube M.A.,McLean D.D., Kates M., 2003. Biodiesel Production from Waste
Cooking Oil: 2. Economic Assesment and Sensitivity Analysis. Bioresource
Technology 90, 229-240.

Anda mungkin juga menyukai