Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULAN

Energi saat ini menjadi kebutuhan yang mutlak dan harus dipenuhi. Hampir
semua sarana dan prasarana penunjang kehidupan manusia digerakkan oleh energi.
Sampai saat ini, energi sebagai penggerak roda perekonomian manusia masih dipasok
dari fossilfuel. Eksplorasi dan konsumsi bahan bakar fosil terus-menerus telah
menyebabkan penurunan cadangan minyak di seluruh dunia. Sebagai permintaan
energi dunia terus meningkat, cara yang paling cukup untuk memenuhi permintaan
adalah dengan mencari bahan bakar alternatif. Dari sudut perlindungan lingkungan,
menemukan bahan bakar alternatif yang berkelanjutan dan ramah lingkungan sangat
pentingkarena energi fosil merupakan energi yang terbatas dan kurang ramah
lingkungan. Proses pembakarannya menghasilkan efek yang kurang baik bagi
lingkungan dan kesehatan seperti efek green house, dikarenakan kandungan karbon
dioksida (CO2),sulfur dioksida (SO2), dan oksida nitrogen (NOx). (Amini, 2010)
Isu perubahan iklim global telah melatarbelakangi negara-negara industri maju
untuk melakukan upaya diversifikasi energi dengan menciptakan sumber-sumber
energi baru dan lebih meningkatkan penggunaan energi surya, air, angin, serta sumber-
sumber energi terbarukan (renewable) lain yang ramah lingkungan. Salah satu bahan
baku penghasil biodiesel yang cukup potensial adalah mikroalga. Berbagai keuntungan
untuk pengembangan mikroalga sebagai sumber energi alternatif.
Biofuel alga bisa menawarkan potensi besar dalam memberikan kontribusi
untuk masa depan bangsa sebagai energi terbarukan , serta untuk membantu
memenuhi Renewable Fuel Standard (RFS) dalam Independent Energi dan Security
Act of 2007 (EISA). Minyak alga dapat menjadi bahan baku yang cocok untuk density
energi yang besar, untuk biofuel terbarukan bagi daya, baik kendaraan ringan dan
berat, serta mesin jet dan kelautan (Ryan, 2012).
Beberapa tahun trakhir, dunia mengalami gejolak krisis energi. Melihat
kawasan Indonesia yang memiliki garis pantai yang besar, dimungkinkan akan banyak

1
industri mikroalga yang tumbuh di sepanjang pantai atau daerah dengan lahan tandus
yang tak mungkin ditanami tumbuhan produktif, dapat diupayakan untuk dijadikan
kolam budidaya mikroalga.sebagai salah satu produk renewable yang dapat digunakan
sebagai bahan bakar penganti bahan bakar fosil (Nur, 2014).
Mikroalga telah disarankan sebagai salah satu kandidat yang sangat baik untuk
produksi bahan bakar karena beberapa keuntungan, yaitu dari segi efisiensi fotosintetik
yang tinggi, produksi biomassa yang tinggi dan pertumbuhan yang lebih cepat
dibandingkan energy dari tanaman pangan lainnya. Sistem mikroalga juga
menggunakan air lebih sedikit daripada tanaman biji tradisional. Ada beberapa jenis
mikroalga yang dapat menghasilkan minyak untuk bahan baku biodiesel, salah satunya
adalah Nannochloropsis sp. Beberapa spesies mikroalga dapat diinduksi untuk
maenghasilkan minyak yang tinggi (Shenan, 1998). Nannochloropsis oculata adalah
salah satu alga yang paling efisien dalam menangkap dan memanfaatkan energi cahaya
dan CO2 untuk keperluan fotosintesis. Mikroalga ini tidak hanya memiliki kapasitas
untuk memproduksi produk alga yang bernilai tinggi tetapi juga memiliki kemampuan
untuk berkembang biak hanya dengan menggunakan cahaya matahari, karbon dioksida
dan air laut.Berdasarkan alasan inilah mikroalga mampu menghasilkan lebih banyak
minyak per unit area lahan dibandingkan tanaman darat. Mikroalga merupakan
biomassa yang sangat efisien dalam mengambil bentuk limbah menjadi karbon (zero
waste) dan mengubahnya menjadi bentuk energy cair berdensitas tinggi (minyak
nabati).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bioreaktor


Bioreaktor atau yang juga dikenal dengan fermentor adalah tangki atau wadah
dimana didalamnya terdapat sel (mikrobia) yang mengubah bahan dasar menjadi
produk biokimia dengan atau tanpa produk sampingan. bioreaktor/ reaktor biologi/
fermenter suatu wahana/ tempat untuk keberlangsungan proses fermentasi
/transformasi bahan dasar menjadi produk yang dinginkan yang dilakukan oleh sistem
enzim dalam mikroba atau enzim yang diisolasi. Bioreaktor merupakan sistem tertutup
untuk reaksi biologis dari suatu proses bioteknologi. Menurut Dwiari et al (2008),
fermentor adalah peralatan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dalam
medium cair. Parameter-parameter seperti pH, komposisi medium, suhu, pengadukan,
konsentrasi metabolit dan gas dapat dimonitor serta dikendalikan. Bioreaktor
(fermentor) merupakan bejana fermentasi aseptis untuk produksi senyawa oleh
mikrobia melalui fermentasi. Bioreaktor dirancang untuk proses fermentasi secara
anaerob dan aerob. Fungsi utama bioreaktor adalah memberikan lingkungan terkontrol
bagi pertumbuhan mikroorganisme atau campuran tertentu mikroorganismeuntuk
memperoleh produk yang diinginkan. Bioreaktor hendaknya mencegah kontaminasi
produksi dr lingkungan pd kultur sambil mencegahpelepasan kultur ke lingkungan.
Bioreaktor sebaiknya memiliki instrumentasi untuk pemeriksaan agar terjadi
pengawasan proses optimum.
Di Indonesia upaya penelitian lebih berkembang ke arah teknologi secara
biologi dengan menggunakan fotobioreaktor.Fotobioreaktor merupakan reaktor yang
dirakit dari bahan tembus pandang (gelas, akrilic, plastik) yang dilengkapi dengan
instalasi suplay media dan emisi gas untuk mengkultur mikroalga dalam rangka
penyerapan gas CO2. Teknologi fotobioreaktor yang diterapkan pada mikroalga dinilai
efektif mereduksi emisi CO2 karena kemampuan mikroalga dalam mengabsorbsi CO2
dalam proses fotosintesis yang terjadi di saat siang hari. Energi surya yang diterima
dalam satu hari (solar insolation dan solar iradiation) dapat bervariasi mulai dari 0.55

3
kWh/m2 (2MJ/m2) pada daerah dingin sampai 5.55 kWh/m2 (20MJ/m2) pada daerah
tropis (Widyaningrum, 2014). Menurut Solarex (1996) dalam Widyaningrum (2014),
melalui peta potensial radiasi global untuk daerah Jawa Timur memiliki nilai radiasi
matahari 4 PSH.Pemanfaatan energi surya untuk suplai tenaga listrik fotobioreaktor
merupakan salah satu solusi untuk mencapai sistem produksi mikroalga yang
menggunakan energi terbarukan. Pada pengoperasian fotobioreaktor diperlukan
sumber tenaga untuk menyuplai energi dengan sistem kontrol, monitoring dan
peralatan pendukung lain yang diperlukan. Input dan utput energi yang digunakan
dalam penggunaan fotobioreaktor ini dapat diketahui selama masa eksperimen
sehingga didapatkan data energi yang digunakan dan yang dihasilkan.

2.2 Biodisel
Ide bahan bakar dengan bahan dasar minyak lemak nabati untuk produksi diesel
telah diusung selama satu abad lalu. Penemuan potensi minyak lemak nabati ditemukan
oleh ilmuwan terkenal pada abad ke 19 bernama Rudolf Diesel (Wang, 2009). Pada
tahun 1912, Rudolf Diesel menyatakan “penggunaan minyak nabati untuk bahan bakar
mesin mungkin tampak tidak signifikan hari ini. Tetapi minyak tersebut sama
pentingnya dengan minyak bumi dan batu bara”(Agarwal, 2007).

4
Minat untuk mengembangkan teknologi bahan bakar biodiesel selama bertahun
– tahun rendah karena ketersediaan dari minyak bumi yang melimpah. Perkembangan
bahan bakar biodiesel didorong oleh potensi untuk menanggulangi masalah pada era
ekonomi global yaitu bagaimana untuk menghasilkan ketersediaan energi secara
mandiri, mengurangi dampak lingkungan, dan menghasilkan bahan bakar terjangkau
sehingga dapat bersaing dengan bahan bakar diesel konvensional. Pengembangan
teknologi diperlukan agar bahan bakar biodiesel dapat diproduksi dengan skala besar.
Beberapa teknologi yang dikembangkan mencakup pembentukan skema dengan bahan
baku biaya rendah, pengembangan teknologi pemurnian biodiesel mentah,
pengembangan katalis untuk menghasilkan perolehan biodiesel yang tinggi, dan
eksplorasi dari produksi biodiesel dengan meminimalkan penggunaan air dan energi
(Renardi, 2007).
Biodiesel terdiri dari monoalkyl ester yang dapat terbakar dengan bersih.
Biodiesel bersifat terbarukan,dapat menurunkan emisi kendaraan, bersifat melumasi
dan dapat meningkatkan unjuk kerja mesin. Biodiesel dibuat dengan cara methanolisis
minyak atau lemak dengan reaksi transesterifikasi dengan katalis basa ataupun asam
yang menghasilkan methyl ester. Ester alkil (metil, etil, isopropil, dan sejenisnya) dari
asam lemak (SNI 04-7182-2006), yang digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk
petrodiesel, baik 100% penggunaan maupun berupa campuran dengan petrodiesel.
Bahan baku pembuat biodiesel adalah sumber daya hayati terbarukan, seperti minyak
nabati dan lemak hewani (Ma dan Hanna, 2001).

5
Table 1. Standar Biodisel Internasional (Renardi, 2016)

Biodiesel memiliki tingkat polusi yang lebih rendah dari pada solar dan dapat
digunakan pada motor diesel tanpa modifikasi sedikitpun. Biodiesel dianggap tidak
menyumbang pemanasan global sebanyak bahan bakar fosil. Mesin diesel yang
beroperasi dengan menggunakan biodiesel menghasilkan emisi karbon monoksida,
hidrokarbon yang tidak terbakar, partikulat, dan udara beracun yang lebih rendah
dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar petroleum

2.3 Mikroalga
Mikroalga adalah kelompok tumbuhan berukuran renik yang termasuk dalam
kelas alga, diameternya antara 3-30 μm, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di
seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang lazim disebut fitoplankton.
Morfologi mikroalga berbentuk uniseluler atau multiseluler tetapi belum ada
pembagian tugas yang jelas pada sel-sel komponennya. Hal itulah yang membedakan
mikroalga dari tumbuhan tingkat tinggi (Romimohtarto, 2004).
Mikro alga diklasifikasikan menjadi empat kelompok antara lain: diatom
(Bacillariophyceae), alga hijau (Chlorophyceae), alga emas (Chrysophyceae) dan alga
biru (Cyanophyceae) (Isnansetyo &Kurniastuty, 1995). Penyebaran habitat mikroalga
biasanya di air tawar (limpoplankton) dan air laut (haloplankton). Berdasarkan
distribusi vertikal di perairan, mikroalga dikelompokkan menjadi tiga yaitu hidup di
zona euphotik (ephiplankton), hidup di zona disphotik (mesoplankton), hidup di zona

6
aphotik (bathyplankton) dan yang hidup di dasar perairan/ bentik (hypoplankton).
Mikroalga merupakan kelompok organisme yang sangat beragam dan memiliki
berbagai potensi yang dapat dikembangkan sebagai sumber pakan, pangan, dan bahan
kimia lainnya. Kandungan senyawa pada mikroalga bervariasi tergantung dari
jenisnya, factor lingkungan dan nutrisinya.
Mikroalga memiliki kandungan minyak cukup besar dan dapat digunakan
sebagai salah satu bahan utama penghasil bahan bakar. Agar perolehan alga dapat lebih
mudah, maka dilakukan, pembiakan atau budidaya baik dalam skala laboratorium
(menggunakan erlenmeyer) atau menggunakan alat berupa bioreaktor untuk skala
besar. Mikroalga merupakan organisme tumbuhan yang paling primitif yang berukuran
renik, dan hidup di seluruh wilayah perairan, baik air tawar maupun air laut. Mikroalga
memang sudah lama dipergunakan untuk industri farmasi, kesehatan dan sebagainya.
Mikroalga diklasifikasikan sebagai tumbuhan karena memiliki klorofil dan mempunyai
suatu jaringan sel menyerupai tumbuhan tingkat tinggi. Melalui pendekatan suatu
skema klasifikasi, spesies mikroalga dikarakterisasi berdasarkan kesamaan morfologi
dan biokimia (Diharmi, 2001).
Mikroalga merupakan salah satu organisme yang dapat dinilai ideal dan
potensial untuk dijadikan sebagai bahan baku produksi biofuel. Kandungan lipid dalam
biomassa mikroalga kering spesies tertentu dapat mencapai di atas 50% dengan
pertumbuhan yang sangat cepat (Widyaningrum, 2013).
Table 2. Kadar minyak pada mikroalga

Jenis Alga Kadar Minyak (%bk)

Botryococcus braunii 25-75


Chlorella sp. 28-32
Crypthecodin iumcohnii 20
Cylindrotheca sp 16-73
Dunaliella primolecta 23
Sochrysis sp. 25-33
Monallanthus salina >20
Nannochloris sp. 20-35
Nannochloropsis sp. 31-68
Neochloris oleoabundans 35-54

7
Nitzschia sp. 45-47
Phaeodactylum tricornutum 20-30
Schizochytrium sp. 50-77
Tetraselm issueica 15-23

Nannochloropsis oculata adalah salah satu alga yang paling efisien dalam
menangkap dan memanfaatkan energi cahaya dan CO2 untuk keperluan fotosintesis.
Mikroalga ini tidak hanya memiliki kapasitas untuk memproduksi produk alga yang
bernilai tinggi tetapi juga memiliki kemampuan untuk berkembang biak hanya dengan
menggunakan cahaya matahari, karbon dioksida dan air laut. Selain itu,
Nannochloropsis sp. dapat tumbuh dengan kerapatan sel yang tinggi (50 dan 27.5 g/L)
dalam kondisi tumbuh autothropic dan menghasilkan konten tinggi lipid (52% dan
46%) (Moazami, 2011).

2.4 Perancangan Fotobioreaktor


Bahan yang digunakan dalam pembuatan fotobioreaktor ini adalah Algae
Nannochloropsis oculata, Nutrisi algae yaitu jenis nutrisi algae yang dibutuhkan adalah
pupuk Walne dan vitamin, Air Payau (campuran air laut dan air tawar) dengan salinitas
35 ppt. Alat yang digunakan dalam fotobioreaktor ini adalah drum plastic berdiameter
40 cm dan tinggi 60 cm,plastik PE 0,10 mm dengan panjang 150 m dan lebar 80 cm,
Pipa pralon ¾ cm dengan panjang 20 cm dan 80 cm, Besi pancang dengan tebal 2 cm
dan lebar 4 cm, dua buah selang plastik bening berdiameter ¾ cm dengan panjang 180
cm dan 60 cm, aerator,pompa celup, lem pipa dan lem tembak, kran air, PV panel,
baterai, controller, inverter, data logger, sensor temperatur, pyranometer,
thermocouple,hall-effect current sensor, power resistor, haemocytometer, mikroskop,
do meter, luksmeter.
Pelaksanaan Fotobioreaktor
1.Persiapan Bibit
Nannochloropsis oculata (Inokulasi) Bibit dibeli dari kultur murni budidaya
pakan alami Nannochloropsis oculata Setiap liter media pada pemeliharaan

8
Nannochloropsis oculata skala semi masal menggunakan bioreaktor sederhana ini
mengunakan pupuk dengan 1 ml formulasi pupuk walne.
Sebelum dilakukan kultivasi semi massal inokulan dikultur agar dapat
beradaptasi dengan lingkungan kultivasi semi masal. Proses kultivasi inokulan
dilakukan selama satu minggu dengan volume sebesar 500 ml dengan menggunakan
erlenmeyer. Untuk mendapatkan inokulan yang kuat diperlukan cahaya yang cukup,
suhu, pH, dan aerasi. Cahaya yang digunakan berasal dari lampu neon 40 watt.
Inokulan ini akan mendapatkan perlakuan media yang sama dengan kultivasi semi
massal yang akan dilakukan.
2.Persiapan Media Air payau
Fotobioreaktor ini memiliki syarat media kultur sebagai berikut :
a) Media kultur yang dipakai adalah air payau dengan kisaran salinitas 25-35 ppt.
b) Aquades diperlukan untuk pengenceran air payau sehingga mendapatkan
salinitas yang diinginkan.
3.Kultivasi Mikroalga Nannochloropsis oculata
Mikroalga ini mengalami proses kultivasi yang prosesnya adalah sebagai berikut:
a) Air payau 27,5 liter direbus hingga mendidih dan ditunggu hingga dingin,
kemudian dituang ke dalam drum yang sudah disterilisasi menggunakan air
panas.
b) Bibit Nannochloropsis oculata sebanyak 2,5 Liter dituangkan ke dalam drum.
Kondisi campuran antara air payau dengan mikroalga memiliki kepadatan alga
sebesar ± 1 x 106cell/ml.
c) Campuran antara mikroalga dengan air payau yang diberi nutrisi pupuk walne
kemudian ditempatkan ke drum kemudian diberi aerator agarproses aerasi tetap
berlangsung.
Pemakaian alat fotobioreaktor photovotaic hanya menggunakan energi pompa
untuk melakukan proses perkembangbiakan dan pertumbuhan mikroalga tanpa
menggunakan lampu TL. Hal ini dilakukan agar energi yan didapatkan dari eksperimen
ini lebih besar daripada energi yang digunakan dari pompa celup. Energi yang

9
didapatkan dari penelitian ini berasal dari minyak yang dihasilkan mikroalga
Nannochloropsis oculata.
Kepadatan sel Nannochloropsis oculata tertinggi pada perlakuan ini yaitu pada hari
ke-5 yang diamati pada sore hari. Peningkatan kepadatan alga tersebut disebabkan oleh
bertambahnya jumlah sel secara signifikan. Kepadatan sel Nannochloropsis oculata
pada awal kultivasi adalah 107,5 × 104 cell/mL. Pertumbuhan masa puncak pada sel
Nannochloropsis oculata terjadi pada hari ke-5 yaitu mencapai 525 × 104 cell/mL.
Besarrnya laju debit alir yang digunakan dapat menyebabkan media terpapar lebih
lama dalam mendapatkan sinar matahari sehingga proses fotosintesis berlangsung
optimal. Hal ini mengakibatkan laju pertumbuhan dan kepadatan alga Nannochloropsis
oculata semakin menurun apabila mendapatkan sinar matahari yang didapat sedikit.
Kurangnya cahaya yang dibutuhkan untuk aktifitas fotosintesis akan menyebabkan
proses fotosintesis tidak berlangsung normal sehingga mengganggu metabolisme
selanjutnya. Andriyono (2001) menjelaskan bahwa periode penyinaran dapat
berpengaruh dalam proses sintesis bahan organik pada fotosintesis karena hanya
dengan energi yang cukup proses tersebut dapat berjalan dengan lancar.
Menurut widyaningrum (2014) parameter pertumbuhan Nannochloropsis oculata
antara lain :
a) Nannochloropsis oculata dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 7.0-9.5.
b) Debit aliran 0.8 L/menit merupakan perlakuan optimum untuk mendapatkan
kepadatan tertinggi dengan ph yang berkisar 7.06-8.06.
c) Nannochloropsis oculata dimana dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu
25-30 ºC
d) Kisaran nilai disolved oksigen pada penelitian memiliki kondisi yang baik
untuk perkembangbiakan dan pertumbuhan mikroalga Nannochloropsis
oculata karena pasokan O2 yang dihasilkan pada proses fotosintesis cukup
tinggi. Pada siang hari kadar oksigen berada pada kondisi yang baik, ketika
cahaya yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis mencukupi. Namun pada
malam hari fotosintesis tidak dapat berlangsung sehingga dimungkinkannya
defisit oksigen karena pemanfaatan oksigen yang tetap berlangsung dari adanya

10
proses respirasi. Hal ini akan berdampak pada laju pertumbuhan alga
Nannochloropsis oculata yang akan semakin berkurang.
e) Kisaran salinitas yang optimum alga adalah 25 ppt-35 ppt
f) Faktor intensitas cahaya matahari penting untuk pertumbuhan mikroalga. Hal
ini karena cahaya membantu proses fotosintesis saat alga Nannochloropsis
oculata melakukan perkembangbiakan. Intensitas cahaya yang digunakan
berkisar antara 0-20.000 luks. Kisaran angka yang relatif jauh ini dikarenakan
tidak adanya encahayaan saat malam hari dan penerimaan cahaya saat siang
hari sangat tinggi. Intensitas cahaya yang sangat tinggi justru enjadikan
terhambatnya proses fotosintesis (fotoinhibisi) sedangkan intensitas yang
terlalu rendah menjadi pembatas bagi proses fotosintesis.

11
BAB III

PENUTUP

Mirkroalga Nannochloropsis oculata dapat digunakan sebagai bifoel sebagai


penganti bahan bakar fosil.Bioreaktor dirancang dengan menggunakan prinsip
resirkulasi, dengan mikroalga beserta medianya diresirkulasikan untuk berfotosintesis
dengan debit aliran dari bioreaktor adalah 0.8 liter/menit. Perancangan bioreaktor
sederhana ini telah memenuhi syarat tumbuh mikroalga dengan nilai Intensitas cahaya
yang digunakan berkisar antara 0-20.000 luks, pH 7.0-9.5, suhu, dan salinitas yang
optimum alga adalah 25 ppt-35 ppt Kepadatan sel Nannochloropsis oculata pada awal
kultivasi adalah 107,5 × 104 cell/mL. Pertumbuhan masa puncak pada sel
Nannochloropsis oculata terjadi pada hari ke-5 yaitu mencapai 525 × 104 cell/mL.

12
Daftar Pustaka

Agarwal AK. 2007. Biofuels(Alchols and Biodisel) Applications as Fuels for Internal
Combustion Engines. Jurnal Energy Combustion Science. Vol. 33. Hal 233-271
Armini S., Susilowati R. 2010. Produksi Biodiseldari Mikroalga Botryococcus braunii.
Squalen. Vol. 5 No. 1
Diharmi A. 2001.Pengaruh Pencahayan Terhadap Kandungan Pigmen Bioaktif
Mikroalga Spirulina platensis Strain Local (Ink). Institut Pertanian Bogor, Bogor
Ma F., Hanna MA. 2001. Biodiesel Production : A Review. Bioresource Tech.Vol. 70.
Hal 77-82.
Moazami, N. Ranjbar, R. Ashori, A. Tangestani, M. and A.S. Nejad, , 2011. Biomass
And Lipid Productivities Of Marine Microalgae Isolated From The Persian Gulf
And The Qenshm Island,biomass and Bioenergy 35, 1935-1939.
Nur MMA. 2014. Potensi Mikroalga sebagai sumber pangan fungsonal diindonesia
(overview). Eksergi. Vol XI. No. 2
Romimohtarto, K. 2004. Meroplankton Laut : Larva Hewan Laut yang Menjadi
Plankton. Djambatan.Jakarta.
Ryan, D., Daniel, F., Edward, D.F., Mark, S. W., 2012. Renewable diesel from algal
lipids: An integrated baseline for cost, emissions, and resource potential
from a Harmonized model. NREL, Argonne national laboratory.
Renardi A. 2016.Produksi dan Pemuarnian Biodisel dengan Teknologi Membran.
Institut teknolgi Bandung
Sheehan J, Dunahay T , Benemann J., Roessler P. 1998. A Look Back At The U.S.
Department Of Energy's Aquatic Species Program: Biodiesel From Algae.
National Renewable Energy Laboratory. USA, 1998.
Wang Y., Xingguo W., Yuanfa L., Shihyi O., Yanlai T., Shueze T. 2009. Refining
ofBiodisel by Ceramic Membran Separation. Juenal Fuel Processing
Technology. Vol 90. Hal. 422-427
Widyaningrum NF., susilo B., Hermanto MB. 2013. Studi Eksperimental
Fotobioreaktor Photovoltaic untuk Produksi Mikroalga (Nannochoropsis
oculata). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. Vol. 1. No. 2

13

Anda mungkin juga menyukai