OLEH KELOMPOK 5
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Karbon aktif ampas tebu digunakan sebagai penyerap zat warna untuk
congo red (Yoseva et al,2015) zat warna metilan biru (Utomo et al,2015)
Kation basa zat warna (Farahadi et al,2011)
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan
berbahaya dikenal dengan limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam
jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan
sumberdaya (Pari,2002).
2.2 Adsorpsi
Arang adalah suatu bahan padat berpori yang dihasilkan melalui proses
pirolisis dari bahan-bahan yang mengandung karbon (Sudrajat dan Soleh,1994).
Arang aktif atau karbon aktif adalah arang yang konfigurasi atom karbonnya
dibebaskan dari ikatan dengan unsur lain serta rongga atau porinya dibersihkan
dari senyawa lain atau kotoran, sehingga permukaan dan pusat aktifnya menjadi
luas atau meningkatkan daya adsorbsi terhadap cairan dan gas (Trisnawati,2004).
Pada prinsipnya, pengolahan arang menjadi arang aktif adalah proses
untuk membuka pori-pori arang agar menjadi lebih luas, yaitu dari luas 2 m2/g
pada arang menjadi 300 2000 m2/g pada arang aktif. Arang aktif dapat
dibedakan dari arang berdasarkan sifat pada permukaannya. Permukaan pada
arang masih ditutupi oleh deposit hidrokarbon yang menghambat keaktifannya,
sedangkan pada arang aktif permukaannya relatif telah bebas dari deposit dan
mampu mengadsorbsi karena permukaannya luas dan pori-porinya telah terbuka
(Rasjiddin, 2006).
Ampas tebu adalah suatu residu dari proses penggilingan tanaman tebu
(saccharum oficinarum) setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya pada Industri
pemurnian gula sehingga diperoleh hasil samping sejumlah besar produk limbah
berserat yang dikenal sebagai ampas tebu (bagasse).
Zat warna reaktif pertama kali diproduksi tahun 1956. Zat warna jenis ini
pada aplikasinya akan sulit dihilangkan karena adanya ikatan kovalen yang kuat
antara atom karbon dari zat warna dengan atom O, N, atau S dari gugus hidroksi,
amino atau thiol dari polimer. Zat warna reaktif mempunyai berat molekul yang
relatif kecil. Keuntungan zat warna reaktif adalah spektra absorpsinya runcing dan
jelas, strukturnya relatif sederhana, dan warnanya lebih terang (Hunger K, 2003).
Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi
dengan serat, sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat. Oleh
karena itu hasil celupan zat warna reaktif mempunyai ketahanan cuci yang sangat
baik (Djufri, 1976). Zat warna reaktif yang sering digunakan pada industri batik
antara lain Procion, Cibracon, Drimaren, dan Lavafix, yang dapat mengadakan
reaksi substitusi dengan serat dan membentuk ikatan ester, dan zat warna
Remazol, Remalan, dan Primazin, yang dapat mengadakan reaksi adisi dengan
serat dan membentuk ikatan eter.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ampas tebu,
NaOH 6%, NaOH 1 M, Larutan standar Procion Merah, HCl 1 M, dan Kertas pH.
Ampas tebu sebanyak 500 g dibersihkan dan dirajang kecil kecil, lalu di
rendam kedalam NaOH 6% selama 24 jam. Hasil rendemen kemudian dicuci
dengan air hingga mencapai pH netral (6-7), lalu dikeringkan dengan
menggunakan oven pada temperature 100o-110oC selama 24 jam. Ampas tebu
yang telah kering digiling dengan menggunakan penggilingan lalu dikarbonisasi
pada suhu 450oC selama 2 jam, sehingga diperoleh karbon aktif dari ampaas tebu
sebanyak 72,55 g. Karbon yang dihasilkan kemudian dilakukan karakterisasi
FTIR di laboratorium Kimia Organk FMIPA Universitas Gajah Mada dan BET
dilaboratorium Kimia Instrumen Universitas negeri semarang. Pencarian panjang
gelombang maksimum untuk pengukuran zat warna procion merah oleh
spectrometer UV-Vis dilakukan pada larutan standar berkonsntrasi 7 mg/L. pada
panjang gelombang 500-550 nm. Panjang gelombang yang memberikan serapan
maksimum diperoleh sebesar 542 nm. Panjang gelombang maksimum ini
selanjutnya digunakan ketika mengukur absorbansi larutan standar procion merah
(0, 5, 7, 10, 15, dan 20 mg/L) dan larutan dari berbagai perlakuan penelitian.
Karbon aktif yang terbuat dari ampas tebu sebanyak 0,1 g dimasukan
kedalam Erlenmeyer yang berisi 50 mL larutan standar procion merah
berkonsentrasi 20 mg/L. terdapat lima waktu kontak yang diteliti, sehingga
dengan tiga kali pengulangan terdapat total 15 satuan percobaan. Campuran di
aduk dengan menggunakan shaker berkecepatan 150 rpm dengan variasi waktu
30, 60 90, 120, 150 menit, lalu campuran didiamkan selama 15 menit selanjutnya
disaring menggunakan kertas saring. Filtrate yang diperoleh diukur absorbansinya
dengan menggunakan spektofotometer UV Vis untuk kemudian dianalisis untuk
memperoleh waktu kontak optimum.
3.2.3 Perlakuan pH
Karbon aktif dari ampas tebu dengan berat optimum sebagaimana hasil
penelitian perlakuan berat karbon aktif dimasukkan dalam Erlenmeyer yang berisi
50 mL larutan standar procion merah berkonsentrasi 20 mg/L. Campuran ditetesi
HCl 1 M ataupun NaOH 1 M agar diperoleh pH 4,5,6,7,8 dan 9. Dengan tiga
ulangan, maka terdapat 18 satuan percobaan. Campuran diaduk dengan shaker
berkecepatan 150 rpm selama waktu kontak yang dihasilkan pada proses
sebelumnya, lalu didiamkan selama 15 menit dan disaring. Filtrat yang diperoleh
diukur adsorbansinya dengan menggunakan spectrometer UV Vis sehingga
diperoleh pH optimum karbon aktif.
3.2.4 Perlakuan Kapasitas Adsorpsi
3.2.5 Aplikasi Karbon Aktif Terhadap Limbah Cair Industri songket pada
kondisi optimum.
4.1 Hasil Karakterisasi Karbon aktif Ampas Tebu Dengan menggunakan FTIR
(-COO-) dan hidroksil (-OH) (Li et al, 2016). Sebagaimana yang disajikan pada
Gambar 1, Karbon aktif ampas teb memiliki gugus fungsi CO- pada daerah
serapan 1705,07 cm-1 dan fungsi gugus OH pada daerah serapan 3410,15 cm-1.
Permukaan karbon memiliki karakter yang unik yaitu struktr penyerap yang
menentukan daya serapnya (Bansal dan Golan,2005). Karbon aktif dari ampas tebu
memiliki luas permukaan 29,21 m2/g dan diameter pori 30,17 A. Ukuran pori ini
tergolong mesopori. Karbon aktif dengan dominasi mesopori umumnya digunakan
sebagai penyerap molekul-molekul besar seperti zat warna (Setianingsih et al., 2008).
4.3 Pengaruh Waktu Kontak Karbon Aktif Terhadap Penyerapan Zat warna
Procion Merah
Waktu kontak merupakan salah satu variable kondisi optimum adsorpsi yang
dicapai oleh karbon aktif, waktu kontak optimum dicapai ketika kesetimbangan
adsorben tidak mampu lagi menyerap adsorbat. Pada gambar 2 menunjukan bahwa
karbon aktif dari ampas tebu memiliki waktu kontak 90 menit dengan daya serapnya
sebesar 6,90 mg/g dan efesiensi penyerapan sebesar 69,04%. Setelah 90 menit waktu
kontak, daya serap relative tidak meningkat lagi.
Hal ini menunjkan 1g karbon aktif ampas tebu mampu mengadsorpsi 6,9 mg
zat warna procion merah dengan persentase penurunan konsentrasi sebesar 69% dari
konsentrasi awal zat warna.
4.4 Pengaruh Berat Karbon Aktif terhadap penyerapan Zat warna procion Merah.
3.7 Aplikasi Karbon Aktif dari Ampas Tebu pada limbah cair industry songket
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Karbon aktif dari ampas tebu memiliki gugus fungsional CO- dan OH dan
termasuk karbon aktif mesopori. Adsorpsi zat warna procion merah oleh karbon aktif
dari ampas tebu memiliki kondisi optimum waktu kontak ke 90 menit berat adsorben
sebesar 0,1 g, pH optimum 5. Serapan isothermal Langmuir menunjukan serapan
maksimum 0,45 mg/L dan energi serapan 4,35 kj/mol. Penelitian ini menunjukan
karbon aktif dari ampas tebu digunakan untuk mengurangi kadar zat warna procion
merah dalam limbah cair industry songket.
5.2 Saran
Efisiensi penyerapan yang dilakukan oleh karbon aktif terhadap larutan zat
warna procion merah dapat ditingkatkan dengan melakukan perbandingan adsorben
terhadap adsorbat yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P. W., 1999, Kimia Fisika, (diterjemahkan oleh : Kartahadiprojo Irma I),edisi
ke-2, Erlangga, Jakarta
Li, F., K. Shen, X. Long, J. Wen, X. Xie., X. Zeng, Y. Liang, Y. Wei, Z. Lin, Huang,
R.Zhong, 2016. Preparation and characterization of Biochars from Eichornia
Crassipes for Cadmium Removal in Aqueous Solutions. Journalpone, pp. 1-13.
Rasjiddin I. 2006. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jambu Mede
(Anacardium occidentale) sebagai Adsorben pada Pemurnian Minyak Goreng
Bekas. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Said, M., 2008. Pengolahan Limbah cair Hasil pencelupan benang songket dengan
metode filtrasi dan adsorpsi. Jurnal penelitian sains 11, pp. 479-480.
Setianingsih, T., Hasanah, U., Darjito, 2008. Kajian pengaruh Temperatur Aktivasi
Mesopori Berbahan dasar Limbah Kompleks Lumpur industry Tekstil Indo. J.
Chem 8, pp. 348-352.
Sudrajat R, Soleh S. 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Bogor:Puslitbang
Hasil Hutan dan SosialEkonomi Kehutanan.
Trisnawati D. 2004. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Biji Jarak Pagar
(Jatropha curcas L) sebagai Adsorben pada Pemucatan Minyak. [Skripsi].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Yoseva, P. L., M. Akmal, S. Halida, 2015. Pemanfaatan Limbah Ampas tebu sebagai
Adsorben Untuk Peningkatan Kualitas Air Gambu. JOM FMIPA 2: 56-63.