Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat vital. Secara langsung air
di-perlukan untuk minum, memasak, mandi, mencuci dan bersuci. Secara tidak
langsung air dibutuhkan sebagai bagian ekosistem yang dengannya kehidupan di bumi
dapat berlangsung (Rahman, 2004). Air sumur merupakan salah satu sumber air bersih
yang berasal dari tanah yang biasanya digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari (Gabriel, 2001). Namun untuk saat ini ketersediaan air bersih
yang bebas akan zat pencemar secara kualitas dan kuantitas semakin menurun, dan ini
disebabkan oleh air sumur yang mengalami kontak dengan berbagai material yang
terdapat di dalam bumi, sehingga pada umumnya air sumur mengandung kation dan
anion terlarut dab beberapa senyawa anorganik. Ion-ion yang sering ditemui pada air
sumur adalah Fe (Rahman, 2004).
Salah satu cara pengelolaan air yaitu dengan teknik adsorpsi dengan karbon aktif
yang merupakan metode untuk menghilangkan polutan organik. Adsorben yang biasa
digunakan dalam pengolahan air bersih (juga air limbah) adalah arang aktif atau karbon
aktif. Kecepatan adsorpsi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
konsentrasi, luas permukaan, suhu, ukuran partikel, pH, dan waktu kontak
(Eketrisnawan, 2016).
Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat
tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom atau
molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap ke dalam. Adsorpsi dapat terjadi pada
antarfasa padat-cair, padat-gas atau gas-cair. Molekul yang terikat pada bagian
anatrmuka disebut adsorbat, sedangkan permukaan yang menyerap molekul-molekul
adsorbat disebut adsorben. Pada adsorpsi, interaksi antara adsorben dengan adsorbat
hanya terjadi pada permukaan adsorben. Adsorpsi adalah gejala pada permukaan,
sehingga makin besar luas permukaan, maka makin banyak zat yang teadsorpsi.
Walaupun demikian, adsorpsi masih bergantung pada sifat zat pengadsorpsi (Apriliani,
2010).
Bahan alam yang banyak terdapat di dalam limbah pertanian atau buangan
industri berpotensi menjadi sumber bahan baku bioadsorben yang murah. Limbah
pertanian yang dapat digunakan sebagai sumber bioadsorben adalah kulit kakao, kulit
kayu, tempurung kemiri, kulit kopi, ampas tebu, tempurung kelapa, dan kulit kacang
tanah (Ekatrisnawan, 2016).
Ampas tebu adalah limbah dari hasil samping proses ekstraksi cairan tebu.
Residu yang terkandung dalam ampas tebu berupa serat yang 50% sertanya diperlukan
untuk bahan bakar boiler dan 50% lagi sebagai limbah. Komposisi ampas tebu terdiri
dari 50% selulosa, 25% hemiselulosa dan 25% lignin (Kartika, dkk., 2013). Adanya
kandungan selulosa dan lignin menjadikan ampas tebu berpotensi menjadi sumber
karbon yang dapat dimanfaatkan dalam proses adsorpsi. Arang atau karbon adalah hasil
pembakaran tanpa oksigen (karbonisasi) yang berupa residu padat hitam dan berpori
yang dihasilkan melalui penguraian bahan organik dengan menghilangkan air dan
komponen volatile (Syauqiah, amalia, dan kartini, 2011).
Ampas tebu umumnya digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan
energi yang diperlukan pada pembuatan gula. Selain itu, ampas tebu dapat juga
digunakan sebagai pakan ternak, bahan baku serat, papan, plastik, dan kertas. Ampas
tebu juga dapat dimanfaatkan sebagai adsorben logam berat. Penggunaan ampas tebu
sebagai adsorben diharapkan dapat menjadi nilai tambah serta meningkatkan daya
dukungnya terhadap lingkungan dalam penanganan limbah zat warna maupun logam
berat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ampas tebu berpotensi sebagai adsorben
(Maipa,2009).
Indah Nor Fitriani dan Dian Amalia Widiasih (2015), telah melakukan penelitian
tentang uji keefektifan adsorben karbon aktif dari ampas tebu berbentuk effervescent
untuk mereduksi ion logam krom dalam limbah cair industri batik, dari hasil penelitian
karbon aktif ampas tebu memenuhi standar SII. 0258-79 diperoleh kadar air 2,28%,
kadar abu 0,63%, kadar zat mudah menguap 5,99%, dan daya serap terhadap iod 22,6%.
Hasil yang terbaik dari percobaan adsorben karbon aktif ampas tebu adalah jenis serbuk
dengan massa 3 gram selama waktu kontak 60 menit. Adsorpsi ion logam Cr dalam
limbah cair dapat mengikuti persamaan Langmuir dan persamaan Freundlich, hal ini
dapat ditunjukkan dengan nilai koefisen korelasi (R2) yang mendekati 1 yaitu sebesar
0,999 dan 0,997.
Pada penelitian ini peneliti akan mencoba menggunakan ampas tebu sebagai
adsorben alternatif dalam penyerapan logam Fe pada air sumur dengan memvariasikan
massa adsorben dan waktu kontak. Dalam penelitian ini juga menggunakan metode
pendekatan isotermis Langmuir dan isotermis Freundlich. Isotermis Langmuir
digunakan untuk memperhitungkan kesetimbangan gas, dimana terjadi interaksi yang
kuat antara adsorbat dan adsorben. Sedangkan isotermis Freundlich dapat digunkan
untuk menghitung adsorpsi permukaan yang beragam (adsorpsi multilayer). Persamaan
ini merupakan perbandingan zat yang teradsorpsi per berat adsorben dalam konsentrasi
larutan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada proposal ini yaitu:
1. Apakah karbon aktif dari ampas tebu dapat dijadikan adsorben alternatif dalam
penyerapan logam berat (Fe2+) ?
2. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi proses pembuatan adsorben?
3. Bagaimana pengaruh waktu kontak terhadap proses adsorpsi?
4. Bagaimana mekanisme penyerapan melalui pendekatan isotermis Langmuir dan
isotermis Freundlich.

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengkaji kemampuan penyerapan logam berat (Fe2+) menggunakan karbon aktif
dari ampas tebu.
2. Menganalisa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembuatan adsorben.
3. Menganalisis pengaruh waktu kontak terhadap proses adsorpsi.
4. Menganalisa mekanisme penyerapan melalui pendekatan isotermis Langmuir
dan isotermis Freundlich.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah agar dapat memberikan alternatif lain dalam
pengolahan limbah ampas tebu sebagai adsorben dan untuk meningkatkan nilai
ekonomis dari tanaman tebu.

1.5 Batasan Masalah


Penelitian ini dibatasi hanya menganalisis efektifitas ampas tebu sebagai
adsorben alternatif penyerapan logam berat (Fe2+) pada air sumur , dengan variasi waktu
kontak dan massa adsorben.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.)


Tebu ialah suatu tanaman jenis rumput-rumputan, termasuk kelas
Monocotyledonae, Ordo Glumiflorae, keluarga Gramineae dengan nama ilmah
Saccharum Officinarum L. Banyak ahli berpendapat bahwa tanaman tebu berasal dari
Irian, dan dari sana menyebar ke kepulauan indonesia yang lain, Malaysia, Filipina,
Thailand, Burma dan India. Terdapat lima spesies tebu, yaitu Saccharum spontaneum
(glagah), Saccharum sinensis (tebu China), Saccharum barberry (tebu India),
Saccharum robustum (tebu Irian) dan Saccharum officinarum (tebu kunyah).
(Sastrowijoyo, 1998). Bentuk tanaman tebu dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Tanaman Tebu


Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman bahan baku pembuatan gula
yang hanya dapat ditanam di daerah beriklim tropis. Umur tanaman sejak ditanam
sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 10 bulan (Ekatrisnawan, 2016). Tebu
termasuk keluarga graminae atau rumput-rumputan dan cocok ditanam pada daerah
dengan ketinggian 1 sampai 1300 meter di atas permukaan air laut. Tebu termasuk
tanaman berbiji tunggal yang tingginya berkisar antara 2 sampai 4 meter. batang tebu
memiliki banyak ruas yang setiap ruasnya dibatasi oleh buku- buku sebagai tempat
tumbuhnya daun. Bentuk daunnya berupa pelepah dengan panjang mencapai 1-2 meter
dengan lebar 4-8 cm. Permukaan daunnya kasar dan berbulu (Ekatrisnawan, 2016).

Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu menurut Wijayanti, 2008 adalah sebagai
berikut:

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Glumiflorae
Famili : Graminae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L.

Ampas tebu atau lazimnya disebut bagasse adalah hasil samping dari proses
ekstraksi cairan tebu yang berasal dari bagian batang tanaman tebu. Dari satu pabrik
dihasilkan ampas tebu sekitar 35-40% dari berat tebu yang digiling (Zultiniar dkk.,
2011). Di dalam ampas tebu terkandung senyawa selulosa, lignin dan hemiselulosa.
Senyawa selulosa ini dapat diolah menjadi produk lain, seperti asam oksalat.

Gambar 2.2 Ampas Tebu


Ampas tebu memiliki sifat fisik yaitu berwarna kekuning – kuningan, berserat
(berserabut), lunak dan relatif membutuhkan tempat yang luas untuk penyimpanan
dalam jumlah berat tertentu dibandingkan dengan penyimpanan dalam bentuk arang
aktof dalam jumlah yang sama (Ade Apriliani, 2010). Ampas tebu yang dihasilkan dari
tanaman tebu memiliki komposisi kimia yang dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut;
Tabel 2.1 Komposisi kimia ampas tebu
Kandungan Kadar (%)
Selulosa 37,65-56
Serat 52,0
Kadar air 44,5
Pentosan 27,97
Hemiselulosa 20-25
Lignin 11-22,09
Abu 3,28
SiO2 3,01
Sari 1,81
(Sumber : Apriliani, 2010)

Adanya kandungan selulosa dan lignin menjadikan ampas tebu berpotensi


menjadi sumber karbon sehingga berperan penting dalam proses adsorpsi. Penggunaan
ampas tebu sebagai alternatif biomaterial penyerap logam juga merupakan proses daur
ulang yang sangat baik untuk penghematan sumber daya alam dan merupakan cara
untuk pengolahan limbah (Yoseva, 2015).

2.2 Logam Berat Fe


Besi atau ferrum adalah logam yang berasal dari bijih besi yang banyak
digunakan untuk kehidupan manusia sehari-hari dari yang bermanfaat sampai dengan
yang merugikan (Muzdaleni, 2011). Dalam tabel periodik besi mempunyai simbol Fe,
Fe termasuk logam golongan VIII B, dengan berat atom 55,85 g.mol -1, nomor atom 26,
berat jenis 7.86 g.cm-3 dan umumnya mempunyai valensi 2 dan 3 (selain 1, 4, 6). Besi
(Fe) adalah logam yang dihasilkan dari bijih besi, jarang dijumpai dalam keadaan bebas,
untuk mendapatkan unsur besi campuran lain harus dipisahkan melalui kimia. Besi
memiliki warna putih keperakan, lunak, dapat dibentuk dan memiliki nilai ekonomi
yang cukup tinggi (Saleh, 2002). Besi adalah logam yang paling banyak dan paling
beragam penggunaannya. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal, diantaranya:
1. Kelimpahan besi di dikulit bumi cukup besar
2. Pengolahannya relatif mudah dan murah
3. Besi memiliki sifat-sifat yang menguntungkan dan mudah dimodifikasi
(Muzdaleni, 2011).
Selain itu, besi merupakan salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada
hampir setiap tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada
umumnya, besi yang ada di dalam air dapat bersifat terlarut sebagai Fe2+ (fero) atau Fe3+
(feri); tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter <1 μm) atau lebih besar, seperti
Fe2O3, FeO, Fe(OH)2, Fe(OH)3 dan sebagainya; tergabung dengan zat organis atau zat
padat yang inorganis (seperti tanah liat). Pada air permukaan jarang ditemui kadar Fe
lebih besar dari 1 mg/L, tetapi di dalam air tanah kadar Fe dapat jauh lebih tinggi.
Konsentrasi Fe yang tinggi ini dapat menimbulkan rasa, warna kuning, penegendapan
pada dinding pipa dan dapat menodai kain dan perkakas dapur. Besi (Fe) berada dalam
tanah dan batuan sebagai ferioksida (Fe2O3) dan ferihidroksida (Fe(OH)3). Dalam air,
besi berbentuk ferobikarbonat (Fe(HCO3)2), ferohidroksida (Fe(OH)2), ferosulfat
(FeSO4) dan besi organik kompleks. Air tanah mengandung besi terlarut berbentuk
ferro (Fe2+). Jika air tanah dipompakan keluar dan kontak dengan udara (oksigen) maka
besi (Fe2+) akan teroksidasi menjadi ferihidroksida (Fe(OH)3) (Febrina, 2015).

Konsentrasi besi terlarut dalam air yang masih diperbolehkan adalah 0,3 mg/L.
Apabila konsentrasi besi terlarut melebihihi batas yang diperbolehkan akan
menyebabkan gangguan, sebagai berikut:
1. Gangguan teknis
Endapan Fe(OH)2 besifat korosif terhadap pipa dan akan mengendap pada
saluran pipa sehingga mengakibatkan pembuntuan dan efek-efek yang dapat merugikan
seperti mengotori bak, wastafel, dan kloset
2. Gangguan fisik
Gangguan fisik yang ditimbulkan oleh adanya besi yang terlarut dalam air
adalah timbulnya warna, bau, dan rasa. Air akan berasa tidak enak bila konsentrasi besi
yang terlarut > 1,0 mg/L (Sutrisno, 2004).
3. Gangguan kesehatan
Senyawa besi dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pembentuk sel-sel darah
merah, dimana tubuh memerlukan 7 – 35 mg/hari.Tetapi zat besi yang melebihi dosis
yang diperlukan oleh tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Air minum yang
mengandung besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi.Selain itu,
dalam dosis besar dapat merusak dinding usus. Kadar Fe yang lebih dari 1,0 mg/L akan
menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit, dan kerusakan pancreas sehingga
menimbulkan diabetes (Kurniyati, 2012).
Selain di dalam air, besi juga banyak terdapat di dalam makanan dengan jumlah yang
bervariasi dari yang rendah (dalam sayuran) dan yang tertinggi (dalam daging). Tempat
pertama dalam tubuh yang mengontrol pemasukan Fe ialah usus halus, bagian usus ini
berfungsi untuk absopsi dan sekaligus juga sebagai ekskresi Fe yang tidak terserap. Besi
di dalam usus di absopsi dalam bentuk peritin, dimana bentuk fero lebih mudah diserap
dari pada feri. Feritin masuk ke dalam darah dan berubah bentuk menjadi senyawa
transferin dalam darah tersebut besi mempunyai status sebagai besi trivalent yang
kemudian ditransfer ke hati atau limpa yang kemudian disimpan dalam organ tersebut
dalam bentuk feritin dan homosiderin. Toksisitas akan terjadi bilamana kelebihan Fe
dalam ikatan tersebut.

2.3 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu gejala pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada
permukaan sebagai akibat ketidakjenuhan gaya pada permukaan tersebut. Proses
adsorpsi bisa terjadi pada seluruh permukaan benda, tetapi yang sering terjadi adalah
bahan padat menyerap partikel yang berada pada bahan cair. Bahan yang diserap
disebut dengan adsorbat atau solute, sedangkan bahan penyerapnya disebut dengan
adsorben (Purwaningsih, 2009).
Operasi dari proses adsorpsi dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu, dilakukan
dalam suatu bejana dengan sistem pengadukan, dimana penyerap yang biasanya
berbentuk serbuk dibubuhkan, dicampur dan diaduk dengan air dalam suatu bejana
sehingga terjadi penolakan antara partikel penyerap dengan fluida. Sedangkan operasi
dan proses adsorpsi selanjutnya yaitu dilakukan dalam suatu bejana dengan sistem
filtrasi, dimana bejana yang berisi media penyerap di alirkan air dengan model
pengaliran gravitasi. Jenis media penyerap sering digunakan dalam bentuk bongkahan
atau butiran/granula dan proses adsorpsi biasanya terjadi selama air berada di dalam
media penyerap.
Ada beberapa hal yang dapat membedakan jenis-jenis adsorpsi. Perbedaan yang
sangat penting adalah didasarkan pada sifat ikatan fisika dan kimia yang menyebabkan
adsorbat ditarik ke permukaan adsorben. Para ahli mengklasifikasikan adsorpsi atau dua
tipe berdasarkan fenomena terjadinya adsorpsi, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi
kimia.Kedua jenis adsorpsi tersebut mempunyai karakteristik masing-masing.

2.3.1 Adsorpsi Fisika


Adsorpsi fisika atau adsorpsi Van Der Walls adalah fenomena yang mudah
berbalik (reversibel) yang terjadi akibat adanya gaya tarik menarik (interaksi elektrolisis
antar dipol) antara permukaan adsorben dengan molekul-molekul adsorbat yang
disebabkan oleh ikatan Van Der Walls (Treyball, 1981). Pada adsorpsi fisika gaya tarik
molekul-molekul fluida ke permukaan zat padat merupakan gaya Vander Walls yang
relatif lemah dan panas yang dilepaskan selama proses adsorpsi besarnya adalah 0,5 – 5
Kkal/gmol.

Kesetimbangan antara zat padat dengan molekul-molekul gas biasanya cepat


tercapai dan bersifat reversibel dan hanya membutuhkan energi tidak lebih dari 1
Kkal/gmol. Hal ini disebabkan gaya-gaya yang terlibat dalam kesetimbangan tersebut
relatif lemah (Smith, 1992). Jumlah adsorpsi fisika berkurang kecepatannya dengan
meningkatnya temperatur dan biasanya jumlahnya sangat kecil di atas temperatur kritis
komponen yang teradsorpsi. Adsorpsi fisika tidak terlalu tergantung pada
ketidakteraturan sifat permukaan padatan, tetapi biasanya berbanding lurus dengan luas
permukaannya (saputra, 2008).

2.3.2 Adsorpsi Kimia


Adsorpsi kimia atau adsorpsi aktifasi interaksi kimia antara zat padat dan zat
terlarut. Terdapatnya rantai kimia yang kuat dan jenis senyawa kimia yang dimiliki,
mempunyai suatu gaya untuk mengikat zat lain yang lebih kuat dibandingkan dengan
adsorpsi fisika. Proses yang terjadi merupakan proses irreversibel dan proses adsorbsi
yang terjadi akan memberikan jumlah senyawa yang lebih rendah dari senyawa sebelum
proses adsorpsi (Treyball, 1981). Adsorpsi kimia mengakibatkan pembentukan suatu
lapisan molekul tunggal (monomolekuler) adsorbat pada permukaan karena adanya
gaya-gaya dari sisa valensi molekul-molekul permukaan. Adsorpsi kimia melibatkan
gaya-gaya yang jauh lebih besar daripada adsorpsi fisik. Menurut langmuir, molekul-
molekul yang terserap ditarik ke permukaan oleh gaya-gaya valensi yang terjadi antara
atom-atom di dalam molekul. Adsorpsi ini membentuk molekul baru dan prosesnya
bersifat irreversibel (Smith, 1992).

Adsorpsi yang disertai dengan reaksi kimia di dalam fase zat cair sering
digunakan untuk mengeluarkan zat terlarut secara lebih sempurna dari campuran gas.
Sebagai contoh, larutan asam encer dapat digunakan untuk membasuh NH3 dari gas lain
dan larutan basa untuk membuang CO2 dan gas-gas lainnya (Mc. Cabe, 1982).

2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi


Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi adsorpsi antara lain jenis
adsorbat, sifat adsorbat, konsentrasi adsorbat, luas permukaan, temperature, waktu
kontak, kecepatan pengadukan dan pH larutan.

1. Jenis Adsorbat
Jenis adsorbat dapat ditinjau dari ukuran molekul adsorbat , rongga tempat
terjadinya adsorpsi dapat dicapai melalui ukuran yang sesuai, sehingga molekul-
molekul yang bisa di adsorpsi adalah molekul-molekul yang berdiameter sama atau
lebih kecil dari diameter pori adsorben. Polaritas molekul adsorbat, apabila diameter
sama, molekul-molekul polar lebih kuat di adsorpsi dari pada molekul-molekul yang
kurang polar.

2. Sifat Adsorbat
Besarnya adsorpsi zat terlarut tergantung pada kelarutannya pada pelarut.
Kenaikan kelarutan menunjukkan ikatan yang kuat antara zat terlarut dengan pelarut
dan aksi yang sebaliknya terhadap adsorpsi oleh adsorben. Makin besar kelarutannya,
ikatan antara zat terlarut dengan pelarut makin kuat sehingga adsorpsi akan semakin
kecil karena sebelum adsorpsi terjadi diperlukan energi yang besar untuk memecah
ikatan zat terlarut dengan pelarut.

3. Konsentrasi Adsorbat
Pada umumnya adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi adsorbat
tetapi tidak berbanding langsung. Adsorpsi akan konstan jika terjadi kesetimbangan
antara konsentrasi adsorbat yang terserap dengan konsentrasi yang tersisa dalam larutan.

4. Luas Permukaan
Luas permukaan adsorben sangat berpengaruh terhadap proses adsorpsi.
Adsorpsi merupakan suatu kejadian permukaan sehingga besarnya adsorpsi sebanding
dengan luas permukaan. Semakin banyak permukaan yang kontak dengan adsorbat
maka akan semakin besar pula adsorpsi yang terjadi.

5. Temperatur
Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsorpsi adalah viskositas dan
stabilitas termal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat
senyawa serapan, seperti terjadi perubahan warna maupun dekompisisi, maka perlakuan
dilakukan pada titik didihnya. Untuk senyawa volatil, adsorpsi dilakukan pada
temperatur kamar atau bila memungkinkan pada temperatur lebih kecil. Reaksi yang
terjadi pada adsorpsi biasanya eksotermis, oleh karena itu adsorpsi akan besar jika
temperatur rendah.

6. Waktu Kontak
Suatu adsorben yang ditambahkan ke dalam suatu cairan membutuhkan waktu
untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik dengan
jumlah adsorben yang digunakan. Selain ditentukan oleh dosis adsorben, pengadukan
juga mempengaruhi waktu singgung. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi
kesempatan pada partikel adsorben untuk bersinggungan dengan senyawa serapan.
Untuk larutan yang mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang
lebih lama.
7. Kecepatan Pengadukan
Menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat. Bila pengadukan
terlalu lambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat pula, tetapi bila pengadukan
terlalu cepat kemungkinan struktur adsorben cepat rusak, sehingga proses adsorpsi
kurang optimal.

8. pH Larutan
Senyawa yang terdisosiasi lebih mudah diserap dari pada senyawa terionisasi.
Pada umumnya adsorpsi bertambah pada kisaran pH dimana suatu senyawa organik
bermuatan netral.

2.3.5 Jenis Adsorben


Berbagai jenis arang aktif telah dibuat dengan menggunakan bahan baku yang
berbeda-beda. Bahan baku tersebut menghasilkan beberapa karakteristik yang beraneka
ragam. Menurut SNI No.0258 -79, arang aktif yang baik mempunyai persyaratan seperti
yang tercantum pada Tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Standar Nasional Indonesia Adsorben Tahun 2021


Karakteristik Persyaratan Jenis
Bagian yang hilang saat pemanasan 950oC Maksimal 15%
Kadar Air Maksimal 10%
Kadar Abu Maksimal 2,5%
Daya serap Terhadap Larutan Iod Minimum 20%
(Sumber : SNI,2021)

Karakteristik Persyaratan Jenis Bagian yang hilang saat pemanasan 950oC


Maksimal 15 % Kadar Air Maksimal 10% Kadar Abu Maksimal 2,5% Daya Serap
Terhadap Larutan Iod Minumim 20% (Sumber : SNI, 2021).

2.4 Biosorpsi
Biosorpsi adalah pemindahan ion logam berat dari dari suatu larutan
menggunakan biosorben material biologi. Biosorpsi juga dapat didefinisikan sebagai
proses penggunaan bahan alami untuk mengikat logam berat. Biosorpsi memiliki
beberapa mekanisme, yaitu pertukaran ion, pengkelatan, dan difusi yang melewati
dinding sel dan membran. Mekanisme biosorpsi yang terjadi tergantung dari biosorben
yang digunakan. Pada proses adsorpsi, terjadi tarik-menarik antara molekul adsorbat
(zat teradsorpsi) dan sisi-sisi aktif pada permukaan adsorben. Jika gaya tarik ini lebih
kuat daripada gaya tarik antar molekul adsorbat, maka terjadi perpindahan massa
adsorbat dari fase gerak (fluida pembawa adsorbat) ke permukaan adsorben.

Berdasarkan jenis gaya tariknya, dikenal adsorpsi fisik (fisiorpsi) yang


melibatkan gaya Van der Waals dan adsorpsi kimia (kimisorpsi) yang melibatkan reaksi
kimia. Penyerapan logam oleh organisme dapat terjadi secara metabolism independent,
yang terjadi pada sel hidup dan mati, terutama terjadi pada permukaan dinding sel
melalui mekanisme kimia dan fisika, seperti pertukaran ion, pembentukan kompleks dan
adsorpsi. Proses biosorpsi melibatkan interaksi ionik, polar dan interaksi gabungan
antara kation logam dengan biopolymer (makromolekul) sebagai sumber gugus
fungsional seperti gugus karboksilat, amina tiolat, fosfodiester, karbonil dan gugus
fosfat, dapat berkoordinasi dengan atom pusat logam melalui pasangan elektron bebas
(Dewi, R. K., 2009). Berdasarkan ketergantungan proses adsorpsi dengan metabolism
sel, mekanisme biosorpsi dapat dibagai berdasarkan dua kriteria, yaitu :
1. Tergantung terhadap proses metabolisme.
2. Tidak tergantung terhadap proses isotherm sorpsi.

2.5 Selulosa dan Hemiselulosa


Selulosa merupakan senyawa organik yang terdapat pada dinding sel bersama
lignin berperan dalam mengokohkan struktur tumbuhan. Selulosa pada kayu umumnya
berkisar 40-50%, sedangkan pada kapas hampir mencapai 98%. Selulosa terdiri atas
rantai panjang unit-unit glukosa yang terikat dengan ikatan 1- 4β-glukosid seperti pada
gambar 2.3 berikut ini.
Gambar 2.3 Selulosa

Hemiselulosa adalah polimer polisakarida heterogen tersusun dari unit D-


glukosa, D-manosa, L-arabiosa dan D-xilosa. Hemiselulosa pada kayu berkisar antara
20-30%. Dilihat dari strukturnya, selulosa dan hemiselulosa mempunyai potensi yang
cukup besar untuk dijadikan sebagai pengadsorpsi karena gugus OH yang terikat dapat
berinteraksi dengan komponen adsorbat. Adanya gugus OH pada selulosa dan
hemiselulosa menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben tersebut. Dengan
demikian selulosa dan hemiselulosa lebih kuat menjerap zat yang bersifat polar dari
pada zat yang kurang polar (Riska,2018). Mekanisme serapan yang terjadi antara gugus
-OH yang terikat pada permukaan dengan ion logam yang bermuatan positif (kation)
merupakan mekanisme pertukaran ion seperti pada gamber 2.4.

Gambar 2.4 Mekanisme pertukaran ion antara adsorben dan adsorbat (Apriliani, 2012
dan Handayani, 2010
2.6 Isorterm adsorpsi Langmuir dan freundlich
2.6.1 Isotermis Adsorpsi Langmuir
Isotermis Langmuir digunakan untuk memperhitungkan kesetimbangan gas,
dimana terjadi interaksi yang kuat antara adsorbat dan adsorben. Isotermis Langmuir
merupakan adsorpsi kimia dimana molekul melekat pada permukaan dengan ikatan
kovalen yang bersifat irreversible dan adsorpsinya monolayer (Aksu, 2015). Menurut
Adamson dalam Aksu, dkk. Isotermis adsorpsi diasumsikan sebagai proses adsorpsi
yang terjadi pada permukaan dengan sisi adsorpsi dan energi yang sama dengan 1
molekul yang terserap per sisi adsorpsi sampai menutup satu lapis permukaan biomassa.
Persamaan isotermis Langmuir memperkirakan kapasitas adsorpsi maksimum pada
seluruh permukaan satu lapis (monolayer) permukaan adsorpsi persamaan isotermis
adsorpsi Langmuir adalah:
qm KL ∁ e
qe =
1+ KL ∁ e
......................................................................
(2.1)
dimana :
qe : Banyaknya zat yang terserap persatuan berat adsorben (mg/g)
Ce : Konsentrasi adsorbat pada saat kesetimbangan (mg/L)
qm : Kapasitas adsorpsi maksimum (mg/L)
KL : Konstanta Langmuir (L/mg)
Persamaan di atas dapat diubah susunannya menjadi bentuk linear seperti diperlihatkan
pada persamaan (2.2).
∁e 1 ∁e
= +
qe qm KL qm
.....................................................................(2.2)

2.6.2 Isotermis Adsorpsi Freundlich


Adamson dalam Aksu, dkk (2015) menyatakan bahwa persamaan isotermis
Freundlich dapat digunakan untuk menghitung adsorpsi permukaan yang beragam
(adsorpsi multilayer). Persamaan ini merupakan perbandingan zat yang teradsorpsi per
berat adsorben dalam konsentrasi larutan. Persamaan isotermis Freundlich
memperkirakan intensitas adsorpsi yang terserap dalam biomassa. Persamaan
Freundlich adalah:

qe = KF . Ce1/n..................................................................................................(2.3)
Dimana :
qe : Banyaknya zat yang terserap per satuan berat adsorben (mg/g)
Ce : Konsentrasi adsorbat pada saat kesetimbangan (mg/L)
n : Kapasitas adsorpsi maksimum (mg/L)
KF : Konstanta Freundlich (L/mg)

Persamaan di atas dapat diubah kedalam bentuk linier dengan mengambil bentuk
logaritmanya:
1
Log qe = log KF + log Ce............................................................................
n
(2.4)

Bentuk linear dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian data percobaan


dengan teoritis, yaitu dengan cara membuat kurva linear antara Ce/qe versus Ce.
Konstanta Freundlich Kf dapat diperoleh dari kemiringan lurusnya

2.7 Adsorben
Adsorben merupakan zat padat yang menyerap suatu komponen tertentu dari
suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben adalah bahan-bahan yang sangat berpori dan
adsorbsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada letak-letak tertentu
didalam partikel itu. Ukuran pori-pori yang sangat kecil mengakibatkan luas permukaan
menjadi beberapa orde besaran lebih besar daripada permukaan luar dan bisa mencapai
mencapai 2000 m2/g. Adsorben yang digunakan secara komersial dikelompokkan
menjadi dua yaitu kelompok polar dan non polar. Pertama adsorben polar disebut juga
hydrophilic yang kedua adsorben non polar disebut juga hydrophobic. Menurut IUPAC
(Internationl Union of Pure and Applied Chemical) ada beberapa klasifikasi pori yaitu
Mikropori dengan diameter < 2 nm, Mesopori dengan diameter 2 – 50 nm dan
Makropori dengan diameter > 50 nm (Rahmayani dan Siswarni, 2013). Pemilihan jenis
adsorben pada proses adsorpsi, disesuaikan dengan sifat dan keadaan zat yang akan
diadsorpsi. Tiap partikel adsorben dikelilingi oleh molekul 17 yang diserap karena
terjadi interaksi tarik menarik (Azamia, 2012; Brady, 1999).

Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari
suatu fase fluida (Saragih, 2008). Kebanyakan adsorben adalah bahan- bahan yang
sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding pori- pori atau pada
letak-letak tertentu di dalam partikel itu. Adsorben yang digunakan secara komersial
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok polar dan non polar (Saragih, 2008).
Jenis adsorben yang termasuk kedalam kelompok adsorben polar adalah silika gel,
alumina aktif, dan zeolit. Jenis adsorben yang termasuk kedalam kelompok adsorben
non polar adalah polimer adsorben dan karbon aktif.

2.8 Review Penelitian Tentang Adsorpsi

Penelitian adalah studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang


hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang
tepat terhadap masalah tersebut. Adapun beberapa penelitian yang terkait tentang
pemanfaatan limbah ampas tebu sebagai adsorben untuk penurunan kadar logam berat
dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Penelitian Tentang Adsorpsi


Penelitian Judul penelitian Metode Hasil Penelitian
dan Tahun Penelitian
Faucut Sarah Pembuatan Arang - Massa : 1; 2; Waktu kontak dan variasi
(2018) Aktif Dari dan 3 gram. massa adsorben terbaik
Limbah Ampas - Waktu kontak : untuk Fe2+ adalah 30 menit
Tebu Sebagai 10, 20, dan 30 dan massa adsorben 3 gram
Adsorben Ion Fe2+ menit. di tunjukkan dengan
dan CO2+ perubahan warna larutan
sampel dari kuning menjadi
jernih tak berwarna dengan
persen removal sebesar
95%. Sedangkan untuk
Co2+ diperoleh hasil
penyerapan sebesar 98%
untuk massa adsorben 3
gram pada waktu 30 menit
ditunjukkan dengan
perubahan warna sampel
dari merah jambu menjadi
pudar.
Nurliza Pemanfaatan - Massa : 1,5; 2; Dari hasil penelitian,
(2020) Limbah Ampas dan 2,5 gram. adsorpsi besi (II) terbaik
Tebu (Saccharum - Waktu kontak : dihasilkan dari massa arang
officinarum) 30, 60 dan 90 aktif 2,5 gram dan waktu
Sebagai menit. kontak 90 menit dengan
Bioadsorben efisiensi adsorpsi sebesar
Penyerap Logam 97,92%.
Besi (II) Pada Air
Sumur Di Desa
Baet, Kecamatan
Baitussalam,
Kabupaten Aceh
Besar.
Asbahani Pemanfaatan - Massa : 0,5; 1;Hasil percobaan
(2013) Limbah Ampas 1,5 dan 2menunjukkan bahwa waktu
Tebu Sebagai gram. kontak dan dosis terbaik
Karbon Aktif - Waktu kontak : untuk menurunkan
Untuk 30, 60, 90, 120konsentrasi Fe pada air
Menurunkan dan 150 menit. sumur dengan karbon aktif
Kadar Besi Pada dari ampas tebu adalah 90
Air Sumur menit dan dosis 2 gram
adsorben dengan efisiensi
adsorbsi mencapai 90,32%.
Indah Nor Uji Keefektifan - Massa : 1; 2; Dari hasil percobaan karbon
Fitriani dan Adsorben Karbon dan 3 gram. aktif ampas tebu memenuhi
Dian Amalia Aktif Dari Ampas - Waktu kontak : standar SII. 0258-79
Widiasih Tebu Berbentuk 45, 60, 75, 90 diperoleh kadar air 2,28%,
(2015) Effervescent dan 100 menit. kadar abu 0,63%, kadar zat
Untuk Mereduksi mudah menguap 5,99%,
Ion Logam Krom dan daya serap terhadap iod
Dalam Limbah 22,6%. Hasil yang terbaik
Cair Industri dari percobaan adsorben
Batik karbon aktif ampas tebu
adalah jenis serbuk dengan
massa 3 gram selama waktu
kontak 60 menit. Adsorpsi
ion logam Cr dalam limbah
cair dapat mengikuti
persamaan Langmuir dan
persamaan Freundlich, hal
ini dapat ditunjukkan
dengan nilai koefisen
korelasi (R2) yang
mendekati 1 yaitu sebesar
0,999 dan 0,997.
Patricia Pemanfaatan - Massa : 0,5; 1; Hasil analisis menunjukkan
Lucky Limbah Ampas 1,5; dan 2 bahwa variasi waktu kontak
Yoseva, Tebu Sebagai gram. tidak mempengaruhi setiap
Akmal Adsorben Untuk - Waktu kontak : parameter yang dianalisis.
Muchtar dan Peningkatan 30, 60, 90 dan Setelah dibandingkan
Halida Shopia Kualitas Air 120 menit. dengan PERMEKNES RI
(2015) Gambut hanya bau,
kekeruhan, TDS,
kandungan logam Fe telah
memenuhi standar secara
berturut-turut
(18,2 NTU; 54,15%), (98
mg/L; 52,65%), dan (0,128
mg/L; 52,65%).
Rusmani Potensi Ampas - Massa : 0,5; 1; Berdasarkan hasil penelitian
Tasanif, Ishak Tebu Sebagai 1,5; 2; dan 2,5. menunjukan bahwa
Isa, dan Adsorben Logam - Waktu kontak : kemampuan daya serap
Wiwin Berat Cd, Cu dan 15, 30, 45, 60 adsorpsi arang aktif pada
Rewini Cr dan 75 menit. fariasi massa untuk logam
Kunusa Cd, Cu dan Cr diperoleh
berat optimum optimum 2,5
g dengan daya serap
masing-masing logam
adalah Cd 0,31 mg/g, Cu
0,31 mg/g, dan Cr 0,31
mg/g, Variasi konsentrasi
ion logam Cd dan Cu dan
Cr dengan daya serap
adsorpsi mencapai kondisi
optimum pada daya serap
adsorpsi mencapai kondisi
optimum pada konsentrasi
konsentrasi 2 mg/L dengan
daya serapan masing-
masing logam adalah Cd
0,19 mg/g, Cu 0,19 mg/g
dan Cr 0,19 mg/g.
Penyerapan optimum logam
Cd, Cu dan Cr dengan
massa adsorben 1 g adalah
mengadsorpsi Cd 0,7981
mg/g, Cr 0,7995 mg/g
sementara untuk logam Cu
0,755 mg/g.
(Sumber:Google Scholar)
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan di laksanakan di Laboratorium Teknik Kimia Fakultas
Teknik Universitas Malikussaleh dan Laboratorium Politeknik Negeri Lhokseumawe.

3.2 Alat dan Bahan


Penelitian ini menggunakan alat-alat dan bahan-bahan penelitian sebagai
berikut:
3.2.1 Alat-Alat yang Digunakan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Oven
2. Corong
3. Ayakan 100 mesh
4. Labu ukur
5. Neraca Digital
6. Erlenmeyer,
7. Gelas Ukur
8. Magnetic stirrer
9. Mortar
10. Batang Pengaduk
11. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)
12. Gelas kimia
13. Pipet Tetes
3.2.2 Bahan yang Digunkan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Ampas tebu
2. H2SO4 10%
3. Aquades
4. Kertas saring
5. Kalium Tiosianida 2 N

3.3 Variabel Penelitian


Adapun variable yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
3.3.1 Variabel Tetap
1. Ukuran ampas tebu : 100 mesh
2. 3 Air sumur : 100 mL
3. H2SO4 10%
4. Kecepatan Pengadukan : 90 rpm
3.3.2 Variabel Bebas
1. Massa adsorben (gram) : 2,5; 3; 3,5 dan 4
2. Waktu Kontak (menit) : 30; 60; 90 dan 120
3.3.3 Variabel Terikat
1. Persentase kadar logam yang terserap (%)
2. kapasitas adsorpsi (mg/g)
3. Isothermal adsorpsi

3.4 Prosedur Penelitian


Adapun prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini terdapat
beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
3.4.1 Persiapan Bahan Baku
Ampas tebu yang diperoleh dari penjual sari tebu dicuci terlebih dahulu dengan
air bersih setelah dicuci dikeringkan. Proses pengeringan untuk bahan baku dengan
menjemur dibawah sinar matahari selama 2 hari sampai kadar air berkurang (kering),
setelah pengeringan ampas tebu dihaluskan.

3.4.2 Pembuatan Aktivator Asam Sulfat (H2SO4)


Sebanyak 448.98 mL akuades dimasukkan kedalam labu ukur 500 mL, lalu
ditambahkan H2SO4 10% sebanyak 51.02 mL. setelah itu, larutan tersebut
dihomogenkan.
3.4.3 Pembuatan Arang Aktif
1. Karbonasi Limbah Ampas Tebu
Ampas tebu berupa serbuk atau ampas tebu yang telah dihaluskan dimasukkan
ke dalam alat Furnace, lalu diatur suhu alat sampai 400°C dan dikarbonisasi selama 2
jam tanpa kontak dengan oksigen (O2 yang terbatas) pada suhu tersebut. Kemudian
arang yang diperoleh didinginkan dalam desikator untuk menjaga kelembabannya,
kemudian baru digerus menggunakan mortar lalu di ayak menggunakan ayakan 100
mesh, setelah itu dihitung rendemen dengan menggunakan rumus :
Berat arang akhir
Rendemen Arang (%) = x 100%
Berat Arang Awal
Kemudian dihitung juga kadar air arang dengan menggunakan rumus :
Berat awal - Berat akhir
Kadar Air (%) = x 100%
Berat awal
2. Aktivasi Arang Ampas Tebu
20 gram arang ampas tebu lalu dimasukkan ke dalam gelas kimia, setelah itu
ditambahkan 250 mL larutan H2SO4 10% dan direndam selama 24 jam, kemudian
diaduk selama 2 jam menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 90 rpm supaya
reagen terserap seluruhnya dengan arang ampas tebu, selama proses pengadukan gelas
kimia ditutup dengan aluminium foil untuk mencegah terjadinya kontaminasi dengan
senyawa lain. Setelah itu disaring dengan menggunakan corong untuk memisahkan
antara karbon dengan aktivatornya. Kemudian arang tersebut dicuci dengan akuades
untuk melepaskan asam sampai mencapai pH netral, pengukuran pH menggunakan pH
meter. Setelah mencapai pH netral, arang kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu
105oC selama 3 jam lalu didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu ruang.

3.4.4 Analisis Kualitatif Ion Logam Besi (II)


Diambil sebanyak 5 tetes air sumur kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, setelah itu ditambahkan dengan 3 tetes larutan kalium tiosianida 2 N, larutan di
homogenkan, kemudian diamati perubahan yang terjadi. Perubahan warna pada larutan
menjadi berwarna merah menunjukkan larutan positif mengandung logam ion besi (II).

3.4.5 Adsorbansi Logam Besi (II)


Dimasukkan air sumur kedalam 4 gelas kimia yang masing-masing gelas diisi
dengan air sumur sebanyak 50 mL, masing-masing diberi label pada masing-masing
gelas tersebut. kemudian gelas kimia yang telah diberi label ditambahkan arang aktif
berturut-turut 2,5; 3; 3,5 dan 4 gram yang telah diaktivasi dengan H 2SO4 10%.
Selanjutnya diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 90 rpm dengan
variasi waktu kontak selama 30, 60, 90 dan 120 menit. Kemudian diendapkan selama 30
menit pada suhu ruang. Setelah diendapkan, kemudian disaring menggunakan kertas
saring dan filtratnya ditampung di dalam Erlenmeyer. Setelah itu, residu yang
dihasilkan kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC selama 3 jam untuk
pengujian selanjutnya. Filtrat yang dihasilkan kemudian dianalisis kadar logam besi
(Fe) menggunakan Spektrometri Serapan Atom (SSA).

3.5 Proses Pengujian


3.5.1 Persen Penyerapan
Perhitungan persentase kadar adsorpsi dapat dihitung dengan persamaan:

Co−Ce
R= 100 %
Co

Keterangan:
R : Persentase adsorpsi (%)
Co : Konsentrasi awal logam (mg/L)
Ce : Konsentrasi akhir logam (mg/L)

3.5.2 Pengujian Kapasitas Adsorpsi


Pada tahap pengujian kapasitas adsorpsi ini dapat dihitung dengan persamaan
sabagai berikut :
Perhitungan :
V
q= x (Co – Ce)
m
Keterangan :
q = Kapasitas Adsorpsi (mg/g)
V = Volume Larutan (L)
mg
CO = Konsentrasi awal ( ¿
L
mg
Ce = Konsentrasi akhir ( ¿
L
m = Bobot adsorben (g)

3.6 Block Diagram proses


3.6.1 Diagram Proses Persiapan Bahan Baku dan Preparasi Ampas Tebu

Ampas Tebu

Dibersihkan (dicuci)

Di jemur (menggunakan sinar matahari) selama 2 hari


Crusing (penghalusan ampas tebu)

3.6.2 Diagram Proses Pembuatan Aktivator Asam Sulfat (H2SO4)

448.98 mL aquades

Dimasukkan kedalam labu ukur 500 mL

Ditambahkan H2SO4 10% 51.02 mL

Dihomogenkan

3.6.2 Diagram Proses Pembuatan Arang Aktif


1. Karbonasi Limbah Ampas Tebu

100 gr Ampas Tebu

Dimasukkan kedalam alat furnace

T= 4000C dan t=2 jam

Didinginkan dalam desikator

Digerus dengan menggunakan mortar

Diayak menggunakan ayakan 100 mesh


Dihitung rendemen arang dan kadar air
2. Aktivasi Arang Ampas Tebu
arang
20 gr Ampas Tebu

Ditambahkan H2SO4 10% 250 ml, selama 24 jam

Diaduk dengan magnetic stirrer selama t=2 jam dan kecepatan


pengadukan= 90 rpm

Disaring dengan menggunkan corong

Residu dicuci dengan aquades sampai pH netral

Dikeringkan menggunakan oven dengan T=


1050C dan t= 3 jam

Disimpan dalam desikator sampai mencapai


suhu ruang
3.6.3 Diagram Proses Adsorpsi

50 ml air sumur

+ arang aktif dengan variasi 2.5; 3; 3.5 dan 4 gram

Diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan


kecepatan 90 rpm selama 30; 60; 90 dan 120 menit

Diendafkan selama 30 menit

Disaring

Filtrat dianalisa

Persen Kapasitas Analisa


Penyerapan Penyerapan Kualitatif
Ion Logam
Besi (II)

Anda mungkin juga menyukai