(Usul Penelitian)
Oleh
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
Judul Skripsi :
Jurusan : Kimia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
A. Latar Belakang
Laundry adalah salah satu penyedia jasa layanan dalam bidang cuci mencuci
Kemiling, dan Sukarame terdapat jenis usaha ini. Usaha ini berkembang pesat
ditimbulkan berasal dari limbah cair laundry, karena limbah tersebut langsung
air limbah laundry secara langsung ke badan air dapat menurunkan kualitas air.
menghalangi sinar matahari masuk ke dalam air (Stefhany dkk., 2013). Bila
keberadaan limbah laundry berada di badan air berlebihan, maka dapat berpotensi
merusak lingkungan air yang ada di sekitar karena banyak mengandung zat aktif
nilai pH, BOD, COD serta surfaktan berturut-turut sebesar 8,67; 182,78 mg/L;
Umumnya detergen tersusun atas tiga komponen yaitu surfaktan (sebagai bahan
bahan aditif (pemutih dan pewangi) yang relatif sedikit yaitu 2-8%. Surfaktan
merupakan suatu senyawa sintetis zat aktif muka (surface active agent) yang
dipakai sebagai zat pencuci yang baik untuk keperluan rumah tangga. Jenis
surfaktan anionik merupakan jenis yang paling banyak digunakan dalam kegiatan
laundry (Salager, 2002). Surfaktan anionik ini berpotensi untuk menjadi salah satu
pencemar yang dapat menurunkan kualitas air secara umum (Mathijs et al., 2008).
yang terdapat di dalam air. Baku mutu MBAS atau surfaktan menurut Peraturan
(STPP) merupakan builder jenis fosfat yang sering digunakan para produsen
kandungan fosfat dalam air limbah laundry semakin tinggi maka dapat
terjadinya eutrofikasi, dimana badan air menjadi kaya akan nutrien terlarut,
badan air terhadap biota air (Kurniati, 2008). Baku mutu fosfat menurut Peraturan
limbah cair laundry agar dapat mereduksi tingkat bahaya yang ditimbulkan oleh
limbah tersebut. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar
surfaktan anionik dan fosfat dalam limbah laundry antara lain filtrasi, proses
fotokatalisisis, koagulasi dan adsorpsi. Adsorpsi merupakan salah satu cara yang
yang digunakan untuk menghilangkan zat pencemar atau limbah dalam air dengan
cara molekul dapat menempel pada permukaan zat adsorben (Reri dkk., 2012;
Hanum dkk., 2017). Metode adsorpsi cukup efektif untuk membersihkan limbah
menghasilkan efektivitas biaya dan kualitas yang tinggi (Satriani dkk., 2016;
Jenis adsorben yang sering digunakan dalam teknik adsorpsi ialah karbon aktif,
yaitu bahan yang mengandung karbon yang telah ditingkatkan daya adsorpsinya
dengan cara aktivasi. Menurut Doke dan Khan (2017), karbon aktif banyak
disebabkan oleh zat organik dan zat warna yang mencemari lingkungan dari
limbah industri. Karbon aktif dipilih karena memiliki daya serap yang tinggi yakni
permukaan yang besar berkisar 30-350 m2/g (Majid dkk., 2017). Contoh
pemanfaatan karbon aktif di lingkungan antara lain yaitu penggunaan karbon aktif
dari sampah plastik untuk menurunkan kandungan fosfat pada limbah cair
(Wardhana dkk., 2013) dan efektifitas arang sekam padi terhadap penurunan
4
kadar COD (Chemical Oxygen Demand) pada limbah cair tahu (Sari Ayu dan
Arifina, 2015).
alternatif yang berasal dari alam, dimana selain memiliki kemampuan adsorpsi
yang baik juga bersifat lebih ekonomis (Jalali dkk., 2002). Salah satu adsorben
yang menjanjikan adalah limbah organik seperti limbah tanaman jagung, pisang,
padi, dan lain-lain. Diantara beberapa limbah organik tersebut yang menarik
adalah penggunaan sekam padi. Hal ini disebabkan karena sifat sekam padi yang
tahan terhadap pelapukan, memiliki kandungan abu yang tinggi, bersifat abrasif,
menyerupai kandungan kayu, serta memiliki kandungan karbon yang cukup tinggi
mempunyai potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai bahan penyerap.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2018 produksi padi
Indonesia sebanyak 49,65 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Di sebagian
daerah sekam padi dibuang begitu saja dan dianggap sebagai bahan yang kurang
bermanfaat (Nurhasni dkk., 2014). Meskipun jumlah sekam padi sangat banyak,
tetapi pemanfaatannya masih sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan teknik
pengolahan limbah sekam padi yang tepat yaitu membuat adsorben yang berasal
dari sekam padi. Pemanfaatan sekam padi sebagai bahan material penyerap
merupakan salah satu teknologi yang murah karena bahan bakunya mudah
didapat. Selain itu adsorben arang aktif dapat lebih bermanfaat jika digunakan
untuk mengurangi kadar zat pencemar dari limbah cair (Wardalia, 2017).
5
adsorpsi karbon aktif sekam padi terhadap surfaktan dan fosfat pada limbah cair
B. Tujuan Penelitian
3. Mengetahui kondisi optimum karbon aktif sekam padi terhadap variasi waktu.
C. Manfaat Penelitian
dari sekam padi terhadap penurunan kadar surfaktan dan fosfat pada limbah cair
A. Limbah Laundry
Pencemaran terhadap lingkungan dapat timbul karena air limbah dari industri
laundry banyak mengandung polutan berupa lemak dan senyawa organik lain
yang berasal dari pakaian kotor, beberapa senyawa kimia seperti natrium
tripolifosfat, dan detergen atau surfaktan sulit terurai secara alami di alam
(Agustina et al., 2014). Limbah cair yang dihasilkan dari sisa proses pencucian
ke dalam air (Stefhany dkk., 2013). Proses dalam industri laundry membutuhkan
air yang banyak dan menghasilkan air limbah yang banyak pula. Rata-rata
kebutuhan air dalam industri laundry mencapai 15 L/kg pakaian yang diproses
Limbah laundry mengandung senyawa aktif metilen biru (surfaktan) yang sulit
dan Phadmaningrum, 2011). Air limbah laundry yang berasal dari kegiatan rumah
tangga memiliki konsentrasi COD antara 600-2500 mg/L sedangkan air limbah
laundry yang sangat sangat kotor juga mengandung mineral oil, logam berat, dan
lemak, sisa makanan, darah dan urin dengan konsentrasi COD mencapai 400-200
7
mg/L (Sostar-Turk et al., 2005). Kandungan limbah laundry dapat dilihat pada
B. Detergen
mengatasi air sadah dan larutan asam. Detergen sering disebut dengan istilah
detergen sintetis yang dibuat dari bahan-bahan sintetis (Zoller, 2004). Detergen
memiliki sifat pendispersi, pencucian dan pengemulsi. Salah satu zat penyusun
utama senyawa ini adalah Deodesil Benzena Sulfonat (DBS) yang memiliki
Detergen terdiri atas senyawa dengan ujung hidrofobik dan ion sulfat. Ujung
hidrofobik detergen terikat dengan pengotor sedangkan ujung ion akan tercelup
dalam air sehingga kotoran diikat detergen dan dibebaskan dari bendanya. Sifat
dari detergen yaitu memperkecil tegangan permukaan dan menjaga agar kotoran
teremulsi dalam pelarut air (Yuni, 2012). Zat utama yang terkandung dalam
8
detergen adalah senyawa ionik berupa surfaktan dan natrium tripolifosfat yang
dikelompokkan menjadi : (1) surfaktan, (2) builder, (3) bleaching agents dan (4)
Pengaruh negatif detergen terhadap kondisi fisik dan kimia perairan yang teraliri
limbah dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa pengaruh
limbah detergen terhadap lingkungan antara lain gangguan terhadap estetika oleh
perairan, perubahan sifat fisik dan kimia air serta terjadinya eutrofikasi.
Kandungan fosfat yang tinggi dapat merangsang tumbuhnya gulma air (Bourdeau
kadar oksigen terlarut dalam air amat rendah (mikroaerofil) (Sitorus, 1997).
1. Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai
ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan
komponen utama dalam detergen memiliki rantai kimia yang sulit didegradasi
bagian yang hidrofobik. Sedangkan yang memiliki rantai atom karbon pendek
merupakan bagian yang hidrofilik. Oleh karena adanya kedua bagian ini dalam
Berdasarkan gugus hidrofilik surfaktan terbagi atas empat jenis (Rosen, 2004),
yaitu :
a. Surfaktan anionik
karena adanya keberadaan gugus ionik yang sangat besar, seperti gugus sulfat dan
sulfonat. Contoh dari surfaktan jenis ini antara lain Linier Alkilbenzen Sulfonat
(LAS), Alkohol Sulfonat (AS), Alkohol Eter Sulfonat (AES), dan Metil Ester
Sulfonat (MES).
b. Surfaktan kationik
keberadaan garam amonium. Contoh dari surfaktan jenis ini antara lain lemak
c. Surfaktan nonionik
Surfaktan nonionik merupakan jenis surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak
gugus eter atau hidroksil. Contoh dari surfaktan jenis ini antara lain Alkil
Poliglikosida (APG), Dietanol Amida (DEA), sukrosa eter, sorbitol, sorbitol ester,
d. Surfaktan amfoterik
Surfaktan amfoterik merupakan jenis surfaktan yang bermuatan positif dan negatif
pada molekulnya. Muatan molekul pada surfaktan jenis ini bergantung pada pH,
dimana jika pH rendah akan bermuatan negatif sedangkan jika pH tinggi akan
bermuatan positif. Contoh dari surfaktan amfoterik ini antara lain asam amino
Builder adalah suatu bahan yang dapat menambah kerja dari bahan penurun
Builder digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral-
utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar
dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Senyawa yang termasuk ke dalam
seperti
11
acid (DTPA).
polifosfat, yang merupakan salah satu bentuk dari fosfor selain fosfor organik dan
fosfat dalam air dapat menghambat penguraian pada proses biologis (Saefumilah,
konsentrasi fosfat pada badan air buangan sehingga memicu pertumbuhan algae
(Paytan and McLaughin, 2007). Fosfat tidak memiliki daya racun, tetapi
Fosfat dalam limbah laundry berasal dari Sodium Tripolyphospate (STPP) yang
merupakan salah satu bahan yang kadarnya besar dalam detergen. Sodium
mineral kesadahan dalam air sehingga detergen dapat bekerja secara optimal.
STPP ini kemudian akan terhidrolisa menjadi PO4 dan P2O7 yang selanjutnya juga
Ion magnesium dan ion kalsium di dalam air dapat mengurangi efektivitas
senyawa lain yang juga mengandung fosfat dan digunakan untuk mencegah
kotoran menempel kembali. Padatan yang terbentuk akibat reaksi tersebut akan
lebih tinggi bila air yang digunakan memiliki tingkat kesadahan tinggi, dan
sebaliknya (Kohler, 2006; Hudori, 2008). Struktur STPP dapat dilihat pada
Gambar 1.
Filler berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku yang berguna
campuran bahan baku detergen semata-mata ditinjau dari aspek ekonomis. Namun
selain digunakan sebagai pembantu proses, bahan pengisi ini juga berfungsi
bahan pengisi digunakan natrium sulfat (Na2SO4), natrium klorida (NaCl), dan
D. Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu proses pemisahan, dimana komponen dari suatu fase fluida
pengotor atau zat organik ke permukaan karbon aktif dapat digolongkan sebagai
adsorpsi fisik. Proses adsorpsi kimia, umumnya terbatas pada berbagai ikatan
kimia antara atom-atom atau molekul pada permukaan zat padat (Ghozali dkk.,
1996). Kedua adsorpsi tersebut terjadi saat molekul dalam fase cair melekat pada
permukaan zat padat sebagai akibat gaya tarik-menarik pada permukaan zat padat
Menurut Rizka dan Anggraini (2017) adsorpsi dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu :
Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya Van der Waals dan merupakan suatu
proses bolak-balik apabila daya tarik menarik antara zat terlarut dan adsorben
lebih besar dari daya tarik menarik antara zat terlarut dengan pelarutnya maka zat
yang terlarut akan diadsorpsi pada permukaan adsorben. Pada adsorpsi fisika,
adsorbat tidak terikat kuat dengan permukaan adsorben sehingga adsorbat dapat
Adsorpsi kimia yaitu adsorpsi yang terjadi karena terbentuknya ikatan kimia
merupakan ikatan yang kuat sehingga lapisan yang terbentuk merupakan lapisan
mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya Van der Waals atau ikatan
Secara umum terdapat banyak faktor yang mempengaruhi adsorpsi fisika dan
kimia yaitu suhu, sifat pelarut, atau permukaan adsorben, struktur pori adsorben,
E. Adsorben
Adsorben adalah bahan padat dengan luas permukaan dalam yang sangat besar.
Karakteristik yang penting dari adsorben yaitu ukuran pori dan luas permukaan.
Ukuran pori berhubungan dengan luas permukaan, yaitu semakin kecil ukuran
pori adsorben maka luas permukaan semakin tinggi, sehingga jumlah molekul
karakterisasi yang utama karena pada fungsinya adsorben yang lebih murni yang
15
lebih diinginkan karena kemampuan adsorpsi yang baik. Adsorben yang paling
banyak digunakan saat ini adalah adsorben yang berasal dari bahan alam.
Senyawa yang ada dalam bahan alami yang berperan dalam proses adsorpsi yaitu
F. Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorph, yang dapat dihasilkan dari
bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan
cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Karbon aktif
biasanya dibuat dari bahan berbasis karbon, seperti lignin, bahan lignoselulosa,
polimer sintetis dan limbah karbon (Rizhikovs et al., 2012). Luas permukaan
karbon aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram dan ini berhubungan dengan pori
Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau
sifat adsorpsinya selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas
Karbon aktif juga disebut sebagai suatu material padat yang memiliki pori
mengandung kurang lebih 90-99% senyawa karbon (Gultom dan Lubis, 2014;
Mutiara dkk., 2016). Karbon aktif memiliki pori-pori mikro dan makro dengan
jumlah, bentuk serta ukuran yang bervariasi. Bentuk pori bisa berupa silinder,
empat persegi panjang atau tidak beraturan dengan ukuran diameter 10-100.000 Å
(Sudrajat dan Pari, 2011). Karena strukturnya yang berpori inilah, karbon aktif
organik (Murti, 2008; Junior et al., 2009; Prabowo, 2009; Lienden et al., 2010).
16
Daya adsorpsi dari karbon aktif juga ditentukan dari jumlah senyawa karbonnya
Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memliki permukaan seluas 500-
1500 m2, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang sangat
halus berukuran 0,01-0,0000001 mm. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan akan
menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut. Dalam waktu 60 jam
biasanya karbon aktif tersebut akan menjadi jenuh dan tidak aktif lagi. Oleh
karena itu biasanya karbon aktif dikemas dalam kemasan kedap udara.
minuman, obat-obatan, dan pemurnian air (penjernihan air) (Khornia dkk., 2017;
Karbon aktif yang berasal dari biomassa dapat dibuat dengan aktivasi fisika (dua
tahap) menggunakan kukus ataupun gas CO2 pada temperatur tinggi, ataupun
aktivasi kimia (satu tahap) dengan menggunakan bahan kimia sebagai agen
kualitas sifat dan mutu karbon aktif didasarkan pada kemampuan adsorpsinya
(Idrus dkk., 2013). Pori-pori karbon aktif perlu dilakukan aktivasi agar kinerja
dalam adsorpsi lebih optimal. Tujuan proses aktivasi yaitu untuk menambah atau
dalam pori serta untuk membuka pori-pori baru (Prabarini and Okayadnya, 2014).
Keaktifan daya serap dari karbon aktif tergantung dari jumlah senyawa
karbonnya. Daya serap karbon aktif ditentukan oleh luas permukaan partikel
17
sehingga luas permukaan partikel dapat menjadi lebih tinggi jika karbon aktif
tinggi. Karbon aktif yang telah diaktivasi akan berwarna hitam, tidak berbau, dan
mempunyai daya serap yang jauh lebih besar dibandingkan dengan karbon aktif
gas dan uap atau zat yang berada di dalam suatu larutan.
Secara umum, karbon aktif dapat dibuat dalam dua tahap, yaitu :
Proses ini merupakan proses pembentukan arang dari bahan baku. Secara umum,
karbonisasi sempurna adalah pemanasan bahan baku tanpa adanya udara sampai
dalam karbon. Proses pengarangan bahan baku untuk pembuatan karbon aktif
karbonisasi antara lain yaitu air, bahan baku, kekerasan bahan baku, udara, suhu
Produk dari hasil proses karbonisasi memliki daya adsoprsi yang kecil. Hal ini
disebabkan pada proses karbonisasi suhunya rendah, sebagian dari tar yang
produk tar melalui pemanasan dalam suatu aliran gas inert, atau melalui ekstraksi
dengan menggunakan pelarut yang sesuai misalnya selenium oksida, atau melalui
18
sebuah reaksi kimia. Karbon aktif dengan daya adsorpsi yang besar, dapat
dihasilkan oleh proses aktivasi bahan baku yang telah dikarbonisasi dengan suhu
2. Proses Aktivasi
Karbon yang dihasilkan dari proses karbonisasi merupakan karbon yang tak aktif
kimia seperti fenol, kresol, dan xylenol sehingga mempunyai area permukaan
spesifik yang sempit. Produk dari karbonisasi tidak dapat diaplikasikan sebagai
aktivasi. Aktivasi merupakan salah satu proses yang menyebabkan suatu substansi
tersebar dalam permukaan karbon karena adanya reaksi antara karbon dengan zat
zat pengoksidasi seperti oksida oleh udara pada temperatur rendah, uap, CO2 atau
aliran gas pada temperatur tinggi (Pohan, 1993). Metode aktivasi secara fisika
antara lain dengan menggunakan uap air, gas karbon dioksida, oksigen, dan
Aktivasi fisika dapat mengubah material yang telah dikarbonisasi dalam sebuah
produk yang memiliki luas permukaan yang luar biasa dan struktur pori. Tujuan
dari proses ini adalah mempertinggi volume, memperluas diameter pori yang
terbentuk selama karbonisasi dan dapat menimbulkan beberapa pori yang baru
dapat meningkatkan luas permukaan spesifik dari karbon aktif (Raharjo, 1997).
bahan-bahan kimia, baik yang telah ada ataupun sengaja ditambahkan untuk
natrium karbonat (Na2CO3) dan natrium klorida (NaCl). Selain garam mineral
biasanya digunakan ialah berbagai asam dan basa organik seperti asam sulfat
2003).
20
a. Bentuk serbuk
Karbon aktif bentuk serbuk memiliki ukuran lebih kecil dari 0,18 mm. Biasa
digunakan pada industri pengolahan air minum, industri farmasi, terutama untuk
warnaasam furan, pengolahan jus buah, penghalus gula, pemurnian asam sitrat,
asam tartarik, pemurnian glukosa dan pengolahan zat pewarna kadar tinggi.
b. Bentuk granular
Karbon aktif bentuk granular/tidak beraturan memiliki ukuran 0,2-5 mm. Jenis ini
umumnya digunakan dalam aplikasi fasa cair dan gas. Beberapa aplikasi dari jenis
ini antara lain digunakan untukpemurnian emas, pengolahan air limbah dan air
c. Bentuk pellet
Karbon berbentuk pellet memiliki diameter 0,8-5 mm. Kegunaan utamanya adalah
untuk aplikasi fasa gas karena mempunyai tekanan rendah, kekuatan mekanik
tinggi dan kadar abu rendah. Digunakan untuk pemurnian udara, kontrol emisi,
tromol otomotif, penghilang bau kotoran dan pengontrol emisi pada gas buang.
G. Sekam Padi
(Danarto, 2007). Sekam memiliki Bulk Density (BD) rendah dengan kadar abu
anorganik yang terdapat dalam sekam padi, dengan kandungan utama abu sendiri
yaitu silika sekitar 87-97% dari berat abu sekam padi. Kandungan silika yang
tinggi disebabkan oleh komposisi silikon yang dominan dalam sekam padi
(Harsono, 2002).
Kandungan abu dalam sekam padi adalah sekitar 20% dan lebih dari 90% abu
tersebut adalah silika (Sapei dkk., 2012). Silika yang dihasilkan dari abu sekam
Umeda and Kondoh, 2008; Sapei dkk., 2012). Silika amorf yang dihasilkan dari
abu sekam padi diduga sebagai sumber penting untuk menghasilkan silikon
murni, karbida silikon, dan tepung nitrit silikon (Katsuki et al., 2005).
22
Sekam padi merupakan bagian pelindung terluar dari padi (Oryza Sativa) dan
pada saat penggilingan dihasilkan sekam sebanyak 20-3%, dedak 8-12% dan beras
giling 52% bobot awal gabah. Komposisi utama sekam padi terdiri atas selulosa
33-34% berat, lignin 19-47% berat, jika dibakar dengan oksigen akan
menghasilkan abu sekam 13-29% berat, sekam padi yang mengandung silika
cukup tinggi yaitu 87-97% berat abu sekam padi (Harsono, 2002). Komposisi
H. Karakterisasi
Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan alat yang digunakan untuk uji
mikrostruktur pada sebuah sampel (Febriany, 2010). SEM adalah suatu tipe
dengan menggunakan pancaran energi yang tinggi dari elektron dalam suatu pola
scan raster (Razi, 2012). SEM dilengkapi dengan mikroskop optik yang
digunakan untuk mempelajari tekstur, topografi, dan sifat permukaan bubuk atau
padatan dan karena ketajaman fokus dari alat SEM sehingga gambar yang
Elektron yang dihasilkan oleh SEM ini berasal dari electron gun, yang bersifat
proses ini elektron mengalamai penyerahan menuju titik fokus. Anoda berfungsi
membatasi pancaran elektron yang memiliki sudut hambur yang terlalu besar.
Berkas elektron yang telah melewati anoda diteruskan menuju lensa magnetik,
antara bahan dan elektron di dalam SEM dapat dilihat pada Gambar 5.
Elektron dengan energi yang cukup besar akan menumbuk sampel, sehingga
pada komposisi elemental sampel. Energi spesifik sinar-X yang dipancarkan oleh
setiap atom dalam senyawa dapat dideteksi dengan Energy Dispersive X-Ray
(EDX). EDX adalah suatu teknik analitik yang sering digunakan untuk
FTIR merupakan singkatan dari Fourier Transform Infra Red. Dimana FTIR ini
menganalisa senyawa organik dan anorganik serta analisa kualitatif dan kuantitatif
agar sinyal radiasi yang diterima oleh detektor memiliki kualitas yang baik dan
bersifat utuh (Giwangkara, 2006). Prinsip kerja FTIR berupa infrared yang
oleh sampel dan lainnya ditransmisikan melalui permukaan sampel sehingga sinar
infrared lolos ke detektor dan sinyal yang terukur kemudian dikirim ke komputer
spektrumnya yang sangat kompleks yang terdiri dari banyak puncak (Chusnul,
pada frekuensi yang unik. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui jenis-jenis
gugus fungsi yang dapat mengindikasikan komposisi umum dari obat dan limbah.
25
Particle Size Analyzer (PSA) adalah suatu alat yang digunakan untuk menentukan
distribusi ukuran partikel pada suatu emulsi, suspensi, dan bubuk kering. PSA
dinyatakan dalam jari-jari untuk partikel yang berbentuk bola. Penentuan ukuran
1) Difraksi sinar laser untuk partikel dari ukuran submikron sampai dengan
milimeter.
nanometer
(Monita, 2015).
basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering
ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar, terutama
26
yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga
partikel tidak saling aglomerasi. Selain itu, hasil pengukuran ditampilkan dalam
4. Spektrofotometer UV-Vis
tampak atau visible (400 nm – 750 nm). Absorbsi cahaya ultraviolet maupun
dari orbital dasar berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi tinggi.
(Fessenden, 2009).
Menurut Skoog et al. (1996), secara garis besar spektrofotometer terdiri dari 4
a. Sumber cahaya
27
Sumber cahaya pada spektrofotometer harus memiliki pancaran radiasi yang stabil
dan intensitasnya tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa untuk daerah tampak,
ultraviolet dekat dan inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat
rambut terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu pijar
biasa, daerah panjang gelombang (λ) adalah 350 – 2200 nanometer (nm). Lampu
hidrogen atau lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah ultraviolet
(UV). Lampu wolfram juga digunakan sebagai sumber cahaya, kelebihan lampu
wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai
b. Monokromator
(monokromatis) yang bebeda. Monokromator terdiri dari dua macam yaitu prisma
dan kisi difraksi. Cahaya monokromatis ini dapat dipilih pada panjang gelombang
tertentu yang sesuai untuk kemudian dilewatkan melalui celah sempit yang
disebut slit. Ketelitian dari monokromator dipengaruhi juga oleh lebar celah yang
dipakai.
c. Kuvet
Kuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat sampel
atau cuplikan yang akan dianalisis. Kuvet harus memenuhi syarat-syarat berikut:
Kuvet biasanya terbuat dari kwarsa, plexiglass, plastik dengan bentuk tabung
empat persegi panjang 1x1 cm dan tinggi 5 cm. Kuvet yang dipakai pada
dari kaca tidak dapat dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV. Pengukuran di
d. Detektor
panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang
selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk jarum penunjuk
akan dilewatkan pada sampel yang mengandung suatu zat dalam konsentrasi
tertentu. Oleh karena itu, terdapat cahaya yang diserap (diadsorbsi) dan ada pula
yang dilewatkan. Cahaya yang dilewatkan ini kemudian diterima oleh detektor.
cahaya yang diserap oleh sampel. Cahaya yang diserap sebanding dengan
29
konsentrasi zat dalam sampel secara kuantitatif. Skema alat spektrofotometer UV-
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, yaitu bulan Januari sampai April
Universitas Padjajaran.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peralatan gelas, neraca
analitik, pipet tetes, kertas saring biasa, pH meter, ayakan mesh, shaker, siever,
oven,furnace, lumpang porselin, desikator, sentrifuga, labu ukur 100 ml, corong
X-Ray), FTIR (Fourier Transform Infra Red), PSA (Particle Size Analyzer) dan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu air limbah laundry, sekam
padi, air suling, NaOH 25%, HCl 1N (37% analisis grade), ZnCl2 10%, indikator
31
fenolftalin (PP) 0,5%, natrium hidroksida (NaOH) 1N, asam sulfat (H2SO4)1N,
sam sulfat (H2SO4) 6N, biru metilen, kloroform (CH3Cl), larutan pencuci,
(Na2SO4), serabut kaca (glass wool), asam sulfat (H2SO4) 5N, kalium antimonil
askorbat (C6H8O6) 0,1M, larutan campuran dan kalium dihidrogen fosfat anhidrat
(KH2PO4).
C. Prosedur Penelitian
Sekam padi dicuci dengan air panas untuk menghilangkan kotoran yang
menempel pada sekam padi. Setelah direndam dengan air panas, kemudian
menggunakan air panas keesokan paginya, sehingga kotoran yang menempel pada
sekam padi benar-benar hilang. Sekam padi yang sudah bersih lalu dikeringkan
menggunakan oven selama semalaman pada suhu 90˚C. Kemudian sekam padi
heatingmantle dengan suhu 75˚C. Setelah itu, disaring dan residu padatannya
dicuci berulang kali dengan air suling untuk menghilangkan ion-ion logam yang
sebanyak 600 ml dalam gelas kimia 1000 ml, lalu dipanaskan selama 1 jam
dengan menggunakan magnetic stirrer hot plate pada suhu 90˚C. Kemudian
32
silika dan residu sekam padi. Residu sekam padi kemudian dicuci dengan
menggunakan air suling secara berulang kali dan dikeringkan dengan oven pada
Ditimbang sekam padi tanpa unsur silika sebanyak 50 gram hasil ekstraksi silika
dan dilakukan karbonisasi menggunakan furnace pada suhu 300˚C selama 2 jam.
proses penyaringan, karbon dicuci dengan air suling pH 7. Setelah itu dikeringkan
dalam oven pada suhu 105˚C selama 3 jam. Kemudian karbon diaktivasi secara
fisika menggunakan furnace pada suhu 400˚C selama 1 jam. Setelah diaktivasi
secara fisika, karbon dimasukkan ke dalam desikator dan diayak dengan ayakan
ukuran partikel.
33
Dilarutkan 0,5 gram fenolftalin dengan 50 ml alkohol 95% di dalam gelas piala
250 ml. Lalu ditambahkan 50 ml air suling dan beberapa tetes larutan NaOH 0,02
Dilarutkan 4,0 gram NaOH dengan 50 ml air suling di dalam labu ukur 100 ml,
kemudian ditambahkan air suling sampai tepat tanda tera dan dihomogenkan.
Diambil 2,8 ml H2SO4 pekat, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml
yang berisi 50 ml air suling. Lalu ditambahkan air suling sampai tepat tanda tera
dan dihomogenkan.
yang berisi 120 ml air suling. Lalu ditambahkan air suling sampai tepat tanda tera
dan dihomogenkan.
Dilarutkan 100 mg biru metilen dengan 100 ml air suling dan dihomogenkan.
Kemudian diambil 30 ml dari larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu ukur
1000 ml, lalu ditambahkan 500 ml air suling, 41 ml H2SO4 6N dan 50 gram
sempurna kemudian ditambahkan air suling hingga tepat tanda tera dan
dihomogenkan.
34
f. Larutan pencuci
Dalam penentuan kadar surfaktan anionik, larutan standar untuk pembuatan kurva
kalibrasi maupun larutan sampel diperlakukan sama. Sampel air limbah laundry
ditambahkan 3 tetes sampai dengan 5 tetes indikator fenolftalin dan larutan NaOH
1N tetes demi tetes ke dalam larutan sampel sampai timbul warna merah muda.
sambil sesekali dibuka tutup corong untuk mengeluarkan gas. Setelah itu,
Diekstraksi kembali fasa air dalam corong pemisah sebanyak dua kali dengan
melalui glass wool dan ditampung ke dalam labu ukur 100 ml. Kemudian
35
kloroform dan dikocok selama 30 detik. Setelah itu dicuci glass wool dengan
Kemudian dilakukan pengenceran pada fasa kloroform dalam labu ukur hingga
tanda tera. Selanjutnya dilakukan pembacaan serapan dari lapisan kloroform yang
nm dan hal yang sama dilakukan pada blanko. Penentuan kadar surfaktan anionik
dengan metode MBAS ini dilakukan pada sampel limbah laundry sebelum dan
Dimasukkan dengan hati-hati 70 ml asam sulfat pekat ke dalam gelas piala yang
berisi 300 ml air suling dan diletakkan pada penangas es. Kemudian diencerkan
Dilarutkan sebanyak 1,3715 gram kalium antimonil tartrat dengan 400 ml air
suling dalam labu ukur 500 ml. Kemudian ditambahkan air suling hingga tepat
Dilarutkan sebanyak 20 gram amonium molibdat dalam 500 ml air suling dan
dihomogenkan.
Dilarutkan sebanyak 1,76 gram asam askorbat dalam 100 ml air suling dan
dihomogenkan.
36
e. Larutan campuran
askorbat.
terbentuk warna merah muda, dilakukan penambahan H2SO4 5N tetes demi tetes
tersebut dimasukkan ke dalam kuvet sebanyak ¾ bagian dari volume kuvet dan
panjang gelombang 880 nm. Penentuan kadar fosfat ini dilakukan pada sampel
limbah laundry sebelum dan sesudah proses pengolahan dengan karbon aktif.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Indonesia. 2018. Luas Panen dan Produksi Beras di
Butler, ed. Principles of Ecotoxycology. John Wiley and Sons Inc. New
York. 313-312.
38
Science. 40 : 6353-6544.
Ghozali, Inarti, Retno, Muchtar, dan Harita. 1996. Operasi Teknik Kimia. Pusat
Widya. Bandung.
Giwangkara, S. E. G. 2006. Aplikasi Logika Syaraf Fuzzy pada Analisis Sidik Jari
Gultom, E. M., dan M. T. Lubis. 2014. Aplikasi Karbon Aktif dari Cangkang
dan Pb. Jurnal Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara. 3 (1) : 5-10.
Hammer, M. J., dan W. Viessman. 2005. Water Supply and Pollution Control 8th
Hanum, F., R. J. Gultom, dan M. Simanjuntak. 2017. Adsorpsi Zat Warna Metilen
Biru dengan Karbon Aktif dari Kulit Durian Menggunakan KOH dan NaOH
Harsono, H. 2002. Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi. Jurnal Ilmu
Hassler, J. W. 1951. Activated Carbon. Chemical Publishing Co. Inc. New York.
Hindryawati, N., dan Alimuddin. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Silika Gel dari
HORIBA.
Idrus, R., P. L. Boni, dan S. S. Yoga. 2013 Pengaruh Suhu Aktivasi terhadap
Jalali, R., H. Ghafurian, S.J. Davarpanah, and S. Sepehr. 2002. Removal and
Junior, O. K., and L. V. Gurgel. 2009. Adsorption of Cu (II), Cd (II), and Pb (II)
Materials. 86 : 145-151.
Khornia, D., R. Dwi, Suwardiyono, dan N. Kholis. 2017. Pengaruh Waktu dan
Lienden, C., L. Shan, S. Rao, E. Ranieri, and T. M. Young. 2010. Metals Removal
Karbon Aktif pada Pemurnian Kadar Fosfat Limbah Cair Usaha Laundry di
ISBN : 978-979-3812-41-0.
28.
Silika Gel dari Abu Sekan Padi yang Dimobilisasi dengan 3-(Trimetoksil)-
Murti, S. 2008. Pembuatan Karbon Aktif dari Tongkol Jagung untuk Adsorpsi
Mutiara, T., R. Fajri, dan I. Nurjannah. 2016. Karakterisasi Karbon Aktif dari
Nurhasni, Hendrawati, dan N. Saniyyah. 2014. Sekam Padi untuk Menyerap Ion
Logam Tembaga dan Timbal dalam Air Limbah. Valensi. 4 (1) : 36-44.
Paytan, A., dan K. McLaughin. 2007. The Oceanic Phosphorus Cycle. Chem. Rev.
20 (2) : 200-208.
Peraturan Gubernur Lampung Nomor 7 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air
Prabarini, N., dan D. G. Okayadnya. 2014. Penyisihan Logam Besi (Fe) pada Air
Sumur dengan Karbon Aktif dari Tempurung Kemiri. Jurnal Ilmiah Teknik
Indonesia. Depok.
Kamsius. Yogyakarta.
IHP. Bogor.
Raharjo, S. 1997. Pembuatan Karbon Aktif dari Serbuk Gergajian Pohon Jati
WIB.
Reri, A., D. Yommi, dan F. Rafiola. 2012. Studi Penentuan Kondisi Optimum Fly
Rizka, R. B., dan W. Anggraini. 2017. Pembuatan Karbon Aktif dari Bambu
Rosen, M. J. 2004. Surfactans and Interfacial Phenomena 3th Edition. John Wiley
Salager, J. L. 2002. Surfactans Types and Uses. Version 2. FIRP Booklet #E300-
14.00 WIB.
Sapei, L., A. Miryanti, dan L. B. Widjaja. 2012. Isolasi dan Karakterisasi Silika
232-8033.
sebagai Adsorben Ion Pb (II) dan Cu (II). (Tesis). Fakultas Matematika dan
Satriani, D., P. Ningsih, dan Ratman. 2016. Serbuk dari Limbah Cangkang Telur
Shofa. 2012. Pembuatan Karbon Aktif Berbahan Baku Ampas Tebu dengan
Indonesia. Depok.
Sitorus, H. 1997. Uji Hayati Toksisitas Detergen terhadap Ikan Mas (Cyprinus
America.
Germany.
Recycling. 44 : 185-196.
Sudrajat, R., dan G. Pari. 2011. Arang Aktif: Teknologi Pengolahan dan Masa
Proses Oksidasi Paduan Zinkronium. Jurnal Forum Nuklir. Pusat Sains dan
Environmental Engineering.
Belanda.
West, A. R. 1999. Basic Solid State Chemistry Second Edition. Wiley. New York.
218-235.