Anda di halaman 1dari 12

Fertilizer Berbasis Silika dan Karbon Aktif Ampas Tebu (Bagasse) sebagai

Pendegradasi Residu dalam Pestisida

Disusun oleh:

Nama: 1. Dini Fitrotun Jamil (07)

2. Elhana Zuqriya (10)

Kelas: XI MIPA 7

KEMENTERIAN AGAMA

MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 KUDUS

Prambatan Kidul, Kaliwungu, Kudus, Jawa Tengah 59331, Telp. (0291) 431184

Website: www.man2kudus.sch.id E-mail: puskom@man2kudus.sch.id


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan pestisida di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1965, jenis pestisida yang
banyak digunakan adalah jenis organoklorin, antara lain Dichloro Diphenyl Trichloroethane
(DDT) dan lindan. Saat ini pestisida yang umum digunakan adalah jenis organofosfat, karbamat
dan piretroid. Dari jenis-jenis pestisida tersebut, yang paling toksik dan persisten adalah jenis
organoklorin. Dampak dari penggunaan pestisida adalah dapat tertinggalnya pestisida tersebut di
dalam tanah bahkan di dalam produk pertanian dalam jangka waktu tertentu (residu pestisida),
sehingga berpotensi membahayakan lingkungan dan manusia karena bersifat toksik. Jika residu
pestisida di tanah tersebut diserap ke dalam produk pertanian, maka manusia sebagai konsumen
produk tersebut ditengarai akan terstimulus kanker hingga EDs (terganggunya hormon
endokrin).

Tingginya intensitas pertanaman menyebabkan keseimbangan unsur hara semakin


berkurang, termasuk unsur silika (Si). Pemberian pupuk silika dengan dosis yang tepat dapat
meningkatkan kesuburan tanah dan menyebabkan tanaman lebih tahan terhadap serangan hama
penyakit (Khaerana dan Gunawan, 2019)

Teknologi penanganan dampak negatif residu pestisida beraneka ragam, mulai dari
insinerasi, pemadatan sampai ke penyimpanan (containment) dan bioremediasi (Wisjnuprapto,
1996). Teknologi penanggulangan residu pestisida di lahan pertanian yang memanfaatkan limbah
pertanian/ perkebunan sebagai bahan dasar sampai saat ini masih sangat sedikit. Limbah
pertanian/perkebunan (Ampas tebu,tempurung kelapa, sekam padi, bonggol jagung, dll)
merupakan suatu biomassa yang dapat diubah menjadi materi yang bernilai ekonomis lebih
tinggi dan lebih bermanfaat daripada dibakar. Salah satu pemanfaatan biomassa tersebut adalah
sebagai bahan dasar produksi arang aktif yang dapat dijadikan sebagai pengendali residu pada
tanah (Ardiwantara, 2020). Pemanfaatan biomassa limbah pertanian/ perkebunan untuk produksi
arang aktif memiliki dampak positif sebagai pengurangan limbah pertanian/perkebunan untuk
mendukung pembanguan pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Bahan baku arang
aktif yang banyak dijumpai dan mudah didapat di kabupaten Kudus adalah ampas tebu
(Bagasse). Penggunaan ampas tebu sebagai karbon aktif dalam mekanisme degradasi residu
pestisida akan memberi harapan baik untuk mengatasi pencemaran di tanah oleh pencemar
organik maupun anorganik.

Penelitian ini bertujuan untuk menanggulangi masalah yang ditimbulkan oleh residu
pestisida dengan memanfaatkan pupuk silika dan karbon aktif ampas tebu (Bagasse) sebagai
pendegradasi residu pestisida. Penelitian menggunakan rancangan faktorial dua faktor. Faktor
pertama yaitu dosis pemberian pupuk silika dan karbon aktif ampas tebu (Bagasse), faktor kedua
adalah penggunaaan varietas (inpari 36 dan TN1). 
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dimaksudkan untuk mengungkapkan pokok pikiran secara jelas dan
sistematis, sehingga akan mudah dipakai dengan jelas dari permasalahan sebenarnya. Adapun
pokok permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut :

1. Apakah fertilizer berbasis silika dan karbon aktif ampas tebu (Bagasse) efektif sebagai
pendegradasi residu dalam pestisida?
2. Bagaimana mekanisme degradasi residu pestisida oleh fertilizer berbasis silika dan
karbon aktif ampas Tebu (Bagasse) ?

1.3 Tujuan Penelitian

Dengan adanya tujuan penelitian diharapkan mampu memecahkan permasalahan yang


tergambar dalam latar belakang dan rumusan masalah. Adapun tujuan penelitian antara lain:

1. Mengetahui apakah fertilizer berbasis silika dan karbon aktif ampas tebu (Bagasse)
efektif sebagai pendegradasi residu dalam pestisida
2. Mengetahui bagaimana mekanisme degradasi residu pestisida oleh fertilizer berbasis
silika dan karbon aktif ampas tebu (Bagasse).

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bisa memberikan inovasi yang baru mengenai topik yang diangkat.


2. Membantu menanggulangi masalah pertanian terutama masalah residu pestisida.
3. Memanfaatkan berbagai teknologi, informasi , alat dan apapun di sekitar untuk
menciptakan sebuah projek atau apapun itu yang bermanfaat.
4. Memberikan berbagai pengetahuan yang lebih kepada pembaca hasil tulisan secara luas
tentang manfaat dari topik yang kami angkat.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Ampas Tebu (Bagasse)

Ampas tebu (Bagasse) merupakan residu dari proses penggilingan tanaman tebu setelah
diekstrak atau dikeluarkan niranya. Ketersediaan ampas tebu di Indonesia cukup melimpah
sejalan dengan banyaknya pabrik gula tebu, baik yang dikelola oleh negara (PT Perkebunan
Nusantara/PTPN) maupun swasta. Data P3GI 2010 menunjukkan pada tahun 2009 terdapat 15
perusahaan ( 62 pabrik gula) dengan jumlah tebu yang digiling sebanyak 29,911 juta ton per
tahun. Dari jumlah tebu yang digiling tersebut, ampas tebu yang dihasikan sebesar 2,991 juta
ton.Sekitar 50% ampas tebu yang dihasilkan di setiap pabrik gula dimanfaatkan sebagai bahan
bakar boiler dan sisanya ditimbun sebagai buangan yang memiliki nilai ekonomi rendah.
Penimbunan ampas tebu dalam waktu tertentu akan menimbulkan permasalahan, karena bahan
ini mudah terbakar, mencemari lingkungan sekitar, dan menyita lahan yang luas untuk
penyimpanannya. Berbagai upaya pemanfaatan terus dilakukan untuk meminimalkan ampas
tebu, diantaranya adalah untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp dan particle
board, namun upaya ini masih belum mampu mengatasi permasalahan ampas tebu. Salah satu
pertimbangan yang mendasari pemanfaatan ampas tebu menjadi karbon aktif, adalah ampas tebu
merupakan biomassa lignoselulosa yang memiliki kadar karbon tinggi.

2.1.1 Analisis Ampas Tebu (Bagasse)

2.2 Karbon Aktif

Karbon aktif atau arang aktif adalah senyawa karbon yang telah mengalami perubahan sifat-
sifat fisika dan kimia karena telah mengalami proses aktifasi dengan aktifator bahan kimia atau
fisika sehingga luas permukaan dan daya serap senyawa karbon tersebut akan menjadi lebih
tinggi (Jamilatun dan Setyawan, 2014). Menurut Lempang dkk (2011) melalui proses aktivasi
terhadap senyawa karbon terjadi perubahan pola gugus fungsi, peningkatan kristalinitas,
pembukaan pori dan reduksi senyawa kimia seperti hidrogen, gas-gas dan air dari permukaan
karbon sehingga terjadi perubahan fisik pada permukaannya. Aktivasi ini terjadi karena
terbentuknya gugus aktif akibat adanya interaksi radikal bebas pada permukaan karbon dengan
atom-atom seperti oksigen dan nitrogen. Pada proses aktivasi juga terbentuk pori-pori baru
karena adanya pengikisan atom karbon melalui oksidasi atau pun pemanasan. Karbon aktif
berwarna hitam, tidak berbau, tidak terasa dan mempunyai daya jerap yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan kabon aktif yang belum menjalani proses aktivasi, serta mempunyai
permukaan yang luas, yaitu memiliki luas antara 300 sampai 3500 m2/gram (Abdi, 2008).
Pesatnya Arang aktif adalah material berpori yang mempunyai kemampuan untuk menyerap
pengotor yang terdapat dalam air yaitu sebagai filter air (Nustini dan Allwar 2019). Arang aktif
mengandung 85-95% karbon. Prosedur analisis karakteristik arang aktif mengacu pada Standar
Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 tentang arang aktif teknis. Melalui alat Scanning
Electron Microscope (SEM) dapat diketahui ukuran pori arang aktif tempurung kelapa (AATK)
yang memiliki ukuran di bawah 50 m pada perbesaran 500 kali, sedangkan arang aktif sekam
padi (AASP) memiliki ukuran pori sebesar 82 m pada perbesaran 200 kali

2.2.1 Karbon Aktif Ampas Tebu (Bagasse)

2.3 Residu Pestisida

Penggunaan pestisida yang kurang bijaksana dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
manusia, biota air, hewan ternak, burung serta kerusakan tatanan lingkungan (Brown 1978;
Koesoemadinata 1980; Mustaqim dan Ma’aruf 1990; Endrawanto dan Winarno 1996). Untuk
mengetahui sejauh mana dampak negatif residu pestisida di lingkungan pertanian, maka perlu
dilakukan analisis residu pestisida dengan metode analisis tertentu (Ardiwinata 2008).

Menurut Lutter (2000) beberapa jenis residu pestisida mempunyai dampak negatif terhadap
kesehatan manusia yakni dapat merusak metabolisme steroid, merusak fungsi tiroid, berpengaruh
terhadap spermatogenesis; toksik terhadap sistem reproduksi (Tabel 1). Selanjutnya Oh (2001)
melaporkan bahwa beberapa jenis pestisida berpotensi menimbulkan endocrine disruptings
(EDs) antara lain: karbofuran, 2,4-D, sipermetrin, benomil, karbaril, endosulfan, fenvalerat,
malation, mankozeb dan metomil.

Proses degradasi adalah proses terjadinya peruraian pestisida setelah digunakan, dapat
terjadi sebagai akibat adanya; mikroba, reaksi kimia, dan sinar matahari. Prosesnya dapat terjadi
setiap saat dari hitungan jam, hari, sampai tahunan bergantung pada kondisi lingkungan dan
sifat-sifat kimia pestisida (Manuaba, 2009). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
beberapa genus bakteri yang diisolasi dari tanah dan perairan sungai mampu mendegradasi
senyawa pestisida dan menggunakannya sebagai sumber karbon dan memiliki gen metabolisme
dalam plasmidnya (Sabdono, 2003). Bakteri yang tetap bertahan hidup di lingkungan yang
mengandung pestisida merupakan ekspresi bakteri yang mampu hidup dan dapat mendegradasi
pestisida (Rahmansyah & Sulistinah, 2009).
BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen yang bertujuan untuk
menanggulangi masalah yang ditimbulkan oleh residu pestisida dengan memanfaatkan pupuk
silika dan karbon aktif ampas tebu (Bagasse) sebagai pendegradasi residu pestisida. Seperti yang
dijelaskan dalam sugiyono (2010, hlm.11) bahwa metode penelitian eksperimen merupakan
metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh treatment (perlakuan) tertentu.
Desain penelitian riset eksperimental dapat menerapkan pendekatan kualitatif atau pun
kuantitatif. Namun pada umumnya, penelitian eksperimen menerapkan pendekatan kuantitatif
karena memerlukan hipotesis.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga April 2021 di Laboratorium Man 2
Kudus.

3.3 Alat dan bahan

Alat
3.3.1 Alat Pembuatan Karbon aktif
Horizontal Fixed Bed Reactor, reaktor aktivasi, desikator, labu ukur 1000 mL, beaker
glass, hot plate, labu erlenmeyer, oven, desikator, dan tabung sentrifugal

Gambar 1. Horizontal Fixed Bed Reactor (Hidayati dkk., 2016)

3.3.2 Alat Pengujian Fertilizer


Alat mesin granulator, alat penyemprot, neraca manual, neraca digital, caw
an,oven,sieve shaker tipe Meinzer II 2 Amp (F), ayakan tepung manual, baskom,
tampah, gelas beker, stopwatch, dan desikator.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk Si-plusHS, gula tebu sebesar 5%,
ampas tebu (Bagasse) yang dibutuhkan sebesar 90% dari setiap tebu yang diproses dari Pabrik
Gula Rendeng Kudus PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX Iryanto Hutagol, 25 gram KI , 13
gram I2, 26 gram Natrium Tio-Sulfat, 0,2 gram Na2CO3, 10 mL isoamil alkohol, 1 gram kanji ,
90 mL air panas, aquadest (10 ml, 30 ml, 1000 ml) , larutan Iod 0,1 N, larutan natrium tio-sulfat
0,1 N, larutan kanji 1% dan alumunium foil. Bahan yang digunakan untuk membuat karbon aktif
adalah ampas tebu (Bagasse) dengan hasil uji komposisi ampas tebu disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Ampas Tebu


Komponen Jumlah (%)
Selulosa 50 - 55 selulosa
Hemiselulosa 15 – 20 hemiselulosa
Lignin 20 – 23 lignin

3.4 Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam penelitian ini dimulai dari pembuatan karbon aktif berbahan dasar
ampas tebu (Bagasse) kemudian pencampuran tanah, pupuk silica dan karbon aktif ampas tebu
(Bagasse) dilanjutkan dengan uji sampel untuk mendegradasi residu dalam pestisida.

3.4.1 Pembuatan Karbon aktif Berbahan Dasar Ampas Tebu (Bagasse)


3.4.1.1 Persiapan Bahan Baku dan Karbonisasi

Bahan baku yang digunakan adalah ampas tebu dari dari Pabrik Gula Rendeng Kudus PT
Perkebunan Nusantara (PTPN) IX Iryanto Hutagol , dalam kondisi sudah kering yang hanya
memiliki kadar air ± 5% sehingga dapat langsung dilakukan proses karbonisasi tanpa dilakukan
proses pengeringan. Proses karbonisasi ampas tebu pada penelitian ini dilakukan peningkatan
temperatur secara bertahap sehingga mencapai temperatur 400°C. Pemilihan temperatur
karbonisasi ini didasarkan atas komponen yang terdapat pada ampas tebu. Setelah proses
karbonisasi selesai dilakukan, terdapat perhitungan massa dari ampas tebu sebelum dan sesudah
dikarbonisasi. Selisih dari ampas tebu sebelum dan sesudah dikarbonisasi ditimbang untuk
mendapatkan yield karbon dalam ampas tebu (Karimah, 2013).

3.4.1.2 Proses Aktivasi Karbon

Setelah proses karbonisasi selesai dilakukan, maka proses selanjutnya ialah proses aktivasi.
Pada proses aktivasi, serbuk karbon dimasukkan dalam reaktor dan dialirkan gas CO2, dengan
pengontrolan laju alir CO2 sebesar 300, 400, dan 500 mL/menit. Kemudian dipanaskan sehingga
mencapai temperatur proses 700, 800, dan 900℃. Setelah proses aktivasi selesai dihasilkan
produk berupa karbon aktif. Karbon aktif ini perlu diberi treatment lagi agar karbon aktif yang
didapatkan benar-benar murni.

3.4.1.3 Proses Pendinginan

Setelah proses aktivasi dengan reaktor, maka akan didapat sampel karbon aktif yang harus
didinginkan terlebih dahulu sampai temperatur pemanas di bawah 100℃ dengan tetap
mengalirkan CO2. Sampel tersebut masih terdapat di dalam reaktor dengan pemanas dalam
keadaan mati.

3.4.1.4 Pencucian dan Pengeringan

Pada proses pencucian ini karbon aktif dicuci menggunakan HCl 0.1M dan aquades.
Tujuannya untuk menghilangkan sisa-sisa gas karbon dioksida yang masih menempel pada
permukaan dan pori-pori karbon aktif. Untuk memastikan bahwa sudah tidak ada gas karbon
dioksida sisa yang masih menempel pada permukaan dan pori-pori karbon aktif, maka pencucian
dilakukan berulang kali kemudian dicek keasamannya menggunakan kertas pH. Karbon aktif
yang telah dicuci kemudian dikeringkan. Untuk memastikan bahwa air sudah tidak ada lagi di
dalam karbon aktif, maka setelah dikeluarkan dari oven dan ditimbang, karbon aktif dimasukkan
kembali ke dalam oven untuk beberapa saat. Kemudian, karbon aktif dikeluarkan dan ditimbang
kembali. Jika tidak terjadi perubahan massa, karbon aktif dapat dipastikan telah kering.

3.4.1.5 Analisa bilangan iod


Karakterisasi luas permukaan karbon aktif yang dihasilkan pada penelitian ini dilakukan
dengan metode analisis bilangan iod yang direpresentasikan dari jumlah kandungan iod yang
diserap oleh karbon aktif. Adapun langkah kerja pada metode analisis ini adalah sebagai berikut

A. Pembuatan larutan Iod 0,1 N , larutan Natrium Tio Sulfat 0,1 N , dan larutan Kanji 1 %
B. Menganalisis jumlah kandungan iod yang diserap oleh karbon aktif
1. Mengoven karbon aktif pada temperatur 120°C selama 1 jam.
2. Mendinginkan karbon dalam desikator.
3. Menimbang karbon sebanyak 0,5 gram dan memasukkan dalam labu erlenmeyer
yang telah dilapisi aluminium foil dan tertutup.
4. Menambahkan 50 mL larutan iod 0,1 N.
5. Mengaduk erlenmeyer selama 15 menit pada suhu kamar.
6. Memindahkan larutan ke dalam tabung sentrifugal.
7. Memutar tabung sentrifugal dengan menggunakan sentrifuge selama ±30 menit
sampai sampel turun dan memipet 10 mL cairan tersebut.
8. Menitrasi dengan larutan natrium tio-sulfat 0,1 N hinggawarna kuning dari larutan
samar, kemudian menambahkan larutan kanji 1% sebagai indikator.9.Menitrasi kembali
dengan teratur sampai mendapatkan titik akhir bila warna biru larutan telah hilang dan
larutan berubah warna menjadi bening.

3.4.2 Pencampuran semua sampel


3.4.2.1 Pengomposan tanah, pupuk silika dan karbon aktif ampas tebu (Bagasse)
a. Mencampurkan tanah, pupuk silika, dan karbon aktif ampas tebu dengan rincian. Media
yang digunakan adalah tanah gambut sebanyak 1 kg dicampur dengan pupuk silika 50
gram dan karbon aktif ampas tebu sebanyak 25 gram.
b. Pengomposan bahan, dengan cara dibolak balik dengan menjaga suhu, kelembaban, dan
aerasi udara. Hasil kompos kemudian dijemur dengan matahari atau dengan rotary dyer
sampai kadar air kurang dari 20 %
c. Penggilingan, bisa dengan ditumbuk atau menggunakan mesin crusher sampai diperoleh
butiran atau tepung
d. Pengayakan, untuk mendapatkan butiran yang seragam misal 100 mesh
3.4.3 Uji fertilizer berbasis silika dan karbon aktif ampas tebu (Bagasse) sebagai
Pendegradasi Residu dalam Pestisida

1) Bulk Density (Densitas kamba)

Densitas pupuk organik granul dihitung dengan rumus:

2) Persentase Ukuran Granul 2- 5 mm

Tujuan dari pengujian ini yai tu untuk mendapatkan ukuran diameter granul yang sesuai dengan
standar yaitu 2-5mm. Persentase ukuran granul dapat dihitung dengan rumus:

dimana :
%UG = persentase ukuran granul 2-5 mm (%)
m1 = massa pupuk 2- 5 mm
m2 = massa pupuk total (g)
3) Durabilitas
Uji durabilitas digunakan untuk mengetahui kualitas fisik granul yaitu mengetahui persentase
jumlah granul yang masih utuh setelah melalui perlakuan fisik dengan alat mekanik.
Langkahlangkah dalam pengujian ini yaitu menyiapkan pupuk or gani k granul 500 gram. Lalu
memasukan granul yang ditimbang tersebut ke alat mesin getar (shaker) dan dinyalakan selama
10 menit. Setelah 10 menit, alat mesin dimatikan dan dit imbang granul yang masih utuh/ tidak
pecah. Nilai dur abi l itas d ihitung dengan persamaan:

dimana:

mo = massa granul yang utuh (g)

mi = massa granul sebelum uji (g)


4) Daya Serap Air (DSA)

Daya ser ap air merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui daya penyerapan granul
terhadap air saat granul terendam dalam air. Pengujian ini dilakukan dengan menimbang 5 gram
pupuk granul yang akan diuji. Kemudian granul direndam dengan air hingga seluruh permukaan
granul tertutup air selama 1 jam. Setelah itu rendaman disaring dan dimasukkan ke dalam cawan.
Setelah itu cawan dimasukkan ke dalam oven dan didinginkan dalam desikator selama ±5 menit
serta ditimbang. Daya serap granul air dihitung dengan persamaan:

dimana :

ma = massa granul basah (g)


mb = massa granul kering (g)

5) Waktu Dispersi

Waktu dispersi diuji dengan cara memasukkan 5 gram pupuk organik granul ke dalam gelas
beker yang berisi 100 ml air. Mendiamkan dan mencatat w aktu hancur nya gr anul, w aktu
hancur yang lebih lama akan menunjukkan karakteristik fisik granul yang semakin baik pula.

3.5 Diagram alir penelitian

Persiapan alat dan bahan baku


Sampel dimasukkan ke dalam
reaktor

Gas CO2 dialirkan dengan variasi laju air 300,400,dan 500 mL/menit

Aktivasi selama 2 jam di dalam reaktor pada T= 700, 800, dan 900C

Karbon aktif

Pendinginan

Pencucian sampel

Pengeringan sampel

Analisa bilangan iod

Pengomposan tanah, pupuk silika dan karbon aktif ampas tebu (Bagasse)

Uji fertilizer

Anda mungkin juga menyukai