Pembuatan Komposit dari Karbon Aktif dan Fe3O4 Sebagai Absorben Zat
Pewarna Red MX-5B
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah menjadi suatu permasalahan lingkungan yang semakin hari bertambah, baik dari segi
volume maupun jenisnya seiring perkembangan teknologi dan zaman. Salah satu yang
menjadi permasalahan lingkungan adalah adanya pencemaran oleh bahan pewarna dari sektor
industri tekstil yang membuang limbah dalam volume besar ke dalam ekosistem perairan
setelah dilakukannya proses pewarnaan. Pewarna yang lazim digunakan dalam industri
tekstil, kulit, kosmetik, pewarna makanan, dan kertas adalah pewarna jenis azo
(Zolinger et.al, 1987: Sudha et.al, 2014).
Pewarna azo merupakan pewarna utama yang digunakan dalam industri tekstil dan tergolong
limbah yang sulit terdegradasi, meski pewarna azo dapat bersifat nontoksik pada kadar
rendah bagi tubuh manusia, namun pada kadar atau jenis azo tertentu dapat bersifat toksik
dan karsinogenik (Dewi & Lestari, 2010). Setidaknya, terdapat kurang lebih 3000 jenis
pewarna azo yang digunakan dalam kegiatan industri, baik pada tekstil, kulit, kosmetik,
makanan dan kertas. Dalam Chequer et.al (2011) pewarna azo adalah pewarna sintesis dari
pasangan amine yang terdeazotisasi menjadi senyawa organik (amine atau fenol) yang
memiliki satu atau lebih gugus azo -N=N- yang berikatan dengan gugus cincin aromatik, dan
dapat terlarut dalam air.
Zat warna golongan azo merupakan golongan zat warna yang memiliki kromofor –N=N,
yang merupakan senyawa kimia yang memberikan warna, bukan sebagai zat warna sehingga
bahan yang terkena pewarna ini akan bersifat sementara. Oleh karena itu, pada industri
tekstil, dalam pewarna azo juga terdapat aukrosom atau radikal yang mengikat kromofor
sehingga warna akan terikat pada bahan. Ikatan antara kromofor dan aukrosom yang kuat
menyebabkan zat warna azo tidak dapat hilang dari perairan (Dewi & Lestari, 2010.).
pewarna azo digunakan hingga 80% dalam proses pewarnaan tekstil, dan diperkirakan oleh
Baban (2013) dalam Sudha et.al, (2014), bahwa 10-15% limbah pewarna azo masuk ke dalam
sungai ketika proses pewarnaan berlangsung.
Pewarna azo yang memiliki sifat mudah terlarut dalam air, ketika dibuang ke dalam
ekosistem perairan akan tercampur dalam perairan, terakumulasi dan mampu memasuki
tubuh biota air sehingga terjadi bioakumulasi. Secara fisik, pewarna azo yang masuk ke
dalam sungai membuat air sungai menjadi berwarna dan menghalangi cahaya yang masuk ke
dalam badan air, sehingga berpegaruh terhadap proses fotosintesis fitoplankton atau
tumbuhan air yang kemudian akan mempengaruhi pula zooplankton dan organisme air
lainnya. Secara kimia, mampu mengurangi kadar oksigen yang ada dalam perairan yang
tercemar dan dapat mengakibatkan kematian terahadap biota air. Selain itu, pada dasar
perairan, zat warna azo yang dirombak oleh mikroorganisme secara anaerobik dapat
menghasilkan senyawa amina aromatik yang tingkat toksisitasnya kemungkinan menjadi
lebih berbahaya dibandingkan dengan zat warna azo itu sendiri (Fitriana & Kuswytasari
2013). Salah satu contoh senyawa yang terbentuk dalam proses anaerobik yaitu kloroanilin,
yang dapat mengganggu kesehatan manusia karena diduga dapat berpengaruh terhadap organ
pernapasan, urogenital, dan gangguan saraf (Suhendra, dkk. 2013)
Nirmalarani et.al, (1988) dalam Sudha et.al (2014) menyebutkan bahwa pewarna azo mampu
mengurangi efisiensi germinasi benih dan pertumbuhan tumbuhan. Dalam konsentrasi yang
lebih tinggi mampu menghambat pertumbuhan tunas dan akar. Dampak yang terjadi pada
hewan, dalam Kucerova et.al., (1987); Collier at.al. (1993) dalam Chequer et.al, (2014)
menyebutkan bahwa pewarna azo mampu mempengaruhi kegagalan reproduksi dan dapat
menyebabkan aberasi kromosom. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Al-Sabti (2000)
dalam Chequer et.a,l (2014) yang hasilnya menunjukkan bahwa pewarna azo memiliki
aktivitas klastogenik, sebuah potensi faktor resiko permasalahan penyakit dalam
perkembangan gen, teratogenik atau karsinogenik terhadap populasi ikan.
Pewarna Azo bekerja atau bereaksi layaknya Xenobiotik dan bersifat toksik, dan dapat
terakumulasi melalui rantai makanan. Ketika, pewarna azo masuk ke dalam tubuh organisme
melalui absorpsi, ia dapat bereaksi terhadap metabolisme tubuh suatu organisme atau bahkan
zat tersebut bisa bereaksi sendiri tanpa ikut berekasi dalam metabolisme, karena adanya
interaksi dengan fungsi umum sel. Interaksi zat kimia terhadap fungsi umum sel diantaranya
dapat menyebabkan suatu efek narkose, dan gangguan terhadap penghataran impuls
neurohumoral (Anonim 2014).
Masuknya suatu zat ke dalam tubuh suatu organisme dapat menyebabkan sebuah proses
biotransformasi, atau perubahan zat kimia dalam sistem biologis pada fungsi fisiologi tubuh
organisme. Proses biotransformasi organisme ketika pewarna azo masuk ke dalam tubuhnya
bisa jadi mengurangi tingkat berbahaya zat kimia tersebut, atau bahkan mungkin juga
membuat xenobiotik bioaktif, dan menjadikannya lebih berbahaya dalam tubuh suatu
organisme. Proses utama biotransformasi yang terjadi ketika pewarna azo masuk, diantaranya
oksidasi, reduksi, hidrolisis dan konjugasi, yang terkatalisasi oleh enzim, dan dipengaruhi
oleh bangun molekul serta kepekatan pencemar, sifat alamiah mikroorganisme, keadaan
lingkungan, dan suhu (Connell 2006: Suhendra, dkk. 2013).
Oleh karena itu dibutuhkan suatu absorben yang dapat menyerap kandungan kimia dari
pewarna azo agar tidak terakumulasi dan mengakiatkan kerusakan terus menerus terhadap
lingkungan sekitar industri tekstil.
1. Bagaimana cara untuk membuat suatu material yang dapat menyerap pewarna
sintetis dari air?
2. Bagaimana karakteristik material yang sesuai untuk penyerpan yang efisien?
1.6 Hipotesis
1. Perbedaan perbandingan campuran antara Fe3O4 dapat memberikan perbedan sifat
2. Campuran yang memberikan hasil optimum yaitu perbandingan 2:1 antara karbon
aktif dan Fe3O4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembuatan Komposit Dengan Karbon Aktif dan Fe3O4 Sebagai Bahan
Baku.
aktif. Berdasarkan ukuran porinya terdapat tiga jenis pori, yaitu mikropori (< 2
nm), mesopori (2 – 50 nm), dan makropori (> 50 nm). Meskipun karbon aktif
cukup efektif dalam menjerap, diperlukan penyaringan yang membutuhkan waktu
cukup lama untuk memisahkan karbon aktif dari larutan adsorbat. Untuk
meningkatkan daya kerja karbon aktif, dilakukan modifikasi dengan
mengompositkan karbon aktif dengan magnetit (Fe3O4).
Magnetit (Fe3O4) merupakan salah satu oksida besi selain maghemit
(γFe2O3) dan hematit (α-Fe2O3) yang menunjukkan kemagnetan paling kuat di
antara oksida-oksida besi yang lain sehingga banyak dimanfaatkan di berbagai
bidang. Berbagai metode telah diketahui efektif dan dapat digunakan dalam
menyintesis magnetit (Fe3O4), seperti PVD (physical vapor depor deposition),
CVD (chemical vapor depor deposition), elektrodeposisi, hidrotermal dan
solvotermal, kopresipitasi, dan dekomposisi prekursor organologam dengan
temperatur tinggi. Metode yang digunakan untuk menyintesis magnetit pada
penelitian ini adalah metode kopresipitasi. Metode ini termasuk metode yang
sederhana, memiliki dampak yang rendah terhadap lingkungan karena dilakukan
dengan pelarut air tanpa menggunakan pelarut organik dan dapat dilakukan pada
suhu yang relatif rendah. Daya jerap yang besar dan didukung 2 oleh luas
permukaannya yang besar serta kemampuan merespons medan magnetnya paling
kuat akan memudahkan proses pemisahan.( Sadrakhman Zega 2017).
mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya
bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Pada umumnya karbon
aktif dapat di aktivasi dengan 2 cara, yaitu dengan cara aktivasi kimia dengan
hidroksida logamalkali, garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam
alkali tanah dan khususnya ZnCl2, CaCl2, asam-asam anorganik seperti H2SO4
dan H3PO4 dan aktivasi fisika yang merupakan proses pemutusan rantai karbon
dari senyawa organik dengan bantuan panas pada suhu 800°C hingga 900°C.
Faktor faktor yang berpengaruh terhadap proses aktivasi adalah waktu
aktivasi, suhu aktivasi, ukuran partikel, rasio activator dan jenis aktivator yang
dalam hal ini akan mempengaruhi daya serap arang aktif .
Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan
orgranik menjadi arang, pada proses karbonisasi akan melepaskan zat yang
mudah terbakar seperti CO, CH4, H2, formaldehid, methana, formik dan acetil
acid serta zat yang tidak terbakar seperti CO2, H2O dan tar cair. Gas-gas yang
dilepaskan pada proses ini mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.
Arang Aktif Proses aktifasi merupakan hal yang penting diperhatikan
disamping bahan baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktifasi adalah
suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu
dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-
molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika
maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh
terhadap daya adsorpsi.
Proses yang melibatkan oksidasi selektif dari bahan baku dengan udara,
juga digunakan baik untuk pembuatan arang aktif sebagai pemucat maupun
sebagai penyerap uap. Bahan baku dikarbonisasi pada temperatur 400-500°C
untuk mengeleminasi zat-zat yang mudah menguap. Kemudian dioksidasi dengan
gas pada 800-1000o C untuk mengembangkan pori dan luas permukaan.
Adapun pembuatan arang aktif melalui dua cara:
1. Proses Kimia Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia
tertentu, kemudian dibuat pada. Selanjutnya pada tersebut dibentuk
2.1.2 Magnetit
Magnetit (Fe3O4) merupakan salah satu oksida besi selain maghemit (-
Fe2O3) dan hematit (-Fe2O3) yang menunjukkan kemagnetan paling kuat di
antara oksida-oksida besi yang lain sehingga banyak dimanfaatkan di berbagai
bidang. Magnetit menunjukkan manfaat yang semakin luas dengan sifat
kemagnetan yang kuat dan dalam skala nanometer, salah satunya adalah sebagai
pengikat logam berat yang terkandung dalam air limbah. Daya serapnya yang
besar terhadap logam didukung oleh luas permukaannya yang besar serta
kemampuan merespons medan magnet sehingga memudahkan proses pemisahan
adsorben dari larutan.
Sintesis nanopartikel Magnetit telah dikembangkan dengan berbagai
metode, baik konvensional (seperti kopresipitasi) maupun inovatif (misalnya
solgel, hidrotermal, dan elektrokimia). Metode elektrokimia adalah metode yang
Simbol b merupakan konstanta yang berhubungan dengan energy bebas adsorpsi dan
Co merupakan konsentrasi awal adsorbat (mg/L) (Subariyah I 2011)
cahaya putih dan yang akan terurai dalam warna-warna spectrum bias dengan
adanya penyaringan oleh prisma yang dipersepsikan sebagai sinar foton
Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh
dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat
warna dengan serat. Zat organik tak jenuh umumnya berasal dari senyawa
aromatik dan derivatifnya(benzen,toluen,xilen, naftalena, antrasena.), Fenol dan
derivatifnya (fenol,orto/meta/para kresol),senyawa mengandung nitrogen seperti
piridin, kinolin, korbazolum. Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan
molekul menjadi berwarna.
Zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat
warna alam dan zat warna sintetik. Van Croft menggolongkan zat warna
berdasarkan pemakaiannya, misalnya zat warna yang langsung dapat mewarnai
serat disebutnya sebagai zat warna substantif dan zat warna yang memerlukan
zat-zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif.
Zat warna reaktif pertama kali diproduksi tahun 1956. Zat warna jenis
ini pada aplikasinya akan sulit dihilangkan karena adanya ikatan kovalen yang
kuat antara atom karbon dari zat warna dengan atom O, N, atau S dari gugus
hidroksi, amino atau thiol dari polimer. Keuntungan zat warna reaktif
adalah spectra absorpsinya runcing dan jelas.
Zat warna reaktif yang sering digunakan pada industri tekstil antara lain
Procion, Cibracon, Drimaren, dan Lavafix, yang dapat mengadakan reaksi
substitusi dengan serat dan membentuk ikatan ester, dan zat warna Remazol,
Remalan, dan Primazin, yang dapat mengadakan yang dapat mengadakan
reaksi adisi dengan serat dan membentuk ikatan eter. Zat warna monoazo procion
red MX-5B atau zat warna reaktif red 2 (C19H10Cl2N6Na2O7S2) dengan berat
molekul 615,3 gr mol-1 (Agustina TE 2012)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Bahan baku yang digunakan
FeCl2
FeCl3
Karbon aktif
Air demineralisasi
Air limbah
NaOH
Keterangan :
1. Gelas Beker
2. Motor Pengaduk
3. Pengaduk 3
4
4. Statif
3.6 Analisis
Komposit yang terbentuk kemudian dianalisis dengan menggunakan berbagai
Analisis seperti SEM, VSM, dan XRD. Dimana analisis dengan menggunakan SEM
akan menunjukkan gambaran partikel pada permukaan. VSM dapat menentukan sifat
DAFTAR PUSTAKA
Agustina T.E dan Amir M. 2012. Pengaruh Temperatur Dan Waktu Pada Pengolahan
Pewarna Sintetis Procion Menggunakan Reagen Fenton. Fakultas Teknik
Universitas Sriwijaya Kampus Palembang. Palembang
Alatas, Z. 2008. Kajian Paparan Radiasi Retrospektif Dengan Aberasi Kromosom.
Prosiding Seminar Nasional Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan IV dan
International Seminar on Occupational Health and Safety I
Jamilatun S dan Setyawan M. 2014. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Kelapa
dan Aplikasinya untuk Penjernihan Asap Cair. Fakultas Teknologi Industri
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Yogyakarta