Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ZAT WARNA

ZAT WARNA AZO DENGAN KOMPONEN ANILIN ASETIL J.ACID

Disusun Oleh :

Nama :1. Tyas Hazrani Yasmin ( 21420063)

2. Nandini Nurmalia Alwan ( 21420067)

3. Rizky Intan Putra ( 21420073)

4. Salma Tusyadyah ( 21420082)

Group / Kelompok : 2K4 / 05

Dosen :M. Ichwan, AT ,MS.Eng.,Ph.D

Witri A. S.,S.ST.,M, Tr.T.

Andri S., AMd.

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2022
ABSTRAK
Zat warna sintetik merupakan salah satu zat warna yang banyak digunakan
dalam industri tekstil. Hal ini disebabkan karena zat warna sintetik lebih murah, penggunaannya
lebih praktis, tidak mudah luntur, dan warnanya lebih bervariasi daripada zat
warna alam. Molekul zat warna tekstil terdiri dari kromofor sebagai pembawa warna dan
auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. Beberapa kromofor yang umum diantaranya
gugus nitroso, nitro, azo, etilen, dan karbonil, sedangkan auksokrom diantaranya gugus amina,
karboksil, metoksil, sulfonat, dan hidroksil.

Pewarna Azo merupakan pewarna paling banyak dengan variasi warna yang beragam,
memiliki aplikasi luas dalam industri tekstil, makanan, percetakan dan kosmetik. Pewarna azo
ditandai dengan adanya satu atau lebih ikatan azo –N=N–. Produksi tahunan pewarna azo di
seluruh dunia diperkirakan sekitar satu juta ton dan lebih dari 10.000 pewarna azo yang berbeda
secara struktural saat ini sedang digunakan. Dilaporkan bahwa sekitar 300.000 ton bahan pewarna
yang berbeda digunakan per tahun untuk pewarnaan tekstil. Dengan demikian, industri zat warna,
tekstil, kertas, dan kulit adalah konsumen utama pewarna azo sintetis dan menghasilkan limbah
yang menjadi sumber utama pencemaran air
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Zat warna adalah senyawa yang dipergunakan dalam bentuk larutan atau dispersi pada
suatu bahan lain sehingga berwarna (Rambe, 2009). Di Indonesia perkembangan produksi
zat pewarna dapat diketahui dari data ekspor nasional. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik
tahun 2000 mencerminkan bahwa kebutuhan zat pewarna baik untuk keperluan proses
produksi dan industri meningkat tiap tahunnya. Tingginya pemakaian zat pewarna pada
kegiatan industri tertentu membawa dampak pada peningkatan jumlah bahan pencemar
dalam limbah cair yang dihasilkan (Nugroho, 2005). Menurut Selvam dkk (2003), sekitar
10.000 jenis pewarna digunakan pada industri tekstil dan lebih dari 7 x 105 ton bahan
pewarna diproduksi setiap tahunnya. Selama proses pewarnaan, 10–15 % dari zat warna
tekstil yang digunakan akan terbuang bersama limbah.

Zat warna untuk tekstil dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan sumbernya yaitu
zat warna alami dan zat warna sintesis. Zat warna alami adalah zat warna yang diperoleh dari
alam seperti tumbuhtumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan pewarna
alam yang biasa digunakan untuk tekstil diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian
tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga, sedangkan zat warna sintesis adalah
zat warna buatan (Laksono, 2012).

Zat warna sintesis dalam tekstil merupakan turunan hidrokarbon aromatik seperti
benzene, toluene, naftalena dan antrasena. Sifat zat warna sintesis lebih stabil dibandingkan
zat warna alam. Zat warna sintetik merupakan salah satu zat warna yang banyak digunakan
dalam industri tekstil. Hal ini disebabkan karena zat warna sintetik lebih murah,
penggunaannya lebih praktis, tidak mudah luntur, dan warnanya lebih bervariasi daripada zat
warna alam. Molekul zat warna tekstil terdiri dari kromofor sebagai pembawa warna dan
auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. Beberapa kromofor yang umum
diantaranya gugus nitroso, nitro, azo, etilen, dan karbonil, sedangkan auksokrom diantaranya
gugus amina, karboksil, metoksil, sulfonat, dan hidroksil.

Sekitar 60%-70% zat warna yang digunakan dalam pencelupan tekstil adalah zat warna
sintetik golongan azo dan turunannya. Zat warna azo banyak digunakan dalam pencelupan
kain terutama kain dari serat selulosa, rayon, dan wool. Hal ini karena zat warna azo dapat
terikat kuat pada kain, sehingga tidak mudah luntur dan memberikan warna yang baik. Zat
warna azo tidak mudah rusak oleh perlakuan kimia, sehingga jika terbuang
ke lingkungan dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama serta dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan.

Pewarna azo merupakan pewarna utama yang digunakan dalam industri tekstil dan
tergolong limbah yang sulit terdegradasi, meski pewarna azo dapat bersifat nontoksik pada
kadar rendah bagi tubuh manusia, namun pada kadar atau jenis azo tertentu dapat bersifat
toksik dan karsinogenik. Jadi kita harus lebih bijak dalam penggunaan mainan salah satunya
dengan membeli mainan yang telah ber-SNI. Azo tidak baik untuk lingkungan serta tubuh
yang mungkin tidak akan dirasakan dalam waktu dekat, namun akan menumpuk dan
berakibat beberapa tahun kemudian tergantung banyaknya paparan. Maka dari itu kandungan
azo pada mainan dibatasi kandungannya, yaitu maksimal 20 mg/kg per senyawa.

1.2 Maksud dan Tujuan


1. Mengetahui komponen zat warna sintesis
2. Mengetahui proses diazotasi dan kopling
3. Mengetahui perhitungan bahan yang di perlukan agar dapat mencelup contoh uji.
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Definisi Zat Warna Azo.

Pewarna azo merupakan pewarna utama yang digunakan dalam industri tekstil dan
tergolong limbah yang sulit terdegradasi, meski pewarna azo dapat bersifat nontoksik pada
kadar rendah bagi tubuh manusia, namun pada kadar atau jenis azo tertentu dapat bersifat
toksik dan karsinogenik. Jadi kita harus lebih bijak dalam penggunaan mainan salah satunya
dengan membeli mainan yang telah ber-SNI. Azo tidak baik untuk lingkungan serta tubuh
yang mungkin tidak akan dirasakan dalam waktu dekat, namun akan menumpuk dan
berakibat beberapa tahun kemudian tergantung banyaknya paparan. Maka dari
itu kandungan azo pada mainan dibatasi kandungannya, yaitu maksimal 20 mg/kg per
senyawa.

2.2 Definisi dari komponen Kopling dan Diazotasi.


2.2.1 Definisi Diazotasi

Diazotasi adalah reaksi antara senyawa amina aromatic dengan sodium nitrit pada
suasana asam untuk menghasilkan garam diazonium. Diazotasi merupakan salah satu
tahapan reaksi pada proses sintesa zat warna yang berkromofor azo dan digolongkan ke
dalam golongan zat warna azo. Zat warna azo adalah zat warna yang mempunyai
kromofor yang tersusun dari gugusan azo dan terikat dengan satu atau lebih system-
sistem aromatic. Diazotasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

1. Diazotasi langsung, pada proses diazotasi langsung larutan sodium nitrit direaksikan
dengan komponen diazo (zat antara yang mempunyai gugus amina aromatic) yang sudah
diasamkan.

2. Diazotasi tidak langsung, pada proses diazotasi tidak langsung larutan sodium nitrit
dicampurkan pada komponen diazo, lalu direaksikan dengan campuran asam dan es.

Pada proses diazotasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya:

1. pH harus dalam suasana asam hal ini diatur oleh kertas congo red ( bila warna merah
ke orange artinya asam sedangkan warna biru menunjukkan suasana alkali). Karena bila
dalam suasana alkali garam diazonium akan terbentuk fenol.
2. Penambahan Natrium Nitrit harus tepat ( 3 – 5 % ), kalau NaNO2 berlebih harus
dihilangkan dengan penambahan urea .untuk mengetahui NaNO2 ditest dengan KI.

3. Suhu harus dingin. 4. Harus dihindari dari cahaya langsung karena garam diazonium
yang terbentuk sangat peka cahaya.

2.2.2 Komponen Diazotasi


Anilin, fenilamina atau aminobenzena ialah senyawa organik dengan rumus
C6H5NH2. Terdiri dari gugus fenil yang melekat pada gugus amino, anilin merupakan
amina aromatik prototipikal. Sebagai prekursor, zat pemula untuk banyak industri zat
kimia, kegunaan utamanya ialah dalam pembuatan prekursor untuk poliuretan. Seperti
kebanyakan amina volatil, anilin memiliki bau agak tidak menyenangkan dari bau ikan
busuk. Anilin mudah menyala, terbakar dengan nyala berasap yang karakteristik dari
senyawa aromatic

Anilin terutama diproduksi di industri dalam dua tahapan dari benzena. Pertama,
benzena dinitrasi menggunakan campuran asam nitrat dan asam sulfat pekat pada suhu
50-60° C, yang memberikan nitrobenzena. Pada tahap kedua, nitrobenzena dihidrogenasi,
biasanya pada suhu 200-300 °C dengan adanya berbagai katalis logam:

C6H5NO3 + 3H2  C6H5NH2 + 2H2O


Nitrobenzena Katalis Anilin
Mula-mula, reduksi ini dipengaruhi dengan campuran ferro klorida dan logam besi
melalui reduksi Bechamp. Sebagai alternatif, anilin juga dibuat dari fenol dan ammonia,
fenol yang berasal dari proses kumena.Banyak turunan anilin dapat dibuat dengan cara
dari senyawa aromatic yang dinitrasi, nitrasi diikuti dengan reduksi toluene menghasilkan
toluidine. Nitrasi klorobenzena dan turunan yan terkait serta reduksi dari produknitrasi
menghasilkan turunan anilin sebagai contoh 4-kloroanilin. Kimia anilin kaya karena
senyawa ini telah tersedia secara murah selama bertahun-tahun. Di bawah ini adalah
beberapa kelas dari reaksinya yaitu :
1) Oksidasi
Oksidasi anilin telah gencar diteliti, dan dapat dihasilkan dalam reaksi yang
terlokalisasi pada nitrogen atau yang lebih umum dihasilkan dalam pembentukan
ikatan C-N baru. Dalam larutan basa (alkalis), menghasilkan azobenzena, di mana
asam arsenat menghasilkan bahan berwarna-ungu violamin.

Asam kromat mengubahnya menjadi kuinon, di mana klorat, denganadanya


garam logam tertentu (terutama vanadium), menghasilkan anilin hitam. Asam
hidroklorida dan kalium klorat menghasilkan kloranil. Kalium permanganat
dalam larutan netral mengoksidasinya menjadi nitrobenzena, dalam larutan
alkali menghasilkan azobenzena, ammonia dan asam oksalat, dalam larutan asam
menghasilkan anilin hitam. Asam hipoklorit memberikan4-aminofenol dan para-
amino difenilamin. Oksidasi dengan persulfat menghasilkan berbagai senyawa
polianilin. Polimer ini menunjukkan kaya akan sifat-sifat redoks dan asam-basa.
2) Reaksi Elektrofilik pada Karbon
Seperti fenol, turunan anilin sangat rentan terhadap reaksi substitusi
elektrofilik. Reaktivitasnya yang tinggi mencerminkan bahwa ia adalah enamin,
yang meningkatkan kemampuan cincin menyumbangkan elektronnya.
Contohnya, reaksi anilin dengan asam sulfat pada suhu 180 °Cmenghasilkan
asam sulfanilat, H2NC6H4SO3H, yang dapat diubah menjadi sulfanilamida.
Sulfanilamida merupakan salah satu obat sulfa, yang digunakan secara luas sebagai
anti-bakteri di awal abad-20. Reaksi anilin industri skala terbesar meliputi
alkilasinya dengan formaldehida. Sebuah persamaan ideal ditunjukkan di bawah
ini:
C6H5NH2 + CH2O → CH2(C6H4NH2)2 + H2O

Diamin yang dihasilkan merupakan prekursor, zat pendahulu untuk diisosianat


terkait.
3) Reaksi pada Nitrogen
- Kebasaan
Anilin ialah basa lemah. Amina aromatik seperti anilin, umumnya basa
yang jauh lebih lemah dibandingkan amina alifatik disebabkan efek
penarikan-elektronnya dari gugus fenil. Anilin bereaksi dengan asam kuat

yang membentuk ion anilinium atau fenilammonium (C6H5-NH3+).Meskipun


anilin basa lemah, anilin dapat mengendapkan garam seng, aluminium, dan
ferri, dan pada pemanasan mengusir amonia dari garamnya.
Kebasaan yang lemah karena efek induktif dari karbon sp2 yang lebih
elektronegatif dan terhadap efek resonansi, seperti pasangan sunyi pada
nitrogen terdelokalisasi secara parsial ke dalam sistem pi dari cincin benzena.
- Asilasi

Anilin bereaksi dengan asam karboksilat atau lebih mudah denganasil


klorida seperti asetil klorida untuk memberikan amida. Amida yang terbentuk
dari anilin kadang-kadang disebut anilida, misalnya CH3-CO- NH-C6H5
adalah Asetanilida. Antifebrin (Asetanilida), anti-piretik dan analgesik,
diperoleh melalui reaksi asam asetat dan anilin. N-Alkilasi N-Metilasi anilin
dengan metanol pada suhu yang ditingkatkan melalui katalis asam memberikan
N-metilanilin dan dimetilanilin:
C6H5NH2 + 2 CH3OH → C6H5N(CH3)2 + 2H2O

N-Metilanilin dan dimetilanilin merupakan cairan tidak berwarna dengan titik


didih 193–195 °C dan 192 °C, berturut-turut. Turunan ini penting dalam
industri warna. Anilin bergabung secara langsung dengan alkil iodida
membentuk amina sekunder dan tertier.
- Turunan Karbon Disulfida
Dididihkan bersama karbon disulfida, anilin memberikan sulfokarbanilida
(difeniltiourea, CS(NHC6H5)2), yang mungkin terurai menjadi fenil
isotiosianat (C6H5CNS), dan trifenil guanidin (C6H5N=C(NHC6H5)2).
- Diazotisasi
Anilin dan turunan cincin-bersubstitusi bereaksi dengan asam nitrit yang
membentuk garam diazonium. Melalui zat-antara ini, anilin dapat diubah
dengan mudah menjadi -OH, -CN, atau halida melalui reaksi Sandmeyer.
Garam diazonium dapat juga bereaksi dengan NaNO2 dan fenol yang
menghasilkan pewarna yang merupakan benzenaazofenol, proses ini disebut
coupling.
- Reaksi Lain
Anilin bereaksi dengan nitrobenzena yang menghasilkan fenazina dalam
reaksi Wohl-Aue. Hidrogenasi memberikan sikloheksilamina. Sebagai reagen
standar di laboratorium, anilin digunakan untuk berbagai reaksi niche.
Asetatnya digunakan dalam uji aniline asetat untuk karbohidrat,
mengidentifikasi pentosa melalui konversi ke furfural. Anilin ini digunakan
untuk menandai biru RNA saraf dalam noda Nissl.
- Kegunaan

Aplikasi terbesar anilin ialah untuk sediaan metilen dianilin dan senyawa
terkait melalui kondensasi dengan formaldehida seperti yang dibicarakan di
atas). Diamina berkondensasi dengan fosgen yang menghasilkan Metilen
difenil diidosianat, suatu prekursor untuk polimer uretan. Kegunaan lain
termasuk kimia pengolah karet (9%), herbisida (2%), serta pewarna and
pigmen (2%). Sebagai aditif untuk karet, anilin derivatif seperti
fenilenadiamina dan difenilamina, merupakan antioksidan. Ilustrasi obat yang
dibuat dari anilin ialah parasetamol (asetaminofen, Tylenol). Penggunaan
mendasar anilin dalam industri pewarnaialah sebagai prekursor untuk indigo,
warna Anilin juga digunakan pada skala yang lebih kecil dalam produksi
polimer polianilin yang dilakukan secara intrinsik.
- Industri Zat Warna Sintetik
Pada tahun 1856, mahasiswa von Hofmann William Henry Perkin
menemukan mauveine dan masuk ke industri yang memproduksi pewarna
sintetispertama. Pewarna anilin lainnya menyusul, seperti fuchsine, safranine,
dan induline.
Pada saat penemuan mauveine itu, anilin mahal. Tak lama kemudian,
menerapkan metode yang dilaporkan pada tahun 1854 oleh Antoine Bechamp,
dibuat “berskala ton”.
Reduksi Bechamp memungkinkan evolusi industri pewarna besar di Jerman.
Hari ini, nama BASF, awalnya Badische Anilin-und Soda-Fabrik, sekarang di
antara pemasok bahan kimia terbesar, gema warisan industri pewarna sintetis,
pewarna anilin dibangun melalui pewarna aniline dan diperluas melalui pewarna
azo terkait. Pewarna azo pertama adalah anilin kuning. Nama IUPAC anilin ialah
fenilamina; nama lainnya aminobenzena,bezanamin yang memiliki sifat :
1. Rumus molekul : C6H5NH2
2. Berat molekul : 93,13 gr/mol
3. Penambilan :Cairan tak berwarna sampai kuning
4. Densitas :1,027 gr/ml, cairan
5. Titik lebur : -6,3°C;20,7°F;266,8°K
6. Titik didih : 184,13 °C; 363,43°F;457,28°K
7. Kelarutan dalam air : 3,6 gr/100 ml pada suhu 20 °C
8. Kebasaan : PKB 9,3
9. Viskositas : 3,71 Cp (3,71 mPa.s pada sushu 25 °C)
10. Suhu menyala sendiri : 770 °C;1,420 °F;1,040 °K
11. Klasifikasi Uni Eropa : Toksik (T); Karsinogenik cat.3; Mutagenik cat.3;
Berbahaya untuk lingkungan (N).
12. MSDS : Eksternal

2.2.3 Komponen Kopling (Acetyl J Acid)


- Asilaminonaftol
Dari 14 isomer amino naftol hanya beberapa amino naftol yang digunakan untuk
komponen kopling, terutama yang gugus amin dan hidroksinya terikat padalingkar
yang berbeda dari struktur naftalennya.
Pada proses kopling aminonaftol dengan garam diazonium pada pH 7 atau lebih
rendah proses kopling akan terjadi pada lingkar yang tersubstitusi gugus amin,
sedang bila proses kopling dilakukan pada pH diatas 7 kopling garam diazonium
akan terjadi pada lingkar yang tersubstitusi gugus hidroksi.
Dasar pertimbangan pemilihan senyawa aminonaftol yang dipakai untuk
komponen kopling adalah kemudahan pembuatan, sifat racun dan sifat zat warna
yang akan dihasilkannya.

Pada saat ini aminonaftol yang paling penting untuk komponen kopling adalah
aminonaftol yang tersulfonasi seperti asam J, asam γ dan asam H yang posisi
masuknya garam diazonium akan tergantung pada kondisis pH proses kopling
(tempat kopling ditunjukkan dengan arah tanda panah).
N-asil dari asam J, asam γ dan asam H merupakan intermediet zat
warna yang penting, hasil kopling garam diazonium masing-masing akan
memberikan warna oranye cerah untuk N-asil asam J dan merah cerah untuk N-
asil asam γ maupun untuk N-asil asam H.
Hasil kopling 1 (satu) ekivalen garam diazonium dengan asam γ dalam
suasana asam akan menghasilkan zat warna mono azo merah cerah yang tahan
luntur warna terhadap cahayanya tinggi, hal tersebut karena terbentukya ikatan
hidrogen intra molekul ganda antara gugus azo dengan gugus OH dan gugus
aminsebagai berikut.

Ikatan hidrogen intramolekuler antara gugus OH dan azo tersebut juga


menyebabkan gugus OH tidak bisa mengion sehingga hasil kopling asam γ dalam
suasana asam tersebut tidak bisa dikopling lebih lanjut dalam suasana alkali. Oleh
karena itulah maka untuk membuat zat warna disazon dengan asam γ urutan proses
kopling pertamanya adalah dalam suasana alkali dan kopling keduanya dilakukan
dalam suasana
warna disazo dengan asam H maupun asam J urutan kondisi proses kopling
perlu diperhatikan. Untuk asam H proses kopling pertama hendaknya dilakukan
dalam suasana asam dan kemudian dilanjutkan proses kopling kedua pada suasana
alkali maka akan menghasilkan zat warna disazo dengan warna navy tua,
sedangkan untuk asam J kopling pertama hendaknya dilakukan dalam suasana
alkali dan kemudian dilanjutkan dengan kopling kedua dalam suasana asam
sehingga dihasilkan zat warna disazo warna biru tua. Dalam kasus diatas proses
kopling yang lebih sulit biasanya jadi acuan untuk lebih didahulukan.
1.3 Asam J

Yang menarik pada asam J (4.43) adalah rantai reaksinya, karena beberapa
senyawa yang ada pada tahap intermediate dalam rantai itu sendiri berguna sebagai
zat warna zat antara. Titik awal untuk rantai ini adalah 2-naftol yang, pada awal
sintesisnya dikonversi dengan menggunakan reaksi Bucherer menjadi 2-
naphthylamine, kemudian disulfonasi untuk menghasilkan asam 2-naftilamina-
5,7-disulfat (4.42; asam Amido J). 2-naphthylamine dikenal sebagai karsinogen
kuat yang menyebabkan tahapan ini ditinggalkan.

Dalam metode sediaan yang sekarang digunakan (Skema 4.28), gugus asam
sulfonat dimasukkan ke dalam posisi 1 inti naftalena dan dilakukan sampai awal
tahap, sehingga asam 2-naftilamina-1-sulfonat (4.41; asam Tobias) memenuhi
jumlah amina dalam persiapannya.
Setelah disulfonasi menjadi asam 2-naftilamina-1,5,7-trisulfonat, substituen 1-
asam sulfonat yang tidak stabil, yang sekarang telah memenuhi tujuannya,
dieliminasi dengan menipiskan campuran sulfonasi dan pemanasan. Campuran dari
asam disulfat yang dihasilkan (4,42) dengan natrium hidroksida menggantikan
gugus asam 5- sulfonat yang tidak stabil oleh gugus hidroksi, membentuk asam J.
2-Naphthylamine-5,7-disulfat dan 2-naphthylamine-1-sulphonic acid, yaitu
produk antara dalam Skema 4.28, serta asam 2-naphthylamine-1,5-disulfat
(diperoleh dengan sulfonasi suhu rendah pada asam Tobias), semua digunakan
dalam sintesis zat warna azo.
Acetyl J Acid

Structural Formula :

Molecular Weight : 239


Empirical Formula : C10H9O4NS
Synonyms : 2-Amino - 5-naphthol-7-sulphonic acid 2-
Amino - 5-hydroxynapthalene -7 Sulphonic acid
Iso gamma acid 6-Amino-1-naphthol-3-
sulphonic acid
Form Supplied : Moist/Dry
Sales Basis : on real content Mol. WT. 239
Packing : H.D.P.E. Bags with Polythylene Liners
Technical Data :
Moist
Description : Grey to pinkish grey moist material
Natural of Material : Free Sulphonic acid
Strength (Coupling : 40% Min. M.W. 239
Value)
Solubility : Soluble in dilute alkaline Solution
Uses : Intermediate for dyestuffs
Dry
Description : Light Brown to grey material
Natural of Material : Free Sulphonic acid
Strength (Coupling : 90.0% Min. M.W. 239 85% min mw-239
Value)
Solubility : Soluble in dilute alkaline Solution

N - Acetyl J- Acid

Structural Formula :

Molecular Weight : 281


Empirical Formula : C12H11O5NS
Synonyms : 1 Napthol-6-Acetalido 3-Sulphonic Acid
Form Supplied : Moist/Dry
Sales Basis : on real content Mol. WT. 281
Packing : H.D.P.E. Bags with Polythylene Liners
Technical Data :
Moist
Description : Sightly Greenish yellow to dull Yellow to dull
yellow moist material
Natural of Material : Free sulphonic acid
Strength (Coupling : 60% Min./M.W. 281
Value)
Solubility : Soluble in dilute alkaline Solution
J-Acid : 0.5% Max. on 100% basis
R.W. Acid : Trace (Slight)
Uses : Intermediate for dyestuffs
Dry
Description : Sightly Greenish yellow to dull Yellow Dry
material
Natural of Material : Free sulphonic acid
Strength (Coupling : 80% Min./M.W. 281
Value)
Solubility : Soluble in dilute alkaline Solution
J-Acid : 0.3% to 0.5% Max. on 100% basis
R.W. Acid : Trace (Slight)

2.3 Reaksi Diazotasi dan Reaksi Kopling


1. Reaksi Diazotasi
2HCl
+ NaNO2 N=NCl
T 0-5°C

2. Reaksi Kopling

Ar-N=N
BAB III
DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
3.1 DIAGRAM ALIR

DIAZOTASI

Proses Pembentukan gugus diazo


dengan komponen diazo anilin

KOPLING

Penggabungan garam diazonium


dengan kompenen koling Asetil J
Acid

Pembuatan Zat Warna Bubuk


dengan metode salting out

Evaluasi Zat Warna

Pencelupan dengan berbagai jenis kain Identifikasi zat warna dengan pelarutan

Pencelupan bila sudah


terdeteksi jenis zat
warna nya

Pengujian

Ketuaan warna
3.2 Perhitungan perbandingan kebutuhan Zat Warna
3.2.1 Perhitungan komponen Diazotasi
Diketahui berat mol :
- Anilin = 93,13 gr/mol
- NaNo2 = 68,99 gr/mol
- HCl = 36,45 gr/mol

Perhitungan :

- Anilin = 0,1 mol x BM


= 0,1 mol x 93,13 gr/mol
= 9,313 gr
- NaNo2 = 0,1 mol x BM
= 0,1 mol x 68,99 gr/mol
= 6,899 gr
- HCl = 0,1 mol x BM
3,645
= 0,1 mol x 36,45 gr/mol ≫ = 3,06 x 2 = ml
1,19

= 3,645 gr
3.2.2
4.2.2 Perhitungan komponen Kopling
Diketahui :
- Asetil J Acid = 281

Perhitungan :

- Asetil J Acid = 0,1 mol x BM


= 0,1 mol x 281
= 2,81 gr
3.3 Maksud dan Tujuan
Mengubah komponen azo menjadi larutan zat warna dengan cara ekstraksi
untuk selanjutnya digunakan pada proses selanjutnya.

3.4 Alat dan Bahan

- Beker glass - Bunsen/pemanas

- Es batu - kompenen zat warna


- Pengaduk - Air

- Saringan - Kertas Saring

3.5 Prosedur pembuatan Zat Warna.


3.5.1 Prosedur Pembuatan Komponen Diazotasi
1. Larutkan 9,313 gram (0,1 mol) anilin dalam 30 ml air panas dan diaduk,
sambil ditambahkan 0,1 mol asam klorida kedalamnya.
2. Dinginkan larutan hingga sekitar 40°∁ dengan cara memberikan es di
sekitar gelas piala, sambil diaduk secara konstan.
3. Tambahkan es kedalamnya agar diperoleh suhu yang lebih rendah hingga
0°∁, dan sisakan beberapa butir yang belum mencair untuk menjaga agar
suhu larutan tidak lebih dari 0°∁.
4. Tambahkan 6,899 gram NaNo2 murni berupa ml larutan NaNo2 g/l secara
bertahap dengan pengadukan yang baik dan konstan (larutan nitrit ini
distandarisasi dengan asam sulfanilat murni, dan harus dijaga stoknya).
Penambahan nitrit ini harus diatur seperlahan mungkin agar suhu larutan
tidak naik diatas 0°∁, dan setiap larutan nitrit yang diteteskan harus
secepatnya diaduk agar segera tercampur dan bereaksi. Pada tahap ini tidak
boleh terjadi pembentukan gelembung, gas dan larutan tidak boleh keruh
ataupun berwarna.
5. Lakukan proses diatas hingga natrium nitrit didalam buret habis, lanjutkan
pengadukan hingga sekitar 10 menit
6. Jika hasil uji negatif, tambahkan lagi larutan nitrit secara perlahan seperti
pengerjaan sebelumnya hingga menunjukkan hasil positif. Proses ini bisa
berlangsung selama beberapa menit.
7. Hasil yang baik harus menunjukkan efek pewarnaan sedang. Sebaliknya,
jika dalam uji ini diperoleh hasil yang terlalu kuat, tambahkan beberapa
tetes larutan anilin klorida encer hingga diperoleh hasil sedang. Jika
penambahan melebihi jumlah tersebut pasti telah terjadi kesalahan dalam
menimbang atau mengukur, atau ketidaktepatan dalam membuat larutan
natrium nitrit. Apabila keadaan ini terjadi, maka percobaan telah gagal dan
harus diulang Kembali. Hal ini berlaku juga apabila larutan diazotasi
menjadi keruh atau terwarnai secara kuat.
3.5.2 Prosedur Pembuatan Kompon Kopling
1. Asetil J Acid yang dikombinasi dengan berbagai senyawa diazo akan
membentuk zat warna azo yang sangat bagus dan memiliki ketahanan
sangat tinggi terhadap cahaya.
2. Campurkan senyawa anilin (gram, 0,1 mol) yang telah diazotasi dengan
larutan soda dari Asetil J Acid yang telah didinginkan dengan es.
3. Setelah terbentuk zat warna maka dilakukan pembuatan zat warna
bubuk.
4. Pembuatan Zat Warna Bubuk
5. Penghilangan air dengan cara salting out (penambahan garam pada
larutan zat warna sehingga larutan menjadi jenuh dan zat warna akan
mengendap di dasar piala gelas).
3.5.3 Prosedur Pembuatan Zat Warna Bubuk
1. Setelah 12 jam, dibuat zat warna bubuk dengan cara salting-out dalam
keadaan dingin (dikalkulasikan terdapat 20% garam dalam volume
campuran yang bereaksi).
2. Lakukan pemisahan padatan dari cairannya dengan menggunakan
vacuum pump/filter press, dan keringkan pada suhu 50°∁. Produk
diperkirakan sekitar 50 gram.
3.6 Pencelupan Kain Protein (sutera) dengan Variasi pH.
( pH = 3, 5, dan 7 )
1. Alat dan Bahan
a. Alat :
- Beker gelas - Gelas ukur
- Batang pengaduk - Tabung celup
- Gelas Ukur - Mesin celup
b. Bahan :
- Zw Sintetis Azo
- Air
- Larutan As.asetat
2. Langkah Kerja
a. Dengan variasi pH
- Hitung resep untuk pencelupan.
- Atur larutan zw untuk menyesuaikan variasi dari pH menggunakan
larutan asam asetat.
- Siapkan zat-zat yang dibutuhkan sesuai dengan resep.
- Masukkan kain sutera dan poliseter ke dalam tabung pencelupan
dengan konsentrasi zw yang sudah ditentukan (dengan pH 3, 5, dan
7)
- Homogenkan kain dengan zw sintetis dalam tabung celup lalu
masukan tabung celup yang sudah berisi kain celup dan zat warna
sintetis kedalam mesin celup.
- Atur esin celup disuhu 80°𝐶 dan dicelup selama 30’
b. Resep pencelupan contoh uji kain I, II, dan III (dengan variasi pH
3/5/7)
Zw sintetis = 1g dilarutkan dalam 30 ml air suling
Vlot = 1:20
Suhu = 80 °C
Waktu = 30 menit
Perhitungan :
 Kain sutera pH 3
Perhitungan :
Berat bahan = 1,6928 g
Kebutuhan larutan = 1,6928 x 20 = 33,856 – 1,6928 = 32,1632 ml
1
Zat warna = 100x 1,6928 x 100 = 1,6 ml
 kain sutera pH 5
Perhitungan :
Berat bahan = 1,6581 g
Kebutuhan larutan = 1,6581 x 20 =33,162 – 1,6581 = 31,5039 ml
1
Zat warna = 100x 1,6581 x 100 = 1,6 ml
 kain sutera pH 7
Perhitungan :
Berat bahan = 1,7867 g
Kebutuhan larutan = 1,7867 x 20 =35,734 – 1,7867 = 33,9473 ml
1
Zat warna = 100x 1,7867 x 100 = 1,7 ml
 kain polyester pH 7
Perhitungan :
Berat bahan = 2,9302 g
Kebutuhan larutan = 2,9302 x 20 = 55,67 – 2,9302 = 52,7398 ml
1
Zat warna = 100x 2,9302 x 100 = 2,9 ml
Berat cawan kosong = 44,6247 g
Berat cawan terisi = 70,1130 g
Berat cawan terisi−berat cawan kosong
Rumus : x 100%
ml ekstraksi
70,1130−44,6247 𝑔
Pehitungan : 𝑥 100%
200 𝑚𝑙
25,4883
: 𝑥 100%
200

= 0,1274 g/ml
= 12,744 %

3.7 Pengujian Ketuaan Warna pada Kain Sutera.


1. Alat dan Bahan
- Spektrofotometri
a. Bahan :
- Kain Sutera yang sudah di celup dengan variasi pH.
2. Langkah Kerja

Mengukur kain kapas satu per satu menggunakan alat


spektrofotometri digital.

• Data ketuaan zat warna


 Tabel data spektrofotometri sampel kain

SAMPEL SUTERA pH 5
STANDAR
lamda R R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S RATA-RATA
DEVIASI
510 40,44 0,4044 0,5956 0,35474 0,8088 0,4386
510 41,45 0,4145 0,5855 0,34281 0,829 0,41352
510 40,97 0,4097 0,5903 0,34845 0,8194 0,42526 0,009411508 0,427925004
510 40,67 0,4067 0,5933 0,35201 0,8134 0,43276
510 40,8 0,408 0,592 0,35046 0,816 0,42949
SAMPEL SUTERA NETRAL
STANDAR
lamda R R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S RATA-RATA
DEVIASI
500 46,92 0,4692 0,5308 0,28175 0,9384 0,30024
500 47,55 0,4755 0,5245 0,2751 0,951 0,28927
500 47,15 0,4715 0,5285 0,27931 0,943 0,2962 0,006740727 0,298956798
500 46,84 0,4684 0,5316 0,2826 0,9368 0,30166
500 46,52 0,4652 0,5348 0,28601 0,9304 0,30741
SAMPEL SUTERA pH 5
STANDAR
lamda R R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S RATA-RATA
DEVIASI
510 40,44 0,4044 0,5956 0,35474 0,8088 0,4386
510 41,45 0,4145 0,5855 0,34281 0,829 0,41352
510 40,97 0,4097 0,5903 0,34845 0,8194 0,42526 0,009411508 0,427925004
510 40,67 0,4067 0,5933 0,35201 0,8134 0,43276
510 40,8 0,408 0,592 0,35046 0,816 0,42949
SAMPEL SUTERA NETRAL
STANDAR
lamda R = R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S RATA-RATA
DEVIASI
500 46,92 0,4692 0,5308 0,28175 0,9384 0,30024
500 47,55 0,4755 0,5245 0,2751 0,951 0,28927
500 47,15 0,4715 0,5285 0,27931 0,943 0,2962 0,006740727 0,298956798
500 46,84 0,4684 0,5316 0,2826 0,9368 0,30166
500 46,52 0,4652 0,5348 0,28601 0,9304 0,30741
SAMPEL POLIESTER NETRAL
R/100 K/S = ((1- STANDAR
lamda R = R' 1-R' (1-R')^2 2XR' R')^2)/(2XR')) DEVIASI RATA-RATA
620 60,92 0,6092 0,3908 0,152725 1,2184 0,125349
620 60,83 0,6083 0,3917 0,153429 1,2166 0,126113
620 61,22 0,6122 0,3878 0,150389 1,2244 0,122827 0,002492012 0,125855857
620 60,93 0,6093 0,3907 0,152646 1,2186 0,125264
620 60,41 0,6041 0,3959 0,156737 1,2082 0,129728
 Tabel spektrofotometri sampel kain blanko

BLANKO SUTERA
lamda R R/100 = R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S = ((1-R')^2)/(2XR'))
440 57,96 0,5796 0,4204 0,176736 1,1592 0,152463906
BLANKO POLIESTER
R/100 =
lamda R R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S = ((1-R')^2)/(2XR'))
610 64,88 0,6488 0,3512 0,123341 1,2976 0,095053514

K/S Kain
Keterangan Kain K/S Blanko K/S Zat Warna
Celup
POLIESTER NETRAL 0,125855 0,0950535 0,0308015
SUTERA NETRAL 0,298956798 0,1524639 0,146492898
SUTERA pH 5 0,427925004 0,1524639 0,275461104
SUTERA pH 3 0,34318144 0,1524639 0,19071754
• Grafik k/s sampel kain celup dan grafik standar deviasi kain celup.

Grafik ketuaan warnaa atau K/S


Zat Warna
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
POLIESTER SUTERA SUTERA pH 5 SUTERA pH 3
NETRAL NETRAL

K/S Zat Warna

GRAFIK KERATAAN ATAU


STANDAR DEVIASI
0,014
0,012
0,01
0,008
0,006
0,004
0,002
0
1 2 3 4

 Data tabel nilai L, A, B dari sampel kain celup.

Nilai L
Keterangan Kain L sample
Rata-rata L sample L standard deltaL
Poliester Netral
poliester 1 82,38 82,406 85,38 -2,974
poliester 2 82,27
poliester 3 82,62
poliester 4 82,39
poliester 5 82,37
SuteraNetral
SuteraNetral 1 78,42
SuteraNetral 2 79,09 85,38
SuteraNetral 3 78,94 78,764 -6,616
SuteraNetral 4 78,54
SuteraNetral 5 78,83
Sutera pH 5
Sutera pH 5 (1) 76,73
Sutera pH 5 (2) 76,81
Sutera pH 5 (3) 76,54 76,64 85,38 -8,74
Sutera pH 5 (4) 76,7
Sutera pH 5 (5) 76,42
Sutera pH 3
Sutera pH 3 (1) 78,29
Sutera pH 3 (2) 78,44
Sutera pH 3 (3) 78,52 78,452 85,38 -6,928
Sutera pH 3 (4) 78,55
Sutera pH 3 (5) 78,46

Nilai a
Keterangan Kain a sample Rata-rata a sample a standard delta a
Poliester Netral
poliester 1 1,46
poliester 2 1,41
poliester 3 1,44 1,414 2,53 -1,116
poliester 4 1,31
poliester 5 1,45
SuteraNetral
SuteraNetral 1 3,62
SuteraNetral 2 4,02
SuteraNetral 3 4,02 3,964 -0,2 4,164
SuteraNetral 4 3,97
SuteraNetral 5 4,19
Sutera pH 5
Sutera pH 5 (1) 7,97
Sutera pH 5 (2) 7,53
Sutera pH 5 (3) 7,23 7,616 -0,2 7,816
Sutera pH 5 (4) 7,56
Sutera pH 5 (5) 7,79
Sutera pH 3
Sutera pH 3 (1) 6,29
Sutera pH 3 (2) 5,31
Sutera pH 3 (3) 5,18 5,918 -0,2 6,118
Sutera pH 3 (4) 6,42
Sutera pH 3 (5) 6,39
Nilai b
Keterangan Kain b sample Rata-rata b sample b standard delta b
Poliester Netral
poliester 1 -4,43
poliester 2 -4,07
poliester 3 -4,78 -4,51 -9,3 4,79
poliester 4 -4,46
poliester 5 -4,81
SuteraNetral
SuteraNetral 1 7,55
SuteraNetral 2 7,3
SuteraNetral 3 7,41 7,498 1,17 6,328
SuteraNetral 4 7,25
SuteraNetral 5 7,98
Sutera pH 5
Sutera pH 5 (1) 11,26
Sutera pH 5 (2) 10,75
Sutera pH 5 (3) 10,45 10,764 1,17 9,594
Sutera pH 5 (4) 10,39
Sutera pH 5 (5) 10,97
Sutera pH 3
Sutera pH 3 (1) 9,25
Sutera pH 3 (2) 8,46
Sutera pH 3 (3) 8,58 9,02 1,17 7,85
Sutera pH 3 (4) 9,58
Sutera pH 3 (5) 9,23

- Perhitungan
1. Proses Pemanasan Zat Warna Menjadi Bentuk Pasta
 Hasil Pegamatan
Zat warna yang sudah berbentuk pasta setelah melalui proses saltingout
dan penguapan lalu dikeringkan di oven berubah menjadi zat warna bubuk.
 Perhitungan Yield

Berat cawan kosong = 44,6247 g

Berat cawan terisi = 70,1130 g


Berat cawan terisi−berat cawan kosong
Rumus : x 100%
ml ekstraksi

70,1130−44,6247 𝑔
Pehitungan : 𝑥 100%
200 𝑚𝑙

25,4883
: 𝑥 100%
200
= 0,1274 g/ml

= 12,744 %

 Hasil Pengamatan

Didapatkan kain kapas hasil pencelupan dengan zat warna sintetis azo dengan
komponen diazotasi anilin dan koplingnya dengan kondisi optimum yaittu pH 5,
pada pencelupan selama 30 menit , menggunakan metoda saltingout. Berwarna
orange muda atau peach, perbedaan warna pada foto dengan aslinya dikarenakan
faktor cahaya.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Diskusi

1. Ekstraksi Zat warna

Metode yang digunakan untuk membuat zat warna azo dengan komponen diazo
anilin dan komponen koplingnya j acid ialah metode salting out adalah peristiwa
adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar dibanding zat
utama akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya
endapan karena adanya reaksi kimia contohnya kelarutan minyak atsiri dalam air
akan turun bila keadaan air tersebut ditambah larutan NaCl jenuh. Dimana metode
ini digunakan karena saat proses pencampuran antara komponen kopling dan
kompenen diazo tidak terjadi penggumpalan. Tetapi jika padasaat proses saltingout
masi tidak terjadi penggumpalan maka ada kesalahan disaat pelarutan komponen j
acid dimana saat melarutkan soda ash terlalu banyak airuntuk melarutkan zat
tersebut sehingga berakibat pada proses penggupalan atau pencampuran anatar
kedua komponen terseebut, maka dilakukanlah proses penguapan jika saat proses
saltingout zat warna masi saja dalam bentuk larutan belum menjadi pasta atau
belum ada gumpalan. Penguapan ini dilakukan guna mengurangi air dalam zat wrna
dimana mula-mula setelah zat warna melalui tahap saltingout harus dikeluarkan lagi
garam tersebut maka proses penguapan bias dilakukan. Proses penguapan ini
dilakukan karena larutan zat warna saat pengujian sudah terlalu jenuh atau melewati
titik jenuh yang seharusnya maka proses saltingout tidak bisa terlaksana dengan
baik maka proses penguapan atau pengurangan air menggunakan suhu tinggilah
yang digunakan.

2. Proses pembuatan komponen Diazotasi.

pada proses diazotasi atau reaksi antara senyawa Amina aromatik dengan
sodium nitrit pada suasana asam untuk menghasilkan garam diazonium digunakan
komponen diazo nya ialah anilin dimana nantinya anilin akan ditambahkan dengan
natrium nitrit dan juga HCL sehingga akan sebelum ditambahkan HCL akan
terbentuknya garam diazonium seperti contoh reaksi dibawah ini :
2HCl
+ NaNO2 N=NCl
T 0-5°C

Proses diazotasi yang digunakan pada komponen ini ialah proses diazotasi
langsung dengan reaksi suasana asam ya ini reaksi diazotasi, bukankah reaksi
spontan karena membutuhkan katalis dimana reaksi menggunakan katalis adalah
sebagai berikut :
C6H5NO3 + 3H2  C6H5NH2 + 2H2O
Nitrobenzena Katalis Anilin

Pada proses pembuatan komponen diazotasi dilakukan pada pH asam dan di


suhu 0 sampai 5 derajat celcius. Jika dilakukan diatas suhu 0-5°C akan
mengakibatkan penggumpalan kompenen diazotasi tersebut sehingga komponen
diazonya rusak dan tidak dapat di tambahkan komponen selanjutnya yaitu
komponen kopling. alasan pembuatan proses komponen diazo dilakukan pada suhu
5-0°C itu karena keadaan dari garam diazonium ialah kekurangan elektron akan
sangat reaktif sehingga proses pembuatannya harus suhunya dibawah 5-0°C.

3. Proses pembuatan komponen Kopling.

pada saat pembuatan komponen kopling Amina naftol yang terkumpul nasi yang
paling sering digunakan Salah satunya ialah asam J Di mana posisi garam
diazonium akan bergantung pada posisi PH proses kopling tersebut terjadi pada
gambar dibawah ini :

reaksi kopling yang terjadi pada pengujian ini ialah sebagai berikut :

Ar-N=N
pada saat pembuatan zat warna azo komponen kopling asetil J Acid yang
dikombinasi dengan berbagai senyawa diazo akan membentuk zat warna azo yang
sangat bagus dan memiliki ketahanan sangat tinggi terhadap cahaya akan
dicampurkan dengan senyawa anilin (gram, 0,1 mol) yang telah diazotasi dengan
larutan soda dari Asetil J Acid yang telah didinginkan dengan es.
N-asil dari asam J, merupakan intermediet zat warna yang penting, hasil
kopling garam diazonium masing-masing akan memberikan warna oranye cerah
untuk N-asil asam J. Pada saat proses pembuatan zat warna untuk komponen kopling
ini diproses pada suhu 5-0°C dimana pH yang digunakan ialah pH asam.
4. Pembuatan Zat Warna Bubuk atau Yield Zat Warna.
Yield zat warna diuji untuk mengetahui berapa gramkah zat warna yang diperoleh
dalam sekian ml air. Pada percobaan kali ini yield zat warna diuji dengan menguapkan
200 ml larutan zat warna dengan menggunakan cawan yang sebelumnya sudah dioven
dan terlebih dahulu, hal ini dilakukan agar dikethui berat cawan kosong dan steril
terlebih dahulu untuk perhitungan hasil akhirnya.
Larutan zat warna dipanaskan sampai semua pelarut menguap, dan yang tersisa
hanya serbuk zat warnanya saya. Setelah itu serbuk zat warna dan cawannya kembali
di oven dan di timbang untuk mengetahui berat cawan terisinya, untuk mendapatkan
berapa banyak hasil yang didapat dalam penguapan pelarut 200 ml larutan zat warna
maka dapat dilakukan selisih antara berat cawan terisi dan berat cawan kosong dibagi
ml ekstraksi dan dikali dengan 1000. Dari data pengamatan dan percobaan didapatkan
0,1274 g/L atau kalua bentuk persen ialah sekitar 12,74% serbuk zat warna azo dengan
komponen diazo anilin dan komponen kopling j acid dari penguapan larutan zat warna
sebanyak 200 ml.
5. Pencelupan zat warna azo komponen diazo anilin dan komponen kopling j
acid pada sutera dan polyester,.

Pencelupan kain dengan ekstrak zat komponen diazo anilin dan komponen kopling
j acid terlebih dahulu dicoba terhadap2 jenis sample kain yang berbeda yaitu kain
sutera, dan kain poliester hal ini bertujuan untuk mengetahui kain mana yang memiliki
warna orange lebih baik. Dalam praktikum ini digunakan perbandingan vlot yang sama
pada setiap jenis kainya yaitu 1:20 pada mesin celup, suhu yang sama dan waktu yang
sama pula. Pencelupan dilakukan dengan cara mencelup menggunakan mesin celup
lalu di mesin tersebut kain yang sudah campurkan dengan larutan zat warna yang
sudah ada di dalam tabung dengan variasi pH akan diputar selama 30menit di suhu
80oC. Dalam ekstraksi zat warna azo komponen diazo anilin dan komponen kopling j
acid dengan waktu 30 menit dengan suhu 80oC Pada pengujian ini didapatkan hasil
pada kain sutera berwarna orange muda atau cerah pada kain sutera dan tidak berwarna
pada kain polyester.

variasi pencelupan yang digunakan pada proses pembuatan zat warna azo
komponen diazo anilin dan komponen kopling J acid maka didapat hasil ketuaan warna
pada pH 5 di kain sutera, sedangkan kerataan didapat hasil pada pH 7 atau Netral di
kain sutera. Pada kain poliester tidak terjadi perubahan warna yang terlalu signifikan
karena zat warna ini dikategorikan sebagai zat warna asam dimana kain poliester akan
lebih terwanai oleh zat warna dispersi. Variasi pH yang digunakan ialah pH 3,5 dan 7
untuk kain polyester digunakan pH 7.

6. Nilai L, a, b

Nilai L, a, b dapat diketahui ketika kain ditembakan dengan spektofotometri,


setelah diketahui nilai L, a, bnya, ditunjukan bahwa L menunjukan Light/terang ( + =
terang, - = gelap), a adalah koordinat merah/hijau ( + = merah, - = hijau), b adalah
koordinat kuning/biru ( + = kuning, - = biru). Kemudian dihitung dan dicari total
perbedaan dari setiap sample kainnya, Delta/perbedaan untuk L (∆L), a (∆a), dan b
(∆b) bisa bernilai positif atau negatif. Tetapi total perbedaan Delta E (∆E) selalu
bernilai positif. Untuk perhitungannya kain sample dapat dibandingkan dengan kain
blanko yaitu kain yang belum dicelup yang diketahui dengan nilai L standar dengan
data sebagai berikut :

Delta E
Keterangan
Kain Delta L Delta a delta b DeltaL^2 Deltaa^2 Delta ^2 DeltaE
Kapas Netral -2,974 -1,116 4,79 8,844676 1,245456 22,9441 5,747541387
SuteraNetral -6,616 4,164 6,328 43,771456 17,338896 40,043584 10,05753131
Sutera pH 5 8,74 7,816 9,594 76,3876 61,089856 92,044836 15,14999314
Sutera pH 3 -6,928 6,118 7,85 47,997184 37,429924 61,6225 12,12640128

Maka meurut data tabel L A B yang tertera dapat disimpulkan bahwa di polyester
netral menunjukan nilai L (-) yang berarti gelap begitu pula di kain sutera lainnya
kecuali pada pH 5 ditunjukan hasil (+) yang berarti terang. Pada nilai a atau koordinat
merah atau hijau nya pada kain polyester pH 7 atau netral menunjukkan hasil negatif
di mana itu artinya menunjukkan ke arah hijau atau tidak berwarna sedangkan sutra
netral sampai PH 3 menunjukkan hasil positif yang mengarah pada warna merah atau
ke orang-orangean seperti hasil dari pengujian yang dilakukan.

Mengenai nilai B yaitu koordinat kuning atau biru pada sampel pengujian kain
polyester sampai Sutra menunjukkan hasil positif dimana kain polyester pH netral
menunjukkan hasil positif dengan data seperti tabel di atas aama halnya dengan sutera
netral sampai PH 3 menunjukkan hasil yang sama pula di mana hasil positif itu berarti
mengarah pada warna kuning.

4.2 Kesimpulan

Zat warna azo adalah kromofor jenis azo (-N-N-) yang berikatan dengan sistem
aromatik. Zat warna jenis azo dapat berupa monoazo, diazo, triazo, dan poliazo. Adanya
satu atau lebih gugus azo pada zat warna azo tersebut biasanya berkait erat dengan
karakter zat warnanya. Zat warna azo sering digunakan pada hampir seluruh jenis zat
warna terutama zat warna asam, reaktif, direk, dispersi, dan basa. Tetapi tidak digunakan
untuk membuat zat warna bejana, bejana larut/belerang, karena kelemahan dari zat
warna azo adalah gugus azonya mudah rusak oleh reduktor. Variasi corak warnanya
sangat lengkap mulai dari warna kuning hingga biru, dan intensitas warnanya kuat.
Kecerahan warnanya tinggi, terutama untuk zat warna monoazo dan diazo.

Proses pembuatan zat warna azo ini dibagi dalam dua tahap reaksi yaitu reaksi
pembentukkan garam diazonium kemudian reaksi dilanjutkan dengan penambahan
senyawa-senyawa aromatik tersebut ke dalam larutan garam diazonium yang akan
menghasilkan zat warna azo.

Maka dapat disimpulkan hasil dari perhitungan proses pembuatan zat warna
sintetik dengan komponen anilin asetil j.acid adalah sebagai berikut

 Perhitungan Komponen Diazotasi


- Anilin = 0,1 mol x BM
= 0,1 mol x 93,13 gr/mol
= 9,313 gr
- NaNo2 = 0,1 mol x BM
= 0,1 mol x 68,99 gr/mol
= 6,899 gr
- HCl = 0,1 mol x BM
3,645
= 0,1 mol x 36,45 gr/mol ≫ = 3,06 x 2 = ml
1,19

= 3,645 gr

 Perhitungan Komponen Kopling


- Asetil J Acid = 0,1 mol x BM
= 0,1 mol x 281
= 2,81 gr
 Perhitungan Kain Sutera pH 3,5 dan 7
- Kain sutera pH 3
Berat bahan = 1,6928 g
Kebutuhan larutan = 1,6928 x 20 = 33,856 – 1,6928 = 32,1632 ml
1
Zat warna = 100x 1,6928 x 100 = 1,6 ml
- Kain sutera pH 5
Berat bahan = 1,6581 g
Kebutuhan larutan = 1,6581 x 20 =33,162 – 1,6581 = 31,5039 ml
1
Zat warna = 100x 1,6581 x 100 = 1,6 ml
- Kain sutera pH 7
Berat bahan = 1,7867 g
Kebutuhan larutan = 1,7867 x 20 =35,734 – 1,7867 = 33,9473 ml
1
Zat warna = 100x 1,7867 x 100 = 1,7 ml
- Kain polyester pH 7
Berat bahan = 2,9302 g
Kebutuhan larutan = 2,9302 x 20 = 55,67 – 2,9302 = 52,7398 ml
1
Zat warna = 100x 2,9302 x 100 = 2,9 ml
 Perhitungan Yield
Berat cawan kosong = 44,6247 g
Berat cawan terisi = 70,1130 g
Berat cawan terisi−berat cawan kosong
Rumus : x 100%
ml ekstraksi
70,1130−44,6247 𝑔
Pehitungan : 𝑥 100%
200 𝑚𝑙
25,4883
: 𝑥 100%
200

= 0,1274 g/ml
= 12,744 %
 Data blanko Sutera dan Polyester

BLANKO SUTERA
lamda R R/100 = R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S = ((1-R')^2)/(2XR'))
440 57,96 0,5796 0,4204 0,176736 1,1592 0,152463906
BLANKO POLIESTER
R/100 =
lamda R R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S = ((1-R')^2)/(2XR'))
610 64,88 0,6488 0,3512 0,123341 1,2976 0,095053514

 Tabel spektrofotometri

K/S Kain
Keterangan Kain K/S Blanko K/S Zat Warna
Celup
POLIESTER NETRAL 0,125855 0,0950535 0,0308015
SUTERA NETRAL 0,298956798 0,1524639 0,146492898
SUTERA pH 5 0,427925004 0,1524639 0,275461104
SUTERA pH 3 0,34318144 0,1524639 0,19071754

 Tabel hasil perhitungan nilai L,A,B.


Delta E
Keterangan Delta delta
Kain Delta L a b DeltaL^2 Deltaa^2 Delta ^2 DeltaE
Kapas Netral -2,974 -1,116 4,79 8,844676 1,245456 22,9441 5,747541387
SuteraNetral -6,616 4,164 6,328 43,771456 17,338896 40,043584 10,05753131
Sutera pH 5 8,74 7,816 9,594 76,3876 61,089856 92,044836 15,14999314
Sutera pH 3 -6,928 6,118 7,85 47,997184 37,429924 61,6225 12,12640128
• Grafik k/s sampel kain celup dan grafik standar deviasi kain celup.

Grafik ketuaan warnaa atau K/S


Zat Warna
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
POLIESTER SUTERA SUTERA pH 5 SUTERA pH 3
NETRAL NETRAL

K/S Zat Warna

GRAFIK KERATAAN ATAU


STANDAR DEVIASI
0,014
0,012
0,01
0,008
0,006
0,004
0,002
0
1 2 3 4
DAFTAR PUSTAKA

1. blabla. (2020, Agustus 03). DIAZOTASI ANILIN KOPLING ACETYL J ACID.


From SCRIBD: https://id.scribd.com/a/471276183/DIAZOTASI-ANILIN-
KOPLING-ACETYL-J-ACID

2. Chintya. (2019, Februari 14). PROPOSAL PRAKTIKUM KIMIA ZAT WARNA


PEMBUATAN ZAT WARNA AZO". From SCRIBD:
https://id.scribd.com/document/399630220/Proposal-Kzw-Zw-Azo

3. INDONESIA, P. S. (2015). MSDS. From SMART.LAB:


https://www.smartlab.co.id/#/
LAMPIRAN

Keterangan kain

Kapas Netral

SuteraNetral

Sutera pH 5

Sutera pH 3
 Foto kegiatan

Anda mungkin juga menyukai