Disusun Oleh :
2022
ABSTRAK
Zat warna sintetik merupakan salah satu zat warna yang banyak digunakan
dalam industri tekstil. Hal ini disebabkan karena zat warna sintetik lebih murah, penggunaannya
lebih praktis, tidak mudah luntur, dan warnanya lebih bervariasi daripada zat
warna alam. Molekul zat warna tekstil terdiri dari kromofor sebagai pembawa warna dan
auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. Beberapa kromofor yang umum diantaranya
gugus nitroso, nitro, azo, etilen, dan karbonil, sedangkan auksokrom diantaranya gugus amina,
karboksil, metoksil, sulfonat, dan hidroksil.
Pewarna Azo merupakan pewarna paling banyak dengan variasi warna yang beragam,
memiliki aplikasi luas dalam industri tekstil, makanan, percetakan dan kosmetik. Pewarna azo
ditandai dengan adanya satu atau lebih ikatan azo –N=N–. Produksi tahunan pewarna azo di
seluruh dunia diperkirakan sekitar satu juta ton dan lebih dari 10.000 pewarna azo yang berbeda
secara struktural saat ini sedang digunakan. Dilaporkan bahwa sekitar 300.000 ton bahan pewarna
yang berbeda digunakan per tahun untuk pewarnaan tekstil. Dengan demikian, industri zat warna,
tekstil, kertas, dan kulit adalah konsumen utama pewarna azo sintetis dan menghasilkan limbah
yang menjadi sumber utama pencemaran air
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Zat warna adalah senyawa yang dipergunakan dalam bentuk larutan atau dispersi pada
suatu bahan lain sehingga berwarna (Rambe, 2009). Di Indonesia perkembangan produksi
zat pewarna dapat diketahui dari data ekspor nasional. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik
tahun 2000 mencerminkan bahwa kebutuhan zat pewarna baik untuk keperluan proses
produksi dan industri meningkat tiap tahunnya. Tingginya pemakaian zat pewarna pada
kegiatan industri tertentu membawa dampak pada peningkatan jumlah bahan pencemar
dalam limbah cair yang dihasilkan (Nugroho, 2005). Menurut Selvam dkk (2003), sekitar
10.000 jenis pewarna digunakan pada industri tekstil dan lebih dari 7 x 105 ton bahan
pewarna diproduksi setiap tahunnya. Selama proses pewarnaan, 10–15 % dari zat warna
tekstil yang digunakan akan terbuang bersama limbah.
Zat warna untuk tekstil dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan sumbernya yaitu
zat warna alami dan zat warna sintesis. Zat warna alami adalah zat warna yang diperoleh dari
alam seperti tumbuhtumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan pewarna
alam yang biasa digunakan untuk tekstil diperoleh dari hasil ekstrak berbagai bagian
tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga, sedangkan zat warna sintesis adalah
zat warna buatan (Laksono, 2012).
Zat warna sintesis dalam tekstil merupakan turunan hidrokarbon aromatik seperti
benzene, toluene, naftalena dan antrasena. Sifat zat warna sintesis lebih stabil dibandingkan
zat warna alam. Zat warna sintetik merupakan salah satu zat warna yang banyak digunakan
dalam industri tekstil. Hal ini disebabkan karena zat warna sintetik lebih murah,
penggunaannya lebih praktis, tidak mudah luntur, dan warnanya lebih bervariasi daripada zat
warna alam. Molekul zat warna tekstil terdiri dari kromofor sebagai pembawa warna dan
auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. Beberapa kromofor yang umum
diantaranya gugus nitroso, nitro, azo, etilen, dan karbonil, sedangkan auksokrom diantaranya
gugus amina, karboksil, metoksil, sulfonat, dan hidroksil.
Sekitar 60%-70% zat warna yang digunakan dalam pencelupan tekstil adalah zat warna
sintetik golongan azo dan turunannya. Zat warna azo banyak digunakan dalam pencelupan
kain terutama kain dari serat selulosa, rayon, dan wool. Hal ini karena zat warna azo dapat
terikat kuat pada kain, sehingga tidak mudah luntur dan memberikan warna yang baik. Zat
warna azo tidak mudah rusak oleh perlakuan kimia, sehingga jika terbuang
ke lingkungan dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama serta dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan.
Pewarna azo merupakan pewarna utama yang digunakan dalam industri tekstil dan
tergolong limbah yang sulit terdegradasi, meski pewarna azo dapat bersifat nontoksik pada
kadar rendah bagi tubuh manusia, namun pada kadar atau jenis azo tertentu dapat bersifat
toksik dan karsinogenik. Jadi kita harus lebih bijak dalam penggunaan mainan salah satunya
dengan membeli mainan yang telah ber-SNI. Azo tidak baik untuk lingkungan serta tubuh
yang mungkin tidak akan dirasakan dalam waktu dekat, namun akan menumpuk dan
berakibat beberapa tahun kemudian tergantung banyaknya paparan. Maka dari itu kandungan
azo pada mainan dibatasi kandungannya, yaitu maksimal 20 mg/kg per senyawa.
Pewarna azo merupakan pewarna utama yang digunakan dalam industri tekstil dan
tergolong limbah yang sulit terdegradasi, meski pewarna azo dapat bersifat nontoksik pada
kadar rendah bagi tubuh manusia, namun pada kadar atau jenis azo tertentu dapat bersifat
toksik dan karsinogenik. Jadi kita harus lebih bijak dalam penggunaan mainan salah satunya
dengan membeli mainan yang telah ber-SNI. Azo tidak baik untuk lingkungan serta tubuh
yang mungkin tidak akan dirasakan dalam waktu dekat, namun akan menumpuk dan
berakibat beberapa tahun kemudian tergantung banyaknya paparan. Maka dari
itu kandungan azo pada mainan dibatasi kandungannya, yaitu maksimal 20 mg/kg per
senyawa.
Diazotasi adalah reaksi antara senyawa amina aromatic dengan sodium nitrit pada
suasana asam untuk menghasilkan garam diazonium. Diazotasi merupakan salah satu
tahapan reaksi pada proses sintesa zat warna yang berkromofor azo dan digolongkan ke
dalam golongan zat warna azo. Zat warna azo adalah zat warna yang mempunyai
kromofor yang tersusun dari gugusan azo dan terikat dengan satu atau lebih system-
sistem aromatic. Diazotasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Diazotasi langsung, pada proses diazotasi langsung larutan sodium nitrit direaksikan
dengan komponen diazo (zat antara yang mempunyai gugus amina aromatic) yang sudah
diasamkan.
2. Diazotasi tidak langsung, pada proses diazotasi tidak langsung larutan sodium nitrit
dicampurkan pada komponen diazo, lalu direaksikan dengan campuran asam dan es.
Pada proses diazotasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya:
1. pH harus dalam suasana asam hal ini diatur oleh kertas congo red ( bila warna merah
ke orange artinya asam sedangkan warna biru menunjukkan suasana alkali). Karena bila
dalam suasana alkali garam diazonium akan terbentuk fenol.
2. Penambahan Natrium Nitrit harus tepat ( 3 – 5 % ), kalau NaNO2 berlebih harus
dihilangkan dengan penambahan urea .untuk mengetahui NaNO2 ditest dengan KI.
3. Suhu harus dingin. 4. Harus dihindari dari cahaya langsung karena garam diazonium
yang terbentuk sangat peka cahaya.
Anilin terutama diproduksi di industri dalam dua tahapan dari benzena. Pertama,
benzena dinitrasi menggunakan campuran asam nitrat dan asam sulfat pekat pada suhu
50-60° C, yang memberikan nitrobenzena. Pada tahap kedua, nitrobenzena dihidrogenasi,
biasanya pada suhu 200-300 °C dengan adanya berbagai katalis logam:
Aplikasi terbesar anilin ialah untuk sediaan metilen dianilin dan senyawa
terkait melalui kondensasi dengan formaldehida seperti yang dibicarakan di
atas). Diamina berkondensasi dengan fosgen yang menghasilkan Metilen
difenil diidosianat, suatu prekursor untuk polimer uretan. Kegunaan lain
termasuk kimia pengolah karet (9%), herbisida (2%), serta pewarna and
pigmen (2%). Sebagai aditif untuk karet, anilin derivatif seperti
fenilenadiamina dan difenilamina, merupakan antioksidan. Ilustrasi obat yang
dibuat dari anilin ialah parasetamol (asetaminofen, Tylenol). Penggunaan
mendasar anilin dalam industri pewarnaialah sebagai prekursor untuk indigo,
warna Anilin juga digunakan pada skala yang lebih kecil dalam produksi
polimer polianilin yang dilakukan secara intrinsik.
- Industri Zat Warna Sintetik
Pada tahun 1856, mahasiswa von Hofmann William Henry Perkin
menemukan mauveine dan masuk ke industri yang memproduksi pewarna
sintetispertama. Pewarna anilin lainnya menyusul, seperti fuchsine, safranine,
dan induline.
Pada saat penemuan mauveine itu, anilin mahal. Tak lama kemudian,
menerapkan metode yang dilaporkan pada tahun 1854 oleh Antoine Bechamp,
dibuat “berskala ton”.
Reduksi Bechamp memungkinkan evolusi industri pewarna besar di Jerman.
Hari ini, nama BASF, awalnya Badische Anilin-und Soda-Fabrik, sekarang di
antara pemasok bahan kimia terbesar, gema warisan industri pewarna sintetis,
pewarna anilin dibangun melalui pewarna aniline dan diperluas melalui pewarna
azo terkait. Pewarna azo pertama adalah anilin kuning. Nama IUPAC anilin ialah
fenilamina; nama lainnya aminobenzena,bezanamin yang memiliki sifat :
1. Rumus molekul : C6H5NH2
2. Berat molekul : 93,13 gr/mol
3. Penambilan :Cairan tak berwarna sampai kuning
4. Densitas :1,027 gr/ml, cairan
5. Titik lebur : -6,3°C;20,7°F;266,8°K
6. Titik didih : 184,13 °C; 363,43°F;457,28°K
7. Kelarutan dalam air : 3,6 gr/100 ml pada suhu 20 °C
8. Kebasaan : PKB 9,3
9. Viskositas : 3,71 Cp (3,71 mPa.s pada sushu 25 °C)
10. Suhu menyala sendiri : 770 °C;1,420 °F;1,040 °K
11. Klasifikasi Uni Eropa : Toksik (T); Karsinogenik cat.3; Mutagenik cat.3;
Berbahaya untuk lingkungan (N).
12. MSDS : Eksternal
Pada saat ini aminonaftol yang paling penting untuk komponen kopling adalah
aminonaftol yang tersulfonasi seperti asam J, asam γ dan asam H yang posisi
masuknya garam diazonium akan tergantung pada kondisis pH proses kopling
(tempat kopling ditunjukkan dengan arah tanda panah).
N-asil dari asam J, asam γ dan asam H merupakan intermediet zat
warna yang penting, hasil kopling garam diazonium masing-masing akan
memberikan warna oranye cerah untuk N-asil asam J dan merah cerah untuk N-
asil asam γ maupun untuk N-asil asam H.
Hasil kopling 1 (satu) ekivalen garam diazonium dengan asam γ dalam
suasana asam akan menghasilkan zat warna mono azo merah cerah yang tahan
luntur warna terhadap cahayanya tinggi, hal tersebut karena terbentukya ikatan
hidrogen intra molekul ganda antara gugus azo dengan gugus OH dan gugus
aminsebagai berikut.
Yang menarik pada asam J (4.43) adalah rantai reaksinya, karena beberapa
senyawa yang ada pada tahap intermediate dalam rantai itu sendiri berguna sebagai
zat warna zat antara. Titik awal untuk rantai ini adalah 2-naftol yang, pada awal
sintesisnya dikonversi dengan menggunakan reaksi Bucherer menjadi 2-
naphthylamine, kemudian disulfonasi untuk menghasilkan asam 2-naftilamina-
5,7-disulfat (4.42; asam Amido J). 2-naphthylamine dikenal sebagai karsinogen
kuat yang menyebabkan tahapan ini ditinggalkan.
Dalam metode sediaan yang sekarang digunakan (Skema 4.28), gugus asam
sulfonat dimasukkan ke dalam posisi 1 inti naftalena dan dilakukan sampai awal
tahap, sehingga asam 2-naftilamina-1-sulfonat (4.41; asam Tobias) memenuhi
jumlah amina dalam persiapannya.
Setelah disulfonasi menjadi asam 2-naftilamina-1,5,7-trisulfonat, substituen 1-
asam sulfonat yang tidak stabil, yang sekarang telah memenuhi tujuannya,
dieliminasi dengan menipiskan campuran sulfonasi dan pemanasan. Campuran dari
asam disulfat yang dihasilkan (4,42) dengan natrium hidroksida menggantikan
gugus asam 5- sulfonat yang tidak stabil oleh gugus hidroksi, membentuk asam J.
2-Naphthylamine-5,7-disulfat dan 2-naphthylamine-1-sulphonic acid, yaitu
produk antara dalam Skema 4.28, serta asam 2-naphthylamine-1,5-disulfat
(diperoleh dengan sulfonasi suhu rendah pada asam Tobias), semua digunakan
dalam sintesis zat warna azo.
Acetyl J Acid
Structural Formula :
N - Acetyl J- Acid
Structural Formula :
2. Reaksi Kopling
Ar-N=N
BAB III
DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
3.1 DIAGRAM ALIR
DIAZOTASI
KOPLING
Pencelupan dengan berbagai jenis kain Identifikasi zat warna dengan pelarutan
Pengujian
Ketuaan warna
3.2 Perhitungan perbandingan kebutuhan Zat Warna
3.2.1 Perhitungan komponen Diazotasi
Diketahui berat mol :
- Anilin = 93,13 gr/mol
- NaNo2 = 68,99 gr/mol
- HCl = 36,45 gr/mol
Perhitungan :
= 3,645 gr
3.2.2
4.2.2 Perhitungan komponen Kopling
Diketahui :
- Asetil J Acid = 281
Perhitungan :
= 0,1274 g/ml
= 12,744 %
SAMPEL SUTERA pH 5
STANDAR
lamda R R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S RATA-RATA
DEVIASI
510 40,44 0,4044 0,5956 0,35474 0,8088 0,4386
510 41,45 0,4145 0,5855 0,34281 0,829 0,41352
510 40,97 0,4097 0,5903 0,34845 0,8194 0,42526 0,009411508 0,427925004
510 40,67 0,4067 0,5933 0,35201 0,8134 0,43276
510 40,8 0,408 0,592 0,35046 0,816 0,42949
SAMPEL SUTERA NETRAL
STANDAR
lamda R R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S RATA-RATA
DEVIASI
500 46,92 0,4692 0,5308 0,28175 0,9384 0,30024
500 47,55 0,4755 0,5245 0,2751 0,951 0,28927
500 47,15 0,4715 0,5285 0,27931 0,943 0,2962 0,006740727 0,298956798
500 46,84 0,4684 0,5316 0,2826 0,9368 0,30166
500 46,52 0,4652 0,5348 0,28601 0,9304 0,30741
SAMPEL SUTERA pH 5
STANDAR
lamda R R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S RATA-RATA
DEVIASI
510 40,44 0,4044 0,5956 0,35474 0,8088 0,4386
510 41,45 0,4145 0,5855 0,34281 0,829 0,41352
510 40,97 0,4097 0,5903 0,34845 0,8194 0,42526 0,009411508 0,427925004
510 40,67 0,4067 0,5933 0,35201 0,8134 0,43276
510 40,8 0,408 0,592 0,35046 0,816 0,42949
SAMPEL SUTERA NETRAL
STANDAR
lamda R = R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S RATA-RATA
DEVIASI
500 46,92 0,4692 0,5308 0,28175 0,9384 0,30024
500 47,55 0,4755 0,5245 0,2751 0,951 0,28927
500 47,15 0,4715 0,5285 0,27931 0,943 0,2962 0,006740727 0,298956798
500 46,84 0,4684 0,5316 0,2826 0,9368 0,30166
500 46,52 0,4652 0,5348 0,28601 0,9304 0,30741
SAMPEL POLIESTER NETRAL
R/100 K/S = ((1- STANDAR
lamda R = R' 1-R' (1-R')^2 2XR' R')^2)/(2XR')) DEVIASI RATA-RATA
620 60,92 0,6092 0,3908 0,152725 1,2184 0,125349
620 60,83 0,6083 0,3917 0,153429 1,2166 0,126113
620 61,22 0,6122 0,3878 0,150389 1,2244 0,122827 0,002492012 0,125855857
620 60,93 0,6093 0,3907 0,152646 1,2186 0,125264
620 60,41 0,6041 0,3959 0,156737 1,2082 0,129728
Tabel spektrofotometri sampel kain blanko
BLANKO SUTERA
lamda R R/100 = R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S = ((1-R')^2)/(2XR'))
440 57,96 0,5796 0,4204 0,176736 1,1592 0,152463906
BLANKO POLIESTER
R/100 =
lamda R R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S = ((1-R')^2)/(2XR'))
610 64,88 0,6488 0,3512 0,123341 1,2976 0,095053514
K/S Kain
Keterangan Kain K/S Blanko K/S Zat Warna
Celup
POLIESTER NETRAL 0,125855 0,0950535 0,0308015
SUTERA NETRAL 0,298956798 0,1524639 0,146492898
SUTERA pH 5 0,427925004 0,1524639 0,275461104
SUTERA pH 3 0,34318144 0,1524639 0,19071754
• Grafik k/s sampel kain celup dan grafik standar deviasi kain celup.
Nilai L
Keterangan Kain L sample
Rata-rata L sample L standard deltaL
Poliester Netral
poliester 1 82,38 82,406 85,38 -2,974
poliester 2 82,27
poliester 3 82,62
poliester 4 82,39
poliester 5 82,37
SuteraNetral
SuteraNetral 1 78,42
SuteraNetral 2 79,09 85,38
SuteraNetral 3 78,94 78,764 -6,616
SuteraNetral 4 78,54
SuteraNetral 5 78,83
Sutera pH 5
Sutera pH 5 (1) 76,73
Sutera pH 5 (2) 76,81
Sutera pH 5 (3) 76,54 76,64 85,38 -8,74
Sutera pH 5 (4) 76,7
Sutera pH 5 (5) 76,42
Sutera pH 3
Sutera pH 3 (1) 78,29
Sutera pH 3 (2) 78,44
Sutera pH 3 (3) 78,52 78,452 85,38 -6,928
Sutera pH 3 (4) 78,55
Sutera pH 3 (5) 78,46
Nilai a
Keterangan Kain a sample Rata-rata a sample a standard delta a
Poliester Netral
poliester 1 1,46
poliester 2 1,41
poliester 3 1,44 1,414 2,53 -1,116
poliester 4 1,31
poliester 5 1,45
SuteraNetral
SuteraNetral 1 3,62
SuteraNetral 2 4,02
SuteraNetral 3 4,02 3,964 -0,2 4,164
SuteraNetral 4 3,97
SuteraNetral 5 4,19
Sutera pH 5
Sutera pH 5 (1) 7,97
Sutera pH 5 (2) 7,53
Sutera pH 5 (3) 7,23 7,616 -0,2 7,816
Sutera pH 5 (4) 7,56
Sutera pH 5 (5) 7,79
Sutera pH 3
Sutera pH 3 (1) 6,29
Sutera pH 3 (2) 5,31
Sutera pH 3 (3) 5,18 5,918 -0,2 6,118
Sutera pH 3 (4) 6,42
Sutera pH 3 (5) 6,39
Nilai b
Keterangan Kain b sample Rata-rata b sample b standard delta b
Poliester Netral
poliester 1 -4,43
poliester 2 -4,07
poliester 3 -4,78 -4,51 -9,3 4,79
poliester 4 -4,46
poliester 5 -4,81
SuteraNetral
SuteraNetral 1 7,55
SuteraNetral 2 7,3
SuteraNetral 3 7,41 7,498 1,17 6,328
SuteraNetral 4 7,25
SuteraNetral 5 7,98
Sutera pH 5
Sutera pH 5 (1) 11,26
Sutera pH 5 (2) 10,75
Sutera pH 5 (3) 10,45 10,764 1,17 9,594
Sutera pH 5 (4) 10,39
Sutera pH 5 (5) 10,97
Sutera pH 3
Sutera pH 3 (1) 9,25
Sutera pH 3 (2) 8,46
Sutera pH 3 (3) 8,58 9,02 1,17 7,85
Sutera pH 3 (4) 9,58
Sutera pH 3 (5) 9,23
- Perhitungan
1. Proses Pemanasan Zat Warna Menjadi Bentuk Pasta
Hasil Pegamatan
Zat warna yang sudah berbentuk pasta setelah melalui proses saltingout
dan penguapan lalu dikeringkan di oven berubah menjadi zat warna bubuk.
Perhitungan Yield
70,1130−44,6247 𝑔
Pehitungan : 𝑥 100%
200 𝑚𝑙
25,4883
: 𝑥 100%
200
= 0,1274 g/ml
= 12,744 %
Hasil Pengamatan
Didapatkan kain kapas hasil pencelupan dengan zat warna sintetis azo dengan
komponen diazotasi anilin dan koplingnya dengan kondisi optimum yaittu pH 5,
pada pencelupan selama 30 menit , menggunakan metoda saltingout. Berwarna
orange muda atau peach, perbedaan warna pada foto dengan aslinya dikarenakan
faktor cahaya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Diskusi
Metode yang digunakan untuk membuat zat warna azo dengan komponen diazo
anilin dan komponen koplingnya j acid ialah metode salting out adalah peristiwa
adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar dibanding zat
utama akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya
endapan karena adanya reaksi kimia contohnya kelarutan minyak atsiri dalam air
akan turun bila keadaan air tersebut ditambah larutan NaCl jenuh. Dimana metode
ini digunakan karena saat proses pencampuran antara komponen kopling dan
kompenen diazo tidak terjadi penggumpalan. Tetapi jika padasaat proses saltingout
masi tidak terjadi penggumpalan maka ada kesalahan disaat pelarutan komponen j
acid dimana saat melarutkan soda ash terlalu banyak airuntuk melarutkan zat
tersebut sehingga berakibat pada proses penggupalan atau pencampuran anatar
kedua komponen terseebut, maka dilakukanlah proses penguapan jika saat proses
saltingout zat warna masi saja dalam bentuk larutan belum menjadi pasta atau
belum ada gumpalan. Penguapan ini dilakukan guna mengurangi air dalam zat wrna
dimana mula-mula setelah zat warna melalui tahap saltingout harus dikeluarkan lagi
garam tersebut maka proses penguapan bias dilakukan. Proses penguapan ini
dilakukan karena larutan zat warna saat pengujian sudah terlalu jenuh atau melewati
titik jenuh yang seharusnya maka proses saltingout tidak bisa terlaksana dengan
baik maka proses penguapan atau pengurangan air menggunakan suhu tinggilah
yang digunakan.
pada proses diazotasi atau reaksi antara senyawa Amina aromatik dengan
sodium nitrit pada suasana asam untuk menghasilkan garam diazonium digunakan
komponen diazo nya ialah anilin dimana nantinya anilin akan ditambahkan dengan
natrium nitrit dan juga HCL sehingga akan sebelum ditambahkan HCL akan
terbentuknya garam diazonium seperti contoh reaksi dibawah ini :
2HCl
+ NaNO2 N=NCl
T 0-5°C
Proses diazotasi yang digunakan pada komponen ini ialah proses diazotasi
langsung dengan reaksi suasana asam ya ini reaksi diazotasi, bukankah reaksi
spontan karena membutuhkan katalis dimana reaksi menggunakan katalis adalah
sebagai berikut :
C6H5NO3 + 3H2 C6H5NH2 + 2H2O
Nitrobenzena Katalis Anilin
pada saat pembuatan komponen kopling Amina naftol yang terkumpul nasi yang
paling sering digunakan Salah satunya ialah asam J Di mana posisi garam
diazonium akan bergantung pada posisi PH proses kopling tersebut terjadi pada
gambar dibawah ini :
reaksi kopling yang terjadi pada pengujian ini ialah sebagai berikut :
Ar-N=N
pada saat pembuatan zat warna azo komponen kopling asetil J Acid yang
dikombinasi dengan berbagai senyawa diazo akan membentuk zat warna azo yang
sangat bagus dan memiliki ketahanan sangat tinggi terhadap cahaya akan
dicampurkan dengan senyawa anilin (gram, 0,1 mol) yang telah diazotasi dengan
larutan soda dari Asetil J Acid yang telah didinginkan dengan es.
N-asil dari asam J, merupakan intermediet zat warna yang penting, hasil
kopling garam diazonium masing-masing akan memberikan warna oranye cerah
untuk N-asil asam J. Pada saat proses pembuatan zat warna untuk komponen kopling
ini diproses pada suhu 5-0°C dimana pH yang digunakan ialah pH asam.
4. Pembuatan Zat Warna Bubuk atau Yield Zat Warna.
Yield zat warna diuji untuk mengetahui berapa gramkah zat warna yang diperoleh
dalam sekian ml air. Pada percobaan kali ini yield zat warna diuji dengan menguapkan
200 ml larutan zat warna dengan menggunakan cawan yang sebelumnya sudah dioven
dan terlebih dahulu, hal ini dilakukan agar dikethui berat cawan kosong dan steril
terlebih dahulu untuk perhitungan hasil akhirnya.
Larutan zat warna dipanaskan sampai semua pelarut menguap, dan yang tersisa
hanya serbuk zat warnanya saya. Setelah itu serbuk zat warna dan cawannya kembali
di oven dan di timbang untuk mengetahui berat cawan terisinya, untuk mendapatkan
berapa banyak hasil yang didapat dalam penguapan pelarut 200 ml larutan zat warna
maka dapat dilakukan selisih antara berat cawan terisi dan berat cawan kosong dibagi
ml ekstraksi dan dikali dengan 1000. Dari data pengamatan dan percobaan didapatkan
0,1274 g/L atau kalua bentuk persen ialah sekitar 12,74% serbuk zat warna azo dengan
komponen diazo anilin dan komponen kopling j acid dari penguapan larutan zat warna
sebanyak 200 ml.
5. Pencelupan zat warna azo komponen diazo anilin dan komponen kopling j
acid pada sutera dan polyester,.
Pencelupan kain dengan ekstrak zat komponen diazo anilin dan komponen kopling
j acid terlebih dahulu dicoba terhadap2 jenis sample kain yang berbeda yaitu kain
sutera, dan kain poliester hal ini bertujuan untuk mengetahui kain mana yang memiliki
warna orange lebih baik. Dalam praktikum ini digunakan perbandingan vlot yang sama
pada setiap jenis kainya yaitu 1:20 pada mesin celup, suhu yang sama dan waktu yang
sama pula. Pencelupan dilakukan dengan cara mencelup menggunakan mesin celup
lalu di mesin tersebut kain yang sudah campurkan dengan larutan zat warna yang
sudah ada di dalam tabung dengan variasi pH akan diputar selama 30menit di suhu
80oC. Dalam ekstraksi zat warna azo komponen diazo anilin dan komponen kopling j
acid dengan waktu 30 menit dengan suhu 80oC Pada pengujian ini didapatkan hasil
pada kain sutera berwarna orange muda atau cerah pada kain sutera dan tidak berwarna
pada kain polyester.
variasi pencelupan yang digunakan pada proses pembuatan zat warna azo
komponen diazo anilin dan komponen kopling J acid maka didapat hasil ketuaan warna
pada pH 5 di kain sutera, sedangkan kerataan didapat hasil pada pH 7 atau Netral di
kain sutera. Pada kain poliester tidak terjadi perubahan warna yang terlalu signifikan
karena zat warna ini dikategorikan sebagai zat warna asam dimana kain poliester akan
lebih terwanai oleh zat warna dispersi. Variasi pH yang digunakan ialah pH 3,5 dan 7
untuk kain polyester digunakan pH 7.
6. Nilai L, a, b
Delta E
Keterangan
Kain Delta L Delta a delta b DeltaL^2 Deltaa^2 Delta ^2 DeltaE
Kapas Netral -2,974 -1,116 4,79 8,844676 1,245456 22,9441 5,747541387
SuteraNetral -6,616 4,164 6,328 43,771456 17,338896 40,043584 10,05753131
Sutera pH 5 8,74 7,816 9,594 76,3876 61,089856 92,044836 15,14999314
Sutera pH 3 -6,928 6,118 7,85 47,997184 37,429924 61,6225 12,12640128
Maka meurut data tabel L A B yang tertera dapat disimpulkan bahwa di polyester
netral menunjukan nilai L (-) yang berarti gelap begitu pula di kain sutera lainnya
kecuali pada pH 5 ditunjukan hasil (+) yang berarti terang. Pada nilai a atau koordinat
merah atau hijau nya pada kain polyester pH 7 atau netral menunjukkan hasil negatif
di mana itu artinya menunjukkan ke arah hijau atau tidak berwarna sedangkan sutra
netral sampai PH 3 menunjukkan hasil positif yang mengarah pada warna merah atau
ke orang-orangean seperti hasil dari pengujian yang dilakukan.
Mengenai nilai B yaitu koordinat kuning atau biru pada sampel pengujian kain
polyester sampai Sutra menunjukkan hasil positif dimana kain polyester pH netral
menunjukkan hasil positif dengan data seperti tabel di atas aama halnya dengan sutera
netral sampai PH 3 menunjukkan hasil yang sama pula di mana hasil positif itu berarti
mengarah pada warna kuning.
4.2 Kesimpulan
Zat warna azo adalah kromofor jenis azo (-N-N-) yang berikatan dengan sistem
aromatik. Zat warna jenis azo dapat berupa monoazo, diazo, triazo, dan poliazo. Adanya
satu atau lebih gugus azo pada zat warna azo tersebut biasanya berkait erat dengan
karakter zat warnanya. Zat warna azo sering digunakan pada hampir seluruh jenis zat
warna terutama zat warna asam, reaktif, direk, dispersi, dan basa. Tetapi tidak digunakan
untuk membuat zat warna bejana, bejana larut/belerang, karena kelemahan dari zat
warna azo adalah gugus azonya mudah rusak oleh reduktor. Variasi corak warnanya
sangat lengkap mulai dari warna kuning hingga biru, dan intensitas warnanya kuat.
Kecerahan warnanya tinggi, terutama untuk zat warna monoazo dan diazo.
Proses pembuatan zat warna azo ini dibagi dalam dua tahap reaksi yaitu reaksi
pembentukkan garam diazonium kemudian reaksi dilanjutkan dengan penambahan
senyawa-senyawa aromatik tersebut ke dalam larutan garam diazonium yang akan
menghasilkan zat warna azo.
Maka dapat disimpulkan hasil dari perhitungan proses pembuatan zat warna
sintetik dengan komponen anilin asetil j.acid adalah sebagai berikut
= 3,645 gr
= 0,1274 g/ml
= 12,744 %
Data blanko Sutera dan Polyester
BLANKO SUTERA
lamda R R/100 = R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S = ((1-R')^2)/(2XR'))
440 57,96 0,5796 0,4204 0,176736 1,1592 0,152463906
BLANKO POLIESTER
R/100 =
lamda R R' 1-R' (1-R')^2 2XR' K/S = ((1-R')^2)/(2XR'))
610 64,88 0,6488 0,3512 0,123341 1,2976 0,095053514
Tabel spektrofotometri
K/S Kain
Keterangan Kain K/S Blanko K/S Zat Warna
Celup
POLIESTER NETRAL 0,125855 0,0950535 0,0308015
SUTERA NETRAL 0,298956798 0,1524639 0,146492898
SUTERA pH 5 0,427925004 0,1524639 0,275461104
SUTERA pH 3 0,34318144 0,1524639 0,19071754
Keterangan kain
Kapas Netral
SuteraNetral
Sutera pH 5
Sutera pH 3
Foto kegiatan