Anda di halaman 1dari 6

INTISARI

Zat Warna Sintetik atau buatan adalah zat pewarna dengan bahan dasar senyawa hidrokarbon aromatik, misalnya
Benzena, Toluena, Naftalena, Antrasena dan lain-lain yang berasal dari batu bara dengan cara penyulingan kering tanpa pengaruh
udara atau dari sisa-sisa proses industri minyak tanah dengan cara pembongkaran senyawa alifatik yang berantai panjang menjadi
bagian yang lebih kecil, kemudian dilakukan penyusunan kembali hingga diperoleh senyawa aromatik.
Zat warna sintetik dibuat dengan tujuan untuk memperbaiki sifat dari zat warna alam. Pewarnaan bahan-bahan tekstil
dengan zat warna sintetik mempunyai banyak kelebihan, diantaranya mudah diperoleh dengan komposisi yang tetap, mempunyai
aneka warna yang banyak, mudah dalam pemakaiannya dan harganya relatif murah. Molekul zat warna merupakan gabungan dari
zat organik yang tidak jenuh, kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat antara warna dengan serat.
Jenis zat warna sintetik yang paling banyak digunakan adalah zat warna sintetik organik yang mengandung senyawa azo.
Senyawa azo merupakan kelompok yang sangat penting, karakter khas dari zat warna golongan azo ditunjukkan oleh
penggunaannya yang tidak terlalu berlebih dan daya pewarnaan yang tinggi. Gugus azo ini banyak ditemukan pada hampir semua
zat warna, seperti zat warna direk, reaktif, asam, kompleks logam, naftol dan dispersi.
Prinsip pembentukan zat warna azo meliputi dua tahap, yaitu proses diazotasi dan proses kopling (penggandengan). Pada
percobaan pembuatan zat warna sintetik ini, dilakukan dengan mereaksikan senyawa m-Nitroanilin (NO2C6H4NH2) sebagai
komponen diazotasinya dengan senyawa 2-Naftol (C10H3OH) sebagai komponen koplingnya.
Reaksi dari senyawa-senyawa tersebut kemudian akan menghasilkan suatu zat warna sintetik dalam bentuk larutan yang
akan diambil endapannya dan dijadikan suatu zat warna bubuk. Pada uji identifikasi zat warna bubuk, dalam uji pendahuluan
menggunakan eter metanol zat warna berada pada lapisan eter metanol dan pada uji penentuan zat warna dispersi diperoleh hasil
positif karena setelah dilakukan pencelupan dan dilakukan pencucian terjadi kelunturan. Pada pencelupan dilakukan menggunakan
serat polyester dengan tidak menggunakan zat pembantu dapat mencelup dengan warna muda sedangkan pada pencelupan
menggunakan zat pembantu menghasilkan celupan yang tua.
Jadi zat warna sintetik yang dihasilkan dari senyawa m-Nitroanilin dengan 2-Naftol yaitu zat warna dispersi.

2.1 Zat Warna Sintetik


Zat warna menurut cara diperolehnya, dapat dibagi dua golongan besar yaitu zat warna alam dan zat warna sintetik.
Zat warna alam merupakan zat warna yang bahan dasarnya diambil dari alam baik berasal dari tumbuhan maupun hewan.
Tetapi pada zaman sekarang ini, zat warna yang sering digunakan di industri tekstil adalah zat warna sintetik. Hal ini
dikarenakan zat warna sintetik mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan zat warna alam, diantaranya :
1. Warna-warna yang tersedia banyak.

2. Harganya murah dan mudah didapat, karena banyak sekali industri zat warna yang memproduksi zat warna sintetik.

3. Bisa digunakan untuk berbagai jenis serat baik untuk serat alam maupun serat sintetik.

Suatu zat dapat disebut sebagai zat warna apabila zat tersebut mempunyai gugus yang dapat menimbulkan warna
dan mempunyai gugus yang mepunyai afinitas terhadap serat tekstil. Zat warna juga merupakan suatu senyawa organik
berwarna yang terdiri dari :
1. Kromofor sebagai gugus pembawa warna, misalnya gugus azo (-N = N-) ,gugus nitroso (-NO),
gugus nitro (-NO2), gugus karbonil (Cm = O) dari golongan antrakuinon
2. Ausokrom sebagai gugus yang mengaktifkan kerja kromofor dan memberikan daya ikat terhadap serat yang
diwarnainya, misalnya golongan kation (-NH2, -NH Me, -N Me2), dan golongan anion (-SO3H, -OH, -COOH)
3. Gugus aromatik sebagai zat organik yang tidak jenuh, misalnya hidrokarbon aromatik dan
turunannya (benzena, toluena, xilena, naftalena, dan entrasena), Fenol dan turunannya (fenol dan kresol), senyawa
yang mengandung nitrogen.
2.2 Anilin
Anilin merupakan senyawa yang larut dalam air ( 30 g dalam 100 g air), karena itu perlu penambahan garam 20 %
dimana larutan garam tersebut dapat menjadikan anilin tidak larut. Setelah itu didiamkan beberapa jam, anilin dapat
dipisahkan dengan penyaring barit dan didestilasi pada nyala api. Pada penguraian pertama yang tersisa adalah benzena dan
air, dipindahkan kemudian pada penguraian selanjutnya akan bergabung sekitar 99% akan mendidih pada 182 0C. hasil
anilin dari 123 gram nitrobenzen sekitar 85 gram atau sekitar 91%.
m-Nitroanilin (NO2C6H4NH2)
m-Nitroanilin dikenal sebagai komponen diazo dari azoic 7 (CI 37030). Senyawa ini digunakan untuk perpaduan
organik sebagai bahan celup antara. m-Nitroanilin pada awalnya terbuat dari campuran 110 gram Sodium sulfida kristal
(Na2S.9H2O) yang dilarutkan dalam 80 ml air ditambah hidrogen sulfida, sampai larutan tercampur sempurna menjadi
sodium hidrosulfida.
Dalam 2 liter piala gelas larutan lain dipersiapkan. Larutan ini terdiri dari 4 gram Nekal BX (atau zat pengemulsi lain
yang efektif) dan 10 gram ammonium klorida dalam 420 ml air panas dengan penambahan 84 gram m-dinitrobenzene anilin
0,5 mol dalam suhu 900C. Larutan ini kemudian diaduk dengan cukup kuat agar menghasilkan emulsi yang baik. Proses ini
perlu dilakukan dengan hati-hati, karena uapnya sangat beracun. Temperatur selanjutnya dibiarkan dibawah suhu 85 0C dan
terus dilanjutkan dengan pengadukan yang kuat.
Larutan hidrosulfida yang sudah dipersiapkan sebelumnya ditambahkan ke dalam larutan, dalam waktu 15 menit dan
suhu dipertahankan antara 80 dan 850C. Sejak panas mulai dihasilkan oleh reaksi, api harus dikurangi atau sekali-kali harus
dijauhkan. Ketika penambahan zat telah selesai dilakukan, pengadukan masih terus dilanjutkan selama 5 menit tanpa
pemanasan, kemudian larutan didinginkan sampai 200C dengan penambahan es. Pengadukan dilanjutkan kembali selama 1
jam atau lebih pada suhu kamar.
m-Nitroanilin yang telah terpisah dalam kristal kuning disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air dingin.
Filtrat yang ada dicampur dengan 250 ml air dan 80 ml asam hidroklorida, lalu dididihkan sampai semua m-Nitroanilin
larut. Larutan kemudian didinginkan sehingga menghasilkan residu m-dinitrobenzena yang dilarutkan dengan air panas agar
dapat terpisah. Larutan disaring untuk menghilangkan zat yang tidak larut (terutama dinitroazoxybenzene), dipanaskan dan
ditambahkan amoniak secukupnya untuk membuat suasana basa kuat.
Setelah larutan didinginkan, m-Nitroanilin murni disaring, dicuci dengan air dingin dan dikeringkan. 62 gram hasil
produk dicairkan pada 110-1120C. Zat ini cukup untuk digunakan bagi keperluan lain. Ini dapat dibuat secara kimia murni
dengan cara kristalinisasi kembali dari sekitar 4 liter air mendidih, hingga menghilangkan sejumlah kecil residu. Kristalisasi
kembali m-Nitroanilin membentuk kuning keemasan dicairkan dalam suhu 1140C.

NO 2 NH 2

NO 2 NO 2

m - Nitroanilin dari m - Dinitrobenzena

Gambar 2.2
2.3 2-Nafthol
Garam G merupakan turunan dari naftol yang direaksikan dengan asam kuat pada temperatur sedang (≥ 60 0C). Dengan
penggaraman blue red, garam R dibentuk dan tidak ada pembentukan zat warna orange merah dari garam schaeffer. Dengan
penambahan sodium sulfat anhidro 2-nafto-1,6-asam disulfonat dan 2-naftol-1,3,6-trisulfonat diubah menjadi asam schaeffer
dan asam R. Bentuk garam R dan garam Schaffer adalah dalam bentuk kristal. Penitrasian dengan diazotasi p-amino
asetanilin dan p-nitroanilin dengan penambahan β-naftol akan menghasilkan 80 % garam R dengan sedikit penambahan
garam schaffer dan 20 % garam G. Garam G ini yang merupakan zat yang dapat memberikan warna dengan cara
diazobenzena dalam suasana alkali.

2.4 Pembuatan Zat Warna Bubuk Sintetik dari Komponen diazotasi m-Nitroanilin dan Komponen Kopling 2-Naftol
Zat warna sintetik merupakan jenis zat warna yang paling umum digunakan dalam industri tekstil. Salah satu
keuntungannya adalah zat warna tersebut mempunyai variasi warna yang beragam. Jenis zat warna sintetik yang paling
banyak digunakan adalah zat warna sintetik organik yang mengandung senyawa azo. Gugus azo ini banyak ditemukan
pada hampir semua zat warna, seperti zat warna direk, reaktif, asam, kompleks logam dan basa.
Zat warna azo sintetik disintesa dengan dua tahapan proses (diazotasi dan pengkoplingan/penggandengan).
Hal - hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan zat warna sintetik :
a. Bahan dasar atau zat yang digunakan harus dalam keadaan murni
Hal ini penting bahwa bahan dasar harus dalam keadaan murni, yaitu bebas dari senyawa isomer atau senyawa
lainnya yang dapat masuk ke dalam reaksi pembentukan zat warna. Bila hal tersebut terjadi, kemurnian zat warna
dapat dikembalikan melalui proses destilasi atau kristalisasi.
b. Jumlah yang digunakan harus tepat
Kelebihan nitrit pada kondisi ini akan mengakibatkan proses diazotasi atau penggabungan secara nitrosasi yang
pada akhirnya akan mempengaruhi pada proses pencelupan. Penggunaan nitrit yang terlalu sedikit akan
berpengaruh terhadap pembentukan senyawa diazo amino atau kopling dari bagian yang didiazotasi dengan
senyawanya. Pengguanaan yang terlalu berlebihan akan reaksi kopling akan berjalan cepat.
c. Pengadukan dilakukan secara kontinyu baik dalam proses diazotasi maupun kopling, pengadukan yang dilakukan
secara tidak kontinyu akan mengakibatkan timbulnya gumpalan-gumpalan diazo karena proses diazotasi tidak
berjalan secara sempurna
d. Senyawa diazo harus terhindar dari panas dan cahaya.
Apabila senyawa diazo terkena cahaya atau panas, maka akan terbentuk khelat-khelat yang berwarna coklat
2.4.1 Diazotasi.
Diazotasi adalah reaksi antara senyawa amina aromatic dengan sodium nitrit pada suasana asam untuk
menghasilkan garam diazonium. Diazotasi merupakan salah satu tahapan reaksi pada proses sintesa zat warna
yang berkromofor azo dan digolongkan ke dalam golongan zat warna azo. Zat warna azo adalah zat warna yang
mempunyai kromofor yang tersusun dari gugusan azo dan terikat dengan satu atau lebih system-sistem aromatic.
Diazotasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Diazotasi langsung, pada proses diazotasi langsung larutan sodium nitrit direaksikan dengan komponen diazo
(zat antara yang mempunyai gugus amina aromatic) yang sudah diasamkan.
2. Diazotasi tidak langsung, pada proses diazotasi tidak langsung larutan sodium nitrit dicampurkan pada
komponen diazo, lalu direaksikan dengan campuran asam dan es.
Pada proses diazotasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya:
1. pH harus dalam suasana asam hal ini diatur oeh kertas congo red ( bila warna merah ke orange artinya asam
sedangkan warna biru menunjukkan suasana alkali). Karena bila dalam suasana alkali garam diazonium
akan terbentuk fenol
2. Penambahan Natrium Nitrit harus tepat ( 3 – 5 % ) ,kalau NaNO 2 berlebih harus dihilangkan dengan
penambahan urea .untuk mengetahui NaNO2 ditest dengan KI.
3. Suhu harus dingin
4. Harus dihindari dari cahaya langsung karena garam diazonium yang terbentuk sangat peka cahaya.
Proses diazotasi termasuk dalam persamaan reaksi berikut ini :

R NH2 + NaNO2 + 2 HCl R N N + NaCl + 2 H2O

Cl
Jika molekul tersebut mengandung senyawa asam sulfonat bebas, maka hanya l mol HCl yang
dibutuhkan.

NH2 N N
R + NaNO2 + HCl R + NaCl + 2 H2O
SO3H SO3
Asam amino sulfonat dan asam karboksilat dapat didiazotasi pada keadaan normal jika dalam suasana
asam. Asam amino bebas dan asam dibentuk secara simultan dalam reaksi campuran, yaitu reaksi sebelum asam
amino terbentuk. Pada keadaan asam amino bebas dan tidak larut dalam air ini, sering kali memberi keuntungan
untuk menggunakan keistimewaan nitrat dalam jumlah yang kecil untuk bereaksi dengan asam klorida.
Komponen diazotasi merupakan pembawa yang baik bila menggunakan asam yang cukup untuk membuat garam
amino naftol atau turunan sulfo, untuk membuat komponen yang berisi satu senyawa sulfo bebas dan mengikat
nitrat karena adanya satu equivalen garam besi atau garam logam dengan jumlah yang kecil atau sedikit. Jika
garam logam tersebut digunakan, logam tersebut harus dipindahkan pada waktu terjadi reaksi diazotasi yang
lengkap, tetapi dengan adanya besi pada larutan diazo biasanya tidak merugikan.

2.4.2 Kopling
Beberapa komponen kopling yang biasanya digandengkan dengan garam diazonium sebagai berikut :
1. Derivat Benzena
Amina aromatic primer berguna sebagai komponen kopling yang juga berguna untuk mengarahkan ikatan
antara rantai azo dengan komponen lain pada reaksi diazotasi dan kopling. Kopling biasanya terjadi pada
suasana asam dengan komponen azo yang berenergi.
2. Derivat Hidroksi
Fenol merupakan komponen kopling yang penting dan bereaksi dalam suasan alkali pada posisi –4.
3. Derivate Naftalena
Naftol merupakan salah satu contoh derivate naftalen yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu 1 – naftol dan 2
– naftol, namun 2 – naftol lebih penting. Mengikuti type dari penggabungan ada beberapa reaksi
penggabungan dengan azo, yaitu (a) Phenol, (b) Enolizable keton penggabungan dari karakter alifatik
termasuk group metilen reaktif dimana menjadi bagian dari rantai terbuka atau sistem cincin, salah satu dari
homosiklik atau heterosiklik.
Kelompok ini dibuat dengan menggabungkan formula.

X - CH2 - CO - Y X CH2 C(OH) Y


Dimana X adalah kelompok negatif, seperti – COR, - CO 2R, - CN, -SO2R dll. Pyrazolan
termasuk kelompok ini. (i) amina primer, sekunder atau tersier dimana kelompok ini langsung berikatan
dengan cincin aromatik.
Penggabungan aromatik dimana mengandung dua kelompok amino, dua kelompok atau satu
kelompok amino dan satu kelompok hidroksil pada posisi para atau orto pada masing-masing bagian tidak
cocok sebagai komponen penggabung. Monomer primer dari benzen memberi reaksi penggabungan diazo
membentuk diazoamino. Dengan atau mengganti isomer aminoazo, susunan dari diazonium dibantu oleh
asam lemah dari larutan kopling.

Proses kopling pembuatan zat warna azo dapat ditulis sbb :


A = senyawa aromatik amina primer yang diazotasi.
B = komponen kopling
D = senyawa aromatik diazoamino yang kedua gugus aminanya diazotasi
M = senyawa aromatik amina yang dikopling dengan senyawa diazonium kemudian diazotasi
Z = komponen kopling yang dapat dikopling dua kali.
Skema proses kopling
AE
Contoh :

HCl
NH2 N NCl + OH N N OH
NaNO2

Jadi  proses diazotasi lalu dikopling


E1  D  E2
A1  Z  A2
NH2 OH
NH2 OH
pH 3 - 5
N N Cl + N N
+ HO N N Cl
HO3S SO3H
HSO3 HSO3
Z A2
A1

NH2
pH 8 - 10
N N N N OH

HO3S SO3H

AME

HCl
N N Cl + NH2 N N NH2
NaNO2

OH
E

N N N N Cl N N N N OH

Gambar 2.4
3.1 Cara Kerja
3.1.1 Prosedur Cara Kerja Diazotasi
1. Larutan dibuat dari 6,962 gram (0,05 mol m – nitroanilin) ditambah 50 ml air dan 15 ml asam Hidroklorida.
2. Larutan didinginkan dengan diaduk atau dikocok
3. Tambahkan es dan 50 ml larutan 1 N NaNO2 dijaga agar suhu 0 0C, bila perlu ditambahkan es diaduk
selama 10 menit sampai warna timbul
3.1.2 Prosedur Cara Kerja Kopling
1. Sementara reaksi diazotasi dilakukan 7,2 gram (0,05 mol) 2 – naftol dilarutkan dalam 100 ml air yang
mengandung 7,5 ml natrium hidroksida 30 % dan 12,5 gram soda ash.
2. Setelah larutan bening diperoleh, larutan naftol tersebut didinginkan dalam bak es sampai 3 oC dan
suspensi asam diazo sulfanilic dimasukkan perlahan – lahan.
3. Suhu campuran tersebut tidak boleh lebih dari 8 oC.
4. Setelah 1 jam, larutan dipindahkan ke cawan porselen dan dipanaskan sampai mendidih.
5. Larutan panas tersebut dikerjakan dengan 50 gram garam yang ditambahkan sedikit demi sedikit.
6. Endapan yang terpisah sempurna dapat dengan mudah disaring pada suhu 50 oC dalam corong
penghisap.
7. Ekstrak yang didapat dikeringkan pada suhu 100 oC. Setelah kering zat warna yang didapat dilakukan uji
identifikasi zat warna.
3.2 Reaksi
3.2.1 Reaksi Diazotasi
NH2 NO 2

pH asam

+ HCl + NaNO 2
NO 2 N N+

0,05 mol m-Nitroanilin

3.2.2 Reaksi Kopling


pH Basa NO 2
NO 2 OH

OH
+
N N
N N+

0.05 mol m - Nitroanilin 0.054 mol 2-Naftol

Zat warna yang terbentuk setelah pengkoplingan

3.3 Fungsi zat


1. m – Nitroanilin berfungsi sebagai pembawa warna
2. 2-Naftol berfungsi sebagai komponen penggandeng
3. HCl berfungsi sebagai pemberi suasana asam dan pelarut m– kloroanilin pada proses diazotasi
4. NaNO2 berfungsi sebagai pembentuk senyawa diazo pada proses diazotasi
5. Na2CO3 berfungsi untuk menetralkan larutan pada proses kopling
6. Zat Pendispersi berfungsi sebagai larutan suspensi dan menambah kelarutan zat warna
7. Asam Asetat berfungsi sebagai pembantu zat pengemban dalam melaksanakan fungsinya dan sekaligus sebagai
pengatur suasana
8. Carrier berfungsi sebagai zat pengemban yang memperbaiki kelarutan zat warna dalam larutan celup dan
menggelembung serat
9. Natrium Hidrosulfit dan NaOH berfungsi sebagai zat pencuci untuk menghilangkan bau dan zat warna yang
menempel pada permukaan serat

Anda mungkin juga menyukai