Anda di halaman 1dari 15

LANDASAN TEORI

Alam ini kaya akan warna.Namun krbnayakan warna alam disebabkan oleh absorpsi
panjang-panjang gelombang tertentu cahaya putih oleh senyawa organik.
Beberpa kromofor:


Sebelum dikembangka teori transisi elektro, orang telah mengetahui bahwa
beberapa tipe struktur organik menimbulkanwarna, sedangkan tipe yang lain tidak. Struktur
parsial yang perlu untuk warna (gugus tak jenuh yang dapat menjalanitransisi ----> *
dan n----> *) disebut kromofor.
Diamati juga bahwa hadirnya beberapa gugus lain mengintensifkan warna. Gugus ini
disebut auksokrom. Sekarang diketahui bahwa auksokrom ialah gugus yang tidak dapat
menjalani transisi ---> *, tetapi dapat menjalani transisi electron n. (Fessenden And
Fessenden)
Beberapa auksokrom:
-OH -OR -NH
2
-NHR -NR
2
X
A. Beberapa senyawa berwarna alamiah
Naftokuinon dan antrakuinon merupakan bahan pewarna alamiah yang
lazim. Junglon (junglone) ialah naftakuinon yang berperan sebagaian dalam pewarna kulit
biji walnut (semcam kenari).Lawson (lawsone) memilki struktur serupa dengan junglon; zat
ini terdapat dalam enai India, yang digunakan sebagai cat pemerah rambut. Suatu
antrkuinon yang khas, asam karminat, merupakan pigmen merah utama cochineal, suatu
jenis serangga (kepik; Coccus catli L), yang diguankaan sebagai zat warna merah dalam
makanan dan kosmetik. Alizarin adalah zat warna lain dari kelas antrakuinin.


Kebanyakan warna bunga merah dan biru disebabkan oleh glukosida yang disebut
antosianin. Bagian bukan gula dari glukosida itu disebut suatu antosianidin dan merup[akan
suatu tipe garam flavilium. Warna tertentu yang diberikan ole h suatu antosianin,
bergantung pada pH bunga. Warna biru bunga cornflower dan warna merah bunga mawar
disebakkan oleh antosianin yang sama yakni sianin. Dan sekuntum mawar merah, sianin
berada dalam bentuk fenol. Dalam camflower biru, sianin berada dalam bentuk anionnya,
dengan hilangnya sebuah proton dari salah satu gugus fenolnya.


Istilah garam flavilium berasal dari nama flavon, yang merupakan senyawa yang tak
berwarna. Adisi gugus hidroksil menghasilkan flavonol, yang berwarna kuning.
(Latin: flavus,kuning).

Suatu zat warna adalah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk warna
kesuatu objek atau suatu kain.Zat warna bermula pada zaman prasejarah.zat warna tertua
adalah Indigo yang digunakan orang Mesir kuno untuk mewarnai pakaian mumu.Ungu tirus
dari siput Murex dijumpai di dekat kota Tirus,digunakan oleh orang Romawiuntuk mewarnai
jubah maharaja.Alizatin atau merah Turki, diperoleh dari akar pohon madder dan dalam
abat 18 dan 19 digunakan untuk mewarnai baju merah prajurit Inggris.Agar dapat
digunakan sebagai pewarna, senyawa tersebut harus tidak luntur (tetap pada kain selama
pencucian ) atau zat itu harus tetap terikat pada kain.
Suatu kain yang terbuat dari serat polipropilena atau hidrokarbon yang serupa, sukar
untuk diwarnai karena tidak memiliki gugus fungsional untuk menarik molekul-molekul zat
warna.Namun kain ini dapat diwarnai dengan memasukkan suatu komplek logam zat warna
kedalam polimer itu.Kapas (selulosa) lebih mudah diwarnai karena ikatan hydrogen antara
gugus hidroksil satuan glukosa dan gugus molekul zat warna akan akan mengikat warna itu
pada pakaian.Serat polipeptida, sepertwol atau sutera, merupakan tekstil yang paling
gampang untuk diwarnai karena mereka mengandung banyak gugus polar yang dapat
berinteraksi dengan molekul zat warna.
Suatu zat warna langsung adalah zat warna yang diaplikasikan langsung ke kain dari
dalam suatu larutan (air) panas. Jika tekstil yang akan diwarnai itu mempunyai gugus
polar,maka dengan memasukkan suatu zat warna, baik dengan suatu gugus amino maupun
dengan suatu gugus asam kuat menyebabkan zatb warna itu tidak luntur.Kuning martius
adalah suatun zat warna langsung yang lazim. Gugus fenol yang asam dalam kuning
Martius bereaksi dengan rantai samping yang basa dalam wolm ataupun sutera.

Zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat warna alam
dan zat warna sintetis. Van Croft menggolongkan zat warna berdasarkan pemakaiannya,
misalnya zat warna yang langsung dapat mewarnai serat disebut zat warna subtantif dan
zat warna yang memerlukan zat-zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat
reaktif. Kemudian Hennerck membagi zat warna menjadi dua bagian menurut wrana yang
ditimbulkannya, yaitu zat warna monogenetik apabila memberikan hanya satu warna dnan
zat warna poligenetik apabila dapat memberikan beberapa warna.penggolongan zta warna
yang lebih umum dikenal adalah berdasarkan konstitusi.
Zat warna azo merupakan jenis zat warna sintetis yang cukup penting.Zat warna
azo juga merupakan senyawa yang paling banyak terdapat dalam limbah tekstil karena
warna tekstil itu dibuat dari senyawa azo dan turunannya yang merupakan gugus benzen,
yaitu sekitar 60% - 70%.Zat warna azo mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (N=N
-
)
yang berikatan dengan gugus aromatik. Lingkungan zar warna azo sangat luas, dari warna
kuning, merah, jingga, biru Al (Navy Blue), violet dan hitam, hanya warna hijau yang
sangat terbatas. Senyawa azo bila terlalu lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber
penyakit karena sifatnya karsinogen dan mutagenik. Karena itu perlu dicari alternatif efektif
untuk menguraikan limbah tersebut.
Nama azo berasal dari kata azote, merupakan penamaan untuk nitrogen bermula
dari bahasa Yunani a (bukan) dan zoe (hidup). Penggolongan lain yang bisa digunakan
terutama pada proses pencelupan dan pencapan pada industri tekstil adalah penggolongan
berdasarkan aplikasi (cara pewarnaan). Zat warna tersebut dapat digolongkan sebagai zat
warna asam, basa, direk, dispersi, pigmen, reaktif, solven, belerang, bejana dan lain-lain.
Untuk membuat zat warna azo dibutuhkan zat antara yang direaksikan dengan ion
diazonium seperti:


Senyawa azo dapat berupa senyawa aromatik atau alifatik. Senyawa azo aromatik
bersifat stabil dan mempunyai warna menyala. Senyawa azo alifatik seperti dimetildiazin
lebih ridak stabil. Dengan kenaikan suhu atau iradiasi, ikatan nitrogen dan karbon akan
pecah secara simultan melepaskan gas nitrogen dan radikal. Dengan demikian, beberapa
senyawa azo alifatik digunakan sebagai inisiator radikal.

Dimetildiazin (Azometan)
Pemilihan zat warna yang akan dipakai bergantung pada bermacam faktor antara
lain : jenis serat yang akan diwarnai, macam warna yang dipilih dan warna-warna yang
tersediah, tahan lunturnya dan peralatan produk yang tersediah. Jenis yang paling banyak
digunakan adalah zat warna reaktif dan zat warna dispersi. Hal ini disebabkan produksi
bahan tekstil dewasa ini adalah serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan
poliakrilat. Bahan tekstil sintetik ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya dapat
dicelup dengan zat warna dispersi. Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat
mewarnai bahan kapas dengan baik.


III. ALAT DAN BAHAN
Alat :
Erlenmeyer 25 ml
Kain Katun
Kain Sutera
Kain Wool
Bahan :
Asam Sulfat
Natrium Karbonat anhidrida
Natrium nitrit
Air
HCL Pekat
NAOH Encer

IV. PROSEDUR KERJA
Cara Kerja :
1. Diazotisasi asam sulfanilat


2. Pembuatan Metil Orange














3. Mewarnai Pakaian



















4. Sifat
Indikator




































V. HASIL
PENGAMATAN
No Nama Rx Gambar Keterangan
1. Diazotisasi asam
sulfanilat


Terbentuk suspense
dengan endapan putih
setelah Na karbonat
anhidridat + as. Sulfinat yg
dpnaskan & pembrian Na
nitrit, es, HCL yg
ddinginkan pd suhu kamar.
2 Pembuatan metil
orange



Dimetil Aniline, As. Asetat
Glacial & Suspense
Dicampurkan.


Satelah didinginkan selama
10 mnt tmbhkan NaOH
10% membentuk garam Na
orange









Endapan dengan
filtrasi isap
(suction
filtration).
3. Mewarnai pakaian

100 ml air, na





















sulfat, as sulfat
pekat & metal
orange yang di
panaskan
sampai
mendidih.







Pencelupan kain
sutera, wool,
dan sutera
tambahan
selama 5 menit.







Hasil
perbandingan
ketiga kain tadi
yang telah
dicelupkan.
Hasil yang
paling baik
adalah kain
sutera.



VI. PEMBAHASAN
Dalam praktikum kali ini, kami membuat pewarna metil orange dari asam sulfanilat
yang dasar teorinya mengikuti reaksi azo.
Hal pertama yang kami lakukan adalah penambahan natrium karbonat anhidrat ke
dalam asam sulfanilat yang bertujuan untuk deprotonasi gugus amino, dimana proton yang
didapat atau dihasilkan berasal dari disosiasi natrium karbonat tersebut.
Setelah itu, dilakukan penambahan asam klorida dan natrium nitrit yang akan
membentuk asam nitrit di dalam larutan tersebut. Dehidrasi dari asam nitrit ini akan
membentuk ion nitrosonium yang bersama asam sulfanilat akan membentuk ion atau
garam diazonium. Proses ini dinamakan diazotisasi, yaitu proses reaksi aniline dengan asam
nitrit yang akan menghasilkan garam diazonium.
Kemudian, asam sulfanilat yang telah diazotisasi ditambahkan dengan N,N-dimetil
aniline, yang hasil akhirnya akan terbentuk metil orange. Berikut ini reaksi-reaksi yang
terlibat dalam pembentukan metil orange:

1. Pembuatan garam diazonium dari asam sulfanilat (deprotonasi)

2. Formasi Ion Nitrosonium


3. Formasi Asam Sulfanilat yang telah mengalami proses diazoniasasi



4. Penambahan N-N-dimetil aniline

Hal selanjutnya yang kami lakukan adalah mewarnai pakaian atau bahan dengan
menggunakan metil orange. Disini sampel yang kami pakai adalah sutera, wol (sintetis),
dan katun.
Hasil yang kami dapat adalah sutera merupakan bahan yang paling mudah diwarnai
dengan menggunakan pewarna metil orange dan tidak luntur, sedangkan wol dan katun
luntur bila dibilas.
Hal ini disebabkan karena metil orange adalah zat warna yang termasuk dalam
golongan azo bila berdasarkan senyawa kimianya, dan termasuk dalam golongan direct
asam (memberikan warna terang karena molekulnya yang cenderung kecil) bila
berdasarkan aplikasi penggunaannya.
Pewarna dengan tipe asam yang biasanya berasal dari garam asam sulfanilat hanya
bisa digunakan untuk mewarnai bahan pakaian yang berasal dari serat hewan, contohnya
sutera dan wol, tidak bisa digunakan untuk bahan yang berasal dari serat tumbuhan
(katun). Sedangkan pewarna tipe basa bisa mewarnai kedua serat tersebut, meskipun
dalam mewarnai serat yang berasal dari tumbuhan diperlukan proses lanjutan.
Namun hasil praktikum yang kami dapatkan, bahwa wol masih luntur bila dibilas.
Mungkin ini disebabkan wol besifat sintetis, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama
dari sutera untuk bisa diwarnai oleh metil orange ini.
Dan perlu diketahui bahwa pewarna tipe asam ini memiliki golongannya lagi, yaitu
Levelling, Milling, dan Super Milling. Metil Orange termasuk Levelling yang daya tahan
terhadap bilasannya kurang dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini pun bisa
menyebabkan wol masih tetap luntur saat dibilas dengan air. Terbukti dengan sutera pun
warnanya masih sedikit luntur.
Hal yang kami lakukan lagi yaitu menguji sifat indikator dari metil orange. Seperti
yang kita ketahui bahwa metil orange selain digunakan dalam pewarna pakaian, sering
digunakan sebagai indikator asam-basa. Metil orange memliki pH range sekitar 3,1 4,4
(kuning merah muda)
Saat kami menguji kristal metil orange yang telah dilarutkan dengan sedikit air
dengan HCl encer, warna yang dihasilkan larutan tersebut adalah merah, sedangkan bila
diuji dengan NaOH, warna yang dihasilkan adalah jingga terang.
Hal ini sudah sesuai dengan teori indikator metil orange, dimana bila larutan
bersifat asam akan berwarna merah muda, sedangkan bila larutan bersifat basa, maka akan
berwarna kuning. Meskipun yang didapat yaitu merah dan jingga terang, ini bisa saja
disebabkan terlalu banyaknya metil orange yang digunakan atau terlalu banyak HCL atau
NaOH yang digunakan. Perubahan struktur metil orange bila ditambahkan asam atau basa
(alkali):
Lebih jelasnya, dalam menguji pH, perubahan warna yang dihasilkan berasal dari elektron
di dalam molekul saat ion hydrogen lepas atau terikat. Bila dalam larutan asam, molekul
menyerap cahaya biru-hijau, dimana akan membuat larutan menjadi merah. Perhatikan
bahwa nitrogen membawa muatan positif yang terlibat dalam ikatan ganda.
Sedangkan metil orange dalam suasana basa, ion hydrogen hilang dari jembatan -NN-
antara cincin-cincin, dan elektron yang dihasilkan digunakan untuk mengikat hydrogen yang
menetralisir muatan positif di nitrogen tersebut, sehingga tidak ada lagi ikatan pi. Sehingga
larutan yang nampak berwarna kuning (dalam larutan alkali).

VII. KESIMPULAN
Pembuatan pewarna metil orange dari asam sulfanilat yang dasar teorinya mengikuti reaksi
azo
Reaksi-reaksi yang terlibat dalam pembentukan metil orange:
-Pembuatan garam diazonium dari asam sulfanilat (deprotonasi)
- Formasi Ion Nitrosonium
- Formasi Asam Sulfanilat yang telah mengalami proses diazoniasasi
- Penambahan N-N-dimetil aniline


VIII. DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, Fessendan.KIMIA ORGANIK.1986.Jakarta:Erlangga.
Baysinger,Grace.Et all.2004.CRC Handbook of Chemistry and Physics.85
th
ed

Diazotasi adalah reaksi antara amin aromatis primer dengan asam nitrit yang
berasal dari natrium nitrit dalam suasana asam untuk membentuk garam diazonium.
Metode ini hampir digunakan terhadap sulfadiazin dan senyawa lain yang mempunyai
gugus amin aromatis primer bebas atau yang pada hidrolisis atau reduksi mampu
menghasilkan amin aromatis primer bebas atau yang pada hidrolisis atau reduksi
mampu menghasilkan amin aromatis
primer(http://pharmacyaurel.blogspot.com/2009_11_01_archive.html).
Diazotasi ini telah digunakan secara umum untuk penetapan senyawa-senyawa
dalam industri zat warna, senyawa farmasi dan dapat dipakai untuk penetapan semua
senyawa-senyawa yang mengandung gugus amina aromatis primer (Wiadnya, 2012).

Pembahasan
Dalam percobaan ini praktikan menggunakan 3-nitroanilin sebagai sumber garam
diazonium dan reagen pengupling 1-naftol. Dalam pembentukan garam diazonium,
digunakan Natrium Nitrit (NaNO2) dan HCl pekat. HCl pekat akan menghidrolisis natrium
nitrit sehingga terbentuk asam yang akan dihidrolisis oleh larutan HCl pekat menjadi asam
nitrit. Asam nitrit ini akan berkontribusi memberikan gugus N-nya pada 3-nitroanilin untuk
membentuk suatu garam diazonium. Gugus N pada ujung kation diazonium inilah yang
akan berperan sebagai elektrofil yang akan menyerang reagen pengupling. Reaksi yang
terjadi:
(jiaah gambar mekanisme reaksi dari chemdrawnya ga bisa masuk)
Produk hasil reaksi kupling diazonium yang dihasilkan memang memiliki warna yang cerah,
dan menghasilkan warna yang khas untuk masing-masing kombinasi garam diazonium
dengan reagen penguplingnya. Reagen pengupling 1-naftol dengan sumber garam
diazonium 3-nitroanilin menghasilkan senyawa azo-dyes berwarna ungu pekat, reagen
pengupling 2-naftol dengan sumber garam diazonium 3-nitroanilin menghasilkan senyawa
azo-dyes berwarna merah, reagen pengupling resorsinol dengan sumber garam diazonium
3-nitroanilin menghasilkan senyawa azo-dyes berwarna merah bata, reagen pengupling
asam salisilat dengan sumber garam diazonium asam sulfanilat menghasilkan senyawa
azo-dyes berwarna orange, dan reagen pengupling 4-nitrofenol dengan sumber garam
diazonium asam sulfanilat menghasilkan senyawa azo-dyes berwarna kuning.
Identifikasi senyawa-senyawa azo-dyes ini dilakukan dengan kromatografi lapis tipis.
Sebelum KLT dilakukan, kristal-kristal yang terbentuk disaring dengan corong Buchner.
Namun kristal dari reagen pengupling 1-naftol dengan sumber garam diazonium 3-nitrofenol
tidak terbentuk, sehingga tidak dilakukan penyaringan vakum terhadap produk yang
berwarna ungu pekat ini. Ini disebabkan tidak seluruh senyawa 1-naftol bereaksi dengan
garam diazonium karena proses pelarutan 3-nitroanilin (dan natrium nitrat) dalam HCl pekat
kurang baik, sehingga hasil reaksi yang diinginkan kurang maksimal.
Eluen yang digunakan dalam kromatografi adalah isopropanol 20% (isopropanol : air = 2 :
8). Dengan demikian senyawa yang memiliki Rf paling besar merupakan senyawa yang
paling polar. Ini disebabkan eluen yag digunakan bersifat polar, sehingga senyawa yang
juga bersifat polar akan terikat lebih lama dalam fasa gerak (eluen) dan jarak nodanya akan
lebih panjang dbandingkan senyawa lain. Senyawa yang memiliki Rf paling besar adalah
produk dari reagen pengupling asam salisilat dengan sumber garam diazonium asam
sulfanilat.
Senyawa azo-dyes dari reagen pengupling 1-naftol dan sumber garam diazonium 3-
nitroanilin menghasilkan 2 noda dalam KLT. Ini menunjukkan dalam senyawa azo-dyes
berwarna ungu ini masih terkandung pengotor atau terkandung senyawa lain yang memiliki
kepolaran berbeda. Salah satu noda memiliki Rf 0.6 dan yang lain 0.8285. Adanya jarak
pada kedua ini menunjukkan adanya dua senyawa yang berbeda dengan struktur yang
berbeda sehingga memiliki kepolaran yang berbeda pula.

Kesimpulan
Faktor retensi (Rf) masing-masing senyawa hasil sintesis kombinatorial:
Sumber garam diazonium 3-nitroanilin dengan reagen pengupling 1-naftol
Rf1 =0.6 dan Rf2 =0.8285
Sumber garam diazonium 3-nitroanilin dengan reagen pengupling 2-naftol
Rf =0.7428
Sumber garam diazonium 3-nitroanilin dengan reagen pengupling resorsinol
Rf =0.8571
Sumber garam diazonium Asam sulfanilat dengan reagen pengupling asam salisilat
Rf =0.9428
Sumber garam diazonium Asam sulfanilat dengan reagen pengupling 4-nitrofenol
Rf = 0.8571

Warna masing-masing senyawa azo-dyes yang disintesis yaitu dengan sumber garam
diazonium dan pengupling 1-naftol, 2-naftol, dan resorsinol berturut-turut ungu pekat,
merah, dan merah bata. Sedangkan dengan sumber garam diazonium asam sulfanilat dan
pengupling asam salisilat dan 4-nitrofenol berturut-turut orange dan kuning.

Daftar Pustaka
Solomons, T.W. Graham. 2004. Organic Chemistry. John Wiley & Sons. Hlm:665
Pasto, D.J, Johnson, C.R. Miller, M.J. 1992. Experimental Organic Chemistry. Prentice Hall,
Engelwood Cliffs. New Jersey.
Wilcox, C.F. dan Wilcox, M.F. 1998. Experimental Organic Chemistry. A Small Scale
Aproach. Prentice Hall, Engelwood Cliffs, New Jersey.
Pembuatan senyawa azo dyes terdiri atas dua proses utama, yaitu:
Diazotisasi garam
Garam diazonium merupakan amina primer aromatic yang direaksikan dengan asam nitrat.
Reaksi berjalan menurut persamaan:

Pada reaksi kali ini, yang digunakan sebagai sumber garam diazoniumnya ialah m-nitroanilin.
M-nitroanilin pertama kali direaksikan dengan asam nitrat sehingga hidrogen dari aminanya
tergantikan oleh nitrogen. Setelah membentuk ikatan rangkap tiga antar atom nitrogen yang
elektrofilik, barulah kemudian ditambahkan asam klorida. Ujung amina tersubtitusi yang
elektroflik kemudian diserang oleh ion klorida, sehingga menjadi garam diazonium. Garam yang
terbentuk kemudian disaring menggunakan corong Buchner untuk memisahkannya dengan air.

Reaksi kupling
Garam diazonium yang terbentuk memiliki dipol semi-permanen karena kerhadiran klorida,
sehingga nukleofil yang berasal dari ikatan rangkap benzena dapat menyerang ujung garam yang
elektrofil. Pada percobaan ini, reagen pengupling yang digunakan ialah 2-naftol dan 4-nitrofenol.
Mula-mula reagen pengupling ini dilarutkan dalam larutan NaOH dan diletakkan dalam
penangas es. Setelah reagen pengupling larut, barulah ditambahkan garam diazonium yang telah
dibuat secara perlahan-lahan dengan pengadukan agar efektivitas reaksi meningkat. Ketika
proses pencampuran dan pengadukan ini, tabung reaksi tetap berada dalam penangas es. Hal
yang dapat diamati adalah perubahan warnanya. Garam dizonium yang berasal dari m-nitroanilin
berwarna kuning, akan tetapi ketika ditambahkan 2 naftol, warnanya berubah menjadi merah
bata, sedangkan pada 4-nitrofenol warnanya berubah menjadi kecoklatan. Setelah semua
pereaksi dicampurkan, ke dalam tabung reaksi ditambhakan pula asam klorida pekat dan diajaga
pH-nya agar berada pada nilai 3-4.
Kemudian NaCl turut ditambahkan dan larutan dipanaskan hingga mendidih. Ketika hampir
mendidih, hal yang dapat diamati adalah terbentuknya 2 lapisan, dengan fasa padatan diatas.
Wadah lalu didinginkan pada suhu kamar dan produk yang terbentuk dikumpulkan
menggunakan corong Buchner.
Hasil dan pembahasan:
Ketika HNO
2
dicampur dengan m-nitroanilin dan dimasukkan ke dalam larutan asam klorida,
perlahan-lahan terbentuk endapan, mengindikasikan terbentuknya endapan garam diazonium
yang berwarna kuning. Baik filtrat dan residu berwarna kuning cerah, sekalipun berbeda fasa.
Seharusnya, warna larutan adalah bening, karena menurut persamaan reaksi 1.1, produk yang
dihasilkan adalah garam diazonium dan air. Akan tetapi, warna larutan masih kuning, yang
berarti tidak semua m-nitroanlin bereaksi. Dalam pembuatan garam ini, keadaan yang perlu
diperhatikan ialah suhu saat reaksi, dijaga agar dingin (ditaruh dalam penangas es) akan tetapi
tidak juga dibawah 0
0
C. Reaksi dijaga dalam pengangas es karena ketika bereaksi, kalor yang
dilepaskan dari reaksi ini dapat mendekomposisi garam dan menjadikannya nitrofenol. Akan
tetapi, ketika suhunya terlalu rendah, asam nitrat tidak bisa berubah menjadi ion nitrat yang dapat
bereaksi dengan m-nitroanilin.
Gambar 1 Resonansi ion nitrat

Ion nitrat yang bersifat elektrofil karena nitrogennya bermuatan positif diserang oleh nitrogen
dari amina primer benzena , mekanismenya mengikuti reaksi subtitusi elektrofilik.
Garam diazonium klorida yang terbentuk kemudian direaksikan dengan 2-naftol dan 4-
nitrofenol. Karena ion klorida merupakan leaving group yang baik, reaksi kesetimabangan dapat
berjalan ke arah produk.
Pada reaksi ini, campuran dibiarkan dalam penangas es karena alasan yang serupa dengan
pembuatan garam, yaitu mencegah terdekomposisinya aminobenzen menjadi fenol. Kemudian
larutan yang telah tercampur dikristalisasi untuk mendapatkan senyawa azo yang murni.





Gambar 2 Resonansi kation nitrosil


Ketika ditambahkan dengan 2-naftol, warna endapan yang terjadi adalah merah bata. Hal
ini dikarenakan penambahan 2 gugus benzena pada naftol menyebabkan resonansi lebih
banyak, sehingga energi rendah-menyerap sinar pada panjang gelombang yang lebih besar.
Gambar 3. 2-naftol


Sedangkan, produk yang diperkirakan akan terjadi adalah:
Gambar 4. Senyawa diazo aminobenzen-naftol

Lalu, ketika ditambahkan 4-nitrofenol, warna yang terjadi adalah endapan kecoklatan, yang
tidak seekstrim perubahan warnanya jika dibandingkan dengan penambahan 2-naftol.





Gambar 5. O-nitrofenol

Sedangkan, produk yang diperkirakan terjadi adalah:
Gambar 6. Senyawa diazo-niitroanilin

Setelah semua reaksi dilakukan, uji yang dilakukan pada kedua produk ini adalah uji
kromatografi serta spektrum IR yang digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang ada
dalam produk. Melalui uji kromatografi, faktor retensi untuk produk dengan reagen pengupling:
a. 2-naftol




b. 4-nitrofenol


Uji spektrum IR-nya menghasilkan:
Gambar 7. Spektrum IR bagi diazo dengan reagen pengupling 2-naftol

Gambar 8. Spektrum IR bagi diazo dengan reagen pengupling 4-nitrofenol


Dapat dilihat pada spektrum IR dengan pengupling 2-naftol lebih banyak puncak-puncak
dibanding dengan reagen pengupling 4-nitrofenol. Hal ini bisa dijelaskan dari struktrunya yang
lebih kompleks. Pada keduanya, masih terdapat spektrum IR bagi C rangkap tiga dengan N, yang
mengindikasikan bahwa pembentukan garam daizoniumnya belum sempurna, tidak semuanya
bereaksi dengan asam nitrat. Mungkin hal ini disebabkan karena asam nitrat tidak mendapatkan
kondisi optimal untuk membentuk ion nitrat. Lalu, pada spektrum IR yang kedua, ditemukan
pula adanya gugus O-H, padahal seharusnya tidak. Hal ini disebabkan karena pada waktu
peletakkan di penangas es tidak tepat dan seringkali diangkat untuk melihat terbentuknya
endapan, yang menyebabkan terdekomposisinya diazo menjadi fenol.

Anda mungkin juga menyukai