Kimia Lingkungan 2
Putri Indah Sari (191910601021)
Adinda Kurnia Dinanti (191910601031)
Pawarna/ Pigmen
Zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat warna alami
dan zat warna sintetis.
1. Zat pewarna alami berasal dari tumbuhan atau hewan. Contoh zat pewarna
alami seperti kunyit, teh, kayu tegeran, akar mengkudu, kulit pohon soga
tinggi, daun jambu biji, dan masih banyak lagi. Zat pewarna alami mudah
diserap oleh tekstil dari bahan alami, tetapi tidak dengan tekstil bahan sintetis.
2. Zat pewarna sintetis merupakan zat pewarna buatan yang dibuat dari arang,
batu bara, minyak bumi, atau juga bisa menggunakan ter. Zat pewarna sintetis
sangat mudah dijumpai, karena memiliki keragaman warna yang sangat
banyak, dan juga menyediakan warna terang. Zat warna sintetis dapat
menghasilkan warna yang pas, dan juga sangat mudah diserap oleh tekstil serat
alami maupun tekstil berbahan serat sintetis. Pewarna sintetis juga mempunyai
kelemahan yaitu belum tentu aman untuk manusia dan alam.
Sifat-sifat Pewarna
A. Pewarna Alami
1. Larut dalam air Contoh : Karamel, Anthosianin, Flavonoid, Leucoantho
sianin, Tannin, Batalain, Quinon, Xanthon, dan Heme.
2. Larut dalam Lemak Contoh : Karotenoid
3. Larut dalam lemak dan air Contoh : klorofil
4. Stabil terhadap panas Contoh : Karamel, Flavonoid, Leucoantho sianin,
Tannin, Quinon, Xanthon dan karotenoid
5. Sensitif terhadap panas Contoh : Anthosianin, Batalain, klorofil dan
Heme.
B. Pewarna Buatan/Sintesis
1. Larut dalam air Contoh : Sunset yellow, Tartazine, Brilliant Blue,
Carmosine, Erythrosine, Fast Red E, Amaranth, Imdigo Carmine, dan
Ponceau 4R
2. Tidak larut dalam air Contoh : Rhodamon B, dan Methanil Yellow
3. Warnanya Homogen
Zat warna sintetis sendiri menjadi sebagian besar bahan yang terdapat dalam
limbah tekstil yang merupakan molekul dengan sistem elektron terdelokalisasi dan
mengandung dua gugus yaitu kromofor dan auksokrom. Kromofor berfungsi sebagai
penerima elektron, sedangkan auksokrom sebagai pemberi elektron yang mengatur
kelarutan dan warna. Saat ini, terdapat bermacam-macam jenis zat warna sintetik
yang penggunaannya disesuaikan dengan jenis serat yang akan dicelup, ketahanan
warna yang dikehendaki, faktor-faktor teknis dan ekonomis lainnya.
Pewarnaan dan pembilasan menghasilkan air limbah yang berwarna dengan COD
tinggi dan bahan-bahan lain dari zat warna yang dipakai, seperti fenol dan logam.
Limbah cair dari industri tekstil selain sesuai uraian diatas, secara garis besar dapat
diuraikan menjadi bagian – bagian seperti dibawah ini:
1. Logam berat terutama As, Cd, Cr, Pb, Cu, Zn
2. Hidrokarbon terhalogenasi.
3. Pigmen, zat warna dan pelarut organik.
4. Tensioactive (surfactant).
Dalam jurnal penelitian ini membahas tentang sebuah strategi perawatan untuk
mengolah air limbah tekstil polyester sintesis dengan menggabungkan proses
oksidasi biologi dan fotokimia. Lebih dari 80% dari konstituen itu mudah terurai di
alam, dan bisa diambil secara utuh melalui oksidasi biologis. Oleh karena itu, air
limbah sintetis pertama-tama harus mengalami oksidasi biologis, mencapai
pembuangan karbon organik terlarut 76%, menghasilkan air limbah yang diolah
dengan 84 mg L−1 limbah organic terlarut. Tingkat warnanya kurang dari 5%
platinum kobalt (skala Pt-Co), 9% (DFZ436nm), 3% (DFZ525nm) dan 0%
(DFZ620nm), (DFZ - DurchsichtFarbZahl, nomor warna visual dalam bahasa
jerman).
Oleh karena itu, UVC/H2O2 dan photo fenton (PF) oxi- dation proses digunakan
sebagai langkah yang cepat untuk pembersihan warna air limbah tekstil. Reaksi PF
tidak menunjang pembebasan air limbah seperti yang diperlihatkan oleh indikator
warna monotored. Selain itu, penambahan asam oksalat tidak mengakibatkan
peningkatan reaksi PF. Di sisi lain, photolysis hidrogen peroksida yang
menggunakan radiasi UVC memperlihatkan dekcolourisation efisiensi 71% (metode
Pt-Co), 86% (DFZ436nm) dan 97% (DFZ436nm) dan lebih dari 40% dari
mineralisasi, menghabiskan 14.1 mM H2O2 dan 3,1 kJUVC L1 dosis energi. Efek
dari dosis hidrogen peroksida, tenaga lampu, larutan pH dan temperatur pada
efisiensi UVC/H2O2 untuk decolourization air limbah dievaluasi. Selama reaksi
fotokimia beberapa asam karboksilat ringan terdeteksi, seperti asam oksalat, asam
maleat dan asam tartarus. Strategi penanganan yang terintegrasi ini mampu mencapai
kualitas air limbah yang sesuai dengan batas pelaksanaan undang-undang, dan total
biaya operasional adalah 2,33 €/m3.