Kelompok 8
Disusun Oleh:
Anissa Trisakti S
(121424010)
Nurul Fathatun
(121424023)
Ulfia Tiaravani
(121424031)
2A- TKPB
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
1.4. Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hidrokarbon Aromatik
Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa karbon yang paling sederhana. Dari
namanya, senyawa hidrokarbon adalah senyawa karbon yang hanya tersusun dari atom
hidrogen dan atom karbon. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui senyawa
hidrokarbon, misalnya minyak tanah, bensin, gas alam, plastik dan lain-lain. Senyawa
hidrokarbon aromatik merupakan senyawa hidrokarbon yang berbentuk siklik segi enam,
berikatan rangkap dua selang-seling, dan senyawa hidrokarbon tidak jenuh. Jumlah senyawa
hidrokarbon jenis ini paling sedikit di antara jenis lainnya. Pada umumnya, senyawa
hidrokarbon aromatik ini terdapat dalam minyak bumi yang memiliki jumlah atom C besar.
Senyawa hidrokarbon berstruktur aromatik adalah jenis hidrokarbon berantai pendek, ikatan
tak jenuh atau bercabang sedikit dan lebih sulit diuraikan oleh bakteri. Senyawa hidrokarbon
aromatik ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh mikroorganisme seperti
bakteri dari genus Pseudomonas. Hidrokarbon aromatik terdiri dari kelompok monocyclic
aromatics (BTEX) dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs: naphthalene, anthracene
dan phenantherene). PAHs bersifat karsinogen atau dapat ditransformasi mikroba menjadi
senyawa karsinogen sehingga menjadi senyawa penting dalam penjagaan kualitas lingkungan
(Mangkoedihardjo 2005: 2).
2.2 Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs)
2.2.1 Pengertian PAHs
PAH merupakan senyawa yang memilki cincin benzen yang
mempunyai enam atom karbon dengan satu atom hidrogen pada setiap karbon.
Keadaan ini menyebabkan satu elektron tersisa untuk membentuk ikatan
ganda. Senyawa ini sering disebut juga sebagai senyawa hidrokarbon aromatik
karena senyawa ini memiliki aroma yang khas dan harum. PAHs adalah
senyawa lipophilic, yang lebih mudah larut dalah minyak dibanding dengan
air. Semakin besar senyawa tersebut, semakin sedikit kelarutannya dalam air
dan semakin tidak mudah menguap. Karena itu, biasanya PAHs di lingkungan
banyak ditemukan di tanah, sedimen dan unsur minyak. Selain itu, PAHs juga
merupakan komponen partikulat di udara. PAH merupakan hidrokarbon yang
mengandung lebih dari satu cincin aromatik dalam satu molekul, misalnya
3. PAH
2.2.2
Sumber PAHs
Keberadaan PAH di alam dapat berasal dari dua sumber yakni sumber
alami dan sumber antropogenik. Sumber alami meliputi kebakaran hutan dan
padang rumput, rembesan minyak bumi, gunung berapi, tumbuhan yang
berklorofil, jamur, dan bakteri. Sedangkan sumber antropogenik meliputi
minyak bumi, pembangkit tenaga listrik, insenerasi, pemanas rumah, batu
bara, karbon hitam, aspal, dan mesin-mesin pembakaran. Pada proses
antropogenik, PAH dihasilkan dari tumpahan dan pembuangan bahan-bahan
seperti creosote, tar batu bara, produk minyak bumi, dan bisa juga dihasilkan
dari pembakaran yang tidak sempurna dari karbon yang mengandung bahan
bakar seperti pada limbah industri batu bara, tembakau, lemak dan kayu. PAH
juga berasal dari bahan baku yang digunakan atau muncul pada proses
pengolahan. PAH yang relatif tinggi ditemukan oleh beberapa peneliti dalam
sedimen yang lokasinya berdekatan dengan perkotaan. PAH dapat berasal dari
air buangan, seperti buangan rumah tangga dari industri, sampah, serta dari
pembakaran bahan bakar fosil.
2.2.3
Senyawa PAHs
2.2.4
Daftar PAHs
17 senyawa PAHs yang dikeluarkan oleh Agency for Toxic Substances and
Disease Registry (ATSDR):
acenaphthene
acenaphthylene
anthracene
benz[a]anthracene
benzo[a]pyrene
benzo[e]pyrene
benzo[b]fluoranthene
benzo[ghi]perylene
benzo[j]fluoranthene
benzo[k]fluoranthene
chrysene
coronene
dibenz(a,h)anthracene
fluoranthene
fluorene
indeno(1,2,3-cd)pyrene
phenanthrene
pyrene
2.2.5
banyak
ditemukan
dalam
asap
rokok).
EPA
telah
Pendeteksian PAHs
Sumber:http://prezi.com/49askfy36ji5/bioremediasi-tanah-terkontaminasipolycyclic-aromatic-hydro/
satu teknik perbaikan terhadap lingkungan yang tersemar, bioremediasi dipandang sebagai
metode yang murah dari segi ekonomi untuk membersihkan tanah dan air yang
terkontaminasi oleh senyawa-senyawa kimia toksik atau beracun (Dwidjosaputro, 1998).
Dalam melakukan bioremediasi, diperlukan biodegradasi senyawa hidrokarbon secara
berkelanjutan dan terkontrol baik. Bioremediasi senyawa hidrokarbon dapat dilakukan
dengan cara penambahan nutrient (biostimulasi) atau dengan penambahan mikroorganisme
pendegradasi hidrokarbon secara langsung. Dalam hal ini, bakteri adalah mikroorganisme
yang tepat dan umum digunakan dalam bioremediasi hidrokarbon.Bakteri dapat
mendegradasi senyawa hidrokarbon dan menggunakan senyawa tersebut sebagai sumber
karbon untuk pertumbuhan.
Pelaksanan bioremediasi dengan menggunakan bakteri pada dasarnya membutuhkan
kerja sama lebih dari satu spesies bakteri. Hal tersebut karena senawa hidrokarbon seperti
minyak bumi terbentuk dari bayak gugus yang berbeda dan bakteri hanya dapat
menggunakan hidrokarbon pada kisaran tertentu. Oleh karena itu, dalam memanfaatkan
bakteri, diperlukannya suatu identifikasi yang tepat untuk menyesuaikan dengan
kemampuannya dalam mendegradasi hidrokarbon.
2.3.1 Jenis Bioremediasi
Bioremidiasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu
1. Ex situ pengolahan dilakukan di tempat lain sehingga perlu pemindahan.
2. In situ pengolahan dilakukan di tempat pencemaran tanpa pemindahan.
Secara diagram seperti dibawah ini :
Bioremediasi
in situ
ex situ
Terekayasa
Apa adanyaLandfarming
Bioreactor
Biostimulation Bioaugmentation
Penambahan
Oksigen
Penambahan
Oksigen
Penambahan Oksigen,
Bioventingdan Nutrien
Nutrien
Biosparging
dan Bakteria
Bioremediasi lahan yang tercemar senyawa organik secara ex-situ dapat dilakukan
dengan cara landfarming
Sarana
pengendali resapan, dan sarana pemantau. Lahan pengolah untuk menampung tanah tercemar
dan tempat pengolahan landfarming dilaksanakan. Pengendali limpahan air, terutama
berfungsi saat musim hujan, untuk menjaga kemungkinan terjadinya pencemaran baru akibat
limpahan air tercampur polutan. Pengendali resapan terletak di dasar lahan pengolah,
biasanya berupa lapisan clay yang dipadatkan sampai bersifat kedap air (liner). Pengendali
yang lebih baik adalah lapisan plastik geomembran HDPE (High Density Polyethylene).
Sarana pemantau berupa alat pemantau gas, udara, cuaca, air tanah dan sebagainya.
Pada teknik Landfarming yang dilaksanakan secara ex-situ, tanah tercemar yang
diambil dari lokasi yang tercemar dibersihkan terlebih dahulu dari batu-batu dan bahan lain.
Selanjutnya
tanah dicampur dengan nutrien dan pHnya diatur. Penambahan nutrient juga disebut
biostimulation. Pada jenis tanah tertentu, perlu ditambahkan bahan penyangga berupa serbuk
gergaji, kompos, atau bahan organik lain untuk meningkatkan porositas dan konduktivitas
hidrolik. Setelah tercampur, tanah ditebarkan di lahan pengolah. Hamparan tanah selalu
dijaga kelembabannya agar kandungan air kurang lebih 15%. Secara periodik, lapisan tanah
dibajak agar tanah mendapat aerasi yang cukup. Penambahan O2 juga disebut bioventing.
Apabila diperlukan pada periode tertentu, juga diberi nutrisi agar proses biodegradasi cepat
berlangsung. Selain penambahan nutrien dan O2, juga dapat ditambah inokulum mikroba.
Nutrien umumnya adalah pupuk NPK/urea dan sumber karbon yang mudah didegradasi. Dari
hasil uji dapat menurunkan TPH sampai 49% Selama kegiatan landfarming, secara periodik
dilakukan monitoring untuk mengamati kandungan pencemar, aktivitas mikroba, dan
pengaruhnya terhadap lingkungan
Bioreaktor
Bioreaktor atau dikenal juga dengan nama fermentor adalah sebuah peralatan atau
sistem yang mampu menyediakan sebuah lingkungan biologis yang dapat menunjang
terjadinya reaksi biokimia dari bahan mentah menjadi bahan yang dikehendaki. Reaksi
biokimia yang terjadi di dalam bioreaktor melibatkan organisme atau komponen biokimia
aktif (enzim) yang berasal dari organisme tertentu, baik secara aerobik maupun anaerobik.
Sementara itu, agensia biologis yang digunakan dapat berada dalam keadaan tersuspensi atau
terimobilisasi. Contoh reaktor yang menggunakan agensia terimobilisasi adalah bioreaktor
dengan unggun atau bioreaktor membran.
Komponen utama bioreaktor terdiri atas tangki, sparger, impeller, saringan halus atau
baffle dan sensor untuk mengontrol parameter. Tanki berfungsi untuk menampung campuran
substrat, sel mikroorganisme, serta produk. Volume tanki skala laboratorium berkisar antara 1
30 L, sedangkan untuk skala industri dapat mencapai lebih dari 1 000 L. Sparger terletak di
bagian bawah bioreaktor dan berperan untuk memompa udara, dan mencegah pembentukan
gelembung oksigen. Impeller berperan dalam agitasi dengan mengaduk campuran substrat
dan sel. Impeller digerakkan oleh rotor. Baffle juga berperan untuk mencegah terjadinya efek
pusaran air akibat agitasi yang dapat mengganggu agitasi yang seharusnya. Sensor berperan
untuk mengontrol lingkungan dalam bioreaktor. Kontrol fisika meliputi sensor suhu, tekanan,
agitasi, foam, dan kecepatan aliran. Sedangkan, kontrol kimia meliputi sensor pH, kadar
oksigen, dan perubahan komposisi medium.
Bioreaktor biasanya terbuat dari bahan stainless steel karena bahan tersebut tidak
bereaksi dengan bahan-bahan yang berada dalam bioreaktor sehingga tidak menggangu
proses biokimia yang terjadi. Selain itu, bahan tersebut juga anti karat dan tahan panas. Selain
itu, bioreaktor juga harus dapat menciptakan lingkungan yang optimum bagi mikroorganisme
ataupun reaksi yang diinginkan maka diperlukan pengontrolan. Parameter yang biasa
dikontrol pada bioreaktor adalah suhu, pH, substrat (sumber karbon dan nitrogen), aerasi, dan
agitasi.
Perancangan bioreaktor adalah suatu pekerjaan teknik yang cukup kompleks. Pada
keadaan optimum, mikroorganisme atau enzim dapat melakukan aktivitasnya dengan sangat
baik. Keadaan yang mempengaruhi kinerja agensia biologis terutama temperatur dan pH.
Untuk bioreaktor dengan menggunakan mikroorganisme, kebutuhan untuk hidup seperti
oksigen, nitrogen, fosfat, dan mineral lainnya perlu diperhatikan. Pada bioreaktor yang
agensia biologisnya berada dalam keadaan tersuspensi, sistem pengadukan perlu diperhatikan
agar cairan di dalam bioreaktor tercampur merata (homogen). Seluruh parameter ini harus
dimonitor dan dijaga agar kinerja agensia biologis tetap optimum.
Untuk bioreaktor skala laboratorium yang berukuran 1,5-2,5 L umumnya terbuat dari
bahan kaca atau borosilikat, namun untuk skala industri, umunya digunakan bahan baja tahan
karat (stainless steel) yang tahan karat. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kontaminasi
senyawa metal pada saat fermentasi terjadi di dalamnya. Bahan baja yang mengandung < 4%
kromium disebut juga baja ringan, sedangkan bila kadar kromium di dalamnya >4% maka
disebut stainless steel. Bioreaktor yang umum digunakan terbuat dari bahan baja 316 yang
mengandung 18% kromium, 2-2,5% molibdenum, dan 10% nikel. Bahan yang dipilih harus
bersifat non-toksik dan tahan terhadap sterilisasi berulang-ulang menggunakan uap tekanan
tinggi. Untuk mencegah kontaminasi, bagian atas biorektor dapat ditambahkan dengan segel
aseptis (aseptic seal) yang terbuat dari campuran metal-kaca atau metal-metal, seperti O-ring
dan gasket. Untuk meratakan media di dalam bioreaktor digunakan alat pengaduk yang
disebut agitator atau impeler. Sementara itu, untuk asupan udara dari luar ke dalam sistem
biorektor digunakan sistem aerasi yang berupa sparger. Untuk bioreaktor aerob, biasanya
digunakan kombinasi sparger-agitator sehingga pertumbuhan mikrooganisme dapat
berlangsung dengan baik.
Pada bagian dalam bioreaktor, dipasang suatu sekat yang disebut baffle untuk
mecegah vorteks dan meningkatkan efisiensi aerasi. Baffle ini merupakan metal dengan
ukuran 1/10 diameter bioreaktor dan menempel secara radial di dindingnya. Bagian lain yang
harus dimiliki oleh suatu bioreaktor adalah kondensor untuk mengeluarkan hasil kondensasi
saat terjadi sterilisasi dan filter (0,2 m) untuk menyaring udara yang masuk dan keluar
tangki. Untuk proses inokulasi kultur, pengambilan sampel, dan pemanenan, diperlukan
adanya saluran khusus dan pengambilannya harus dilakukan dengan hati-hati dan aseptis agar
tidak terjadi kontaminasi. Untuk menjaga kondisi dalam bioreaktor agar tetap terkontrol,
digunakan sensor pH, suhu, anti-buih, dan oksigen terlarut (DO). Apabila kondisi di dalam
sel mengalami perubahan, sensor akan memperingatkan dan harus dilakukan perlakuan
tertentu untuk mempertahankan kondisi di dalam bioreaktor. Misalkan terjadi perubahan pH
maka harus ditambahkan larutan asam atau basa untuk menjaga kestabilan pH. Penambahan
zat ini dapat dilakukan secara manual namun juga dapat dilakukan secara otomatis
menggunakan bantuan pompa peristaltik. Selain asam dan basa, pompa peristaltik juga
membantu penambahan anti-buih dan substrat ke dalam bioreaktor.
Jenis-jenis bioreaktor
Berdasarkan tingkat aseptis maka sistem bioreaktor terbagi menjadi 2, yaitu
bioreaktor sistem non aseptis (untuk pengolahan limbah) dan bioreasktor sistem aseptis
(untuk produksi sel dan produksi metabolit). Untuk bioreaktor sistem aseptis diperlukan
sterilisasi bioreaktor pada suhu dan tekanan yang tinggi. Sedangkan, berdasarkan pemberian
substrat maka sistem fermentasi dalam bioreaktor terbagi menjadi tiga, yaitu batch
fermentation, continous batch fermentation, dan fed batch fermentation. Pada batch
fermentation, makanan hanya diberikan satu kali saja kemudian produk dipanen. Pada
continous batch fermentation, makanan diberikan terus menerus. Pada fed batch
fermentation, makanan diberikan kemudian produk dipanen, makanan yang baru diberikan
sebelum makanan pertama yang diberikan habis. Lalu, bila kita melihat sistem aerasinya,
bioreaktor dibagi menjadi bioreaktor stirred tank, bubble column, dan loop airlift. Prinsip
stirred tank bioreactor adalah menghasilkan aerasi dengan menggunakan agitasi mekanis,
yaitu dengan impeller. Pada bubble column bioreactor, udara dalam bentuk gelembung
dimasukkan ke media melalui sparger untuk aerasi. Sedangkan, pada loop airlift bioreactor,
udara dan media disirkulasi bersamaan melalui kolom yang dimasukkan ke dalam kolom lain.
Produksi skala besar
Untuk melakukan produksi skala besar menggunakan bioreaktor dibutuhkan proses
peningkatan skala (scale up). Parameter kinetik merupakan acuan dalam peningkatan skala
bioreaktor. Parameter kinetik dalam bioreaktor ialah pengaturan suhu, pH, aerasi, agitasi, dan
agen antifoam. Pengaturan suhu dalam bioreaktor dilakukan dengan cara pemompaan air
dingin ke bagian jaket bioreaktor. Pengaturan pH dilakukan dengan cara pemberian asam
seperti HCl dan basa seperti NaOH. Agitasi dalam bioreaktor dibutuhkan untuk homogenisasi
isi bioreaktor dan aerasi dalam bioreaktor. Jika organisme dalam bioreaktor bersifat aerob
maka udara (oksigen) harus dimasukkan ke dalam bioreaktor. Udara dalam bioreaktor
dimasukkan melalui sparger yang berada di bawah. Dalam proses aerasi dan agitasi kadangkadang dihasilkan foam yang dapat mengganggu reaksi biokimia dalam bioreaktor. Oleh
karena itu, dibutuhkan agen antifoam untuk mencegah terjadinya foam. Agen antifoam yang
umunya dipakai dapat berupa minyak sawit ataupun tween.
Aplikasi
Awalnya bioreaktor hanya digunakan untuk memproduksi ragi, ekstrak khamir, cuka,
dan alkohol. Namun, alat ini telah digunakan secara luas untuk menghasilkan berbagai
macam produk dari makhluk hidup seperti antibiotik, berbagai jenis enzim, protein sel
tunggal, asam amino, dan senyawa metabolit sekunder lainnya. Selain itu, suatu senyawa juga
dapat dimodifikasi dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan senyawa hasil
transformasi yang berguna bagi manusia. Pengolahan limbah buangan industri ataupun rumah
tangga pun sudah dapat menggunakan bioreactor untuk memperoleh hasil buangan yang lebih
ramah lingkungan
Teknik bioremediasi lahan dengan sistem Composting,bahan-bahan yang tercemar
dicampur
dengan bahan organik padat yang relatif mudah terombak, dan diletakkan
membentuk suatu tumpukan. Bahan organik yang dicampurkan dapat berupa limbah
pertanian, sampah organik, atau limbah gergajian. Untuk mempercepat perombakan kadangkadang diberi pupuk N, P, atau nutrien anorganik lain. Bahan yang telah dicampur sering
ditumpuk membentuk barisan yang memanjang, yang disebut windrow. Selain itu dapat
juga ditempatkan dalam wadah yang besar/luas dan diberi aerasi, khusus untuk bahan yang
tercemari bahan kimia berbahaya. Aerasi diberikan melalui pengadukan secara mekanis atau
menggunakan alat khusus untuk memberikan aerasi. Kelembaban bahan campuran tetap
dijaga. Setelah diinkubasikan terjadi pertumbuhan mikroba, dan suhu tumpukan meningkat
mencapai 50-60oC. Meningkatnya suhu dapat meningkatkan perombakan bahan oleh
mikroba. Metode composting telah
terkontaminasi klorofenol. Pada skala lapangan menunjukkan bahwa dengan metode ini
dapat menurunkan konsentrasi bahan peledak TNT, RDX, dan HMX dalam sedimen yang
tercemar oleh bahan-bahan tersebut.
Teknik biopile merupakan pengembangan dari teknik pengomposan. Biopile
merupakan salah satu teknik
Teknik ini juga disebut sebagai aerated compost pile. Oleh karena aerasi pada pengomposan
terjadi secara alami, sedangkan pada biopile menggunakan pompa untuk menginjeksikan
oksigen ke dalam tumpukan tanah tercemar yang diolah. Proses biodegradasi dipercepat
dengan optimasi
kelembaban.
Biopile merupakan teknik penanggulangan lahan tercemar yang mirip dengan
landfarning. Pada teknik landfarming, aerasi diberikan dengan cara membolak-balik tanah
dengan cara dibajak, sedangkan pada biopile aerasi diberikan menggunakan peralatan. Pada
biopile ada dua cara pemberian aerasi. Pertama dengan pompa penghisap untuk memasukkan
oksigen dari udara ke
Biostimulasi
Nutrien (phosphor, Nitrogen) dan oksigen, dalam bentuk cair atau gas,
ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan
dan aktivitas bakteri remediasi yang telah ada di dalam air atau tanah tersebut.
Keberadaan sejumlah kecil bahan pencemar juga dapat difungsikan sebagai pemicu
untuk mengaktifkan enzim.Biostimulasi (stimulasi populasi mikroba asli dalam tanah
dan/ atau air)
Teknik Biostimulasi dapat dilakukan dengan penambahan oksigen melalui cara:
o Bio-venting: pemompaan udara dan nutrisi melalui sumur injeksi.
Biostimulasi dapat juga dengan penambahan oksigen dan nutrient secara bersamaan.
Kombinasi bioremediasi ex-situ dan in-situ
Bioaugmentasi
Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu
ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering
digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa
hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk mengontrol
kondisi situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang dengan optimal.
Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam
bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing
kemungkinan sulit untuk beradaptasi.
Dari hasil penelitian yang dikemukakan oleh Bosser & Bartha (1984), telah
ditemukan mikroba yang hidup di lingkungan minyak bumi, yaitu antara lain dari genera
Alcaligenes,
Arthrobacter,
Acinetobacter,
Nocardia,
Achromobacter,Bacillus,
Arthrobactersimplex,
dan
Pseudomonas
aeruginosa.
Isolat
bakteri
sebesar 96 % dengan jumlah mikroba 300 x 104 CFU ml-1. Dari hasil ini terlihat bahwa
jumlah mikroba yang ditemukan termasuk cukup dan mampu menpercepat degradasi
limbah hidrokarbon.
2.5 Pemanfaatan Bakteri untuk Bioremediasi PAH
2.5.1 Pseudomonas sp
http://www.biomed.cas.cz/gim_em/data/tem1_eng.html
Kerajaan: Bacteria
Filum
:Proteobacteria
Kelas
:GammaProteobacteria
Ordo
:Pseudomonadales
Famili
:Pseudomonadaceae
Genus
:Pseudomonas
Pseudomonas Sp merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu
dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam
minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak
setelah n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid). Bakteri pseudomonas yang umum
digunakan
antara
lain
Pseudomonas
aeruginosa,
Pseudomonas
stutzeri,
Pseudomonas diminuta. Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri
pseudomonas dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya
yang rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri. Oleh karena itu, untungnya, bakteri
pseudomonas dapat memproduksi biosurfaktan. Kemampuan bakteri Pseudomonas
dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang
berperan dalam sintesis biosurfaktan. Ada 2 macam biosurfaktan yang dihasilkan
bakteri Pseudomonas :
1. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid,
trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik
dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya
penurunan tegangan permukaan medium cair.
2. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier
polisakarida amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi
pembentukan emulsi serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan
penurunan
tegangan
permukaan
medium.
ber: en.wikipedia.org
merupakan
mikroorganisme
sel
umum yaitu :
1. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini,
umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah
sehingga tidak dapat mendukung.
2. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang
lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat
terjadi karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada
permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan
substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi
karena adanya biosurfaktan pada membrane sel bakteri Pseudomonas.
chrysosporium,
Sumber: genome.jgi-psf.org
Aspergillus
niger,
Sumber:
www.inspq.qc
Selain
dari
golongan
bakteri,
polisiklik
aromatik
oleh
Phanerochaete
chrysosporium
P.
janthinellum,
Zygomycete,
Cunninghamella
elegans
),
langkah-langkahnya
yaitu
pembentukan
monofenol,
difenol,
dihidrodiol dan quinon dan terbentuk gugus tambahan yang larut air (misalnya
sulfat, glukuronida, ksilosida, glukosida).Senyawa ini merupakan hasil
detoksikasi pada jamur dan mamalia.
2.6 Mekanisme Degradasi PAHs di dalam Sel Bakteri
Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri
Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau
kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase.
Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau
catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua
senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa
yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan
piruvat. Gambar ini menunjukkan reaksi perubahan senyawa benzena menjadi katekol, reaksi
degradasi hidrokarbon aromatik:
Sumber: http://www.chem-istry.org/artikel_kimia/kimia_material/degradasi_minyak_bumi_via_tangan_mikroorgan
isme/
2.7 Langkah Pemanfaatan Bakteri dalam Bioremediasi
Informasi dasar tentang pemanfaatan bakteri pemecah minyak dalam proses bioremediasi
sehingga akan menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya;
minyak
Memperoleh jenis bakteri pemecah minyak yang mampu mendegradasi senyawa
energi
dan
pembentukan
senyawa
dalam
reaksi
metabolism
hubungan
dengan
penggunaan
sumber
nitrogen. Alexander
BAB III
STUDI KASUS
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
http://www.chevronindonesia.com/documents/Bioremediation_Project_id.pdf
http://muhammadasrol.blogspot.com/2013/07/mikroorganisme-pendegradasisenyawa.html
http://jujubandung.wordpress.com/2012/06/07/bioremediasi-2/
http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=3558
http://zonagreenbiologi.blogspot.com/2013/04/hidrokarbon-aromatik.html
http://arioneuodia.blogspot.com/2012/04/bioremediasi.html
http://prezi.com/49askfy36ji5/bioremediasi-tanah-terkontaminasi-polycyclic-aromatichydro/
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/32694
Semuanya diakses tanggal 17 Juni 2014
Sama diambil dari doc & pdf yang nurul kasih, gatau alamat webnya hehe