KELAS B
EKOTOKSIKOLOGI
TAHUN 2022
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah karena berkat dan karunia-NYA sehingga kami
selaku penulis dapat menyusun makalah tentang “PCB (Polychlorinated Biphenyls),
PAH (polycyclic aromatic hydrocarbons)” dengan baik. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas kami pada mata kuliah Ekotoksikologi. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya penyusunan
makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
segala pihak. Namun, besar harapan penulis semoga makalah ini berguna bagi penulis
dan bagi pihak yang membacanya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
Cover…………………………………………………………………………………..1
Kata Pengantar…………………………………………………………………..2
Daftar isi…………………………………………………………………….….……..3
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………15
3.1 Saran………………………………………………………………………16
Daftar Pustaka……………………………………………………………………17
3
BAB I
PENDAHULUAN
PCB adalah senyawa kima beracun yang sangat berbahaya. Senyawa ini
mungkin belum banyak diketahui efeknya terhadap kesehatan di Indonesia. Tidak ada
data khusus yang menjelaskan seberapa PCB digunakan ataupun regulasi resmi yang
memperingatkan mengenai bahaya dari senyawa ini. Sebelum tahun 1970, PCB
banyak digunakan sebagai tambahan dalam berbagai industri, sebagai campuran
bahan isolator, konduktor, kondensor, pompa hampa udara, sistem hidraulik, sebagai
zat pewarna dalam tinta, sebagai bahan dasar kertas fotocopy, plastiser, perekat,
turbin transmisi gas, sistem pemindah panas, pelumas dan banyak lainnya (Hutzinger
et al., 1974). Hal ini disebabkan sifat senyawa ini yaitu mempunyai titik didih yang
tinggi dan tidak mudah menguap sehingga sesuai untuk alat listrik. Senyawa ini
termasuk bahan cemaran organik yang persisiten (POP’s) yaitu yang sukar diurai oleh
mikroorganime di alam. Kebanyakan dari senyawa POP’s dari hasil pengamatan
menunjukkan dapat mengganggu siklus reproduksi baik bagi manusia maupun
kehidupan organisme hidup lainnya (Colon and Smolen, 1996).
4
Masuknya PCB yang utama ke dalam lingkungan dihasilkan dari penguapan
selama pembakaran, bocoran, pembuangan cairan industri, dan buangan dalam
timbunan dan urugan tanah (Peakall, 1975). Produksi kumulatif PCB sejak tahun
1930 dihitung sekitar 1 juta ton dan kira-kira separuh dari jumlah ini telah dibuang
dalam urugan tanah (landfill) dan timbunan (dump) serta dipercaya telah terlepas
secara perlahan dari sistem ini (WHO, 1976). Dalam air laut , atmosfir merupakan
sumber yang dominan, dengan berbagai macam perbedaan komposisi campuran jenis
PCB apabila dibandingkan dengan PCB dari sungai atau yang berasal langsung dari
sumbernya (misalnya buangan industri), sehingga senyawa ini dapat digunakan
sebagai ‘tracers’. Disebabkan besarnya kisaran sifat fisika-kimianya
(Physicochemical), senyawa PCB banyak digunakan sebagai model senyawa untuk
dipelajari dan memperkirakan sifat geokimia dari senyawa organik lipofilik yang
lainnya.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Senyawa PAH merupakan senyawa organik yang tersebar luas di alam, yang
mengandung dua atau lebih rantai benzene (Munawir, 2007), memiliki berat molekul
relatif tinggi dan bersifat hidropobik dengan kecenderungan yang saling berikatan
dengan senyawa organik padat lainnya sehingga sangat sulit untuk diraikan.
Kebanyakan senyawa ini sedikit terlarut dalam air. PAH merupakan senyawa bersifat
toksik terhadap lingkungan (Ahmad, 2012), karsinogenik, dan/atau mutagenik. Hal
ini didasarkan sifatnya yang hidrofobik dan tidak memiliki gugus metil atau gugus
reaktif lainnya untuk dapat diubah menjadi senyawa yang lebih polar. Akibatnya
senyawa PAH sangat sulit diekskresi dari dalam tubuh dan biasanya terakumulasi
pada jaringan hati, ginjal maupun adiposa atau lemak tubuh.
Secara alami, pelepasan (emisi) dari suatu bahan kimia kedalam lingkungan
dapat disebabkan oleh: kebakaran hutan dan lahan, rembesan minyak, letusan gunung
berapi serta eksudat dari pohon (Gan et al., 2009; Haritash & Kaushik, 2009). Karena
sifatnya yang hidropobik, PAH lebih mudah bercampur dengan minyak daripada
tanah sehingga PAH di lingkungan biasanya ditemukan di subtansi berminyak,
endapan (sedimen), dan terakumulasi di tanah (Sarbini, 2012). Sedangkan pelepasan
(emisi) bahan kimia kedalam lingkungan yang disebabkan oleh ulah manusia, yaitu;
industri, pembangkit listrik dan panas, insenerasi sampah, pembakaran terbuka,
penambangan terbuka, asap kebakaran hutan, aspal petroleum, beberapa pelarut
komersial, kendaraan bermotor, transportasi pengangkutan minyak, batu bara, dan
lain sebagainya.
6
Salah satu sumber kontaminasi PAH terbesar di tanah adalah dari aktivitas
penambangan batu bara, pengolahan batu bara, pembuangan limbah penambangan
batu bara, penimbunan batu bara di stockpile serta tumpahan selama bongkar-muat
batu bara di pelabuhan dan kecelakaan transportasi pengangkutan batu bara (Mizwar
& Trihadiningrum, 2014).
Sesudah diemisikan dari sumbernya, nasib suatu polutan saat akan masuk
kedalam lingkungan antara lain bergantung pada media transpor. Media transport ini
dapat berupa tanah, udara, air, makanan dan organisme. Jika bahan kimia sudah
berada dalam lingkungan maka bahan kimia tersebut dapat mengalami perubahan
menjadi bahan kimia yang lain.
c. Mekanisme Transpor
Secara alami PAH mengalami tranformasi dengan proses biotik dan abiotik
seperti penguapan, adsorpsi, fotolisis, oksidasi kimiawi, dan degradasi biologis (Lors
et al., 2012). Bamforth & Singleton (2005) dan Cerniglia (1992), mengemukakan
bahwa PAH merupakan senyawa dengan kelarutan yang rendah dalam air dan
resisten di alam. Resistensi PAH di alam dipengaruhi berbagai faktor utama seperti,
7
struktur kimia PAH, konsentrasi polutan, dispersi PAH, dan bioavailabilitas
kontaminan (Mizwar & Trihadiningrum, 2014). Secara umum, semakin tinggi berat
molekul PAH, maka sifat PAH tersebut semakin hidrofobik, toksik, dan resisten PAH
di lingkungan.
Polutan organik yang masuk ke dalam suatu ekosistem, dapat teruptake oleh
organisme, sebagai konsekuensi adanya mekanisme difusi pasif melalui natural
barrier (lipid bilayer). Sebagai contoh, masuknya polutan melalui daun dan akar
tumbuhan; melalui kulit, saluran pencernaan, dan paru-paru pada vertebrate; tracheae
pada invertebrate terestrial, dan insang pada ikan. Proses pergerakan polutan melalui
lipid bilayer tergantung pada solubilitas polutan. Polutan yang mempunyai
keseimbangan antara solubilitas dalam lipid dan air akan dengan mudah melalui lipid
bilayer. Selain itu, proses difusi juga ditentukan fluiditas lipid bilayer. Pada suhu
rendah, lipid bilayer kehilangan fluiditas, sehingga proses difusi tidak terjadi. Setelah
melalui proses uptake, selanjutnya, polutan tersebut dapat mengalami proses
distribusi, metabolisme, dan penyimpanan dalam tubuh organisme serta ekskresi dari
tubuh organisme. Keseluruhan proses ini disebut toksikokinetik.
8
f. Farmakokinetika Polutan
portal entri
fase eksposisi
Ketika polutan kontak dengan berbagai portal entri di atas, maka tahap ini
disebut fase eksposisi (pemaparan). Fase eksposisi terjadi ketika ada kotak
antara polutan dengan organisme atau dengan kata lain, terjadi paparan
polutan pada organisme. Paparan ini dapat terjadi melalui kulit, oral,
saluran pernafasan (inhalasi) atau penyampaian polutan langsung ke
dalam tubuh organisme (injeksi) (Wirasuta, 2006).
Absorpsi polutan
9
1. Difusi pasif yaitu pergerakan molekul melintasi membran sel melalui
gradient konsentrasi tanpa memanfaatkan energi seluler.
2. Difusi aktif yaitu pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi
lebih rendah ke konsentrasi yang lebih tinggi dengan bantuan carrier
(protein pembawa) dalam membran sel, menggunakan energi seluler.
3. Transpor aktif yaitu perpindahan molekul melintasi membran sel
terjadi melawan gradien konsentrasi sehingga, memerlukan energi
untuk mengangkut molekul melintasi membran.
g. Fase Toksikokinetik
Distribusi polutan
Metabolisme polutan
10
biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Untuk itu perlu
dicari mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi
hidrokarbon (PAH), kemudian aktivitasnya dioptimasikan dengan
pengaturan kondisi dan penambahan suplemen yang sesuai (Sarbini,
2012).
Ekskresi polutan
11
a. Sumber dan emisi polutan PCB
Limbah mengandung berbagai macam bahan kimia yang bersifat toksik. Salah
satunya adalah Polychlorinated biphenyls (PCB) yang merupakan satu senyawa
organik persisten Persistence Organic Pollutant (POPs). PCB adalah sebuah
kelompok xenobiotik dari hidrokarbon aromatik terhalogenasi, merupakan
kontaminan lingkungan yang sangat berbahaya dan terdapat dimana-mana,
penyebarannya luas dan bersifat persisten. Expose dan kontaminasi PCB melalui
udara, makanan dan minuman yang terkontaminasi, kontak kulit dengan alat listrik
tua yang mengandung PCB. Dan PCB dapat ditranfer oleh ibu pada anaknya melalui
ASI. Ini yang sangat berbahaya, Lesmana et al., 2012 menemukan di dalam penelitian
tikus menyusui yang diexpose Oh-PCB dengan dosis yang sangat kecil dapat
meningkatkan kadar dopamine dan menggangu fungsi SSP yang sifatnya sex
dependent (terutama pada lelaki). Tingginya kadar dopamine ini akan menyebabkan
sifat hyperaktif.
12
d. Transformasi polutan dalam lingkungan
PCB mengalami bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam rantai makanan
mulai dari tingkat rendah sampai tinggi, yang akhirnya berkaitan dengan efek
terhadap kesehatan manusia dan hewan (Miller et al., 2012). Efek ini berpotensi
menguat dan meningkat selama perkembangan organisme hidup (Koibuchi dan
Iwasaki 2006). Selanjutnya pada manusia, PCB terutama disimpan dalam jaringan
adiposa, dengan eliminasi waktu paruh 6-10 tahun. PCB dapat memasuki udara, air
dan tanah selama penggunaan manufaktur dan pembuangan; dari tumpahan yang
disengaja dan kebocoran selama transportasi, dan dari kebocoran atau kebakaran pada
produk yang mengandung PCB. PCB masih dapat dilepaskan ke lingkungan dari situs
limbah berbahaya; pembuangan ilegal atau tidak benar dari limbah industri dan
produk konsumen; kebocoran dari transformator listrik tua yang mengandung PCB,
juga pembakaran beberapa limbah. PCB tidak siap memecah di lingkungan dan
dengan demikian mungkin tetap ada untuk waktu yang sangat lama.
e. Nasib Polutan Dalam Lingkungan
13
f. Farmakokinetika Polutan
Portal entri
Pengertian portal entri ini sama dan penjelasan pada bagian sebelumnya,
yaitu pada bagian 2.1. Portal entri adalah pintu masuknya xenobiotik
kedalam tubuh organisme. Beberapa portal entri yang penting menurut
Slamet 1994 diantaranya: 1. Oral Pintu masuk melalui mulut dan masuk
ke dalam saluran pencernaan. Portal entri ini sering dipakai xenobiotik,
akan tetapi xenobiotik yang masuk tidak akan mudah mencapai peredaran
darah. 2. Inhalasi Yaitu masuknya xenobiotik lewat saluran pernafasan.
Portal entri ini akan memudahkan xenobiotik masuk kedalam peredaran
darah karena tipisnya dinding paru-paru yang berhadapan dengan dinding
kapiler darah yang juga hanya terdiri dari selapis sel. 3. Insang Insang
pada ikan yang dewasa mempunyai luas permukaan terbesar di seluruh
tubuhnya. Racun dengan demikian dapat mudah masuk ke dalam tubuh
insang lewat ikan. Universitas Sumatera Utara 4. Dermal Xenobiotik yang
memasuki tubuh lewat dermal akan lebih mudah memasuki peredaran
darah jika dibandingkan dengan melalui oral. 5. Parenteral Xenobiotik
masuk ke dalam tubuh melalui suntikan dan dapat langsung masuk ke
dalam peredaran darah.
Fase eksposisi
Beberapa peneliti menemukan bahwa fly ash bisa menjadi absorbent untuk
pengolahan air limbah untuk menghilangkan berbagai macam senyawa
organic dan warna. Mereka menyimpulkan fly ash mempunyai kapsitas
adsorpsi untuk menghilangkan senyawa organic dari larutan. Komponen
pokok dari fly ash adalah aluminium, silicon, besi oksida, kalsium oksida
dan carbon.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
15
3.2 Saran
Dampak PCB dan PAH hendaknya mendapat perhatian agar langkah untuk
mencegah terjadinya musibah yag disebabkan oleh PCB dan PAH dapat dihindari,
yaitu dengan melakukan monitoring dan penelitian yang berkelanjutan, minimal PCB
dan PAH dapat dikenal secara umum oleh masyarakat.
16
DAFTAR PUSTAKA
Pribadi, M., Sains, P. K. F., Tarumingkeng, I. R. C., Coto, I. Z., & Hardjanto, I.
(2004). VARIABILITAS PCBS DI DALAM ORGANISMA LAUT
DITINJAU DARI KOMPOSISI LEMAK.
17