KELOMPOK 9
PEMICU II
Disusun oleh:
Lina Br. Simanjuntak/ 140405074
Michael Dillo Rizki Ginting/ 140405076
Febrina Iskandar/ 140405078
Sicilya Ruth Yudhika/ 140405092
Nahlionny Ritman/ 140405104
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas pemicu II dari mata kuliah Kimia
Organik. Tugas ini diajukan juga sebagai salah satu persyaratan pemenuhan tugas
dari mata kuliah Kimia Organik.
Dengan segala kekurangan yang ada pada tugas ini, kami mengucapkan
terima kasih kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kimia Organik ibu Prof. Dr. Ir.
Hamidah Harahap, M.Sc, yang telah memberikan bimbingan materi untuk keperluan
pembuatan tugas ini. Serta terima kasih kepada rekan-rekan teknik kimia yang turut
memberikan perhatiannya pada tugas ini, kami sangat menghormati segala saran,
kritikan, dan bantuannya selama proses pengerjaan isi dari tugas ini.
Dengan segala kerendahan hati kami menyadari bahwa tugas ini tidak luput
dari kekurangan, untuk itu kritik dan saran dari para pembaca khususnya dan sangat
di harapkan penulis demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Petroleum berasal dari bahasa latin “petra” yaitu rock atau stone dan
“oleum” yaitu oil. Istilah tersebut pertama kali digunakan pada tahun 1556 oleh ahli
mineral (mineralogist) Jerman yaitu Georg Bauer atau dikenal sebagai Georgius
Agricola. Petroleum terdiri atas bahan bakar cair, gas, dan padat (bitumen).
Petroleum tersusun oleh karbon dan hidrogen yang merupakan komponen utama dari
bumi purba berasal dari fase organik tanaman sel tunggal atau hewan sel tunggal
plankton seperti ganggang biru-hijau dan foraminifera yang hidup di lingkungan
akuatik. Organisme ini diketahui telah berlimpah keberadaannya sebelum zaman
paleozolic yaitu 542 juta tahun lalu. Pembentukan petroleum melalui beberapa
tahapan yaitu:
a. Tahap pertama pembentukan petroleum didominasi oleh aktivitas biologis
dan penyusunan kembali senyawa kimia yang mengkonevrsi bahan
organik menjadi kerogen yaitu produk tidak larut hasil gubahan tanaman
maupun hewan menggunakan bakteri. Pada tahap ini dihasilkan biogenic
methane yaitu produk hasil proses dekomposisi bahan organik
menggunakan mikroorganisme anaerob.
b. Tahap kedua yaitu proses sedimentasi berkelanjutan dari kerogen dengan
peningkatan temperatur dan proses geologis melalui degradasi termal dan
perengkahan (Wiyantoko, 2016).
Minyak bumi terdiri dari campuran senyawa organik komplek yang tersusun
dari 1 hingga 60 atom karbon dan hidrogen. Minyak bumi terdiri atas campuran
hidrokarbon dan non-hidrokarbon. Pada umumnya minyak bumi memiliki
kandungan senyawa hidrokarbon yang lebih tinggi dari pada senyawa
nonhidrokarbon. Minyak bumi memiliki kandungan berupa senyawa hidrokarbon
Alifatik, Sikloalkana, Hidrokarbon Aromatik, dan Hidrokarbon Poli-Aromatik
(Ningsih dkk., 2015).
Masing-masing minyak bumi memiliki sifat fisika, kimia, serta kenampakan
yang berbeda antar lokasi. Secara fisik warna crude oil dari jernih hingga hitam.
Secara kimia crude oil tersusun atas 84% C, 14% H, 1-3% S, dan kurang dari 1%
N2, O2, logam dan garam (Wiyantoko, 2016).
Senyawa hidrokarbon terdiri atas tiga golongan, yaitu senyawa hidrokarbon
aromatis, senyawa hidrokarbon naftenis dan senyawa hidrokarbon parafinis.
Walaupun minyak bumi hanya terdiri atas tiga komponen utama, namun
komposisinya sangat kompleks.
Dalam minyak bumi juga terdapat unsur-unsur belerang, nitrogen, oksigen
dan logam-logam lain khususnya vanadium, nikel, besi dan terabaga. Unsur-unsur
tersebut terdapat dalam jumlah yang relatif lebih sedikit dan terikat dalam boituk
senyawa-saiyawa anorganik. Air dan garam selalu terdapat dalam minyak bumi yaitu
dalam keadaan terdispersi. Bahan-bahan non-hidrokarbon tersebut biasanya dianggap
sebagai kotoran karena pada umumnya akan mengganggu proses pengolahan minyak
bumi dan berpengaruh buruk terhadap mutu produk (Helwani, 2005).
Berdasarkan alasan diatas penting bagi kita untuk mengenali senyawa
hidrokarbon dan non-hidrokarbon yang ada pada minyak bumi gunanya untuk
menhindari mutu produk yang buruk dari minyak bumi. Perbedaan antara
hidrokarbon dan non-hidrokarbon bisa dilihat dari ikatana kovalennya, reaksi kimia
ataupun analisa yang dilakukan di laboratorium.
PEMBAHASAN
A. Atom Karbon
Atom karbon memiliki dua orbital (2s dan 2p) untuk membentuk ikatan, artinya
jika bereaksi dengan hidrogen maka akan terbentuk dua ikatan C-H. Faktanya, atom
karbon membentuk empat ikatan C-H dan menghasilkan molekul metana dengan
bentuk bangun ruang tetrahedron.
Selain dapat berikatan dengan atom-atom lain, atom karbon dapat juga berikatan
kovalen dengan atom karbon lain, baik ikatan kovalen tunggal maupun rangkap dua
dan tiga, seperti pada etana, etena dan etuna (Prasojo, 2008).
B. Atom Nitrogen
Ikatan kovalen tidak hanya terbentuk dalam senyawa karbon, tetapi juga dapat
dibentuk oleh atom-atrom lain. Semua ikatan kovalen yang dibentuk oleh unsur-
unsur dalam tabel periodik dapat dijelaskan dengan orbital hibrida. Secara prinsip,
pembentukan hibrida sama dengan pada atom karbon. Amonia, NH3, salah satu
contoh molekul yang mengandung ikatan kovalen yang melibatkan atom nitrogen
(Prasojo, 2008).
C. Atom Oksigen
Oksigen merupakan atom divalent, Dengan melihat konfigurasi elektronnya,
dapat diprediksi bahwa oksigen mampu membentuk dua ikatan sigma karena pada
kulit terluarnya terdapat dua elektron tak berpasangan (2py dan 2pz) (Prasojo, 2008).
Alkena (olefin)
Alkena atau olefin merupakan senyawa hidrokarbon alifatik tidak jenuh yang
sangat reaktif dan memiliki rumus umum CnH2n. Alkena dikatakan tidak jenuh
karena memiliki gugus ikatan rangkap antar atom karbon. Terbentuknya ikatan
rangkap ini menyebabkan alkena memiliki jumlah H yang lebih sedikit apabila
dikaitkan jumlah atom C. Ikatan rangkap yang terdapat pada alkena merupakan ciri
khas pada senyawa-senyawa alkena.Untukhidrokarbon alifatik tidak jenuh yang
memiliki dua ikatan rangkap karbon-karbon pada molekulnya dinamakan alkadiena.
Atom-atom karbon yang terlibat dalam ikatan rangkap masing-masing menggunakan
3 orbital hibrida sp2. Tumpang tindih (overlap) 3 orbital hibrida sp2 antara atom
karbon menghasilkan ikatan sigma dengan tiga atom lain. Ketiga orbital hibrida sp2
terletak dalam satu bidang dan membentuk sudut 120º. Masing-masing atom karbon
masih mempunyai orbital 2p yang tidak terlibat dalam pembentukan hibridisasi sp2.
Tumpang tindih orbital 2p ini menghasilkan ikatan pi, yaitu suatu orbital molekul di
atas dan di bawah sumbu ikatan karbon-karbon. Dengan demikian rangkap karbon-
karbon terdiri dari sebuah ikatan sigma (σ) dan sebuah ikatan pi (π).
Alkena merupakan senyawa nonpolar sehingga tidak larut dalam air dan
memiliki massa jenis lebih kecil dari air. Alkena dapat larut dalam alkena lain,
pelarut-pelarut nonpolar dan etanol. Pada temperatur kamar alkena yang memiliki
dua, tiga dan empat atom karbon berwujud gas. Sedangkan Alkena dengan dengan
berat molekul lebih tinggi dapat berupa cair dan padatan pada suhu kamar. Ikatan
rangkap yang dimiliki alkena merupakan ciri khas dari alkena yang disebut gugus
fungsi. Reaksi terjadi pada alkena dapat terjadi pada ikatan rangkap dapat pula terjadi
diluar ikatan rangkap. Reaksi yang terjadi pada ikatan rangkap disebut reaksi adisi
yang ditandai dengan putusnya ikatan rangkap (ikatan π) membentuk ikatan tunggal
(ikatan α) dengan atom atau gugus tertentu. Selain sifat-sifat tersebut dapat
mengalami reaksi polimerisasi dan alkena juga dapat bereaksi dengan oksigen
membentuk karbondioksida dan uap air apabila jumlah oksigen melimpah, apabila
jumlah oksigen tidak mencukupi maka terbentuk karbon monoksida dan uap air
(Anjarsari, 2017).
Kegunaan Alkena antara lain adalah sebagai :
Dapat digunakan sebagai obat bius (dicampur dengan O2)
Untuk memasakkan buah-buahan
Bahan baku industri plastik, karet sintetik, dan alkohol.
(Sridianti, 2013).
Alkuna
Alkuna yaitu golongan senyawa hidrokarbon alifatik yang mempunyai gugus
fungsi ikatan ganda tiga karbon-karbon (─C ≡ C─). Seperti halnya ikatan rangkap
dua pada alkena, ikatan ganda tiga pada alkunapun disebut ikatan tidak jenuh, tetapi
kejenuhan ikatan ganda tiga pada alkuna lebih tinggi dibanding ikatan rangkap. Salah
satunya adalah etuna yang disebut juga sebagai asetilen dalam perdagangan atau
sebagai pengelasan. Rumus umumnya adalah CnH2n-2 (Anjarsari, 2017).
Alkuna-alkuna suku rendah pada suhu kamar berwujud gas, sedangkan yang
mengandung lima atau lebih atom karbon berwujud gas. Memiliki massa jenis lebih
kecil dari air. Tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut-pelarut organik yang
non polar seperti eter, benzena, dan karbon tetraklorida. Titik didih alkuna makin
tinggi seiring bertambahnya jumlah atom karbon, tetapi makin rendah apabila
terdapat rantai samping atau makin banyak percabangan. Titik didih alkuna sedikit
lebih tinggi dari alkana dan alkuna yang berat molekulnya hampir sama. Reaksi-
reaksi pada alkuna mirip dengan alkena, hanya berbeda pada kebutuhan jumlah
pereaksi untuk penjenuhan ikatan rangkap. Alkuna membutuhkan jumlah pereaksi
dua kali kebutuhan pereaksi pada alkena untuk jumlah ikatan rangkap yang sama
(Rohmadi, 2012).
Kegunaaan dari senyawa alkuna adalah sebagai berikut :
Gas asetilena (etuna) digunakan untuk bahan bakar las. Ketika asetilena
dibakar dengan oksigen maka dapat mencapai suhu 3000º C. Suhu tinggi
tersebut mampu digunakan untuk melelehkan logam dan menyatukan
pecahan-pecahan logam.
Asetilena terklorinasi digunakan sebagai pelarut. Asetilena klorida juga
digunakan untuk bahan awal pembuatan polivinil klorida (PVC) dan
poliakrilonitril.
Karbanion alkuna merupakan nukleofil yang sangat bagus dan bisa digunakan
untuk menyerang senyawa karbonil dan alkil halida untuk melangsungkan
reaksi adisi. Dengan demikian sangat penting untuk menambah panjang
rantai senyawa organik.
(Sridianti, 2013).
Dari penjelasan alkana, alkena dan alkuna diatas sudah jelas bahwa perbedaan
antara senyawa hidrokarbon tersebut adalah ikatan kovalennya, alkana ikatan
kovalennya tidak mempunyai ikatan rangkap, alkena ikatan kovalennya memiliki
ikatan rangkap dua sedangkan alkuna ikatan kovalennya memiliki ikatan rangkap
tiga.
2.3 Paraffin dan Turunannya
Alkohol
Alkohol adalah senyawa turunan alkana, karena satu atom H atau lebih dari
alkana diganti oleh gugus –OH. Alkohol yang mempunyai satu gugus –OH disebut
monoalkohol, sedangkan alkohol yang mempunyai lebih dari satu –OH disebut
polialkohol. Monoalkohol disebut juga alkanol. Alkohol terdiri dari alkohol primer,
alkohol sekunder, dan alkohol tersier. Alkohol primer ialah alkohol yang gugus -OH-
nya terikat pada atom C primer. Alkohol sekunder ialah alkohol yang gugus -OHnya
terikat pada atom C sekunder. Dan alkohol tersier ialah alkohol yang gugus -OHnya
terikat pada atom C tersier (Nivitasya, 2010). Beberapa contoh senyawa alkohol
adalah sebagai berikut.
Eter
Eter dianggap sebagai turunan alkana yang satu atom H diganti oleh gugus
alkoksi (–OR). Rumus umum eter adalah ROR. Jika gugus alkilnya berbeda, alkil
yang dianggap sebagai alkoksi adalah alkil yang rantai C-nya lebih pendek,
sedangkan alkil yang rantainya lebih panjang dianggap sebagai alkana (rantai
pokok). Eter dapat dibuat dengan dehidrasi alkohol primer dengan asam sulfat dan
katalis alumina. Dalam kehidupan sehari-hari eter yang paling banyak digunakan
adalah dietil eter, yaitu sebagai obat bius dan pelarut senyawa nonpolar (Nivitasya,
2010). Beberapa contoh senyawa eter adalah sebagai berikut.
Aldehid
Aldehid adalah senyawa karbon yang mempunyai gugus fungsi R-COH. Aldehid
dapat dibuat dari oksidasi alkohol primer. Oksidator yang digunakan adalah KMnO4
atau K2Cr2O7. Dalam industri secara besar-besaran aldehid dibuat dari uap alkohol
dan udara dengan katalis tembaga atau perak. Alkohol primer dapat dioksidasi
menghasilkan suatu aldehida dengan katalis kalium bikromat dan asam sulfat. Uap
alkohol primer juga dapat dioksidasi menghasilkan suatu aldehida dengan katalis
tembaga panas. Metanal atau formaldehid adalah aldehid yang banyak diproduksi
karena paling banyak kegunaannya. Misalnya untuk membuat formalin yaitu larutan
30–40% formaldehid dalam air. Formalin digunakan untuk mengawetkan preparat-
preparat anatomi (Nivitasya, 2010). Beberapa contoh senyawa aldehid adalah sebagai
berikut.
Keton
Keton adalah senyawa karbon yang mempunyai gugus fungsi — CO —. Keton
dibuat dari oksidasi alkohol sekunder. Oksidator yang digunakan adalah larutan
KMnO4 atau larutan K2Cr2O7. Keton dapat dihasilkan dengan oksidasi alkohol
sekunder. Proses ini memerlukan oksidator kuat seperti kalium permanganat, kalium
dikromat, atau senyawa lain yang mengandung Cr(VI). Alkohol dioksidasi dengan
pemanasan refluks pada larutan asam. Sebagai contoh, 2-propanol dioksidasi
menjadi aseton. Senyawa keton yang paling dikenal dalam kehidupan sehari-hari
adalah aseton (propanon). Kegunaan aseton yaitu sebagai pelarut senyawa karbon,
misalnya untuk membersihkan cat kuku (kutek), melarutkan lilin, dan plastik serta
untuk membuat kloroform (obat bius), iodoform, dan isopren (Nivitasya, 2010).
Contoh dari senyawa ini adalah sebagai berikut.
Ester
Ester memiliki gugus fungsi -COOR-. Ester berisomer fungsi dengan asam
karboksilat karena kedua golongan ini mempunyai rumus molekul yang sama. Ester
dapat dibuat dengan cara mereaksikan asam karboksilat dengan alkohol memakai
katalisator asam sulfat. Reaksi ini disebut pengesteran (esterifikasi). Senyawa ester
dengan rantai pendek (ester yang berasal dari asam karboksilat suku rendah dengan
alkohol suku rendah) banyak terdapat dalam buahbuahan yang menimbulkan aroma
dari buah tersebut, sehingga disebut ester buah-buahan. Ester dapat dibuat melalui
reaksi asam formiat (asam metanoat) dengan etanol membentuk etil formiat (etil
metanoat) (Nivitasya, 2010), yang dapat dilihat pada reaksi berikut.
Selain itu ester juga dapat dibuat melalui reaksi asam asetat (asam etanoat)
dengan metanol membentuk metil asetat (metil etanoat) (Nivitasya, 2010).
Hidrogen
Hidrogen yang terdapat dalam batubara berangsur-angsur habis akibat evolusi
metan. Kandungan hidrogen dalam liginit berkisar antara 5%, 6% dan 4.5% dalam
batubara berbitumin sekitar 3% hingga 3,5% dalam antrasit (Nata, 2015).
Oksigen
Oksigen yang terdapat dalam batubara merupakan oksigen yang tidak reaktif.
Sebagaimana dengan hidrogen kandungan oksigen akan berkurang selama evolusi
atau pembentukan air dan karbondioksida. Kandungan oksigen dalam lignit sekitar
20% atau lebih. Sedangkan dalam batubara berbitumin sekitar 4% hingga 10% dan
sekitar 1,5% hingga 2% dalam batubara antrasit (Nata, 2015).
Nitrogen
Nitrogen yang terdapat dalam batubara berupa senyawa organik yang terbentuk
sepenuhnya dari protein bahan tanaman asalnya dan jumlahnya sekitar 0,55% hingga
3%. Batubara berbitumin biasanya mengandung lebih banyak nitrogen dari pada
lignit dan antrasit (Nata, 2015).
Sulfur
Sulfur dalam batubara biasanya dalam jumlah yang sangat kecil dan
kemungkinan berasal dari pembentuk dan diperkaya oleh bakteri sulfur. Sulfur dalam
batubara biasanya kurang dari 4%, tetapi dalam beberapa hal sulfurnya bisa
mempunyai konsentrasi yang tinggi. Sulfur terdapat dalam tiga bentuk, yaitu :
Sulfur Piritik (Piritic Sulfur), Sulfur Piritik biasanya berjumlah sekitar 20%
hingga 80% dari total sulfur yang terdapat dalam makrodeposit (lensa, urat, kekar,
dan bola) dan mikrodeposit (partikel halus yang menyebar).
Sulfur Organik, Sulfur Organik biasanya berjumlah sekitar 20% hingga 80%
dari total sulfur, biasanya berasosiasi dengan konsentrasi sulfat selama pertumbuhan
endapan.
Sulfat Sulfur, Sulfat terutama berupa kalsium dan besi, jumlahnya relatif
kecil dari seluruh jumlah sulfurnya.
(Nata, 2015).
Reaksi Pembakaran Batu Bara
Karbon (C) terbakar sempurna menjadi CO2 menurut persamaan:
C + O2 → CO2
Hidrogen (H) terbakar menjadi H2O menurut persamaan:
4 H + O2 → 2H2O
Belerang (S) terbakar berdasarakan persamaan:
S + O2 → SO2
(Nata, 2015).
Sifat-sifat alkana
a. Sifat Fisis Alkana
- Pada suhu kamar meta (CH4) sampai butana (C4H10) berwujud gas, pentana
(C5H12) sampai heptadekana (C17H36) berwujud cair, dan lebih dari C17
berwujud padat.
- Semakin bertambahnya jumlah atom karbon titik didih dan titik lelehnya
semakin tinggi.
- Larut dalam pelarut non polar misalnya CCl4
Sifat Alkena
a. Sifat Fisis Alkena
- Alkena memiliki sifat fisis yang sama dengan alkena (lihat kembali sifat
fisis), tapi lebih reaktif (Arief, 2012).
Sifat alkuna
a. Sifat Fisis Alkuna
Sifat-sifat fisis pada alkuna sama dengan sifat fisis pada alkana maupun alkena.
Titik didih alkuna makin tinggi seiring bertambahnya jumlah atom karbon, tetapi
makin rendah apabila terdapat rantai samping atau makin banyak percabangan. Titik
didih alkuna sedikit lebih tinggi dari alkana dan alkuna yang berat molekulnya
hampir sama (Arief, 2012).
3. Reaksi Eliminasi
Reaksi eliminasi merupakan kebalikan dari reaksi adisi, bila reaksi adisi terjadi
dari molekul dengan ikatan rangkap yang akan menjadi ikatan tunggal. Pada reaksi
eliminasi terjadi reaksi dari ikatan tunggal yang akan berubah menjadi ikatan
rangkap karena adanya penghilangan beberapa atom/gugus atom.
H3C-CH2CH-CH2 → CH3CH2CH=CH2 + HCl
| |
Cl H
(Wardiyah, 2016)
Katalis asam
CH3-CH2-CH-CH2 ↔ CH2CH=CH2CH3
1-Butena 2-Butena
(Wijaya dkk., 2009)
Reaksi Pada Senyawa Non-Hidrokarbon
1. Reaksi X2O (Oksida) dengan air
Oksida-oksida dasar yang sederhana jika bereaksi dengan air akan menghasilkan
hidroksida logam. Sebagai contoh, lithium oksida bereaksi dengan air menghasilkan
larutan lithium hidroksida yang tidak berwarna.
X2O + H2O → 2XOH
(Wijaya dkk., 2009)
Agustina, Valeni. 2014. Pemanfaatan Karbon Aktif Dari Tempurung Kelapa Sebagai
Adsorben Logam Pb Pada Limbah Tumpahan Minyak Mentah (Crude Oil).
Palembang: Poleteknik Negeri Sriwijaya.
Anjarsari, Putri. 2017. Hidrokarbon (Alkana, Alkena, Alkuna). Yogyakarta :
Universitas Negri Yogyakarta.
Arief, Dwi Aryono. 2012. Alkana, Alkena, Alkuna. perpussktom.blogspot.co.id.
Endrinaldi. 2010. Logam-Logam Berat Pencemaran Lingkungan dan Efek Terhadap
Manusia. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Helwani, Zuchra. 2005. Ekstraksi Senyawa C Aromatik yang Terkandung Dalam
Heavy Gas Oil (HGO) Menggunakan Pelarut Etilen Glikol. Pekanbaru:
Universitas Riau.
Nata, I Gede Wigya. 2015. Performansi Co-Gasifikasi Sirkulasi Fluidized Bed Batu
Bara Dan Limbah Bambu Dengan Variasi Laju Aliran Bahan Bakar. Bali:
Universitas Udayana.
Ningsih, Gustia., Atria Martina., dan Rodesia Mustika Roza. 2015. Isolasi Fungi
Pendegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi dari Sampel Tanah Tercemar
Tumpahan Minyak Bumi. Pekanbaru: Kampus Bina Widya.
Nivitasya. 2010. Senyawa Karbon. https://nivitasya.files.wordpress.com.
Prasojo, Stefanus Layli. 2008. Kimia Organik I. Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta: Yogyakarta.
Rohmadi HM. 2012. Senyawa Hidrokarbon: Alkana, Alkena, Alkuna. Kalimanatan
Tengah: IAIN Palangkaraya.
Sridianti. 2013. Perbedaan Alkana, Alkena, Alkuna. http://usaha321.net/perbedaan-
antara-alkana-alkena-alkuna.html.
Wardiyah. 2016. Kimia Organik. Jakarta: Pudik SDM Kesehatan.
Wiyantoko, Bayu. 2016. Modul Kuliah Kimia Petroleum. Yogyakarta: Universitas
Islam Indonesia.