Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KIMIA ORGANIK

KELOMPOK 9
PEMICU II

Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc

Disusun oleh:
Lina Br. Simanjuntak/ 140405074
Michael Dillo Rizki Ginting/ 140405076
Febrina Iskandar/ 140405078
Sicilya Ruth Yudhika/ 140405092
Nahlionny Ritman/ 140405104

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas pemicu II dari mata kuliah Kimia
Organik. Tugas ini diajukan juga sebagai salah satu persyaratan pemenuhan tugas
dari mata kuliah Kimia Organik.
Dengan segala kekurangan yang ada pada tugas ini, kami mengucapkan
terima kasih kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Kimia Organik ibu Prof. Dr. Ir.
Hamidah Harahap, M.Sc, yang telah memberikan bimbingan materi untuk keperluan
pembuatan tugas ini. Serta terima kasih kepada rekan-rekan teknik kimia yang turut
memberikan perhatiannya pada tugas ini, kami sangat menghormati segala saran,
kritikan, dan bantuannya selama proses pengerjaan isi dari tugas ini.
Dengan segala kerendahan hati kami menyadari bahwa tugas ini tidak luput
dari kekurangan, untuk itu kritik dan saran dari para pembaca khususnya dan sangat
di harapkan penulis demi kesempurnaan makalah ini.

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Petroleum berasal dari bahasa latin “petra” yaitu rock atau stone dan
“oleum” yaitu oil. Istilah tersebut pertama kali digunakan pada tahun 1556 oleh ahli
mineral (mineralogist) Jerman yaitu Georg Bauer atau dikenal sebagai Georgius
Agricola. Petroleum terdiri atas bahan bakar cair, gas, dan padat (bitumen).
Petroleum tersusun oleh karbon dan hidrogen yang merupakan komponen utama dari
bumi purba berasal dari fase organik tanaman sel tunggal atau hewan sel tunggal
plankton seperti ganggang biru-hijau dan foraminifera yang hidup di lingkungan
akuatik. Organisme ini diketahui telah berlimpah keberadaannya sebelum zaman
paleozolic yaitu 542 juta tahun lalu. Pembentukan petroleum melalui beberapa
tahapan yaitu:
a. Tahap pertama pembentukan petroleum didominasi oleh aktivitas biologis
dan penyusunan kembali senyawa kimia yang mengkonevrsi bahan
organik menjadi kerogen yaitu produk tidak larut hasil gubahan tanaman
maupun hewan menggunakan bakteri. Pada tahap ini dihasilkan biogenic
methane yaitu produk hasil proses dekomposisi bahan organik
menggunakan mikroorganisme anaerob.
b. Tahap kedua yaitu proses sedimentasi berkelanjutan dari kerogen dengan
peningkatan temperatur dan proses geologis melalui degradasi termal dan
perengkahan (Wiyantoko, 2016).
Minyak bumi terdiri dari campuran senyawa organik komplek yang tersusun
dari 1 hingga 60 atom karbon dan hidrogen. Minyak bumi terdiri atas campuran
hidrokarbon dan non-hidrokarbon. Pada umumnya minyak bumi memiliki
kandungan senyawa hidrokarbon yang lebih tinggi dari pada senyawa
nonhidrokarbon. Minyak bumi memiliki kandungan berupa senyawa hidrokarbon
Alifatik, Sikloalkana, Hidrokarbon Aromatik, dan Hidrokarbon Poli-Aromatik
(Ningsih dkk., 2015).
Masing-masing minyak bumi memiliki sifat fisika, kimia, serta kenampakan
yang berbeda antar lokasi. Secara fisik warna crude oil dari jernih hingga hitam.
Secara kimia crude oil tersusun atas 84% C, 14% H, 1-3% S, dan kurang dari 1%
N2, O2, logam dan garam (Wiyantoko, 2016).
Senyawa hidrokarbon terdiri atas tiga golongan, yaitu senyawa hidrokarbon
aromatis, senyawa hidrokarbon naftenis dan senyawa hidrokarbon parafinis.
Walaupun minyak bumi hanya terdiri atas tiga komponen utama, namun
komposisinya sangat kompleks.
Dalam minyak bumi juga terdapat unsur-unsur belerang, nitrogen, oksigen
dan logam-logam lain khususnya vanadium, nikel, besi dan terabaga. Unsur-unsur
tersebut terdapat dalam jumlah yang relatif lebih sedikit dan terikat dalam boituk
senyawa-saiyawa anorganik. Air dan garam selalu terdapat dalam minyak bumi yaitu
dalam keadaan terdispersi. Bahan-bahan non-hidrokarbon tersebut biasanya dianggap
sebagai kotoran karena pada umumnya akan mengganggu proses pengolahan minyak
bumi dan berpengaruh buruk terhadap mutu produk (Helwani, 2005).
Berdasarkan alasan diatas penting bagi kita untuk mengenali senyawa
hidrokarbon dan non-hidrokarbon yang ada pada minyak bumi gunanya untuk
menhindari mutu produk yang buruk dari minyak bumi. Perbedaan antara
hidrokarbon dan non-hidrokarbon bisa dilihat dari ikatana kovalennya, reaksi kimia
ataupun analisa yang dilakukan di laboratorium.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada penulisan ini adalah:
1. Bagaimana perbedaan ikatan kovalen antara hidrokarbon dan non-
hidrokarbon.
2. Apa perbedaan antara alkana, alkena, dan alkuna ditinjau dari aspek
ikatan kimianya.
3. Bagaimana turunan dari senyawa paraffin
4. Apa hasil pembakaran dari suatu industri yang menggunakan bahan baku
batu bara
5. Bagaimana cara mengidentifikasi alkana, alkena, dan alkuna di
laboratorium
6. Bagaimana perbedaan reaksi kimia pada hidrokarbon dan non-
hidrokarbon
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk memberikan informasi tentang perbedaan ikatan kovalen pada
hidrokarbon dan non-hidrokarbon.
2. Untuk memberikan informasi tentang perbedaan antara alkana, alkena,
dan alkuna ditinjau dari aspek ikatan kimianya.
3. Untuk memberikan informasi tentang turunan dari senyawa paraffin
4. Untuk memberikan informasi tentang hasil pembakaran dari suatu
industri yang menggunakan bahan baku batu bara
5. Untuk memberikan informasi tentang bagaimana cara mengidentifikasi
alkana, alkena, dan alkuna di laboratorium
6. Untuk memberikan informasi tentang bagaimana perbedaan reaksi kimia
pada hidrokarbon dan non-hidrokarbon

1.4 Manfaat Penulisan


1. Pembaca mengetahui perbedaan ikatan kovalen pada hidrokarbon dan
non-hidrokarbon.
2. Pembaca mengetahui perbedaan antara alkana, alkena, dan alkuna ditinjau
dari aspek ikatan kimianya.
3. Pembaca mengetahui turunan dari senyawa paraffin
4. Pembaca mengetahui hasil pembakaran dari suatu industri yang
menggunakan bahan baku batu bara
5. Pembaca mengetahui bagaimana cara mengidentifikasi alkana, alkena,
dan alkuna di laboratorium
6. Pembaca mengetahui perbedaan reaksi kimia pada hidrokarbon dan non-
hidrokarbon
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ikatan Kovalen pada Senyawa Hidrokarbon


Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa karbon yang paling sederhana. Dari
namanya, senyawa hidrokarbon adalah senyawa karbon yang hanya tersusun dari
atom hidrogen dan atom karbon. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui
senyawa hidrokarbon, misalnya minyak tanah, bensin, gas alam, plastik dan lain-lain.
Ikatan antara C dengan H bukan ikatan ionik karena atom C sangat sulit melepas
atau menerima empat elektron untuk membentuk konfigurasi gas mulia. Faktanya,
atom karbon berikatan bukan melalui pemberian atau pelapasan elektron, tetapi
dengan sharing elektron satu sama lain yang disebut dengan ikatan kovalen. Ikatan
kovalen terbentuk dari overlap dua buah orbital yang masing-masing berisi satu
elektron (setengah penuh). Ikatan kovalen diusulkan pertama kali oleh G. N. Lewis
pada tahun 1916. Gabungan atom-atom netral yang berikatan kovalen disebut dengan
molekul.
Cara sederhana menggambarkan ikatan kovalen dapat dilakukan dengan
menggambar struktur Lewis, di mana elektron-elektron pada orbital terluar
digambarkan sebagai titik. Dengan demikian, atom hidrogen memiliki 1 titik, karbon
memiliki 4 titik, oksigen 6 titik, dan sebagainya. Molekul stabil menghasilkan
konfigurasi gas mulia pada masing-masing atomnya. Contohnya adalah sebagai
berikut:

Gambar 2.1 Pembentukan Ikatan Kovalen


Model penggambaran lain adalah menggunakan struktur Kekule, di mana ikatan
digambarkan sebagai sebuah garis. Dengan demikian dalam sebuah ikatan (garis)
terdapat sepasang elektron. Pada struktur Kekule, pasangan elektron bebas pada kulit
terluar dapat diabaikan.

Tabel 2.1 Struktur Lewis dan Kekule

Dari pembahasan di atas, dabat ditarik kesimpulan sebagai berkut:


1. Ikatan ion dihasilkan dari perpindahan elektron dari satu atom ke atom lain.
2. Ikatan kovalen dihasilkan dari pemakaian bersama-sama sepasang elektron oleh
dua atom.
3. Atom memindahkan atau membuat pasangan elektron untuk mencapai
konfigurasi gas mulia. Konfigurasi ini biasanya adalah delapan elekron dalam
kulit terluar, sesuai dengan konfigurasi dari neon dan argon. Teori ini disebut
aturan oktet.
Model molekul Lewis, yang menjelaskan bagaimana atom-atom berusaha
melengkapi keadaan oktet melalui pemakaian bersama. Teori orbital molekul
mengkombinasikan kecenderungan atom untuk mencapai keadaan oktet dengan sifat-
sifat gelombangnya, menempatkan elektron-elektron pada suatu tempat yang disebut
orbital. Menurut teori orbital molekul, ikatan kovalen dibentuk dari kombinasi
orbital-orbital atom membentuk orbital molekuler; yaitu orbital yang dimiliki oleh
molekul secara keseluruhan. Seperti orbital atom, yang menjelaskan volume ruang di
sekeliling inti atom di mana elektron mungkin ditemukan, orbital molekuler
menjelaskan volume ruang di sekeliling molekul di mana elektron mungkin
ditemukan. Orbital molekuler juga memiliki bentuk ukuran dan energi yang spesifik
(Prasojo, 2008).

A. Atom Karbon
Atom karbon memiliki dua orbital (2s dan 2p) untuk membentuk ikatan, artinya
jika bereaksi dengan hidrogen maka akan terbentuk dua ikatan C-H. Faktanya, atom
karbon membentuk empat ikatan C-H dan menghasilkan molekul metana dengan
bentuk bangun ruang tetrahedron.
Selain dapat berikatan dengan atom-atom lain, atom karbon dapat juga berikatan
kovalen dengan atom karbon lain, baik ikatan kovalen tunggal maupun rangkap dua
dan tiga, seperti pada etana, etena dan etuna (Prasojo, 2008).

Gambar 2.2 Ikatan Kovalen Hidrokarbon


(Prasojo, 2008)
Kecenderungan atom karbon dapat berikatan dengan atom karbon lain
memungkinkan terbentuknya senyawa karbon dengan berbagai struktur (membentuk
rantai panjang atau siklik). Hal inilah yang menjadi ciri khas atom karbon (Prasojo,
2008).

Gambar 2.3 Pembentukan Ikatan Kovalen pada Karbon


(Prasojo, 2008)

B. Atom Nitrogen
Ikatan kovalen tidak hanya terbentuk dalam senyawa karbon, tetapi juga dapat
dibentuk oleh atom-atrom lain. Semua ikatan kovalen yang dibentuk oleh unsur-
unsur dalam tabel periodik dapat dijelaskan dengan orbital hibrida. Secara prinsip,
pembentukan hibrida sama dengan pada atom karbon. Amonia, NH3, salah satu
contoh molekul yang mengandung ikatan kovalen yang melibatkan atom nitrogen
(Prasojo, 2008).

Gambar 2.4 Pembentukan Ikatan Kovalen pada Nitrogen sp3


(Prasojo, 2008)

C. Atom Oksigen
Oksigen merupakan atom divalent, Dengan melihat konfigurasi elektronnya,
dapat diprediksi bahwa oksigen mampu membentuk dua ikatan sigma karena pada
kulit terluarnya terdapat dua elektron tak berpasangan (2py dan 2pz) (Prasojo, 2008).

Gambar 2.5 Pembentukan Ikatan Kovalen pada Oksigen


(Prasojo, 2008)
Perbedaan ikatan kovalen hidrokarbon dengan senyawa bukan hidrokarbon
lainnya adalah karbon dan hidrogen memiliki elektronegativitas yang mirip, sehingga
ikatan C-H relatif nonpolar. Senyawa hidrokarbon memiliki momen dipol sama
dengan 0 (nol) atau tidak memiliki momen dipol. Hal ini dikarenakan strukturnya
simetris, dan elektronegativitasan C dan H mirip (Prasojo, 2008).

2.2 Alkana, Alkena dan Alkuna berdasarkan Ikatan Kimia


 Alkana (parafin)
Alkana disefinisikan sebagai salah satu hidrokarbon alifatik jenuh yaitu
hidrokarbon dengan rantai terbuka dan semua ikatan antar atom karbonnya
merupakan ikatan tunggal. Rumus umum alkana yaitu : CnH2n+2 ; n = jumlah atom C.
dari rumus umum ini jika diketahui jumlah atom karbon maka jumlah H dapat
ditentukan demikian pula sebaliknya (Anjarsari, 2017).
Alkana yang memiliki berat molekul rendah yaitu metana, etana, propana dan
butana pada suhu kamar dan tekanan atmosfer berwujud gas, alkana yang memiliki
5-17 atom karbon berwujud cair dan selebihnya berwujud padat. Alkana merupakan
senyawa nonpolar sehingga sukar larut dalam air tetapi cenderung larut pada pelarut-
pelarut yang nonpolar seperti eter.. Sebagian besar alkana memiliki massa jenis lebih
kecil dari massa jenis air. Karena alkana merupakan senyawa nonpolar sehingga
alkana yang berwujud cair pada suhu kamar merupakan pelarut yang baik untuk
senyawa-senyawa kovalen.Untuk alkana-alkana yang berantai lurus titik leleh dan
titik didih makin tinggi seiring bertambahnya massa molekul molekul. Pada molekul-
molekul alkana terjadi gaya van der Wals. Oleh karena itu alkana memiliki titik leleh
dan titik didih yang lebih rendah dibanding senyawa semipolar atau senyawa polar
dengan berat molekul yang hampir sama (Rohmadi, 2012).
Alkana adalah komponen utama dari gas alam dan minyak bumi. Kegunaan
alkana, sebagai :
 Metana : zat bakar, sintesis, dan carbon black (tinta,cat,semir,ban).
 Propana, Butana, Isobutana : zat bakar LPG (Liquified Petrolium Gases).
 Pentana, Heksana, Heptana : sebagai pelarut pada sintesis.
 Bahan baku untuk senyawa organik lain. Minyak bumi dan gas alam
merupakan bahan baku utama untuk sintesis berbagai senyawa organik
seperti alkohol, asam cuka, dan lain-lain.
 Bahan baku industri. Berbagai produk industri seperti plastik, detergen, karet
sintesis, minyak rambut, dan obat gosok dibuat dari minyak bumi atau gas
alam.
(Sridianti, 2013).

 Alkena (olefin)
Alkena atau olefin merupakan senyawa hidrokarbon alifatik tidak jenuh yang
sangat reaktif dan memiliki rumus umum CnH2n. Alkena dikatakan tidak jenuh
karena memiliki gugus ikatan rangkap antar atom karbon. Terbentuknya ikatan
rangkap ini menyebabkan alkena memiliki jumlah H yang lebih sedikit apabila
dikaitkan jumlah atom C. Ikatan rangkap yang terdapat pada alkena merupakan ciri
khas pada senyawa-senyawa alkena.Untukhidrokarbon alifatik tidak jenuh yang
memiliki dua ikatan rangkap karbon-karbon pada molekulnya dinamakan alkadiena.
Atom-atom karbon yang terlibat dalam ikatan rangkap masing-masing menggunakan
3 orbital hibrida sp2. Tumpang tindih (overlap) 3 orbital hibrida sp2 antara atom
karbon menghasilkan ikatan sigma dengan tiga atom lain. Ketiga orbital hibrida sp2
terletak dalam satu bidang dan membentuk sudut 120º. Masing-masing atom karbon
masih mempunyai orbital 2p yang tidak terlibat dalam pembentukan hibridisasi sp2.
Tumpang tindih orbital 2p ini menghasilkan ikatan pi, yaitu suatu orbital molekul di
atas dan di bawah sumbu ikatan karbon-karbon. Dengan demikian rangkap karbon-
karbon terdiri dari sebuah ikatan sigma (σ) dan sebuah ikatan pi (π).
Alkena merupakan senyawa nonpolar sehingga tidak larut dalam air dan
memiliki massa jenis lebih kecil dari air. Alkena dapat larut dalam alkena lain,
pelarut-pelarut nonpolar dan etanol. Pada temperatur kamar alkena yang memiliki
dua, tiga dan empat atom karbon berwujud gas. Sedangkan Alkena dengan dengan
berat molekul lebih tinggi dapat berupa cair dan padatan pada suhu kamar. Ikatan
rangkap yang dimiliki alkena merupakan ciri khas dari alkena yang disebut gugus
fungsi. Reaksi terjadi pada alkena dapat terjadi pada ikatan rangkap dapat pula terjadi
diluar ikatan rangkap. Reaksi yang terjadi pada ikatan rangkap disebut reaksi adisi
yang ditandai dengan putusnya ikatan rangkap (ikatan π) membentuk ikatan tunggal
(ikatan α) dengan atom atau gugus tertentu. Selain sifat-sifat tersebut dapat
mengalami reaksi polimerisasi dan alkena juga dapat bereaksi dengan oksigen
membentuk karbondioksida dan uap air apabila jumlah oksigen melimpah, apabila
jumlah oksigen tidak mencukupi maka terbentuk karbon monoksida dan uap air
(Anjarsari, 2017).
Kegunaan Alkena antara lain adalah sebagai :
 Dapat digunakan sebagai obat bius (dicampur dengan O2)
 Untuk memasakkan buah-buahan
 Bahan baku industri plastik, karet sintetik, dan alkohol.
(Sridianti, 2013).

 Alkuna
Alkuna yaitu golongan senyawa hidrokarbon alifatik yang mempunyai gugus
fungsi ikatan ganda tiga karbon-karbon (─C ≡ C─). Seperti halnya ikatan rangkap
dua pada alkena, ikatan ganda tiga pada alkunapun disebut ikatan tidak jenuh, tetapi
kejenuhan ikatan ganda tiga pada alkuna lebih tinggi dibanding ikatan rangkap. Salah
satunya adalah etuna yang disebut juga sebagai asetilen dalam perdagangan atau
sebagai pengelasan. Rumus umumnya adalah CnH2n-2 (Anjarsari, 2017).
Alkuna-alkuna suku rendah pada suhu kamar berwujud gas, sedangkan yang
mengandung lima atau lebih atom karbon berwujud gas. Memiliki massa jenis lebih
kecil dari air. Tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut-pelarut organik yang
non polar seperti eter, benzena, dan karbon tetraklorida. Titik didih alkuna makin
tinggi seiring bertambahnya jumlah atom karbon, tetapi makin rendah apabila
terdapat rantai samping atau makin banyak percabangan. Titik didih alkuna sedikit
lebih tinggi dari alkana dan alkuna yang berat molekulnya hampir sama. Reaksi-
reaksi pada alkuna mirip dengan alkena, hanya berbeda pada kebutuhan jumlah
pereaksi untuk penjenuhan ikatan rangkap. Alkuna membutuhkan jumlah pereaksi
dua kali kebutuhan pereaksi pada alkena untuk jumlah ikatan rangkap yang sama
(Rohmadi, 2012).
Kegunaaan dari senyawa alkuna adalah sebagai berikut :
 Gas asetilena (etuna) digunakan untuk bahan bakar las. Ketika asetilena
dibakar dengan oksigen maka dapat mencapai suhu 3000º C. Suhu tinggi
tersebut mampu digunakan untuk melelehkan logam dan menyatukan
pecahan-pecahan logam.
 Asetilena terklorinasi digunakan sebagai pelarut. Asetilena klorida juga
digunakan untuk bahan awal pembuatan polivinil klorida (PVC) dan
poliakrilonitril.
 Karbanion alkuna merupakan nukleofil yang sangat bagus dan bisa digunakan
untuk menyerang senyawa karbonil dan alkil halida untuk melangsungkan
reaksi adisi. Dengan demikian sangat penting untuk menambah panjang
rantai senyawa organik.
(Sridianti, 2013).
Dari penjelasan alkana, alkena dan alkuna diatas sudah jelas bahwa perbedaan
antara senyawa hidrokarbon tersebut adalah ikatan kovalennya, alkana ikatan
kovalennya tidak mempunyai ikatan rangkap, alkena ikatan kovalennya memiliki
ikatan rangkap dua sedangkan alkuna ikatan kovalennya memiliki ikatan rangkap
tiga.
2.3 Paraffin dan Turunannya
Alkohol
Alkohol adalah senyawa turunan alkana, karena satu atom H atau lebih dari
alkana diganti oleh gugus –OH. Alkohol yang mempunyai satu gugus –OH disebut
monoalkohol, sedangkan alkohol yang mempunyai lebih dari satu –OH disebut
polialkohol. Monoalkohol disebut juga alkanol. Alkohol terdiri dari alkohol primer,
alkohol sekunder, dan alkohol tersier. Alkohol primer ialah alkohol yang gugus -OH-
nya terikat pada atom C primer. Alkohol sekunder ialah alkohol yang gugus -OHnya
terikat pada atom C sekunder. Dan alkohol tersier ialah alkohol yang gugus -OHnya
terikat pada atom C tersier (Nivitasya, 2010). Beberapa contoh senyawa alkohol
adalah sebagai berikut.

Eter
Eter dianggap sebagai turunan alkana yang satu atom H diganti oleh gugus
alkoksi (–OR). Rumus umum eter adalah ROR. Jika gugus alkilnya berbeda, alkil
yang dianggap sebagai alkoksi adalah alkil yang rantai C-nya lebih pendek,
sedangkan alkil yang rantainya lebih panjang dianggap sebagai alkana (rantai
pokok). Eter dapat dibuat dengan dehidrasi alkohol primer dengan asam sulfat dan
katalis alumina. Dalam kehidupan sehari-hari eter yang paling banyak digunakan
adalah dietil eter, yaitu sebagai obat bius dan pelarut senyawa nonpolar (Nivitasya,
2010). Beberapa contoh senyawa eter adalah sebagai berikut.
Aldehid
Aldehid adalah senyawa karbon yang mempunyai gugus fungsi R-COH. Aldehid
dapat dibuat dari oksidasi alkohol primer. Oksidator yang digunakan adalah KMnO4
atau K2Cr2O7. Dalam industri secara besar-besaran aldehid dibuat dari uap alkohol
dan udara dengan katalis tembaga atau perak. Alkohol primer dapat dioksidasi
menghasilkan suatu aldehida dengan katalis kalium bikromat dan asam sulfat. Uap
alkohol primer juga dapat dioksidasi menghasilkan suatu aldehida dengan katalis
tembaga panas. Metanal atau formaldehid adalah aldehid yang banyak diproduksi
karena paling banyak kegunaannya. Misalnya untuk membuat formalin yaitu larutan
30–40% formaldehid dalam air. Formalin digunakan untuk mengawetkan preparat-
preparat anatomi (Nivitasya, 2010). Beberapa contoh senyawa aldehid adalah sebagai
berikut.

Keton
Keton adalah senyawa karbon yang mempunyai gugus fungsi — CO —. Keton
dibuat dari oksidasi alkohol sekunder. Oksidator yang digunakan adalah larutan
KMnO4 atau larutan K2Cr2O7. Keton dapat dihasilkan dengan oksidasi alkohol
sekunder. Proses ini memerlukan oksidator kuat seperti kalium permanganat, kalium
dikromat, atau senyawa lain yang mengandung Cr(VI). Alkohol dioksidasi dengan
pemanasan refluks pada larutan asam. Sebagai contoh, 2-propanol dioksidasi
menjadi aseton. Senyawa keton yang paling dikenal dalam kehidupan sehari-hari
adalah aseton (propanon). Kegunaan aseton yaitu sebagai pelarut senyawa karbon,
misalnya untuk membersihkan cat kuku (kutek), melarutkan lilin, dan plastik serta
untuk membuat kloroform (obat bius), iodoform, dan isopren (Nivitasya, 2010).
Contoh dari senyawa ini adalah sebagai berikut.

Ester
Ester memiliki gugus fungsi -COOR-. Ester berisomer fungsi dengan asam
karboksilat karena kedua golongan ini mempunyai rumus molekul yang sama. Ester
dapat dibuat dengan cara mereaksikan asam karboksilat dengan alkohol memakai
katalisator asam sulfat. Reaksi ini disebut pengesteran (esterifikasi). Senyawa ester
dengan rantai pendek (ester yang berasal dari asam karboksilat suku rendah dengan
alkohol suku rendah) banyak terdapat dalam buahbuahan yang menimbulkan aroma
dari buah tersebut, sehingga disebut ester buah-buahan. Ester dapat dibuat melalui
reaksi asam formiat (asam metanoat) dengan etanol membentuk etil formiat (etil
metanoat) (Nivitasya, 2010), yang dapat dilihat pada reaksi berikut.

Selain itu ester juga dapat dibuat melalui reaksi asam asetat (asam etanoat)
dengan metanol membentuk metil asetat (metil etanoat) (Nivitasya, 2010).

2.4 Proses Pembakaran Batu Bara


Batu bara merupakan sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang berubah bentuk
yang awalnya berakumulasi di rawa dan tanah gambut. Pembentukan batubara
dimulai sejak Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu Bara)
dikenal sebagai zaman batu bara pertama yang berlangsung antara 360 juta sampai
290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan
serta lamanya waktu pembentukan yang disebut sebagai “maturitas organik” (World
Coal Institute, 2009). Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki potensi
sumber daya alam melimpah. Produksi batubara Indonesia akan mengalami kenaikan
di masa yang akan datang. Prediksi kenaikan produksi batubara di Indonesia
didominasi oleh batubara peringkat rendah (lignit) yaitu sekitar (60-70)% dari total
cadangan batubara. Batubara kualitas rendah belum banyak dieksploitasi karena
masih mengalami kendala dalam transportasi dan pemanfaatan.
Batubara peringkat rendah mempunyai kandungan air total cukup tinggi
sehingga nilai kalor menjadi rendah. Oleh karena itu diperlukan teknologi khusus,
salah satunya adalah menggunakan teknologi gasifikasi dengan sistem fluidizedbed
untuk memanfaatkan batu bara peringkat rendah agar dapat digunakan sebagai
pengganti batubara peringkat tinggi yang cadangannya sudah mulai menipis (Nata,
2015).

Sifat-sifat Kimia Batubara


Sifat kimia dari batubara dapat digambarkan dari unsur yang terkandung di
dalam batubara, antara lain sebagai berikut:
Karbon
Jumlah karbon yang terdapat dalam batubara bertambah sesuai dengan
peningkatan derajat batubaranya, kenaikan derajatnya dari 60% hingga 100%.
Persentase akan lebih kecil daripada lignit dan menjadi besar pada antrasit dan
hampir 100% dalam grafit. Unsur karbon dalam batubara sangat penting peranannya
sebagai sumber panas. Karbon dalam batubara tidak berada dalam unsurnya tetapi
dalam bentuk senyawa. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah karbon yang besar yang
dipisahkan dalam bentuk zat terbang (Nata, 2015).

Hidrogen
Hidrogen yang terdapat dalam batubara berangsur-angsur habis akibat evolusi
metan. Kandungan hidrogen dalam liginit berkisar antara 5%, 6% dan 4.5% dalam
batubara berbitumin sekitar 3% hingga 3,5% dalam antrasit (Nata, 2015).
Oksigen
Oksigen yang terdapat dalam batubara merupakan oksigen yang tidak reaktif.
Sebagaimana dengan hidrogen kandungan oksigen akan berkurang selama evolusi
atau pembentukan air dan karbondioksida. Kandungan oksigen dalam lignit sekitar
20% atau lebih. Sedangkan dalam batubara berbitumin sekitar 4% hingga 10% dan
sekitar 1,5% hingga 2% dalam batubara antrasit (Nata, 2015).

Nitrogen
Nitrogen yang terdapat dalam batubara berupa senyawa organik yang terbentuk
sepenuhnya dari protein bahan tanaman asalnya dan jumlahnya sekitar 0,55% hingga
3%. Batubara berbitumin biasanya mengandung lebih banyak nitrogen dari pada
lignit dan antrasit (Nata, 2015).

Sulfur
Sulfur dalam batubara biasanya dalam jumlah yang sangat kecil dan
kemungkinan berasal dari pembentuk dan diperkaya oleh bakteri sulfur. Sulfur dalam
batubara biasanya kurang dari 4%, tetapi dalam beberapa hal sulfurnya bisa
mempunyai konsentrasi yang tinggi. Sulfur terdapat dalam tiga bentuk, yaitu :
 Sulfur Piritik (Piritic Sulfur), Sulfur Piritik biasanya berjumlah sekitar 20%
hingga 80% dari total sulfur yang terdapat dalam makrodeposit (lensa, urat, kekar,
dan bola) dan mikrodeposit (partikel halus yang menyebar).

 Sulfur Organik, Sulfur Organik biasanya berjumlah sekitar 20% hingga 80%
dari total sulfur, biasanya berasosiasi dengan konsentrasi sulfat selama pertumbuhan
endapan.

 Sulfat Sulfur, Sulfat terutama berupa kalsium dan besi, jumlahnya relatif
kecil dari seluruh jumlah sulfurnya.
(Nata, 2015).
Reaksi Pembakaran Batu Bara
Karbon (C) terbakar sempurna menjadi CO2 menurut persamaan:
C + O2 → CO2
Hidrogen (H) terbakar menjadi H2O menurut persamaan:
4 H + O2 → 2H2O
Belerang (S) terbakar berdasarakan persamaan:
S + O2 → SO2
(Nata, 2015).

2.5 Mengidentifikasi Alkana Alkena dan Alkuna


Untuk mengidentifikasi perbedaan alkana, alkuna, dan alkana, maka dapat
dilihat dari sifat fisika dan sifak kimia bahan tersebut.

Sifat-sifat alkana
a. Sifat Fisis Alkana
- Pada suhu kamar meta (CH4) sampai butana (C4H10) berwujud gas, pentana
(C5H12) sampai heptadekana (C17H36) berwujud cair, dan lebih dari C17
berwujud padat.
- Semakin bertambahnya jumlah atom karbon titik didih dan titik lelehnya
semakin tinggi.
- Larut dalam pelarut non polar misalnya CCl4

b. Sifat Kimia Alkana


- Bersifat stabil sehingga sulit bereaksi dengan zat lain, maka dikenal dengan
nama parafin. (asal katanya parum affinis = daya gabungnya kecil)
- Apabila dibakar sempurna akan menghasilkan gas CO2 dan H2O .
CH4 + O2 → CO2 + 2H2O
2C2H6 + 7O2 → 4CO2 + 6 H2O
- Secara umum dapat dirumuskan
CnH2n + n + O2 → nCO2 (n + 1) H2O
- Alkana dapat mengalami reaksi substitusi (reaksi pertukaran) dengan unsur
halogen (F, Cl, Br, I). Yakni reaksi jika 1 atau lebih atom H diganti oleh atom
hologen.
CH4 + Cl2 → CH3Cl + HCl
Metil klorida atau klorometena
CH3Cl + Cl2 → CH2Cl2 + HCl
Metil diklorida atau diklorometana
CH2Cl2 + Cl2 → CHCl3 + HCl
Kloroform atau triklorometana
CHCl3Cl2 → CCl4 + HCl
Karbon tetra klorida atau tetraklorometana
(Rohmadi, 2012).

Sifat Alkena
a. Sifat Fisis Alkena
- Alkena memiliki sifat fisis yang sama dengan alkena (lihat kembali sifat
fisis), tapi lebih reaktif (Arief, 2012).

b. Sifat Kimia Alkena


- Jika dibakar dapat menghasilkan gas CO2 dan air (H2O)
C2H4 + 3O2 → 2CO2 + 2H2O
2C3 H6 + 9O2 → 6CO2 + 6H2O
- Alkena dapat mengalami reaksi addisi, yaitu reaksi pemecahan ikatan
rangkap menjadi ikatan tunggal.
Contoh:
H2C = CH2 + H2 → H3C – CH3
Etena Etana
(Rohmadi, 2012).

Sifat alkuna
a. Sifat Fisis Alkuna
Sifat-sifat fisis pada alkuna sama dengan sifat fisis pada alkana maupun alkena.
Titik didih alkuna makin tinggi seiring bertambahnya jumlah atom karbon, tetapi
makin rendah apabila terdapat rantai samping atau makin banyak percabangan. Titik
didih alkuna sedikit lebih tinggi dari alkana dan alkuna yang berat molekulnya
hampir sama (Arief, 2012).

b. Sifat Kimia Alkuna


- Alkuna jika dibakar dapat menghasilkan gas CO2 dan H2O
Contoh:
2C2H2 + 4O2 → 4CO2 + 2H2O
(Rohmadi, 2012).

2.6 Reaksi Kimia Pada Senyawa Hidrokarbon dan Non Hidrokarbon


Minyak mentah (crude oil) yang baru keluar dari sumur eksplorasi mengandung
bermacam-macam zat kimia yang berbeda baik dalam bentuk gas, cair maupun
padatan. Lebih dari separuh (50-98%) dari zat-zat tersebut adalah merupakan
hidrokarbon. Senyawa utama yang terkandung di dalam minyak bumi adalah alifatik,
alisiklik dan aromatik. Minyak mentah mengandung senyawa hidrokarbon dan
sisanya merupakan senyawa non-hidrokarbon (Sulfur, Nitrogen, Oksigen dan
beberapa logam berat seperti Pb, V, Ni dan Cu). Reaksi kimia yang terjadi pada
senyawa hidrokarbon berbeda dengan reaksi kimia pada senyawa non-hidrokrabon
(Agustina, 2014). Reaksi kimia pada senyawa hidrokarbon meliputi reaksi adisi,
substitusi, eliminasi, dan penataan ulang. Sedangkan reaksi pada senyawa non-
hidrokarbon terdiri dari reaksi dengan air, dan reaksi dengan asam-asam encer.
Reaksi Kimia Pada Senyawa Hidrokarbon
1. Reaksi Adisi
Reaksi adisi terjadi apabila dua molekul bergabung menjadi satu molekul baru
tanpa ada pengurangan atom. Contoh reaksi ini adalah reaksi yang terjadi pada
senyawa alkena.
CH3CH2C=CH2 + HCl → H3C-CH2CH-CH2
| |
Cl H
(Wardiyah, 2016).
2. Reaksi Substitusi
Reaksi substitusi terjadi bila 2 molekul bereaksi menghasilkan dua produk baru
yang merupakan pergantian atau pertukaran suatu gugus atom oleh gugus atom
yang lain.
CH3CH2C=CH2 + Br-Br → CH3CH2Br + H-Br
etana
etana bromoetana
(Wardiyah, 2016).

3. Reaksi Eliminasi
Reaksi eliminasi merupakan kebalikan dari reaksi adisi, bila reaksi adisi terjadi
dari molekul dengan ikatan rangkap yang akan menjadi ikatan tunggal. Pada reaksi
eliminasi terjadi reaksi dari ikatan tunggal yang akan berubah menjadi ikatan
rangkap karena adanya penghilangan beberapa atom/gugus atom.
H3C-CH2CH-CH2 → CH3CH2CH=CH2 + HCl
| |
Cl H
(Wardiyah, 2016)

4. Penataan ulang (rearrangement)


Reaksi penataan ulang terjadi apabila molekul mengalami penataan ikatan tanpa
adanya penambahan, penghilangan, atau penggantian gugus atom, hanya akan terjadi
perpindahan / perubahan posisi gugus atom. Pada reaksi penataan ulang akan
menghasilkan suatu isomer.

Katalis asam
CH3-CH2-CH-CH2 ↔ CH2CH=CH2CH3
1-Butena 2-Butena
(Wijaya dkk., 2009)
Reaksi Pada Senyawa Non-Hidrokarbon
1. Reaksi X2O (Oksida) dengan air
Oksida-oksida dasar yang sederhana jika bereaksi dengan air akan menghasilkan
hidroksida logam. Sebagai contoh, lithium oksida bereaksi dengan air menghasilkan
larutan lithium hidroksida yang tidak berwarna.
X2O + H2O → 2XOH
(Wijaya dkk., 2009)

2. Reaksi X2O (Oksida) dengan asam-asam encer


Oksida-oksida sederhana ini semuanya bereaksi dengan asam menghasilkan
garam dan air. Sebagai contoh, natrium oksida akan bereaksi dengan asam
hidroklorat encer menghasilkan larutan natrium klorida yang tidak berwarna dan air.
X2O + 2HCl → 2XO + H2Cl
(Wijaya dkk., 2009)

3. Reaksi Peroksida dengan air


Jika reaksi berlangsung pada suhu dingin (dan suhu dipertahankan sehingga
tidak meningkat walaupun reaksi-reaksi ini sangat bersifat eksotermis), maka akan
terbentuk hidroksida logam dan hidrogen peroksida. Jika suhu meningkat
(sebagaimana yang akan terjadi kecuali jika peroksida dimasukkan ke dalam air
dengan sangat dan sangat perlahan), maka hidrogen peroksida yang dihasilkan akan
terdekomposisi menjadi air dan oksigen. Reaksi ini bisa berlangsung sangat hebat.
X2O2 + 2H2O → 2XOH + H2O2
(Wijaya dkk., 2009)

4. Reaksi Peroksida dengan asam-asam encer


Reaksi-reaksi peroksida dengan asam-asam encer lebih bersifat eksotermis
dibanding reaksi peroksida dengan air. Pada reaksi ini terbentuk garam dan hidrogen
peroksida. Hidrogen peroksida akan terdekomposisi menghasilkan air dan oksigen
jika suhu meningkat – lagi-lagi, peningkatan suhu ini hampir tidak bisa dihindari.
Reaksi yang hebat pun terjadi.
X2O2 + 2HCl → 2XCl + H2O2
(Wijaya dkk., 2009)

5. Reaksi Superoksida, XO2 dengan air


Reaksi superoksida dari Golongan 1 dengan air akan membentuk hidroksida
logam dan hidrogen peroksida, tapi gas oksigen juga dilepaskan. Sekali lagi, reaksi-
reaksi ini sangat eksotermis dan panas yang dihasilkan tidak dapat dihindarkan
mendekomposisi hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Lagi-lagi, reaksi ini
berlangsung hebat.
2XO2 + 2H2O → 2XOH + H2O2 + O2
(Wijaya dkk., 2009)
6. Reaksi Superoksida dengan asam-asam encer
Reaksi superoksida dengan asam-asam encer bahkan lebih bersifat eksotermis
dibanding reaksinya dengan air. Pada reaksi ini terbentuk sebuah larutan yang
mengandung garam dan hidrogen peroksida bersama dengan gas oksigen. Hidrogen
peroksida kembali terdekomposisi menghasilkan air dan oksigen apabila suhu
meningkat. Reaksi ini berlangsung hebat.
2XO2 + 2HCl → 2XCl + H2O2 + O2
(Wijaya dkk., 2009)

7. Reaksi Sulfur dengan air.


Sulfur terbakar di udara atau oksigen dengan pemanasan perlahan dengan nyala
biru pucat. Ini menghasilkan gas sulfur dioksida yang tak berwarna.
S + O2 → SO2
Jika aliran klor dilewatkan di atas sulfur yang dipanaskan, akan bereaksi
menghasilkan cairan berwarna jingga dengan bau tak sedap, disulfur diklorida, S2Cl2
(Wijaya dkk., 2009)
2S + Cl2 → S2Cl2

8. Reaksi Nitrogen dengan Air


Nitrogen bereaksi dengan sejumlah unsur dengan oksigen menghasilkan nitrit
oksida
N2(g) + O2(g) → 2NO(g)
(Endrinaldi, 2010)

9. Reaksi Pada Logam Berat


Sifat dari logam-logam ini adalah mempunyai afinitas yang besar dengan sulfur
(belerang). Logam-logam ini menyerang ikatan sulfida pada molekul-molekul
penting sel misalnya protein (enzim) ,sehingga enzim tidak berfungsi. Ion-ion logam
berat bisa terikat pada molekul penting membran sel yang menyebabkan
terganggunya proses transpor melalui membran sel (Endrinaldi, 2010).
BAB III
PENUTUP

Hidrokarbon merupakan senyawa kimia yang sangat penting dalam


kehidupan manusia, contoh senyawa kimia yang sangat berguna adalah senyawa
hidrokarbon alifatik jenuh dan tak jenuh seperti alkana, alkena dan alkuna. Senyawa
alkana merupakan komponen utama minyak bumi dan gas alam yang sangat berperan
penting dalam kehidupan manusia. Senyawa alkena banyak digunakan pada industri
plastik, karet dan obat bius sedangkan senyawa alkuna berguna pada polivinil klorida
(PVC) dan bahan bakar pengelasan. Oleh sebab itu, senyawaa hidrokarbon sangat
penting untuk dipahami agar mengetahui fungsi dan manfaat dari masing-masing
komponennya.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Valeni. 2014. Pemanfaatan Karbon Aktif Dari Tempurung Kelapa Sebagai
Adsorben Logam Pb Pada Limbah Tumpahan Minyak Mentah (Crude Oil).
Palembang: Poleteknik Negeri Sriwijaya.
Anjarsari, Putri. 2017. Hidrokarbon (Alkana, Alkena, Alkuna). Yogyakarta :
Universitas Negri Yogyakarta.
Arief, Dwi Aryono. 2012. Alkana, Alkena, Alkuna. perpussktom.blogspot.co.id.
Endrinaldi. 2010. Logam-Logam Berat Pencemaran Lingkungan dan Efek Terhadap
Manusia. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Helwani, Zuchra. 2005. Ekstraksi Senyawa C Aromatik yang Terkandung Dalam
Heavy Gas Oil (HGO) Menggunakan Pelarut Etilen Glikol. Pekanbaru:
Universitas Riau.
Nata, I Gede Wigya. 2015. Performansi Co-Gasifikasi Sirkulasi Fluidized Bed Batu
Bara Dan Limbah Bambu Dengan Variasi Laju Aliran Bahan Bakar. Bali:
Universitas Udayana.
Ningsih, Gustia., Atria Martina., dan Rodesia Mustika Roza. 2015. Isolasi Fungi
Pendegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi dari Sampel Tanah Tercemar
Tumpahan Minyak Bumi. Pekanbaru: Kampus Bina Widya.
Nivitasya. 2010. Senyawa Karbon. https://nivitasya.files.wordpress.com.
Prasojo, Stefanus Layli. 2008. Kimia Organik I. Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta: Yogyakarta.
Rohmadi HM. 2012. Senyawa Hidrokarbon: Alkana, Alkena, Alkuna. Kalimanatan
Tengah: IAIN Palangkaraya.
Sridianti. 2013. Perbedaan Alkana, Alkena, Alkuna. http://usaha321.net/perbedaan-
antara-alkana-alkena-alkuna.html.
Wardiyah. 2016. Kimia Organik. Jakarta: Pudik SDM Kesehatan.
Wiyantoko, Bayu. 2016. Modul Kuliah Kimia Petroleum. Yogyakarta: Universitas
Islam Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai