B. TUJUAN PERCOBAAN
Sebuah larutan untuk dapat dikristalisasi harus berada pada kondisi sangat
jenuh. Sebuah larutan di mana konsentrasi zat terlarut melebihi keseimbangan
(jenuh), konsentrasi zat terlarut pada temperatur tertentu dikenal sebagai
larutan jenuh. Ada empat metode utama untuk menghasilkan larutan sangat
jenuh yang pertama adalah perubahan suhu (terutama pendinginan) kedua
penguapan pelarut ketiga reaksi kimia, dan terakhir mengubah komposisi
pelarut (misalnya dengan penggaraman) kristalisasi dari larutan dapat
dianggap sebagai proses dua langkah. Langkah pertama adalah pemisahan fasa
(pembentukan) dari kristal baru. Yang kedua adalah pertumbuhan kristal ini
menjadi ukuran yang lebih besar. Kedua proses dikenal sebagai nukleasi dan
pertumbuhan kristal. (Tarigan, Sola Fide Gavra, dkk 2016 : 10).
Rekristalisasi adalah metode yang paling penting dalam proses pemurnian
sebab kemudahannya tidak diperlukan alat khusus dan karena keefektifannya.
Kedepannya rekristalisasi akan tetap metoda standar untuk memurnikan
padatan. Metoda ini sederhana, material padayan ini terlarut dalam pelarut
yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat titik didih pelarutnya) untuk
mendapatkan larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas pelahan
didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya
menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan
mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk
mencapai jenuh. Walaupun rekristalisasi adalah metoda yang sangat
sederhana, dalam praktek, bukan berarti mudah dilakukan (Takeuchi,
2006:227).
Hal pertama yang dilakukan untuk membantu rekristalisasi adalah
kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang
besar pada suhu. Misalnya, kebergantungan pada suhu NaCl hampir dapat
diabaikan. Jadi pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan.
Yang kedua kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan
pendinginan karena mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini
penambahan kristal bibit, mungkin akan efektif. Bila tidak ada kristal bibit,
menggaruk dinding mungkin akan berguna.. Ketiga untuk mencegah reaksi
kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non-polar lebih
disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang
buruk untuk senyawa polar. Kita harus hati-hati bila kita menggunakan pelarut
polar. Bahkan bila tidak reaksi antara pelarut dan zat terlarut, pembentukan
kompleks antara pelarut-zat terlarut. Keempat, umumnya, pelarut dengan titik
didih rendah umumnya lebih diinginkan. Namun, sekali lagi pelarut dengan
titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut biasanya
bukan masalah sederhana sehingga kita harus lebih berhati-hati dalam
memilih pelarut yang akan digunakan (Takeuchi, 2006:228).
Kloroform CHCl3 (triklorometana) adalah zat non-polar. Kloroform
memiliki permitivitas yang relatifnya 2 = 4,8. Adapun ukuran khas yang
dimiliki kloroform adalah 0,2 nm dan 0,64 nm. Kloroform ini merupakan
senyawa yang dapat beracun apabila direaksikan dengan asetonitril. Dimana
kloroform menjadi teroksidasi dalam cahaya untuk membentuk fosgen
(Manakov, dkk, 2019 : 91).
Asam karboksilat, RCO2H, adalah senyawa organik dengan gugus
karboksil. Gugus ini mengandung gugus karbonil dan gugus hidroksil.
Senyawa karboksilat cukup penting sebagai bahan dasar sintesis golongan
senyawa lain seperti ester, klorida asam, amida, anhidrida asam, dan nitril.
Senyawa-senyawa ini disebut sebagai derivat atau turunan asam karboksilat
yaitu suatu senyawa yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan asam
karboksilat. Seperti halnya pada aldehid dan keton sifat fisik dari asam
karboksilat dipengaruh oleh gugus karbonilnya. Asam karboksilat bersifat
polar karena mempunyai dua gugus yang bersifat polar yaitu hidroksil (−OH)
dan karbonil (C=O). karena asam karboksilat mampu membentuk ikatan
hidrogen antar molekulnya maupun dengan molekul lain maka memiliki
kelarutan yang tinggi terutama untuk molekul kecil (asam karboksilat 1-4
karbon). Sifat fisik karboksilat tidak hanya ditentukan oleh gugus karbonil
tetapi gugus hidroksil pada karboksilat juga ikut berperan dalam
menentukan sifat fisik dari asam karboksilat. Karena adanya gugus hidroksil
maka asam karboksilat dapat membentuk dimer (sepasang molekul yang
saling berikatan) melalui ikatan hidrogen antar gugus polar dari dua gugus
karboksil (Wardiyah, 2016 : 124).
1. Alat
a. Gelas ukur 10 mL 2 buah
b. Gelas ukur 100 mL 1 buah
c. Erlenmeyer 500 mL 1 buah
d. Erlenmeyer 250 mL 1 buah
e. Gelas kimia 250 mL 1 buah
f. Corong 1 buah
g. Kaca arloji 1 buah
h. Botol semprot 1 buah
i. Pipet tetes 4 buah
j. Stopwatch 2 buah
k. Tabung reaksi 3 buah
l. Spatula 1 buah
m. Hotplate 1 buah
n. Penjepit tabung reaksi 1 buah
o. Neraca analitik 1 buah
p. Thermometer 0-250°C 1 buah
q. Rak tabung reaksi 1 buah
r. Lap kasar 2 buah
s. Lap halus 1 buah
2. Bahan
a. Larutan Natrium Hidroksida 10% NaOH
b. Larutan dioksan C4H8O
c. Aseton C3H6O
d. Isopropil alkohol C3H8O
e. Asetofenon C8H8O
f. Etilasetoasetat C6H10O3
g. Kalium iodida KI
h. Larutan iodium I2
i. Aquades H2O
j. Natrium hipoklorit NaCIO
k. Kertas saring
l. Aluminium foil
m. Tissue
n. Label
E. Prosedur Kerja
1. Pembuatan iodoform
a. Ditimbang Kristal Kalium Iodida sebanyak 10 gram.
b. Kemudian Kristal KI dan 10 mL larutan aseton dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
yang sudah berisi aquades 100 mL.
c. Ditambahkan sedikit demi sedikit larutan Natrium hipoiodit sebanyak 20 mL.
d. Didiamkan selama terbentuknya endapan selama ± 30 menit.
e. Disaring larutan tersebut dengan penyaring biasa.
f. Dicuci Kristal dengan aquades sebanyak 3x.
g. Kemudian, dikeringkan kristal di udara.
h. Hitung presentase kristal.
2. Pengujian Iodoform
a. Disiapkan tiga tabung reaksi.
b. Ketiga tabung tersebut masing – masing dimasukkan 5 tetes isopropil alkohol,
asetofenon dan etilasetoasetat.
c. Kemudian ketiga tabung tersebut ditambahkan dengan dioksan sebanyak 5 mL
kemudian dikocok.
d. Tabung – tabung tersebut ditambahkan lagi dengan 2 mL NaOH 10% lalu
dikocok.
e. Kemudian ketiga tabung tersebut ditambah dengan 10 tetes iodium. Lalu,
dikocok hingga timbul warna coklat tua.
f. Kemudian larutan didiamkan selama 3 menit.
g. Ketiga tabung dipanaskan di dalam air panas 60OC.
h. Kemudian ketiga ditambahkan dengan iodium sebanyak 10 tetes.
i. Kemudian ditambah lagi dengan 2 mL NaOH.
j. Setelah penambahan 2 mL NaOH, ditambahkan lagi 2 mL air (H2O).
k. Larutan diketiga tabung didiamkan lagi selama 3 menit.
l. Amati perubahan yang terjadi.
F. Hasil Pengamatan
1. Pembuatan Iodoform
G. ANALISIS DATA
Diketahui : V C3H6O = 10 mL
Mr C3H6O = 58 g/mol
pC3H6O = 0, 79 g/mL
Massa KI = 10 gram
VKI = 100 mL
Mr KI = 166 g/mol
pKI = 3,12 g/mol
VNaClO = 40 mL
Mr NaClO = 74,44g/mol
pNaClO = 1,11 g/mol
Mr CHI3 = 393,73 g/mol
= 0,79 g/mol x 10 mL
= 7,9 g
massa 7,9 g
n¿ = =0,14 mo l
Mr ! 58 g /mol
massa 312 g
KI m =pxv n¿ = =1,88 mol
Mr ! 166 g /mol
= 312 g
NaClO m = p x v n
massa 44,4 g
¿ = =0,596 g /mol
Mr ! 74 , 44 g/mol
= 1,11 g/mL x 40 mL
= 44,4 g
Reaksi :
= 55,131 g
massa praktek
% renbdemen = x 100 %
massa teori !
0,9
= x 100 %
55,131
= 0,016 x 100%
= 1,632%
H. Pembahasan
Iodoform dapat berwujud padatan pada suhu kamar, nampak berwarna kuning,
dan mempunyai bau yang khas. Iodoform biasanya sering digunakan sebagai
antiseptik (Sunarya, 2011).
1. Pembuatan iodoform
Pada percobaan pembuatan iodoform perlakuan
pertama yang dilakukan, yaitu larutan iodium kalium
iodida (KI) direaksikan dengan H2O (aquades), yang
dimana fungsinya yaitu untuk melarutkan kristal kalium
iodida. Kemudian dikocok, dalam pengocokan ini
berguna untuk mecampurkan larutan agar dapat menjadi
homogeny secara baik. Kemudian, ditambahkan aseton,
yang dimana fungsinya yaitu sebagai penyedia gugus
metil keton dalam pembuatan iodoform. Selain itu juga
penambahan dari larutan aseton ini sendiri sebagai pereaksi yang menyediakan
atom H α yang digantikan oleh senyawa halogen (dalam hal ini yaitu I-). Kemudian
larutan tersebut dikocok lagi, tujuannya yaitu agar larutan dapat berlangsung dan
tercanpur sempurna dan juga agar terjadi tumbukkan antar molekul yang terdapat
dalam campuran tersebut. Kemudian menambahkan larutan Natrium Hipoklorit
(NaClO) yang dimana berfungsi sebagai pereduksi yang dapat bereaksi dengan
larutan kalium iodida yang memiliki sifat kepolaran yaitu yang sama-sama polar.
Selain itu juga penambahan dari NaClO berfungsi untuk bereaksi dengan KI yang
dimana nantinya NaOI yang akan teruarai bereaksi dalam larutan membentuk
NaO+ dan I- yang kemudian bereaksi dengan larutan aseton akan membentuk gugus
asam karboksilat. Setelah itu I- akan bereaksi kembali dengan NaO+ dan H+ dari
gugus aseton membentuk CH3CONa yang merupakan gugus garam karboksilat dan
juga membentuk CHI3 yang merupakan rumus senyawa dari iodoform. Lalu
didiamkan selama 30 menit, perlakuan ini berfungsi untuk menunggu hasil secara
keseruhan reaksi pada larutan, dan akan membentuk endapan berwarna kuning.
Endapan yang dihasilkan berwarna kuning dikarenakan sifat fisik dari iodoform
sendiri, yaitu iodoform merupakan kristal berwarna kuning. Selanjutnya disaring,
fungsi dari penyaringan ini yaitu agar didapatkan kristal hasil pembentukan
iodoform yang dinginkan. Hasil jumlah massa kristal iodoform yang didapatkan
yaitu sebesar 0,3 gram. Sedangkan untuk % rendemen yang diperoleh yaitu 1,8%.
Dari penjelasan di atas maka akan diketahui reaksi
pembentukan iodoform adalah sebagai berikut:
Pada tahap 1 : H3C-CO-CH3 + NaCIO + KI
H3C-CO-CH3 + NaOI + KCI
Pada tahap 2 : CH3COCH3 + NaOI
CH3COCH2I + NaOH
Pada tahap 3 : CH3COCH2I + NaOI
CH3COCHI2 + NaOH
Pada tahap 4 : CH3COCHI2 + NaOI
CH3COCI3 + NaOH
2. Pengujian iodoform
a. Isopropil alkohol
Pada percobaan ini mulanya larutan uji yang digunakan, yaitu larutan
isopropil alkohol. Yang dimana larutan isopropil alkohol ditambah dengan
larutan NaOH 10%. Adapun fungsi dari penambahan larutan NaOH yaitu
untuk memberikan suasana basa pada larutan tersebut. Pada tahap selanjutnya,
yaitu larutan ditambahkan dengan larutan iodium. Selanjutnya dipanaskan,
fungsi dari pemanasan ini aialah agar larutan dapat bereaksi dengan cepat.
Setelah itu larutan ditambah dengan larutan NaOH encer dan akan
menghasilkan larutan tidak berwarna dan tidak adanya suatu endapan.
b. Uji asetofenon
Pada percobaan ini mulanya larutan uji yang digunakan, yaitu asetofenon.
Perlakuan awal yang dilakukan yaitu mencampurkan asetofenon dengan
larutan dioksan. Larutan dioksan ini yang akan bertindak sebagai pelarut dan
penambahan larutan NaOH 10%. Dari penambahan NaOH ini akan
menghasilkan larutan bening dan terdapat pula gelembung gas. Untuk fungsi
dari NaOH itu sendiri yaitu untuk mempercepat jalannya reaksi. Setelah itu
larutan ditambahkan dengan iodium. Iodium ini yang akan berfungsi untuk
menyediakan gugus iodida dan menghasilkan larutan yang berwarna cokelat.
Larutan kemudian dipanaskan pada suhu 600 selama 2 menit, fungsi dari
pemanasan sama seperti percobaan sebelumnya, yaitu untuk mempercepat
jalannya reaksi. Pada teori penambahan larutan NaOH seharusnya
menyebabkan larutan yang di uji akan menjadi bening dan terdapat endapan.
Akan tetapi, pada percobaan kali ini tidak terbentuk endapan dan larutan
tersebut tidak berubah warna jadi bening. Dapat disimpulkan bahwa hasil dari
percobaan yang diperoleh berbeda dengan teori. Hal ini dikarenakan adanya
kesalahan perlakuan dari praktikan yang kurang teliti dalam mereaksikan
larutan tersebut.
c. Etil Asetoaselat
Pada percobaan ini mulanya larutan uji yang digunakan, yaitu
asetoasetat. Perlakuan awal yang dilakukan yaitu mencampurkan etilasetat
dengan larutan dioksan. Etilasetat ditambahkan oleh larutan diokson yang
dimana larutan dioksan ini berfungsi sebagai pelarut. Kemudian
menambahkan larutan NaOH yang dapat mempercepat laju reaksi dan
memberikan suasana basa pada larutan. Kemudian menambahkan iodium
yang dimana berfungsi sebagai penyedia gugus iodida, hasilnya yaitu
larut berwarna coklat. Setelah itu larutan dipanaskan dan terdapat larutan
berwarna kuning pucat. Setelah ini menambahan larutan NaOH encer
yang dimana menyebabkan larutan akan berwarna kuning pucat dan pada
larutan ini tidak terdapat endapan.
Apabila didasari dengan teori, sejatinya asetoasetat tidak membentuk
endapan karena asetoasetat tidak memiliki atom C alfa. Oleh Karen itu,
Tidak dapat membentuk endapan iodoform. Dapat disimpulkan bahwa
hasil dari percobaan yang diperoleh tentu saja berbeda dengan teori yang
dikarenakan adanya kesalahan perlakuan dari praktikan yang dimana
kurang teliti dalam mereaksikan larutan percobaan.
I. PENUTUP
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan sebelumnya, kami dapat menarik
kesimpulan bahwa:
1. Teknik – teknik dan prinsip kerja kristalisasi zat padat organik yaitu
pengukuran, pemcampuran, pelarutan, pemanasan, pengendapan,
penyaringan, pencucian dan pengeringan.
2. Reaksi haloform adalah suatu reaksi kimia yang melibatkan proses
halogenasi atau penggantian satu atau lebih atom hydrogen dengan atom
dari unsur halogen secara terus-menerus.
3. Diperoleh Isopropil alkohol dan asetofenon menunjukkan hasil yang positif
yang ditandai dengan terbentuknya endapan kuning. Sedangkan
etilasetoasetat memberikan hasil yang negative karena tidak memiliki H
alfa.
SARAN
Diharapkan kedepannya seluruh praktikan dapat melakukan percobaan
pembuatan iodoform.
DAFTAR PUSTAKA
OH
Glukosa
CH2OH
O
H OH
OH H H
H
CH 2OH CH 2OH
H OH O OH OH O
OHH H
O- + OHH H
+
O-
Cu 2O + 3H 2O
HO H
Laktosa Endapan
H OH H OH merah bata
3. tulis rumus molekul sukrosa dan terangkan mengapa dapat menunjukkan hasil
seperti diatas terhadap pereaksi tollen dan benedict
Jawab: Rumus molekul sukrosa adalah C11H22O11. Hasil reduksi antara sukrosa
dengan tollens tidak terbentuk cincin perak pada pengujian benedict juga tidak
terdapat endapan merah bata. Hal ini disebabkan karena pada sukrosa tidak
terdapat gugus aldehid atau gugus keton bebas yang dapat mereduksi tiap ion
anorganik pada pereaksi Cu2+ dalam suasana alkalis, menjadi Cu+, yang
mengendap sebagai Cu2O berwarna merah bata. Begitupun pada pereaksi tollens,
karena ikatan glikosida terbentuk dari hidroksil anomerik dari kedua satuan
monosakarida, sehingga sukrosa tidak menghasilkan cermin perak.
6. apakah makna kalimat “hanya gugus asetil dapat dimasukkan ke dalam molekul
glukosa dan fruktosa”
Jawab: Makna kalimat “lima gugus asetil dapat dimasukkan ke dalam molekul
glukosa dan fruktosa” yaitu bahwa dari beberapa gugus asetil yang ada hanya lima
yang masuk ke dalam molekul glukosa dan fruktosa karena kedua gula tersebut
membentuk ikatan rangkap sehingga hanya lima asetil yang dapat diikat.
7. apakah makna kalimat “hanya delapan gugus asetil dapat dimasukkan kedalam
molekul sukrosa”, bukan sepuluh
Jawab: Maka kalimat “hanya delapan gugus asetil dapat dimasukkan ke dalam
molekul sukrosa” bukan sepuluh yaitu sukrosa memiliki dua cincin flural yang
mana masing – masing cincin mengikat empat gugus asetil, jadi jumlahnya ada
delapan. Dalam satu cincin hanya dapat mengikat empat gugus asetil karena
terdapat satu atom C yang berikatan rangkap dan yang satunya telah berikatan
sehingga hanya tersisa 4 tempat untuk gugus asetil untuk masing – masing cincin
flural.