Anda di halaman 1dari 19

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Organik II dengan judul “Reaksi


Karbohidrat” oleh :
Nama : Arrifah Tri Widyaningsih
NIM : 200105502012
Kelas : Pendidikan Kimia B
Kelompok : V (Lima)
telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten dan
dinyatakanditerima.

Makassar, Oktober 2021


Koordinator Asisten, Asisten,

Julkipli Eko Baskoro Muthmainnah Damsi, S. Pd


NIM. 1713042020
Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Munawwarah, S.Pd., M.Pd.


NIP. 1993 0531 201903 2 019
A. JUDUL PERCOBAAN
Pembuatan iodoform

B. TUJUAN PERCOBAAN

Pada akhir percobaan ini mahasiswa diharapkan dapat memahami mengenai:


1. Prinsip kerja dan teknik-teknik kristalisasi zat padat organic
2. Reaksi haloform
3. Kegunaan reaksi haloform untuk pembuatan haloform dan asam karboksilat,
dan untuk menunjukkan adanya gugus CH3CO dan CH3CHOH.
C. LANDASAN TEORI

Karbon adalah suatu unsur kimia yang dapat membentuk senyawa


lebih banyak di bandingkan unsur lain. Hal ini dikarenakan atom karbon tidak
hanya dapat membentuk ikatan karbon-karbon tunggal, rangkap dua dan
rangkap tiga, melainkan juga bisa di bandingkan unsur lain membentuk
struktur rantai dan cincin. Cabang ilmu kimia yang mempelajari senyawa
karbon adalah kimia organik. Penggolongan senyawa organik dapat dibedakan
menurut gugus fungsi yang dikandungnya. Gugus fungsi adalah sekelompok
atom yang menyebabkan prilaku kimia molekul induk. Molekul yang berbeda
mengandung gugus (atau gugus-gugus) fungsi yang sama mengalami reaksi
yang sama atau serupa jadi, dengan mempelajari sifa-sifat khas beberapa
gugus fungsi, kita dapat belajar dan memahami sifat-sifat dari banyak
senyawa organik (Chang, 2004:332).
Gugus fungsi Halogen diawali dengan kata-kata fluoro-, kloro-, bromo-,
iodo-, dan lain-lain tergantung dari halogennya. Gugus yang lebih dari satu
dinamai dikloro-, trikloro-, dan lain lain dan gugus yang berbeda dinamai
sesuai urutan alfabet. Contohnya, CHCl3 (kloroform) adalah triklorometana.
Anestetik Halotana (CF3CHBrCl) adalah 2-bromo-2- kloro-1,1,1-
trifluoroetana (Roni, Legiso, 2021:150).
Reaksi halogenasi adalah reaksi yang menghasilkan senyawa organik
dengan halogen (X2) Jika terjadi pada ikatan rangkap, maka reaksi yang
terjadi adalah adisi X2 terhadap ikatan rangkap. Reaktivitas relatif X2 terhadap
alkena meningkat dengan bertambahnya subtituen pada ikatan rangkap.
Reaksi diawali dari polarisasi X2 oleh elektron ikatan pada rangkap sehingga
ikatan antar X putus. Dari pemutusan ini terbentuk ion halida dan ion
halonium yang bermuatan positif. ion halonium ini merupakan karbon kation
bertitian. Ion Halida kemudian berperan sebagai nukleofil yang menyerang
karbokation dari sisi yang berlawanan dengan Br sehingga produk reaksi ini
adalah suatu anti-radiasi (Aisyah, 2013 : 51).
Reaksi haloform adalah reaksi kimia yang melibatkan halogenasi terus-
menerus metil aldehida (asetaldehida) atau metil keton (RCOCH3, dengan R
dapat berupa atom hidrogen, gugus alkil atau aril), dalam kehadiran basa yang
menghasilkan haloform (CHX3, dengan X adalah halogen).[1][2][3] Reaksi
dapat digunakan untuk mengubah gugus asetil menjadi gugus karboksil atau
untuk menghasilkan kloroform (CHCl3), bromoform (CHBr3), atau iodoform
(CHI3). Reaksi inilah yang digunakan dalam pembuatan iodoform (Anonym.
2020).
Iodoform berasal dari bahasa Yunani ioeides yang berarti violet, yodium
ditambah dengan latin formika sama dengan semut atau triiodmetana adalah
senyawa organik terhalogenasi dengan yodium. Adapun rumusnya adalah
CHI3. CHI3 ini dahulu memiliki kegunaan sebagai bahan pengobatan (Budacu,
dkk, 2017 : 2379).
Senyawa-senyawa yang mengandung gugus R-COCH 3 atau yang
menghasilkan gugus ini, bisa mengalami oksidasi dalam suatu kondisi
percobaan, misalkan asetaldehid (H-COCH3) atau asetaldehid dari oksidasi
etanol CH3CH2OH, bereaksi dengan natrium hipoyodit membentuk iodoform.
Selain itu, natrium hipoklorit dan natrium hipobromit juga dapat bereaksi
dengan jalan yang sama masing-masing dapat menghasilkan kloroform dan
bromoform. Reaksi-reaksi ini akhirnya dikenal sebagai reaksi haloform.
Dalam percobaan ini iodoform akan dibuat dari aseton CH 3COCH3, yang
kemudian sifat-sifatnya inilah yang ditentukan (Tim Dosen Kimia, 2021 :1-2).
Proses evaporasi merupakan salah satu metode untuk memurnikan
(purifikasi) suatu bahan padat dari pengotornya melalui proses pelarutan dan
kristalisasi. Proses evaporasi ini didasarkan atas kelarutan bahan dalam suatu
pelarut dimana kelarutan bahan tersebut akan naik akibat naiknya suhu
(temperatur) dan sebaliknya kelarutan akan turun pada suhu rendah,
sedangkan bahan pengotor memiliki sifat yang berbeda dimana kelarutan
bahan pengotor akan rendah pada suhu tinggi dan sebaliknya kelarutan akan
tinggi pada suhu rendah. Pada pembentukan kristal, satu molekul kristal
mempunyai afinitas yang tinggi terhadap molekul kristal yang lainnya
sehingga dapat membentuk kristal yang besar. Bahan pengotor mempunyai
bentuk dan ukuran yang berbeda dengan kristal sehingga tidak menjadi satu
kesatuan didalam kristal atau berada diluar kristal yang mengakibatkan
kemurnian kristal dapat tercapai dengan kata lain proses evaporasi ini dapat
menghasilkan produk kristal yang murni tanpa bahan pengotor (Sumada. dkk,
2016 : 32).

Sebuah larutan untuk dapat dikristalisasi harus berada pada kondisi sangat
jenuh. Sebuah larutan di mana konsentrasi zat terlarut melebihi keseimbangan
(jenuh), konsentrasi zat terlarut pada temperatur tertentu dikenal sebagai
larutan jenuh. Ada empat metode utama untuk menghasilkan larutan sangat
jenuh yang pertama adalah perubahan suhu (terutama pendinginan) kedua
penguapan pelarut ketiga reaksi kimia, dan terakhir mengubah komposisi
pelarut (misalnya dengan penggaraman) kristalisasi dari larutan dapat
dianggap sebagai proses dua langkah. Langkah pertama adalah pemisahan fasa
(pembentukan) dari kristal baru. Yang kedua adalah pertumbuhan kristal ini
menjadi ukuran yang lebih besar. Kedua proses dikenal sebagai nukleasi dan
pertumbuhan kristal. (Tarigan, Sola Fide Gavra, dkk 2016 : 10).
Rekristalisasi adalah metode yang paling penting dalam proses pemurnian
sebab kemudahannya tidak diperlukan alat khusus dan karena keefektifannya.
Kedepannya rekristalisasi akan tetap metoda standar untuk memurnikan
padatan. Metoda ini sederhana, material padayan ini terlarut dalam pelarut
yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat titik didih pelarutnya) untuk
mendapatkan larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas pelahan
didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya
menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan
mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk
mencapai jenuh. Walaupun rekristalisasi adalah metoda yang sangat
sederhana, dalam praktek, bukan berarti mudah dilakukan (Takeuchi,
2006:227).
Hal pertama yang dilakukan untuk membantu rekristalisasi adalah
kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang
besar pada suhu. Misalnya, kebergantungan pada suhu NaCl hampir dapat
diabaikan. Jadi pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan.
Yang kedua kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan
pendinginan karena mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini
penambahan kristal bibit, mungkin akan efektif. Bila tidak ada kristal bibit,
menggaruk dinding mungkin akan berguna.. Ketiga untuk mencegah reaksi
kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non-polar lebih
disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang
buruk untuk senyawa polar. Kita harus hati-hati bila kita menggunakan pelarut
polar. Bahkan bila tidak reaksi antara pelarut dan zat terlarut, pembentukan
kompleks antara pelarut-zat terlarut. Keempat, umumnya, pelarut dengan titik
didih rendah umumnya lebih diinginkan. Namun, sekali lagi pelarut dengan
titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut biasanya
bukan masalah sederhana sehingga kita harus lebih berhati-hati dalam
memilih pelarut yang akan digunakan (Takeuchi, 2006:228).
Kloroform CHCl3 (triklorometana) adalah zat non-polar. Kloroform
memiliki permitivitas yang relatifnya 2 = 4,8. Adapun ukuran khas yang
dimiliki kloroform adalah 0,2 nm dan 0,64 nm. Kloroform ini merupakan
senyawa yang dapat beracun apabila direaksikan dengan asetonitril. Dimana
kloroform menjadi teroksidasi dalam cahaya untuk membentuk fosgen
(Manakov, dkk, 2019 : 91).
Asam karboksilat, RCO2H, adalah senyawa organik dengan gugus
karboksil. Gugus ini mengandung gugus karbonil dan gugus hidroksil.
Senyawa karboksilat cukup penting sebagai bahan dasar sintesis golongan
senyawa lain seperti ester, klorida asam, amida, anhidrida asam, dan nitril.
Senyawa-senyawa ini disebut sebagai derivat atau turunan asam karboksilat
yaitu suatu senyawa yang apabila dihidrolisis akan menghasilkan asam
karboksilat. Seperti halnya pada aldehid dan keton sifat fisik dari asam
karboksilat dipengaruh oleh gugus karbonilnya. Asam karboksilat bersifat
polar karena mempunyai dua gugus yang bersifat polar yaitu hidroksil (−OH)
dan karbonil (C=O). karena asam karboksilat mampu membentuk ikatan
hidrogen antar molekulnya maupun dengan molekul lain maka memiliki
kelarutan yang tinggi terutama untuk molekul kecil (asam karboksilat 1-4
karbon). Sifat fisik karboksilat tidak hanya ditentukan oleh gugus karbonil
tetapi gugus hidroksil pada karboksilat juga ikut berperan dalam
menentukan sifat fisik dari asam karboksilat. Karena adanya gugus hidroksil
maka asam karboksilat dapat membentuk dimer (sepasang molekul yang
saling berikatan) melalui ikatan hidrogen antar gugus polar dari dua gugus
karboksil (Wardiyah, 2016 : 124).

D. Alat dan Bahan

1. Alat
a. Gelas ukur 10 mL 2 buah
b. Gelas ukur 100 mL 1 buah
c. Erlenmeyer 500 mL 1 buah
d. Erlenmeyer 250 mL 1 buah
e. Gelas kimia 250 mL 1 buah
f. Corong 1 buah
g. Kaca arloji 1 buah
h. Botol semprot 1 buah
i. Pipet tetes 4 buah
j. Stopwatch 2 buah
k. Tabung reaksi 3 buah
l. Spatula 1 buah
m. Hotplate 1 buah
n. Penjepit tabung reaksi 1 buah
o. Neraca analitik 1 buah
p. Thermometer 0-250°C 1 buah
q. Rak tabung reaksi 1 buah
r. Lap kasar 2 buah
s. Lap halus 1 buah
2. Bahan
a. Larutan Natrium Hidroksida 10% NaOH
b. Larutan dioksan C4H8O
c. Aseton C3H6O
d. Isopropil alkohol C3H8O
e. Asetofenon C8H8O
f. Etilasetoasetat C6H10O3
g. Kalium iodida KI
h. Larutan iodium I2
i. Aquades H2O
j. Natrium hipoklorit NaCIO
k. Kertas saring
l. Aluminium foil
m. Tissue
n. Label

E. Prosedur Kerja
1. Pembuatan iodoform
a. Ditimbang Kristal Kalium Iodida sebanyak 10 gram.
b. Kemudian Kristal KI dan 10 mL larutan aseton dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
yang sudah berisi aquades 100 mL.
c. Ditambahkan sedikit demi sedikit larutan Natrium hipoiodit sebanyak 20 mL.
d. Didiamkan selama terbentuknya endapan selama ± 30 menit.
e. Disaring larutan tersebut dengan penyaring biasa.
f. Dicuci Kristal dengan aquades sebanyak 3x.
g. Kemudian, dikeringkan kristal di udara.
h. Hitung presentase kristal.
2. Pengujian Iodoform
a. Disiapkan tiga tabung reaksi.
b. Ketiga tabung tersebut masing – masing dimasukkan 5 tetes isopropil alkohol,
asetofenon dan etilasetoasetat.
c. Kemudian ketiga tabung tersebut ditambahkan dengan dioksan sebanyak 5 mL
kemudian dikocok.
d. Tabung – tabung tersebut ditambahkan lagi dengan 2 mL NaOH 10% lalu
dikocok.
e. Kemudian ketiga tabung tersebut ditambah dengan 10 tetes iodium. Lalu,
dikocok hingga timbul warna coklat tua.
f. Kemudian larutan didiamkan selama 3 menit.
g. Ketiga tabung dipanaskan di dalam air panas 60OC.
h. Kemudian ketiga ditambahkan dengan iodium sebanyak 10 tetes.
i. Kemudian ditambah lagi dengan 2 mL NaOH.
j. Setelah penambahan 2 mL NaOH, ditambahkan lagi 2 mL air (H2O).
k. Larutan diketiga tabung didiamkan lagi selama 3 menit.
l. Amati perubahan yang terjadi.
F. Hasil Pengamatan
1. Pembuatan Iodoform

No. Perlakuan Hasil Pengamatan

1. Ditimbang 10 gram Kristal KI Kristal berwarna putih


10 gram Kristal KI + 100 mL
2. Larutan tak berwarna
H2O
10 gram Kristal KI + 100 mL
3. Larutan tak berwarna
H2O + 10 mL aseton + dikocok
10 gram Kristal KI + 100 mL
H2O + 10 mL aseton + dikocok +
4. Larutan berwarna putih keruh
40 mL natrium hipoklorit 5% +
dikocok
10 gram Kristal KI + 100 mL
H2O + 10 mL aseton + dikocok +
Terbentuk endapan berwarna
5. 40 mL natrium hipoklorit 5% +
putih keruh
20 mL Natrium Hipoklorit pekat
+ dikocok
10 gram Kristal KI + 100 mL
Kristal padat berwarna kuning
H2O + 10 mL aseton + dikocok +
a. Massa kertas saring kosong =
40 mL natrium hipoklorit 5% +
0,7 gram
20 mL Natrium Hipoklorit
6. b. Massa kertas saring + Kristal
pekat+ dikocok + didiamkan
= 1,6 gram
selama 30 menit + disaring +
c. Massa Kristal = 1,6 gram –
dicuci dengan H20 + dikeringkan
0,7 gram = 0,9 gram
+ ditimbang
2. Pengujian iodoform

No. Perlakuan Hasil Pengamatan


Tabung 1
5 tetes isopropil alkohol + 5 mL
dioksan + 2 mL NaOH 15% + 10 Terbentuk 2 lapisan, yaitu
tetes iodoium 20% + dipanaskan lapisan atas berwarna kuning
1.
selama 3 menit dalam air panas dan lapisan bawah tidak
60ºC + 10 tetes iodium 20% + 2 berwarna.
mL NaOH 15% + 2 mL H2O +
amati
2. Tabung 2 Terbentuk 3 lapisan, lapisan atas
5 tetes asetofenon + 5 mL (coklat), lapisan tengah
dioksan + 2 mL NaOH 15% + 10 (kuning) dan lapisan bawah
tetes iodoium 20% + dipanaskan
selama 3 menit dalam air panas
60ºC + 10 tetes iodium 20% + 2 (tidak berwarna).
mL NaOH 15% + 2 mL H2O +
amati
Tabung 3
5 tetes etil asetat + 5 mL dioksan
+ 2 mL NaOH 15% + 10 tetes
iodoium 20% + dipanaskan
3. Larutan berwarna kuning keruh
selama 3 menit dalam air panas
60ºC + 10 tetes iodium 20% + 2
mL NaOH 15% + 2 mL H2O +
didiamkan

G. ANALISIS DATA
Diketahui : V C3H6O = 10 mL
Mr C3H6O = 58 g/mol
pC3H6O = 0, 79 g/mL
Massa KI = 10 gram
VKI = 100 mL
Mr KI = 166 g/mol
pKI = 3,12 g/mol
VNaClO = 40 mL
Mr NaClO = 74,44g/mol
pNaClO = 1,11 g/mol
Mr CHI3 = 393,73 g/mol

Ditanyakan % rendemen =…………?


Penyelesaian:
C3H6O m= p x v

= 0,79 g/mol x 10 mL
= 7,9 g

massa 7,9 g
n¿ = =0,14 mo l
Mr ! 58 g /mol

massa 312 g
KI m =pxv n¿ = =1,88 mol
Mr ! 166 g /mol

= 3,12 g/mL x 100 mL

= 312 g

NaClO m = p x v n

massa 44,4 g
¿ = =0,596 g /mol
Mr ! 74 , 44 g/mol

= 1,11 g/mL x 40 mL

= 44,4 g

Reaksi :

C3H6O + 3KI + NaClO C2H5ONa + CHI3 + KOI

m : 0,14 1,88 0,596 - -

s : 0,14 0,42 0,14 0,14 0,14

s : - 1,46 0,456 0.14 0,14

CHI3 = 0,14 mol

m CH3 = n CH3 x CHI3

= 0,14 mol x 393,79 g/mol

= 55,131 g

massa praktek
% renbdemen = x 100 %
massa teori !

0,9
= x 100 %
55,131

= 0,016 x 100%
= 1,632%

Jadi, % rendemen yang diperoleh sebesar 1,632%

H. Pembahasan
Iodoform dapat berwujud padatan pada suhu kamar, nampak berwarna kuning,
dan mempunyai bau yang khas. Iodoform biasanya sering digunakan sebagai
antiseptik (Sunarya, 2011).
1. Pembuatan iodoform
Pada percobaan pembuatan iodoform perlakuan
pertama yang dilakukan, yaitu larutan iodium kalium
iodida (KI) direaksikan dengan H2O (aquades), yang
dimana fungsinya yaitu untuk melarutkan kristal kalium
iodida. Kemudian dikocok, dalam pengocokan ini
berguna untuk mecampurkan larutan agar dapat menjadi
homogeny secara baik. Kemudian, ditambahkan aseton,
yang dimana fungsinya yaitu sebagai penyedia gugus
metil keton dalam pembuatan iodoform. Selain itu juga
penambahan dari larutan aseton ini sendiri sebagai pereaksi yang menyediakan
atom H α yang digantikan oleh senyawa halogen (dalam hal ini yaitu I-). Kemudian
larutan tersebut dikocok lagi, tujuannya yaitu agar larutan dapat berlangsung dan
tercanpur sempurna dan juga agar terjadi tumbukkan antar molekul yang terdapat
dalam campuran tersebut. Kemudian menambahkan larutan Natrium Hipoklorit
(NaClO) yang dimana berfungsi sebagai pereduksi yang dapat bereaksi dengan
larutan kalium iodida yang memiliki sifat kepolaran yaitu yang sama-sama polar.
Selain itu juga penambahan dari NaClO berfungsi untuk bereaksi dengan KI yang
dimana nantinya NaOI yang akan teruarai bereaksi dalam larutan membentuk
NaO+ dan I- yang kemudian bereaksi dengan larutan aseton akan membentuk gugus
asam karboksilat. Setelah itu I- akan bereaksi kembali dengan NaO+ dan H+ dari
gugus aseton membentuk CH3CONa yang merupakan gugus garam karboksilat dan
juga membentuk CHI3 yang merupakan rumus senyawa dari iodoform. Lalu
didiamkan selama 30 menit, perlakuan ini berfungsi untuk menunggu hasil secara
keseruhan reaksi pada larutan, dan akan membentuk endapan berwarna kuning.
Endapan yang dihasilkan berwarna kuning dikarenakan sifat fisik dari iodoform
sendiri, yaitu iodoform merupakan kristal berwarna kuning. Selanjutnya disaring,
fungsi dari penyaringan ini yaitu agar didapatkan kristal hasil pembentukan
iodoform yang dinginkan. Hasil jumlah massa kristal iodoform yang didapatkan
yaitu sebesar 0,3 gram. Sedangkan untuk % rendemen yang diperoleh yaitu 1,8%.
Dari penjelasan di atas maka akan diketahui reaksi
pembentukan iodoform adalah sebagai berikut:
Pada tahap 1 : H3C-CO-CH3 + NaCIO + KI 
H3C-CO-CH3 + NaOI + KCI
Pada tahap 2 : CH3COCH3 + NaOI 
CH3COCH2I + NaOH
Pada tahap 3 : CH3COCH2I + NaOI 
CH3COCHI2 + NaOH
Pada tahap 4 : CH3COCHI2 + NaOI 
CH3COCI3 + NaOH
2. Pengujian iodoform

a. Isopropil alkohol
Pada percobaan ini mulanya larutan uji yang digunakan, yaitu larutan
isopropil alkohol. Yang dimana larutan isopropil alkohol ditambah dengan
larutan NaOH 10%. Adapun fungsi dari penambahan larutan NaOH yaitu
untuk memberikan suasana basa pada larutan tersebut. Pada tahap selanjutnya,
yaitu larutan ditambahkan dengan larutan iodium. Selanjutnya dipanaskan,
fungsi dari pemanasan ini aialah agar larutan dapat bereaksi dengan cepat.
Setelah itu larutan ditambah dengan larutan NaOH encer dan akan
menghasilkan larutan tidak berwarna dan tidak adanya suatu endapan.
b. Uji asetofenon
Pada percobaan ini mulanya larutan uji yang digunakan, yaitu asetofenon.
Perlakuan awal yang dilakukan yaitu mencampurkan asetofenon dengan
larutan dioksan. Larutan dioksan ini yang akan bertindak sebagai pelarut dan
penambahan larutan NaOH 10%. Dari penambahan NaOH ini akan
menghasilkan larutan bening dan terdapat pula gelembung gas. Untuk fungsi
dari NaOH itu sendiri yaitu untuk mempercepat jalannya reaksi. Setelah itu
larutan ditambahkan dengan iodium. Iodium ini yang akan berfungsi untuk
menyediakan gugus iodida dan menghasilkan larutan yang berwarna cokelat.
Larutan kemudian dipanaskan pada suhu 600 selama 2 menit, fungsi dari
pemanasan sama seperti percobaan sebelumnya, yaitu untuk mempercepat
jalannya reaksi. Pada teori penambahan larutan NaOH seharusnya
menyebabkan larutan yang di uji akan menjadi bening dan terdapat endapan.
Akan tetapi, pada percobaan kali ini tidak terbentuk endapan dan larutan
tersebut tidak berubah warna jadi bening. Dapat disimpulkan bahwa hasil dari
percobaan yang diperoleh berbeda dengan teori. Hal ini dikarenakan adanya
kesalahan perlakuan dari praktikan yang kurang teliti dalam mereaksikan
larutan tersebut.
c. Etil Asetoaselat
Pada percobaan ini mulanya larutan uji yang digunakan, yaitu
asetoasetat. Perlakuan awal yang dilakukan yaitu mencampurkan etilasetat
dengan larutan dioksan. Etilasetat ditambahkan oleh larutan diokson yang
dimana larutan dioksan ini berfungsi sebagai pelarut. Kemudian
menambahkan larutan NaOH yang dapat mempercepat laju reaksi dan
memberikan suasana basa pada larutan. Kemudian menambahkan iodium
yang dimana berfungsi sebagai penyedia gugus iodida, hasilnya yaitu
larut berwarna coklat. Setelah itu larutan dipanaskan dan terdapat larutan
berwarna kuning pucat. Setelah ini menambahan larutan NaOH encer
yang dimana menyebabkan larutan akan berwarna kuning pucat dan pada
larutan ini tidak terdapat endapan.
Apabila didasari dengan teori, sejatinya asetoasetat tidak membentuk
endapan karena asetoasetat tidak memiliki atom C alfa. Oleh Karen itu,
Tidak dapat membentuk endapan iodoform. Dapat disimpulkan bahwa
hasil dari percobaan yang diperoleh tentu saja berbeda dengan teori yang
dikarenakan adanya kesalahan perlakuan dari praktikan yang dimana
kurang teliti dalam mereaksikan larutan percobaan.

I. PENUTUP
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan sebelumnya, kami dapat menarik
kesimpulan bahwa:
1. Teknik – teknik dan prinsip kerja kristalisasi zat padat organik yaitu
pengukuran, pemcampuran, pelarutan, pemanasan, pengendapan,
penyaringan, pencucian dan pengeringan.
2. Reaksi haloform adalah suatu reaksi kimia yang melibatkan proses
halogenasi atau penggantian satu atau lebih atom hydrogen dengan atom
dari unsur halogen secara terus-menerus.
3. Diperoleh Isopropil alkohol dan asetofenon menunjukkan hasil yang positif
yang ditandai dengan terbentuknya endapan kuning. Sedangkan
etilasetoasetat memberikan hasil yang negative karena tidak memiliki H
alfa.
SARAN
Diharapkan kedepannya seluruh praktikan dapat melakukan percobaan
pembuatan iodoform.
DAFTAR PUSTAKA

Akram Muhammad. Tariq saeed, M. I. (2011). Carbohyddrates. Biochemistry abd


Bioinformatics , 001-003.
Allah Bakhsh Javaid Lakbo, A. H. (2017). Effects of Piperin on the Reducing
and Non-Reducing Sugar and Total Sugar Percentage of Date Jam.
Biology, Agricultural and healthcare, 87.
Arif Mukti Kana Satria, N. R. (2018). Analisis Kandungan Karbohidrat,
Glukosa dan UJi Daya Terima pada Nasi Bakar, Nasi Panggang dan Nasi
biasa. Agroteknologi, 92&94.
Fitriani, A. S. (2020). Analisis Senyawa Kimia pada Karbohidrat. SAINTES, 4852.
Hastuti, S. d. (2016). Buku Ajar Nutrisi Ikan. Semarang: Catur Karya Mandiri.
Minda, A. (2016). Biomolekul Sel Karbohidrat, Protein, dan Enzim. Padang: UNP
Press Padang.
Wahyuni, S. (2017). Biokimia enzim dan Karbohidrat. Lhokseumawe: Unimal
Press.
JAWABAN PERTANYAAN JAWABN PERTANYAAN
1. tulis persamaan reaksi yang dapat menyatakan hasil pengujian tollen terhadap
glukosa Jawab:
CH2OH CH2OH
O
H O H H OH
OH H H OH H H + 2Ag(NH3)2 + OH
H
OH HO HO
H OH H

OH
Glukosa
CH2OH
O
H OH
OH H H
H

+ 2Ag + 4NH3 + H2O


HO Cermin
perak
H OH

2. tulis persamaan reaksi yang dapat menyatakan hasil pengujian benedict


terhadap laktosa Jawab:
2 CH2OH
H OH H O H H O OH OH O
OHH OHH OH H OH H
CH2OH
H O H
OH HO
H
H
+H H
CH OH
CH2OH
H
+ 2Cu2+ + 5 OH-
HO OH
H OH H OH H OH H OH
D-Glukosa D-Glukosa

CH 2OH CH 2OH
H OH O OH OH O
OHH H
O- + OHH H
+
O-
Cu 2O + 3H 2O
HO H
Laktosa Endapan

H OH H OH merah bata

3. tulis rumus molekul sukrosa dan terangkan mengapa dapat menunjukkan hasil
seperti diatas terhadap pereaksi tollen dan benedict
Jawab: Rumus molekul sukrosa adalah C11H22O11. Hasil reduksi antara sukrosa
dengan tollens tidak terbentuk cincin perak pada pengujian benedict juga tidak
terdapat endapan merah bata. Hal ini disebabkan karena pada sukrosa tidak
terdapat gugus aldehid atau gugus keton bebas yang dapat mereduksi tiap ion
anorganik pada pereaksi Cu2+ dalam suasana alkalis, menjadi Cu+, yang
mengendap sebagai Cu2O berwarna merah bata. Begitupun pada pereaksi tollens,
karena ikatan glikosida terbentuk dari hidroksil anomerik dari kedua satuan
monosakarida, sehingga sukrosa tidak menghasilkan cermin perak.

4. terangkan mengapa glukosa dan fruktosa menghasilkan osazon yang sama


Jawab: Glukosa dan fruktosa menghasilkan osazon yang sama karena
monosakarida – monosakarida tersebut mempunyai letak gugus H dan OH yang
sama yaitu pada atom karbon 3, 4 dan 5

5. terangkan mengapa hidrolisis sukrosa dengan asam, kemudian direaksikan


dengan fenilhidrazin berlebih, menghasilkan satu senyawa saja
Jawab: Hidrolisis sukrosa dengan asam, lalu direaksikan dengan fenilhidrazin
berlebih, menghasilkan suatu senyawa saja karena adanya pengaruh asam atau
enzim intervase yang menyebabkan terjadinya pembalikan arah putaran (inversi)
pada bidang polarisasi dari arah putaran kanan (+) menjadi arah putaran kiri (-).
Hal ini karena daya putar ke kiri fruktosa lebih besar daripada daya putar kanan
glukosa. Campuran ini disebut gula invert.

6. apakah makna kalimat “hanya gugus asetil dapat dimasukkan ke dalam molekul
glukosa dan fruktosa”
Jawab: Makna kalimat “lima gugus asetil dapat dimasukkan ke dalam molekul
glukosa dan fruktosa” yaitu bahwa dari beberapa gugus asetil yang ada hanya lima
yang masuk ke dalam molekul glukosa dan fruktosa karena kedua gula tersebut
membentuk ikatan rangkap sehingga hanya lima asetil yang dapat diikat.

7. apakah makna kalimat “hanya delapan gugus asetil dapat dimasukkan kedalam
molekul sukrosa”, bukan sepuluh
Jawab: Maka kalimat “hanya delapan gugus asetil dapat dimasukkan ke dalam
molekul sukrosa” bukan sepuluh yaitu sukrosa memiliki dua cincin flural yang
mana masing – masing cincin mengikat empat gugus asetil, jadi jumlahnya ada
delapan. Dalam satu cincin hanya dapat mengikat empat gugus asetil karena
terdapat satu atom C yang berikatan rangkap dan yang satunya telah berikatan
sehingga hanya tersisa 4 tempat untuk gugus asetil untuk masing – masing cincin
flural.

8. gula apakah yang teradapat didalam larutan setelah dilakukan hidrolisis


terhadap sukrosa? Gula manakah yang mereduksi pereaksi benedict
Jawab: Gula yang terdapat di dalam larutan setelah dilakukan hidrolisis terhadap
sukrosa adalah glukosa dan fruktosa. Glukosa dan fruktosa dapat mereduksi
pereaksi benedict karena glukosa merupakan gula pereduksi yang memiliki gugus
aldehid bebas sedangkan fruktosa memiliki gugus keton bebas.

Anda mungkin juga menyukai