Anda di halaman 1dari 17

PENGGUNAAN ARANG AMPAS BATANG SORGUM MANIS (Sorghum bicolor L.

)
SEBAGAI ADSORBEN LOGAM BERAT Pb(II)

Disusun oleh:

Alexander Souhuat – 20101101012

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

MANADO

2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................3

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................5

1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................................................5

1.4 Manfaat penelitian.............................................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................6

2.1 Sorgum manis (Sorghum bicolor L.).....................................................................................6

2.2 Selulosa..................................................................................................................................7

2.3 Adsorbsi.................................................................................................................................8

2.3.1 Isoterm Adsorpsi.............................................................................................................8

2.4 Logam Berat...........................................................................................................................9

2.5 Timbal (Pb)..........................................................................................................................10

2.6 Spektroskopi Serapan Atom (SSA)......................................................................................10

BAB III METODELOGI...............................................................................................................11

3.1 Alat dan Bahan................................................................................................................11

3.1.1 Alat..........................................................................................................................11

3.1.2 Bahan.......................................................................................................................12

3.2 Rancangan penelitian......................................................................................................12

3.3 Prosedur kerja.................................................................................................................12

3.3.1 Pembuatan Arang Ampas Tebu...............................................................................13

3.3.2 Preparasi logam ion Pb(II).......................................................................................13

3.3.3 Penentuan Kondisi Optimum...................................................................................13


DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Populasi manusia di dunia semakin banyak sehingga memberikan keuntungan


sekaligus kerugian bagi lingkungan. Pertambahan jumlah manusia turut mendorong
pertumbuh industri-industri besar untuk memberikan lapangan pekerjaan sekaligus
memenuhi kebutuhan masyarakat. Diantara limbah industri baik berbentuk cair maupun
asap mengandung Pb (timbal). Selain pada asap sisa pembakaran akibat penggunaan bahan
bakar bernilai oktan rendah, timbal juga muncul dalam industri logam dalam limbah tailing
atau limbah dari pemurnian batuan tambang (ore). Hingga saat ini Pb merupakan salah satu
jenis logam kategori B3 (bahan berbahaya dan beracun).

Pb sedikit demi sedikit apabila masuk kedalam tubuh manusia akan memberikan
efek buruk. Karena logam Pb tidak dibuang apabila sudah masuk ke dalam tubuh akan
terjadi akumulasi. Salah satu gangguan kesehatan pada penderita adalah penurunan pada
sistem saraf, ginjal, darah, bahkan reproduksi.

Pencegahan terhadap yang semakin meluas bahaya pencemaran Pb dapat


diupayakan melalui pengurangan atau reduksi kadar Pb di perairan. Perkembangan
teknologi recovery logam berat terkini diarahkan untuk memanfaatkan bahan baku yang
berpotensi sebagai limbah di lingkungan melalui teknik adsorpsi. Adsorpsi merupakan
fenomena yang melibatkan interaksi fisik, kimia dan gaya elektrostatik antara adsorbat
dengan adsorben pada permukaan adsorben. Gaya tarik-menarik suatu padatan dibedakan
menjadi dua jenis gaya yaitu gaya fisika dan gaya kimia yang masing-masing menghasilkan
adsorpsi fisika (physisorption) dan adsorpsi kimia (chemisorption). Adsorpsi memiliki
beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan metode lainnya, diantaranya memerlukan
biaya yang relatif murah, proses relatif sederhana, efektivitas dan efisiensi tinggi dan
adsorben dapat dipergunakan ulang (regenerasi).

Berbagai metode untuk menghilangkan logam berat dari air limbah telah
dikembangkan, antara lain meliputi pemisahan membran, pertukaran ion, dan elektroforesis
tetapi membutuhkan biaya yang besar dan kurang efektif terutama untuk mengurangi logam
berat dalam larutan (Wang et al., 2005). Proses adsorpsi merupakan teknik pemurnian dan
pemisahan yang efektif dipakai dalam industri. Metode adsorpsi umumnya terjadi
berdasarkan interaksi antara logam dengan gugus fungsional yang ada pada permukaan
adsorben melalui interaksi pembentukan kompleks dan biasanya terjadi pada permukaan
padatan yang kaya akan gugus fungsional seperti –OH, -NH, -SH dan –COOH (Stumm dan
Morgan, 1996).

Pemanfaatan biomaterial dari limbah pertanian sebagai bahan pengganti karbon aktif
ataupun resin penukar ion untuk menyerap senyawa-senyawa beracun telah mulai diteliti.
Berbagai limbah pertanian yang telah digunakan sebagai bahan baku adsorben antara lain
kulit almon (Mehrasbi et al., 2008), kulit jeruk (Liang et al, 2009), jerami padi (Safrianti
dkk, 2012), eceng gondok (Tangio, 2013) dan batang pisang (Ogunleye et al., 2014).

Komponen dari ampas batang sorgum manis diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan penyerap (adsorben) logam berat adalah selulosa yang terdapat pada dinding sel
batang sorgum manis (Windasari, 2009). Selulosa memiliki gugus aktif OH yang mampu
mengikat logam berat. Banyak peneliti telah melakukan studi kemampuan adsorben
selulosa dalam menyerap ion gam berat. (Asrina, 2003) menggunakan adsorben selulosa
dari pelepah pisang gedah untuk menyerap ion Cd. ( Lesbani, dkk. 2013) .enggunakan
adsorben selulosa dari serbuk kayu untuk menyerap ion logam Fe. (Wulandari, 2014)
menggunakan adsorben selulosa dari kulit ketela rambat untuk menyerap ion logam Pb.
Sehingga penggunaan ampas batang sorgum sebagai adsorben merupakan alternatif
pengolahan limbah logam berat karena biayanya relatif murah dan mudah didapat.

Kapasitas adsorpsi dapat ditingkatkan dengan melakukan aktivasi adsorben limbah


pertanian yang akan digunakan. Aktivasi dapat dilakukan dengan menambahkan larutan
basa, larutan asam, senyawa organik dan agen pengoksidasi yang dapat memisahkan
komponen penggganggu sehingga akhirnya dapat meningkatkan efisiensi adsorpsi logam
berat (Shukla dan pai, 2005). Banyak peneliti yang telah mempelajari modifikasi adsorben
alternatif ini. Adsorpsi dari Cd2+ meningkat setelah adsorben sekam padi ditambahkan
NaOH. menggunakan asam nitrat untuk memodifikasi adsorben dari limbah pisang dan
dilaporkan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum dari Cu2+ mencapai 13,46 mg g-1.

Pada penelitian ini, Ampas batang sorgum yang merupakan limbah pertanian
digunakan sebagai adsorben untuk menghilangkan ion Pb (II) dalam larutan. Ampas batang
sorgum yang digunakan diaktivasi dengan menambahkan reagen asam dan basa kemudian
dikarakterisasi mengunakan spektroskopi FTIR untuk mengidentifikasi gugus fungsional
yang ada dalam ampas batang sorgum. Adsorpsi ion Pb (II) dengan ampas batang sorgum
diamati pada kondisi percobaan yang berbeda yaitu pH, waktu adsorpsi, dan konsentrasi
awal Pb (II) ion. Data eksperimen dianalisis dengan menggunakan model isoterm Langmuir
dan Freundlich. Sebagai tambahan, parameter kinetik dan kemampuan penyerapan
maksimum dihitung dan dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah arang ampas batang sorgum dapat digunakan untuk mengadsorpsi logam timbal?
b. Bagaimana pengaruh waktu aktivasi, pH dan waktu kontak optimum untuk mengadsorpsi
logam timbal menggunakan selulosa ampas batang sorgum?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Mengetahui kemampuan arang ampas batang sorgum untuk mengadsorpsi logam timbal.
b. Mengetahui waktu aktivasi adsorben, pH larutan adsorbat, dan waktu kontak optimum
untuk mengadsorpsi logam timbal menggunakan selulosa ampas batang sorgum

1.4 Manfaat penelitian

a. Memberikan informasi tentang daya adsorpsi Pb(II) oleh selulosa dari selulosa ampas
batang sorgum
b. Memberikan inovasi baru adsorben selulosa ampas batang sorgum untuk adsorpsi logam
berat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sorgum manis (Sorghum bicolor L.)

Sorgum manismerupakan tanaman yang mampu beradaptasi luas dan berpotensi


besar dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum sangat efisien dan efektif dalam
memanfaatkan air pada musim kering karena daun sorgum umumnya dilapisi lilin sehingga
mengurangi laju transpirasi dan mempunyai sistem perakaran yang ekstensif (House 1985).
Efisiensi penggunaan airnya cukup tinggi, yaitu 310 kg air/kg berat kering, sedangkan
jagung 370 kg air/kg berat kering (Tessoet al. 2005). Selain itu tanaman sorgum memiliki
gen yang berperan memperlambat proses senescence daun pada kondisi air yang terbatas
sehingga daun dalam kondisi stay-green (Mahalakshmi and Bidinger 2002, Borrel et
al.2006). Tanaman sorgum juga toleran pada kondisi lengas tanah tinggi dan tanah salin
(Almodares et al. 2007a,Almodares et al. 2008, Vasilakoglou et al. 2011), sehingga dapat
dikembangkan pada lahan marginal.

Ampas batang sorgum manis mempunyai kadar selulosa yang cukup tinggi, yaitu 36,92%.

Tabel 1. Komposisi Ampas Batang Sorgum Manis (Almodares, 2009)

Komposisi % Berat kering

Selulosa 36.92

Hemiselulosa 25.88

Lignin 18.53

Gula 11.74

Lainnya 6.93

2.2 Selulosa

Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer berantai panjang polisakarida karbohidrat, dari


β-glukosa. Selulosa merupakan karbohidrat utama yang disintesis oleh tanaman dan
menempati hampir 60% komponen penyusun struktur tanaman. Selulosa tidak dapat dicerna
oleh manusia dan tidak larut dalam air dan pelarut organik, tetapi larut dalam larutan kuprik
hidroksida berammonia (bahan uji Schweitzer), larutan zink klorida, asam hidroklorik.
Selulosa tidak memberikan warna biru dengan iodin (Artati, 2009).Selulosa merupakan
struktur dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu merupakan bahan alam yang paling penting
yang dibuat oleh organisme hidup. Selulosa bahkan dapat diperoleh dalam dunia binatang.

Kadar selulosa tertinggi terdapat dalam rambut biji (kapas, kapok) dan serabut kulit
(rami, flax, henep). Selulosa terdiri dari gugus anhidroglukopiranisa yang bersambung
membentuk rantai molekul. Karena itu selulosa dapat dinyatakan sebagai polimer-linear
glukan dengan struktur rantai yang seragam. Selulosa terdiri dari 10.000 atau lebih unit D-
glukosa yang dihubungkan oleh ikatan (1-4) glikosida. Rantai selulosa memanjang, dan unit-
unit glukosa tersusun dalam satu bidang.

Selulosa pada tumbuhan terdapat di dalam dinding sel pelindung tanaman, terutama
pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa
tidak hanya merupakan polisakarida struktural ekstraseluler yang paling banyak dijumpai
pada dunia tumbuhan, tetapi juga merupakan senyawa yang paling banyak diantara semua
biomolekul pada tumbuhan atau hewan.

Stabilisasi rantai-rantai molekul panjang pada selulosa dalam sistem yang teratur,
yaitu pembentukan struktur supramolekul, ditimbulkan adanya gugus-gugus fungsional yang
dapat mengadakan interaksi satu dengan yang lainnya. Gugus-gugus fungsional tersebut
adalah gugus hidroksil, tiga dari
padanya terikat pada setiap unit
glukosa. Gugus- gugus -OH tersebut
tidak hanya menentukan struktur
supramolekul tapi juga menentukan
sifat-sifat fisika dan kimia selulosa (Fengel, 1995).

Gambar 1. Selulosa

2.3 Adsorbsi

Adsorpsi atau penyerapan adalah proses pemisahan komponen tertentu dari suatu
fluida berpindah ke permukaan zat padat yang menyerap (adsorben). Biasanya partikel-
partikel kecil adsorben ditempatkan dalam suatu hamparan tetap dan fluida dialirkan melalui
hamparan itu sampai adsorben mendekati jenuh dan pemisahan yang dikehendaki tidak
dapat berlangsung lagi. Peristiwa adsorpsi banyak digunakan pada industri kimia, misalnya
pada pemisahan gas, mengurangi kelembaban udara, penghilangan bau, dan penyerapan gas
yang tidak diinginkan dari suatu hasil proses.
Sedangkan pada peristiwa cairan, adsorben digunakan misalnya untuk
menghilangkan warna pada hasil minyak dan pada larutan gula, serta menghilangkan rasa
dan bau air. Adsorpsi dari fase zat cair digunakan untuk memisahkan komponen-komponen
organik dari limbah zat cair, untuk memulihkan hasil-hasil reaksi yang tidak mudah
dipisahkan dengan destilasi dan kristalisasi

2.3.1 Isoterm Adsorpsi

Isoterm adsorpsi merupakan fungsi konsentrasi zat terlarut yang terserap pada
padatan terhadap konsentrasi larutan. Persamaan yang dapat digunakan untuk menjelaskan
data percobaan isoterm dikaji oleh Freundlich, Langmuir, serta Brunauer, Emmet dan Teller
(BET). Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk mempelajari mekanise adsorpsi
adsorpsi fase cair-padat pada umumnya menganut tipe isoterm Freundlich dan Langmuir.
Adsorben yang baik memiliki kapasitas adsorpsi dan presentase penyerapan yang tinggi.
Kapasitas adsorspsi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Q= (C1-C2/m) x V

Sedangkan presentase adsorpsi (efisiensi adsorpsi) dapat dihitung dengan


menggunakan rumus :

%E = (Cawal-Cakhir/Cawal) x 100%

Keterangan :

Q = Kapasitas adsorpsi per bobot molekul (mg/g)

C1 = Konsentrasi awal larutan (mg/L)

C2 = Konsentrasi akhir larutan (mg/L)

m = Massa adsorben (g)

V = Volume larutan (mL)

% E = Efisiensi adsorpsi

2.4 Logam Berat

Berdasarkan daya hantar elektrik, semua unsur kimia yang terdapat dalam sistem
periodik dapat dibagi menjadi 2 golongan (Cotton dan Wilkinson, 1986), yaitu logam dan
non logam. Logam bersifat konduktor yaitu mempunyai daya hantar panas dan elektrik yang
tinggi, sedangkan non logam bersifat isolator. Berdasarkan kerapatannya, logam dapat
dibedakan atas 2 golongan, yaitu logam ringan dan logam berat. Logam berat adalah semua
jenis logam yang mempunyai berat jenis lebih besar atau sama dengan 5 g/cm3, sedangkan
logam yang mempunyai berat jenis kurang dari 5 g/cm3 dikenal sebagai logam ringan.

Istilah logam berat secara khas mencirikan suatu unsur yang merupakan konduktor
yang baik, mudah ditempa, bersifat toksik dalam biologi, mempunyi nomor atom 22-92 dan
terletak pada periode III dan IV dalam sistem periodik unsur kimia

Logam berat adalah unsur-unsur yang umumnya digunakan dalam industri, bersifat
toksik bagi makhluk hidup dalam proses aerobik maupun anaerobik. Berdasarkan sudut
pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua jenis yaitu logam berat esensial
dan non esensial. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam
jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang
berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co,
Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau
beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau
bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain (Widowati dkk., 2008).

Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan manusia,


tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat dalam tubuh serta
besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu menghalangi kerja enzim
sehingga mengganggu metabolisme tubuh, menyebabkan alergi, bersifat mutagen,
karsinogen bagi manusia ataupun hewan (Widowati dkk., 2008).

2.5 Timbal (Pb)

Timbal merupakan salah satu logam berat yang bersifat toksik dan berbahaya bagi
makhluk hidup yang dapat dihasilkan dari indutri metalurgi. Pada hewan dan manusia,
timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi serta
melalui pernapasan dan penetrasi pada kulit. Timbal dalam tubuh manusia dapat
menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin yang dapat
menyebabkan penyakit anemia. Timbal juga dapat menyerang susunan saraf, mengganggu
sistem reproduksi dan kelainan ginjal. Keberadaan timbal dalam perairan dapat merusak
ekosistem perairan dan tidak dapat terbiodegradasi, timbal sangat perlu untuk dihilangkan
dari limbah industri agar diperoleh perairan yang memenuhi standar kualitas yang aman bagi
lingkungan. Konsentrasi standar maksimal yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 492 untuk timbal dalam air minum adalah 0,01 ppm.

Tabel 2. Sifat logam timbal (Pb)

Sifat timbal (Pb) Keterangan

Nomor atom 82

Densitas (g/cm3) 11.34


Titik lebur 327.46

Titik didih 1.749

Logam berat timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara, diantaranya
dari udara yang tercemar, kontaminasi perairan, jalur rantai makanan dan wadah
makanan/minuman yang berlapis kadmium. Timbal dalam tubuh dapat merusak sistem
fisiologis tubuh antara lain sistem urinaria, sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi
darah dan jantung, kerapuhan tulang dan sistem reproduksi (Widowati, 2008).

2.6 Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Pada tahun 1860 Kirchoff dan Bunsen menyatakan bahwa spektrum atom, baik
spektrum emisi maupun spektrum absorpsi dapat digunakan sebagai dasar teknik analisis
unsur selektif. Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika
menelaah garis-garis hitam pada spektrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip
serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh pada tahun
1955 (Khopkar, 2003). Spektroskopi serapan atom (SSA) merupakan metode yang
memanfaatkan fenomena penyerapan energi sinar oleh atom netral dalam bentuk gas sebagai
dasar pengukuran dan sangat tepat digunakan untuk analisis zat pada konsentrasi rendah.
Atom-atom bebas bisa dihasilkan dengan cara menyemprotkan sampel yang berupa larutan
atau suspensi ke dalam nyala. Besarnya kepekatan analit ditentukan dari besarnya
penyerapan berkas sinar garis resonansi yang melewati nyala.
BAB III

METODELOGI

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometri serapan atom
Analyst 700 Perkin Elmer(SSA), shaking incubation (Heidolph Inkubator 1000), ayakan
dengan ukuran partikel 212 µm Retsch, timbangan analitik, pH meter, furnace, kertas saring
whatman, blender, gelas beker, erlenmeyer, labu ukur, pipet ukur, pipet volum dan corong
gelas.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ampas tebu (diambil dari penjual
minuman sari tebu di daerah Bintaro Regensi Tangerang) yang sudah diberikan perlakuan
sebelumnya, larutan simulasi limbah Pb(NO3)2, HNO3 0,1 N, HNO3 1 %, NaOH 10 %,
aquadest, air limbah dan larutan buffer pH 3, 4, 5, 6 dan 7.

3.2 Rancangan penelitian


Gambar 2. Diagaram alir penelitan

3.3 Prosedur kerja


Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Pertama adalah pembuatan adsorben
dari arang ampas batang sorgum. Kedua adalah penentuan kondisi optimum penyerapan ion
logam Pb oleh arang ampas tebu dengan variasi massa arang ampas tebu, pH ion logam,
konsentrasi larutan ion logam dan lama pemanasan. Ketiga, setelah diketahui kondisi
optimum dari masing-masing logam yang akan dianalisis, kemudian penggunaan arang
ampas tebu tersebut diaplikasikan ke dalam limbah, yaitu limbah simulasi dan limbah
laboratorium. Konsentrasi dari masing-masing ion logam dianalisis menggunakan
SpektroskopiSerapan Atom (SSA). Bagan alir penelitian ini ditunjukkan secara sistematis
pada Gambar 2.

3.3.1 Pembuatan Arang Ampas Tebu

Ampas tebu dicuci bersih dengan air yang mengalir, setelah itu dikeringanginkan
selama 1 minggu kemudian dipotong-potong dengan ukuran ± 1 cm, dihaluskan dengan
blender, kemudian diarangkan pada suhu 250°C hingga menjadi serbuk arang selama 2,5
jam. Setelah itu, diayak dengan pengayak menjadi ukuran partikel 212 µm.

3.3.2 Preparasi logam ion Pb(II)

Dibuat larutan campuran dari Pb(NO3)2, dengan konsentrasi 100 mg/L yang
disiapkan secara simulasi masing-masing sebanyak 10 mL.

3.3.3 Penentuan Kondisi Optimum

1. Penentuan Pengaruh Massa Arang Ampas Tebu terhadap Penyerapan Ion


Logam Pb

Adsorben dengan ukuran partikel 212 µm ditimbang masing-masing dengan


massa 0,5 ; 1 dan 1,5 gram, dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian dimasukkan
10 mL larutan ion logam Pb(II) dengan konsentrasi 20 mg/L ke dalam erlenmeyer.
Erlenmeyer diletakkan pada shaker incubation dengan kecepatan pengadukan 180 rpm
pada temperatur ruang (26°C) selama 30 menit. Setelah itu campuran dipisahkan
dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan di
tempatkan pada vial dan ditepatkan volumenya 10 mL dengan akuades dan ditambah 1
tetes asam nitrat p.a sebagai bahan pengawet agar tidak terjadi perubahan-perubahan
pada komposisi larutan dan selanjutnya konsentrasi ion logam Pb(II) diukur dengan
SSA.

2. Penentuan Pengaruh pH Larutan Ion Logam


Adsorben dengan ukuran partikel 212 µm ditimbang dengan massa 0,5 gram,
dimasukkan masing-masingnya ke dalam erlenmeyer dengan larutan pH-nya
samadengan pH larutan ion yang akan dimasukkan. pH dipertahankan dengan
menggunakan larutan buffer pH 3, 4, 5, 6 dan 7 dengan perbandingan 10 : 1 (10 mL
larutan ion logam : 1 mL larutan buffer). Dimasukkan 10 mL larutan ion logam
dengan konsentrasi optimum dengan variasi pH 3, 4, 5, 6 dan 7 ke dalam erlenmeyer.
Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 150-200 rpm pada
temperatur ruang. Setelah itu campuran dipisahkan dengan cara disaring dengan
menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan ditempatkan pada vial dan ditepatkan
volumenya 10 mL dengan akuades sesuai dengan pH larutan, ditambah 1 tetes asam
nitrat p.a sebagai bahan pengawet agar tidak terjadi perubahan-perubahan pada
komposisi larutan dan selanjutnya konsentrasi ion logam diukur dengan SSA.

3. Penentuan Pengaruh Konsentrasi Larutan Ion logam Pb(II)

Adsorben dengan ukuran partikel 212 µm ditimbang dengan massa 0,5 gram,
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Dimasukkan 10 mL larutan ion logam dengan
variasi konsentrasi 20, 40, 60, 80 dan 100 mg/L ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer
diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 180 rpm pada temperatur ruang
(26°C) selama 30 menit. Setelah itu campuran dipisahkan dengan cara disaring dengan
menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan di tempatkan pada vial dan
ditepatkan volumenya 10 mL dengan akuades pH optimum, ditambah 1 tetes asam
nitrat p.a sebagai bahan pengawet agar tidak terjadi perubahan-perubahan pada
komposisi larutan dan selanjutnya konsentrasi ion logam diukur dengan SSA.

4. Penentuan Pengaruh Lama Pemanasan

Adsorben dengan ukuran partikel 212 µm masing-masing ditimbang dengan


massa 0,5 gram, lalu dipanaskan pada suhu 250°C dengan variasi lama pemanasan 1,5;
2; 2,5 dan 3 jam. Dimasukkan 10 mL larutan ion logam dengan konsentrasi optimum,
pH optimum ke dalam erlenmeyer yang telah berisi adsorben. Erlenmeyer diletakkan
pada shaker dengan kecepatan pengadukan 180 rpm pada temperatur ruang (26°C)
selama 30 menit. Setelah itu campuran dipisahkan dengan cara disaring dengan
menggunakan kertas saring. Filtrat hasil saringan di tempatkan pada vial dan
ditepatkan volumenya 10 mL dengan akuades pH optimum, ditambah 1 tetes asam
nitrat p.a sebagai bahan pengawet agar tidak terjadi perubahan-perubahan pada
komposisi larutan dan selanjutnya konsentrasi ion logam diukur dengan SSA.

5. Penentuan Isoterm Adsorpsi


Sebanyak 0,5 g adsorben arang ampas tebu dimasukkan dalam 10 mL larutan
ion tunggal Pb pada beberapa konsentrasi, yaitu 20, 40, 60, 80 dan 100 mg/L ke dalam
erlenmeyer. Kemudian di di shaker selama 30 menit dengan kecepatan 180 rpm pada
temperatur ruang. Campuran disaring dengan menggunakan kertas saring. Filtrat hasil
saringan di tempatkan pada vial dan ditepatkan volumenya 10 mL dengan akuades pH
optimum, ditambah 1 tetes asam nitrat p.a sebagai bahan pengawet agar tidak terjadi
perubahan-perubahan pada komposisi larutan dan selanjutnya konsentrasi ion logam
diukur dengan SSA.

6. Aplikasi Penggunan Arang Ampas Batang Sorgum pada ion logam Pb(II)

Dengan menggunakan kondisi optimum yang diperoleh (massa adsorben dan


lama pemanasan), arang ampas tebu dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian
ditambahkan 10 mL larutan limbah simulasi (konsentrasi 100 mg/L dan pH optimum).
Erlenmeyer diletakkan pada shaker dengan kecepatan pengadukan 180 rpm pada
temperatur ruang (26°C) selama 30 menit. Campuran dipisahkan disaring dengan
menggunakan kertas saring. Filtrat di tempatkan pada vial dan ditepatkan volumenya
10 mL dengan akuades pH optimum, ditambah 1 tetes asam. nitrat p.a sebagai bahan
pengawet agar tidak terjadi perubahan-perubahan pada komposisi larutan dan
konsentrasi ion logam diukur dengan SSA.

DAFTAR PUSTAKA
Almodares, A., & Hadi, M. R. (2009). Productionof Bioethanol from Sweet Sorghum : A
Review. African Journal of Agricultural Research

Asrina, F.E., 2003, Adsorpsi Ion Logam Cd (II) dengan Menggunakan Pelepah Pisang Gedah
(Musa paradisica, L), Skripsi, Jurusan Kimia FMIPA UNSRI, Palembang.

Fengel, D., and Gerd, W., 1995, Kayu, Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Gaol, L.D.L. 2001. Studi Awal Pemanfaatan Beberapa Jenis Karbon Aktif
Sebagai adsorben. Seminar. Depok: FTUI

Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.

Lesbani, A., Andriani, A., Nurlisa, H., dan Risfidian, M., 2013, Studi Adsorpsi Desorpsi Kation
Besi (II) dengan Selulosa Hasil Pemisahan dari Serbuk Kayu, Majalah Ilmiah
Sriwijaya, 24, 17.

Liang, S., Xueyi, G., Ningchuan, F., dan Qinghua, T., 2009, Application of Orange Peel
Xanthate for the Adsorption of Pb2+ from Aqueous Solution, J. Hazard. Mater., 170,
425-429.

Mahalakshmi, V. and F.R. Bidinger. 2002. Evaluation of stay-green sorghum germplasm lines at
ICRISAT. Crop Sci. 42: 965-974.

Ogunleye, O.O., Mary, A.A., Samuel, E.A., 2014, Evaluation of Biosorptive Capacity of Banana
(Musa paradisiaca) Stalk for Lead (II) Removal from Aqueous Solution, J. Envir.
Protection, 5, 1451-1465.

Safrianti, I., Nelly, W., dan Titin, A.Z., 2012, Adsorpsi Timbal (II) oleh Selulosa Limbah Jerami
Padi Teraktivasi Asam Nitrat : Pengaruh pHdan Waktu Kontak, JKK, 1, 1-7.

Stum, W., dan Morgan, J. J., 1996, Aquatic chemistry: Chemical Equilibria in Natural Water,
Third Edition, John Willey & Son, Inc., New York.

Tangio, J.S., 2013, Adsorpsi Logam Timbal (Pb) dengan Menggunakan Biomassa Enceng
Gondok (Eichhorniacrassipes), Jurnal Entropi, 8, 1.

Wang, H. S., Qian-Xiu, Pan, dan Gui-Xiang., 2005, A Biosensor Based on Immobilization of
Horseradish Peroxidase in Chitosan Matrixcross-Linkedwith Glyoxal for Amperometric
Determination of Hydrogen Peroxide, Sensors, 5, 266-276.

Widowati, W., Sastiono, A dan Yusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam.Yogyakarta : Andi.
Windasari, R., 2009, Adsorpsi Zat Warna Tekstil Direct Blue 86 oleh Kulit Kacang Tanah,
Skripsi, Jurusan Kimia FMIPA UNNES, Semarang.

Wulandari, U., dan Budi, E. 2015.Pengaruh Konsentrasi Larutan NaOH pada Karbon Aktif
Tempurung Kelapa untuk Adsorpsi Logam
Cu Skripsi. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Indonesia. Jakarta.
2+.

Anda mungkin juga menyukai