Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kerja Praktik merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
sarjana S1 Teknik Pertambangan di Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas
Jambi. Kerja praktik ini juga merupakan salah satu wujud untuk membangun
kerja sama yang baik antara perguruan tinggi dengan instansi atau
perusahaan. Dalam hal ini pengembangan sumber daya manusia bagi para
mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa yang nantinya akan memegang
kendali di dunia industri yang akan datang.
Upaya untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh di bangku
perkuliahan, maka perlu diadakan suatu aplikasi lebih lanjut melalui kerja
praktik yang dilakukan di salah satu perusahaan yaitu PT NANRIANG, dengan
judul “Studi Sistem Pengolahan dan Pengelolaan Kualitas Air Asam Tambang PT
NANRIANG Kecamatan Muara Tembesi, Kabupaten Batanghari, Provinsi
Jambi”.
Oleh karena itu kami mengharapkan melalui kerja praktik ini dapat
memperoleh hal-hal yang tidak kami dapatkan di perkuliahan. Selain itu juga
dapat mengenal lebih dekat mengenai dunia kerja saat ini, salah satunya
adalah kegiatan pertambangan batubara di Jambi.
Di Jambi, kegiatan pertambangan dilakukan dengan metode tambang
terbuka (open pit mining), yang dimana kegiatannya dilakukan dengan menggali
mineral yang ada pada suatu lahan atau batuan yang berada didekat
permukaan. Terdapat tahapan – tahapan dalam kegiatan penambangan
terbuka, antara lain persiapan, land clearing, pengupasan top soil, stripping
overburden, overburden removal, coal getting, parting removal, backfilling,
spreading, reclamation dan monitoring.
Menurut KepMenLH No.113 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah
Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batubara, batubara adalah bahan
bakar hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuhan dalam lingkungan
bebas oksigen dan terkena pengaruh panas serta tekanan yang berlangsung
lama. Kegiatan penambangan batubara meliputi pengambilan batu bara yang
meliputi penggalian, pengangkutan dan penimbunan baik pada tambang

1
terbuka maupun tambang bawah tanah. Kegiatan pengolahan / pencucian batu
bara adalah proses peremukan, pencucian, pemekatan dan atau penghilangan
batuan/mineral pengotor dan atau senyawa belerang dari batubara tanpa
mengubah sifat kimianya.
Kegiatan penambangan tentu saja banyak menimbulkan dampak negatif
terhadap beberapa unsur lingkungan di sekitar wilayah penambangan, salah
satunya adalah tercemarnya kualitas badan air di sekitar wilayah
penambangan. Lebih lanjut lagi, dampaknya dapat mengganggu kehidupan
biota perairan dan dapat mengakibatkan terjadinya pendangkalan serta
penurunan kemampuan pengaliran yang pada akhirnya dapat mengubah
keseimbangan lingkungan. Dengan demikian, air buangan dari kegiatan
penambangan tersebut tidak dapat dibuang langsung ke lingkungan.
PT NANRIANG sebagai salah satu perusahaan tambang di daerah
Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi yang melakukan eksplotasi tambang
batubara. Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan PT NANRIANG berbentuk
air asam tambang yang dihasilkan dari reaksi batuan / mineral sulfida secara
kimia dan biologi. Air asam tambang merupakan sumber kontaminasi
lingkungan selain mempunyai pH rendah, juga mengandung logam berat. Oleh
karena itu PT NANRIANG membuat sistem pengolahan air limbah tersebut
dengan menggunakan treatment pada settling pond sebelum akhirnya akan
dibuang kembali ke lingkungan perairan dan juga pengelolaan kualitas air asam
tambang tersebut agar tetap berada pada kondisi yang tidak membahayakan.

1.2 Rumusan Masalah


Berikut ini adalah beberapa rumusan masalah yang didapat diambil :
1. Bagaimana pengolahan air asam tambang dari sumber sampai akhir
pengolahan serta operasional pada PT NANRIANG ?
2. Bagaimana metode pengelolaan kualitas air asam tambang pada PT
NANRIANG ?

1.3 Ruang Lingkup Permasalahan


Ruang lingkup permasalahan yang dibahas dalam kerja praktik ini
meliputi:
1. Sumber dan proses terbentuknya air asam tambang.
2. Sistem pengolahan dan pengelolaan air asam tambang PT NANRIANG.

2
1.4 Maksud dan Tujuan
Maksud dari kerja praktek ini adalah untuk mengenal tentang dunia
pertambangan secara umum di PT NANRIANG serta mengaplikasikan secara
langsung teori yang didapatkan di bangku kuliah.
Tujuan dari kerja praktek yang dilakukan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengolahan air asam tambang dari sumber sampai akhir
pengolahan serta operasional dan pemantauannya.
2. Mengetahui sistem pengelolaan kualitas air asam tambang pada PT
NANRIANG.

1.5 Manfaat
1. Bagi PT NANRIANG
a. Hasil analisa dan penelitian yang dilakukan selama kerja praktek
dapat menjadi bahan masukan bagi pihak perusahaan untuk
menentukan kebijaksanaan perusahaan di masa yang akan datang
khususnya di bidang Teknologi Informasi.
b. Perusahaan dapat melibatkan mahasiswa kerja praktek
dalam aktifitas penambangan yang dilakukan.
c. Mengembangkan kemitraan antara Program Studi Teknik
Pertambangan FST-UNJA dengan PT NANRIANG untuk kegiatan
penelitian maupun pengembangan.

2. Bagi Program Studi Teknik Pertambangan FST-UNJA


a. Menciptaka kerjasama yang saling menguntungkan antara PT
NANRIANG dengan Program Studi Teknik Pertambangan FST-UNJA
dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan (link and
match) antara substansi akademik dengan kompetensi yang
dibutuhkan di tempat kerja.
b. Tersusunnya kurikulum perkuliahan Teknik Pertambangan yang
sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
c. Meningkatnya kapasitas dan kualitas pendidikan dengan
menghasilkan peserta didik yang terampil.

3
3. Bagi Mahasiswa Teknik Pertambangan FST-UNJA
a. Mahasiswa dapat menyajikan pengalaman-pengalaman dan data-
data yang diperoleh selama kerja praktek Lapangan ke dalam sebuah
laporan kerja praktek.
b. Mahasiswa dapat mengembangkan dan mengaplikasikan
pengalaman di kerja lapangan untuk dijadikan sebagai bahan
pertimbangan tugas akhir. Mahasiswa dapat mengenalkan dan
membiasakan diri terhadap suasana kerja sebenarnya sehingga
dapat membangun etos kerja yang baik, serta sebagai upaya untuk
memperluas cakrawala wawasan kerja.
c. Mahasiswa mendapat gambaran tentang kondisi real dunia kerja dan
memiliki pengalaman terlibat langsung dalam aktivitas industri.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Asam Tambang


Air Asam Tambang (AAT) yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan Acid
Mine Drainage (AMD) atau Acid Rock Drainage (ARD) terjadi sebagai hasil dari
proses fisika dan kimia yang cukup kompleks yang mengakibatkan
terbentuknya air yang bersifat asam (tingkat keasaman yang tinggi dan sering
ditandai dengan nilai pH yang rendah di bawah 4) sebagai hasil dari oksidasi
mineral sulfida yang terpapar (exposed) di udara dengan kehadiran air.
Air asam tambang merupakan limbah pencemar lingkungan yang terjadi
akibat aktifitas pertambangan. Limbah ini terjadi karena adanya proses oksidasi
bahan mineral pirit (FeS2) dan bahan mineral sulfida lainnya yang tersingkap
ke permukaan tanah dalam proses pengambilan bahan mineral tambang. Proses
kimia dan biologi dari bahan-bahan mineral tersebut menghasilkan sulfat
dengan tingkat kemasaman yang tinggi. Secara langsung maupun tidak
langsung tingkat kemasaman yang tinggi mempengaruhi kualitas lingkungan
dan kehidupan organisme. (Muhammad Yusron, 2009).
Kualitas air digunakan sebagai pembanding dalam usaha pemantauan
ketika tambang sedang berjalan. Pengukuran kualitas air dapat ditentukan dari
beberapa faktor yaitu :
1. Temperatur
Temperatur yang terukur adalah suhu yang dianggap normal pada daerah
tersebut.
2. Derajat keasaman (pH)
Nilai pH menunjukkan derajat keasaman dalam air dinyatakan sebagai
logaritma konsentrasi ion H+. Larutan bersifat asam bila nilai pH kurang
dari 7 dan larutan bersifat basa bila nilai pH lebih dari 7.
3. Kekeruhan dan padatan terlarut
Kekeruhan, muatan padat tersuspensi dan residu terlarut merupakan sifa
fisik air yan saling berkait. Semakin tinggi muatan padat tersuspens maka
semakin tinggi nilai residu terlarut dan kekeruhan air.
4. Daya hantar listrik (DHL) atau Electro Conductivity (EC)
Daya hantar listrik menggambarkan jumlah ion-ion yang larut dalam air.

5
5. DO
Oksigen terlarut merupakan O2 bebas yang terdapat dalam perairan dan
secara kimia tidak bereaksi dengan air serta berperan dalam proses
penguraian bahan organik secara biologis.
6. Logam
Kandungan logam-logam dapat mempengaruhi kehidupan biota air
terutama logam berat yang dapat meracuni manusia. Pada aktivitas
pertambangan parameter logam berat yang umum adalah Besi (Fe) dan
Mangan (Mn).

Air asam tambang mengandung besi dan mangan, dimana kedua logam
tersebut secara kimiawi serupa dan mereka menyebabkan masalah yang sama.
Besi akan menyebabkan noda berwarna coklat kemerahan pada cucian,
porselen, piring, peralatan, dan bahkan barang pecah belah. Mangan bertindak
dengan cara yang sama tetapi menyebabkan noda hitam kecoklatan. Sabun dan
detergen tidak menghilangkan noda ini, dan penggunaan pemutih malah
menambah noda.
Adapun ciri - ciri air yang mengandung zat besi (Fe) dan mangan (Mg) :
1. Air Bau
2. Air Keruh
3. Air Menimbulkan endapan berwarna kuning (kadar besi), endapan
berwarna hitam( zat mangan)
4. Air terdapat lapisan minyak diatasnya (kadar besi)
5. Air keluar berwarna kuning (kadar besi tinggi)
6. Air keluar jernih setelah didiamkan beberapa lama berubah menjadi
kuning (kadar besi rendah)
Sumber-sumber air asam tambang ini antara lain berasal dari kegiatan-
kegiatan sebagai berikut :
1. Air dari lokasi penambangan (Pit Area)
Lapisan batuan akan terbuka sebagai akibat dari terkupasnya lapisan
tanah penutup, sehingga sulfur yang terdapat dalam batubara akan mudah
teroksidasi dan bila bereaksi dengan air akan membentuk air asam tambang.
2. Air dari lokasi penimbunan (Disposal Area)
Timbunan batubara dapat menghasilkan air asam tambang karena
adanya kontak langsung dengan udara bebas yang selanjutnya terjadi pelarutan

6
akibat adanya air. Masalah ini berkaitan erat dengan proses pembentukan
batubara dimana pembentukan batubara terdapat sulfur dan mineral pengotor
yang berupa mineral sulfide. Air lokasi penimbunan ini merupakan sumber air
utama air asam tambang.

2.2 Proses Terbentuknya Air Asam Tambang


Pada pertambangan batubara, lokasi yang paling berpotensi menghasilkan
air asam tambang adalah pit area dan disposal area. Pit area merupakan lokasi
dimana dilakukannya penambangan, sedangkan disposal area adalah lokasi
penumpukan batuan-batuan yang tidak digunakan.
Batuan-batuan yang tidak digunakan tersebut biasanya tergolong PAF
(Potentially Acid Forming) dan NAF (Non Acid Forming). Batuan yang tergolong
PAF biasanya dijauhkan dari udara, sebisa mungkin batuan ini tidak terkontak
langsung dengan oksigen dan air agar tidak teroksidasi membentuk air asam
tambang. PAF merupakan batuan yang berpotensi menghasilkan air asam
tambang, sedangkan NAF merupakan batuan yang tidak berpotensi membentuk
air asam tambang.
Air asam tambang terbentuk saat mineral sulfida tertentu yang ada pada
batuan terpapar dengan kondisi dimana terdapat air dan oksigen (sebagai faktor
utama) yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan menghasilkan air
dengan kondisi asam. Hasil reaksi kimia ini, beserta air yang sifatnya asam,
dapat keluar dari asalnya jika terdapat air penggelontor yang cukup, umumnya
air hujan yang pada timbunan batuan dapat mengalami infiltrasi/perkolasi. Air
yang keluar dari sumbernya inilah yang lazimnya disebut dengan istilah air
asam tambang tersebut.
Berdasarkan hal tersebut diatas, apabila air asam tambang keluar dari
tempat terbentuknya dan masuk ke sistem lingkungan umum (diluar tambang),
maka beberapa faktor lingkungan dapat terpengaruhi, seperti: kualitas air dan
peruntukannya (sebagai bahan baku air minum, habitat biota air, sumber air
untuk tanaman, dan sebagainya); kualitas tanah dan peruntukkanya (sebagai
habitat flora dan fauna darat), dan sebagainya.
Air asam tambang terbentuk karena selama proses penambangan, mineral
sulfida teroksidasi oleh oksigen menjadi asam sulfat yang terlarut ke dalam air.
Karakteristik kimia terbentuknya air asam tambang, yaitu:

7
1. Nilai pH yang rendah
2. Konsentrasi logam terlarut yang tinggi, seperti logam besi, aluminium,
mangan, cadmium, tembaga, timbal, seng, arsenik dan merkuri
3. Nilai acidity yang tinggi (50 - 1500 mg/L CaCO3)
4. Nilai keasaman/sulphate yang tinggi (500 - 10.000 mg/L
5. Nilai salinitas (1 - 20 mS/cm)
6. Konsentrasi oksigen terlarut yang rendah
Adapun pada tabel berikut mineral – mineral sulfida penghasil asam yang
paling umum :
Tabel 2.1 Mineral Sulfida Penghasil Asam

Mineral Komposisi
Pirit FeS2
Markasit FeS3
Kalkopirit CuFeS2
Kalkosit Cu2S
Spalerit ZnS
Galena PbS
Milerit NiS
Arsenopirit FeAsS
Sinabar HgS

Gambar 2.1 Sulfida Sebelum dan Setelah Penambangan (Sumber: Dian


Burhani, 2013)

8
Proses terbentuknya air asam tambang dapat terjadi secara kimia dan
biologi. Proses secara kimia terjadi karena oksidasi mineral-mineral sulfida
(dalam bentuk pirit) yang menyebabkan keasaman dari air asam tambang dapat
dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.2 Mekanisme Pembentukan Air Asam Tambang (Sumber: Nurul


Irfani, 2011)

Mekanisme pembentukan air asam tambang :


1. FeS2 + 7/2 O2 + H2O → Fe2+ + 2 SO42- + 2 H+
Pirit teroksidasi membentuk asam (2H+), sulfat dan besi ferrous T(Fe 2+)
2. FeS2 + ¼ O2 + H+ → Fe3+ + 1/2 H2O
Besi ferrous akan teroksidasi membentuk besi ferri (Fe 3+) dan air pada
suasana asam,
3. Fe3+ + 3 H2O → Fe(OH)3 ↓ + 3 H+
Besi feri (Fe3+) di hidroksida dan membentuk hidroksida besi dan asam,
4. FeS2 + ¼ Fe3+ + H2O→15Fe2+ +2SO42- +16H+ ↓
Hasil reaksi 2 akan bereaksi dengan pirit yang ada, dimana besi feri
bertindak sebagai katalis, sehingga terbentuk besi ferrous, sulfat, dan asam.
Sedangkan pembentukkan air asam tambang secara biologi terjadi karena
pH yang cukup rendah (keasaman tinggi). Kondisi ini memacu pertumbuhan
bakteri pengoksidasi sulfur (menjadi sulfat) seperti Thiobaccilus ferroxidan,
Sulfolobus, Acidianus, dan bakteri lainnya. Bakteri ini menyerang kristal pirit
sehingga semakin mudah teroksidasi.

9
Persamaan reaksi terbentuknya air asam tambang berdasarkan aktivitas
biologi sebagai berikut :
FeS2 + H2O + 7/2 O2 → Fe2+ + 2 SO42-
Fe2+ + ¼ O2 + 5/2 H2O T.Ferroxidans → Fe(OH)3 + 2 H+ +

FeS2 + 7/2 H2O + 15/4 O2 → Fe(OH)3 ↓ + 2 H2SO4

Dari reaksi kimia dan biologi di atas dapat dilihat bagaimana


terbentuknya asam sulfat (H2SO4) yang merupakan asam kuat, dengan adanya
kadar asam sulfat ini menyebabkan air yang mengalir pada daerah yang terjadi
proses kimia dan biologi tersebut akan bersifat asam, inilah yang disebut air
asam tambang. Air asam tambang ini dapat dikenal dari warna jingga atau
merah dari endapan besi hidroksida di dasar aliran atau bau belerang, tetapi ini
tidak selalu terjadi karena ada air asam tambang yang warnanya agak jernih.
Kondisi asam yang terjadi karena reaksi kimia dan biologi tersebut
menyebabkan mineral – mineral basa seperti K, Na, Ca dan Mg mengendap, dan
mineral – mineral seperti Fe, Mn, Al, Cu, Zn, Cd, Zn, Cd, Ni, dan Hg terlarut.
Jika mineral ini terbawa ke sumber air maka akan merusak produktivitas
biologis sistem akuatik tersebut. Jika parah, air menjadi tidak aman konsumsi
dan penggunaan lain, seperti irigasi, industri, dan rekreasi.
Faktor penting yang mempengaruhi terbentuknya air asam tambang di
suatu tempat, diantaranya adalah konsentrasi, distribusi, mineralogi dan
bentuk fisik dari mineral sulphida, keberadaan oksigen, termasuk dalam hal ini
adalah asupan dari atmosfer melalui mekanisme adveksi dan difusi, jumlah dan
komposisi kimia air yang ada, temperatur, dan mikrobiologi. Dengan
memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
pembentukan air asam tambang sangat tergantung pada kondisi tempat
pembentukannya. Perbedaan salah satu faktor tersebut diatas menyebabkan
proses pembentukan dan hasil yang berbeda. Terkait dengan faktor iklim di
Indonesia, dengan temperatur dan curah hujan yang tinggi di beberapa lokasi
dimana terdapat kegiatan penambangan, proses pembentukan air asam
tambang memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara-negara lain,
karena memiliki kondisi iklim yang berbeda.

10
2.3 Dampak Air Asam Tambang terhadap Lingkungan dan Makhluk Hidup
Salah satu masalah yang dihadapi oleh industri pertambangan adalah
adanya air asam tambang. Kegiatan pertambangan seperti pengupasan tanah
penutup (overburden), penggalian batubara, serta waste material menyebabkan
tersingkapnya tanah/batuan yang mengandung mineral sulfida , antara lain
berupa pirit (pyrit) dan markasit (marcasite). Mineral sulfida tersebut
selanjutnya bereaksi dengan oksigen dan air membentuk air asam tambang. Air
asam tambang tersebut akan mengikis tanah dan batuan yang mengakibatkan
larutnya berbagai logam seperti besi (Fe), kadmium (Cd), mangan (Mn), dan seng
(Zn). Oleh karena itu, selain memiliki pH yang rendah (nilainya berkisar antara
1,5 hingga 4), air asam tambang juga mengandung logam-logam dengan
konsentrasi tinggi, sehingga dapat berakibat pada kesehatan masyarakat dan
lingkungan jika tidak dikelola dengan baik (Juari, 2006; Marganingrum &
Noviardi, 2010).
Permasalahan lingkungan yang ditimbulkan karena pengaruh air asam
tambang baik selama kegiatan penambangan adalah menurunnya kualitas air
tanah, air permukaan terutama jika dialirkan ke sungai akan berdampak pada
biota yang ada di perairan, terutama masyarakat yang tinggal di daerah aliran
sungai yang memanfaatkan air sungai untuk keperluan rumah tangga.
Dampak yang dapat ditimbulkan akibat air asam tambang adalah
terjadinya pencemaran lingkungan, dimana komposisi atau kandungan air di
daerah yang terkena dampak tersebut akan berubah sehingga dapat
mengurangi kesuburan tanah, mengganggu kesehatan masyarakat sekitarnya,
dan dapat mengakibatkan korosi pada peralatan tambang.
Air asam tambang berdampak terhadap lingkungan, yaitu; biotik, abiotik,
dan sosial. Dampak biotik yaitu tumbuhan tidak dapat tumbuh subur atau
bahkan mati. Ikan tidak dapat hidup di lingkungan dengan pH rendah.
Sedangkan dampak abiotik dapat mempercepat korosi pada peralatan tambang
dapat mengurangi produktivitas kinerja alat. Dan dampak sosial yaitu air tidak
dapat dipergunakan oleh masyarakat dan dapat menyebabkan penyakit,
misalnya; diare, kerusakan pada gigi.
Derajat keasaman tanah yang telah tercemar akibat air asam tambang ini
akan semakin meningkat, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh karena
derajat keasaman tanahnya terlalu tinggi. Apabila air asam tersebut mencemari
air tanah maupun aliran air sungai dimana masyarakat memanfaatkan air

11
tersebut maka dapat mengganggu kesehatan masyarakat sekitar, diantaranya
dapat menimbulkan penyakit diare maupun penyakit lainnya yang
berhubungan dengan pencernaan. Sedangkan air asam tambang juga dapat
mempercepat proses pengkaratan pada peralatan tambang, sehingga perlu
penanganan agar pengaruh yang ditimbulkan dari air asam tersebut tidak
merusak peralatan tambang.

2.4 Sistem Pengolahan dan Pengelolaan Air Asam Tambang


Air Asam Tambang akan berbahaya jika sampai ke perairan dan
mencemari lingkungan serta sumber air. Menangani air asam tersebut, maka
perlu adanya sistem pengolahan air asam tambang sebelum di buang ke
perairan. Selain itu juga dilakukannya pengelolaan agar kualitas air asam
tambang terjaga dan tetap pada kondisi yang tidak berbahaya.
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun
2003 bahwa setiap penanggungjawab usaha atau kegiatan pertambangan wajib
melakukan pengolahan air limbah yang berasal dari kegiatan penambangan dan
air limbah yang berasal dari kegiatan pengolahan/pencucian, sehingga mutu air
limbah yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah.
Salah satunya adalah kewajiban setiap penanggung jawab usaha dan atau
kegiatan pertambangan batubara untuk mengelola air yang terkena dampak
dari kegiatan penambangan melalui kolam pengendapan (pond).

Tabel 2.2 Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Penambangan Batubara

Parameter Satuan Kadar Maksimum


pH 6–9
Residu tersuspensi mg/l 400
Besi (Fe) total mg/l 7
Mangan (Mn) total mg/l 4
(Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113
Tahun 2003)

12
2.4.1 Sistem Pengolahan Air Asam Tambang
Pengolahan air asam tambang diperlukan agar air limbah dari
pertambangan yang menjadi air asam tambang tersebut memenuhi baku mutu
lingkungan sebelum dilepaskan ke badan perairan alami (lingkungan).
Pengolahan air asam tambang pada umumya digolongkan menjadi dua yaitu
pengolahan aktif (active treatment) dan pengolahan pasif (passive treatment)
(Johnson & Barrie, 2005).

Gambar 2.3 Alternatif Pemilihan Pengolahan Air Asam Tambang (Sumber:


Johnson and Hallberg, 2005a Dalam Newcombe 2009)

2.4.1.1 Active Treatment


Active Treatment merupakan sistem pengolahan air asam tambang dengan
perlakukan membubuhkan bahan kimia untuk dapat menetralkan air asam
tambang tersebut. Penetralan air asam dapat menggunakan bahan kimia
diantaranya seperti Limestone (Calcium Carbonat), Hydrate Lime (Calcium
Hydroxide), Caustic Soda (Sodium Hydroxide), Soda Ash Briquettes (Sodium

13
Carbonate), Anhydrous Ammoni. Bahan kimia tersebut dapat menetralkan pH
dan logam berat yang terkandung dalam AAT.

a. Limestone (Calcium Carbonat)


Limestone atau biasa dikenal dengan batu gamping telah digunakan
selama berpuluh-puluh tahun untuk menaikkan pH dan mengendapkan logam
di dalam air asam. Penggunaan limestone merupakan penanganan yang
termurah, teraman dan termudah dari semua bahan-bahan kimia. Kekurangan
dari limestone ini ialah mempunyai keterbatasan karena kelarutan yang rendah
dan limestone terlapisi.

b. Hydrate Lime (Calcium Hydroxide)


Hydrated lime adalah suatu bahan kimia yang sangat umum digunakan
untuk menetralkan air asam. Hydrated lime sangat efektif dari segi biaya dan
keadaan acidity yang tinggi. Bubuk hydrated lime adalah hydrophobic, begitu
lama pencampuran diperlukan untuk membuat hydrated lime dapat larut
dalam air. Hydrated lime mempunyai batasan keefektifan dalam beberapa
tempat dimana suatu pH yang sangat tinggi diperlukan untuk mengubah logam
seperti mangan.

c. Caustic Soda (Sodium Hydroxide)


Caustic Soda merupakan bahan kimia yang biasa digunakan dan sering
dicoba lebih jauh (tidak mempunyai sifat kelistrikan), kondisi aliran yang
rendah. Caustic menaikkan pH air dengan sangat cepat, sangat mudah larut
dan digunakan dimana kandungan mangan merupakan suatu masalah.
Penggunaannya sangat sederhana, yaitu dengan cara meneteskan cairan
caustic ke dalam air asam, karena kelarutannya akan menyebar di dalam air.
Kekurangan utama dari penggunaan cairan caustic untuk penanganan air asam
ialah biaya yang tinggi dan bahaya dalam penanganannya. Penggunaan caustic
padat lebih murah dan lebih mudah dari pada caustic cair.

d. Soda Ash Briquettes (Sodium Carbonate)


Sodium Carbonate biasanya digunakan dalam debit kecil dengan
kandungan besi yang rendah. Pemilihan soda ash untuk penanganan air asam
biasanya berdasar pemakaian sebuah kotak atau tong dengan air masuk dan
buangan.

14
e. Anhydrous Ammonia
Anhydrous Ammonia digunakan dalam beberapa cara untuk menetralkan
acidity dan untuk mengendapkan logam-logam di dalam air asam. Ammonia
diinjeksikan ke dalam kolam atau kedalam inlet seperti uap air, kelarutan
tinggi, rekasi sangat cepat dan dapat menaikkan pH. Ammonia memerlukan
asam (H+) dan juga membentuk ion hydroxyl (OH-) yang dapat bereaksi dengan
logam-logam membentuk endapan. Injeksi ammonia sebaiknya dekat dengan
dasar kolam atau air inlet, karena ammonia lebih ringan dari pada air dan naik
kepermukaan. Ammonia efektif untuk membersihkan mangan yang terjadi pada
pH 9,5.

f. Penggunaan Tawas Sebagai Bahan Koagulan


Air asam dalam kegiatan penambangan juga bisa dipastikan akan
memiliki kekeruhan yang sangat tinggi, oleh karena itu untuk menurunkan
kekeruhannya dapat menggunakan bahan kimia seperti alum atau lebih dikenal
dengan tawas atau rumus kimianya (Al2SO4)3. Tawas merupakan bahan
koagulan yang paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis,
mudah diperoleh dipasaran serta mudah penyimpanannya. Jumlah pemakaian
tawas tergantung kepada turbidity (kekeruhan) air. Semakin tinggi turbidity air
maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Makin banyak dosis tawas
yang ditambahkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam
sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara pH 5,8 -7,4. Apabila
alkalinitas alami dari air tidak seimbang dengan dosis tawas perlu ditambahkan
alkalinitas.

Gambar 2.4 Settling Pond dengan Active Treatment

15
Adapun spesifikasi settling pond sebagai berikut:
Tabel 2.3 Spesifikasi Settling Pond
Tipe Kolam
Parameter Aerobic Aerobic Aerobic maturation Aerobic Aerobic
low rate high rate facultative Anaerobic pond
Lapisan
intermittent intermittent intermittent
Aliran air permukaan
campuran campuran campuran
campuran
Luas (Acre) < 10 0,5 – 2 2,0 – 10 2,0 – 10 0,5 – 2
Waktu
detensi 10 - 40 4-6 5 - 20 5 - 30 20 - 50
(hari)
kedalaman
3-4 1 - 1,5 3–5 4-8 8 – 16
(feet)

pH 6,5 - 10,5 6,5 - 10,5 6,5 - 10,5 6,5 - 8,5 6,5 - 7,2
Suhu (C) 0 - 30 5 - 30 0 - 30 0 - 50 6 - 50
(Sumber: Daniel Alhabsy, 2011)

2.4.1.2 Passive Treatment


Pada pengolahan pasif, tidak lagi membutuhkan penambahan bahan
kimia secara terus menerus. Ini akan mengurangi peralatan operasional dan
pemeliharaan. Pengolahan secara pasif mengandalkan terjadinya proses bio-
geokimiawi, yang berlangsung menerus secara alami dalam peningkatan pH dan
pengikatan serta pengendapan logam-logam terlarut. Jadi jelas, saat ini sistem
pasif tercatat paling efektif dan efisien.
Pada sistem pengolahan pasif, terdapat 2 (dua) proses utama yang
menyebabkan terjadinya peningkatan pH, yakni larutnya batu gamping dan
reduksi sulfat secara biologis. Kedua proses ini menghasilkan alkalinitas dalam
bentuk bikarbonat (HCO3-) sebagai senyawa penetral. Adapun mekanisme
terjadinya penurunan logam terlarut, dimungkinkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Proses oksidasi dan hidrolisis logam yang menyebabkan terjadinya
pengendapan logam
2. Interaksi antara sulfida (S2-) yang dihasilkan pada proses reduksi sulfat
dengan logam bervalensi 2 (seperti Fe2+ dan Mn2+) membentuk logam
sulfida yang mengendap.
3. Proses adsorpsi logam oleh bahan organik (kompos)

16
4. Proses biosorpsi logam oleh vegetasi tumbuhan air dan mikroorganisme,
seperti bakteri, fungi, dan alga yang tumbuh pada lapisan bahan organik.

Selain memperbaiki kualitas air asam tambang, teknologi pengolahan


pasif berupa wetland, menjadi lingkungan baru bagi kehidupan flora dan fauna
lainnya, seperti ikan, katak, dan serangga. Namun demikian, terdapat 2 (dua)
hal utama yang harus diperhatikan dalam penerapan pengolahan pasif tersebut,
yaitu:
• Kualitas dan debit air asam tambang yang akan diolah
• Ketersediaan dan topografi yang area yang ada
Kedua faktor ini, akan menjadi parameter penentu terhadap jenis, ukuran
dan desain sistem pengolahan yang sesuai dengan karakteristik masing-masing
area.

Gambar 2.5 Settling Pond dengan Passive Treatment

2.4.2 Sistem Pengelolaan Air Asam Tambang


Metode pengelolaan air asam tambang secara umum terbagi menjadi
metode pencegahan dan metode penanganan. Metode pencegahan terjadinya air
asam tambang pada dasarnya merupakan upaya untuk menghindari serta
menghambat adanya faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya air asam
tambang, sedangkan metode penanganan air asam tambang merupakan upaya
yang dilakukan untuk menangani serta mengurangi dampak yang ditimbulkan
oleh air asam tambang yang sudah terlanjur terbentuk di lingkungan.

17
2.4.2.1 Metode Pencegahan
Metode pencegahan air asam tambang antara lain yaitu dengan
karakterisasi batuan, penempatan selektif overburden, serta inhibisi bakteri.
Karakterisasi batuan bertujuan untuk mengidentifikasi batuan yang berpotensi
membentuk asam (PAF) dan batuan yang tidak berpotensi membentuk asam
(NAF). Dengan mengetahui distribusi jenis-jenis batuan yang ada berdasarkan
karakteristiknya dalam pembentukan air asam tambang, maka akan dapat
disusun perencanaan untuk pencegahan air asam tambang yang baik yang
dilakukan sejak tahap eksplorasi hingga pasca tambang. Untuk dapat
mengidentifikasi batuan tersebut maka diperlukan pengujian terhadap batuan
tersebut.
Upaya selanjutnya dalam metode pencegahan terbentuknya air asam
tambang yaitu dengan penempatan selektif overburden. Setelah diketahui jenis
batuan yang ada berdasarkan hasil uji yang dilakukan, maka batuan yang
berpotensi membentuk asam dan batuan yang tidak berpotensi membentuk
asam harus ditimbun secara terpisah di tempat yang berbeda. Lokasi
penimbunan batuan yang berpotensi membentuk asam atau lokasi lain yang
berkemungkinan untuk terkontaminasi harus ditempatkan jauh dari lokasi
tangkapan air bersih. Timbunan batuan yang memiliki potensi membentuk
asam kemudian diperlakukan sedemikian mungkin untuk mencegahnya kontak
langsung dengan udara dan air, misalnya dengan encapsulation dan layering.
Pada metode enkapsulasi, batuan/material PAF akan dipadatkan kemudian
dilapisi oleh material NAF serta bahan sintetik lain yang dapat mencegah aliran
air masuk dan terjadi kontak langsung dengan material PAF. Pada lapisan
paling atas yaitu lapisan top soil, yang kemudian akan ditanami vegetasi untuk
mencegah terjadinya erosi.
Metode lain yaitu dengan inhibisi bakteri. Pembentukan air asam tambang
dipengaruhi oleh keberadaan bakteri, terutama bakteri Thiobacillus
ferrooxidans. Penghentian aktivitas bakteri ini akan menghentikan reaksi kimia
pembentukan air asam.

2.4.2.2 Metode Penanganan


Pengolahan air asam tambang dapat digolongkan menjadi pengolahan
aktif (active treatment), pengolahan pasif (passive treatment), dan pengolahan di
tempat (in situ treatment). Pengolahan aktif air asam tambang yaitu penanganan

18
air asam tambang dengan melakukan penambahan bahan kimia yang bersifat
basa. Untuk mengondisikan pH antara 6 – 9 maka diperlukan penambahan
basa melalui :
• Proses netralisasi yang merupakan reaksi penggabungan ion dengan cara
mencampurkan air asam tambang dengan ion hidroksil.
• Oksidasi yaitu dengan merubah ion Fe2+ menjadi Fe3+
• Presipitasi

Berikut merupakan beberapa contoh teknologi pengolahan pasif:


• Lahan Basah Aerobik (Aerobic wetland)
• Lahan Basah Anaerobik (Anaerobic wetland)
• Anoxic Limestone Drain (ALD)
• Oxic Limestone Drain (OLD)
• Open Limestone Channel (OLC)
• Successive Alkalinity Producing System (SAPS)
(Sumber: Satrania M. & Rini I.P, 2012)

Keuntungan dari penggunaan pengolahan aktif dibandingkan dengan


pengolahan pasif yaitu:
• Waktu detensi pada proses pengolahan aktif lebih cepat.
• Area yang diperlukan tidak terlalu besar karena waktu detensi yang cepat.
Kekurangan dari pengolahan aktif untuk air asam tambang dibanding
pengolahan pasif yaitu:
• Memerlukan biaya yang lebih besar.
Keuntungan dari penggunaan pengolahan pasif dalam mengolah air asam
tambang yaitu:
• Biaya yang diperlukan relatif lebih rendah
• Perawatan secara periodik tidak terlalu sering dilakukan
• Dapat menyesuaikan kontur lahan
Kekurangan dari penggunaan pengolahan pasif yaitu sebagai berikut:
• Memerlukan lahan yang lebih besar daripada yang menggunakan
pengolahan aktif.
• Efisiensi pengolahan cenderung tidak stabil dibandingkan dengan proses
pengolahan aktif.

19
BAB III

METODOLOGI

3.1 Studi Literatur


Studi literatur yang digunakan adalah dengan mengambil bahan atau
sumber bacaan dari buku-buku resmi atau referensi sebagai masukan utama.

3.2 Pengumpulan Data


1. Data Primer, merupakan sumber data yang diperoleh langsung
sebagai hasil dari pengamatan maupun pengukuran, yaitu menghitung
cycle time alat muat dan alat angkut.
2. Data Sekunder, merupakan sumber data yang diperoleh secara tidak
langsung melalui media perantara (dalam hal ini diperoleh dan dicatat
oleh pihak perusahaan). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan
atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter)
yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan, yaitu seperti
spesifikasi alat gali, alat muat dan alat angkut yang dipakai, kapasitas
bucket, peta lokasi penambangan dan data curah hujan.

3.3 Pengambilan Data


1. Observasi dan pengukuran, observasi dilakukan dengan melibatkan
semua indera (penglihatan, pendengaran, penciuman, pembau maupun
perasa) sedang pengukuran umum menggunakan bantuan alat atau
instrument.
2. Wawancara atau diskusi, dilakukan secara lisan dengan sumber data
baik secara tatap muka maupun tidak secara tatap muka.
3. Dokumen, pengambilan data melalui dokumen tertulis maupun
elektronik dari perusahaan. Dokumen diperlukan untuk mendukung
kelengkapan data yang lain.

3.4 Interpretasi Data


Hasil pengumpulan dan pengambilan data di lapangan tersebut kemudian
diolah dan dianalisis yang selanjutnya diinterpretasi dengan didasarkan atas
teori-teori dalam pertambangan.

20
3.5 Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan kegiatan kerja praktek direncanakan berlangsung
selama kurang lebih dua bulan, yakni sejak tanggal 11 Juli 2017 sampai 1 1
September 2017, dengan mekanisme hari dan jam kerja yang berlaku di PT
Seluma Prima Coal. Rincian kegiatan yang akan dilaksanakan adalah sebagai
berikut :

Tabel 3.1 Rencana Kegiatan dan Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek

Waktu Pelaksanaan

Rencana Kegiatan Juli Agustus September


Kerja Praktek Minggu Ke-

II III IV I II III IV I II

Persiapan dan Perkenalan

Kerja Praktek dan

Pengumpulan Data
Studi Literatur

Pengolahan dan Analisis

Data
Interpretasi dan Diskusi

Tahap Akhir dan

Pembuatan Laporan
Presentasi, Perbaikan dan

Pengesahan Laporan

3.6 Bagan Alir


Berikut adalah beberapa tahapan kegiatan yang akan dilakukan
selama kerja praktek :

21
Mulai

Buku
Studi
Literatur
Jurnal

Data Primer
Pengumpulan
Data
Data Sekunder

Observasi

Pengambilan Wawancara
Data

Dokumen

Sistem pengolahan air asam tambang

Interpretasi

Sistem pengelolaan kualitas air asam tambang

Kesimpulan Dan
Saran

Selesai

22
DAFTAR PUSTAKA

Burhani, Dian. 2011. Acid Mine Neutralizer: Penanganan Air Asam Tambang.
http://missd33dee-pensieve-nyagw.blogspot.com/
Tanggal akses 31 Agustus 2014
Irfani, Nurul. 2011. Analisis Air Asam Tambang Batubara Kalimantan.
Universitas Padjadjaran Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi
Jatinangor
Johnson, D. Barrie & Kevin B. Hallberg. 2005. Acid Mine Drainage Remediation
Options : a review. Science of the Total Environment 338. School of
Biological Sciences, University of Wales, Bangor’ An International Journal
of Environment
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 Tentang Baku
Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan Atau Kegiatan Pertambangan Batubara.
Marganingrum, Dyah & Noviardi, R. 2010. Pencemaran Air dan Tanah Di
Kawasan Pertambangan Batubara Di PT. Berau Coal Kalimantan Timur.
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. (Riset Geologi dan Pertambangan),
http://www.geotek.lipi.go.id/riset. 2010
Diakses tanggal 31 Agustus 2014
Yusron, M. 2009. Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan Biofilm Bakteri
Pereduksi Sulfat. Skripsi. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

23

Anda mungkin juga menyukai