PENDAHULUAN
Page 1
selanjutnya dialirkan ke perairan umum. Pengolahan AAT dapat dilakukan
dengan melakukan proses pengapuran (metode aktif). Selain itu, proses
pengolahan AAT juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode wetland atau
menggunakan media tanaman air sebagai proses pengolahan (metode pasif).
PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. telah melakukan pengolahan AAT dengan
metode aktif dan pasif pada beberapa KPL, salah satunya adalah KPL Stockpile 1
Oleh sebab itu, penulis melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Pengolahan
Air Asam Tambang Pada Kolam Pengendapan Lumpur Stockpile 1 Pt. Bukit
Asam, Tbk. Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
1.2.2 Manfaat
Adapun manfaat kerja praktik ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Perusahaan
Hasil analisa dan penelitian yang dilakukan selama Kerja Praktek
dapat menjadi bahan masukan bagi pihak Perusahaan untuk
menentukan kebijakasanaan Perusahaan di masa yang akan datang
khusunya di bidangpengelolaan lingkungan.
Page 2
2. Bagi Mahasiswa
1. Memenuhi salah satu syarat kurikulum prodi Teknik
Lingkungan untuk menempuh study strata 1.
2. Mahasiswa dapat menyajikan pengalaman dan data-data yang
diperoleh selama Kerja Praktek kedalam sebuah Laporan Kerja
Praktek.
3. Memberikan pemahaman bagaimana sistem pengolahan air
asam tambang di perusahaan PT Bukit Asam, Tbk.
4. Mahasiswa dapat mengembangkan dan mengaplikasikan
pengalaman di kerja lapangan untuk dijadikan sebagai bahan
pertimbangan Tugas Akhir.
5. Mahasiswa dapat mengenalkan dan membiasakan diri terhadap
suasana kerja sebenarnya sehingga dapat membangun etos
kerja yang baik, serta sebagai upaya untuk memperluas
cakrawala wawasan kerja.
Page 3
4. Mengevaluasi kegiatan yang terjadi pada setiap kompartemen, inlet dan
outlet KPL Stockpile 1.
Page 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Page 5
mineral silica seperti mica juga memiliki kemampuan menyerap asam tetapi
dalam kapasitas yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan karbonat
(Anonim, 2014).
3. Faktor tersier
Faktor tersier adalah kondisi fisik (material, topografi wilayah, iklim dan
lain-lain) yang secara signifikan mempengaruhi proses oksidasi mineral
silfida sehingga memiliki potensi penyebaran ke wilayah yang lebih luas.
Pada factor tersier ini, hujan dan temperature merupakan faktor yang paling
signifikan pengaruhnya.Seperti diketahui bahwa kecepatan oksidasi mineral
sulfide yang terjadi dalam air jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan
kecepatan oksidasi mineral sulfide yang terjadi pada udara bebas.Oleh sebab
itu kejenuhan mineral sulfide menjadi strategi utama untuk mengontrol laju
oksidasi (Anonim, 2014).
Page 6
Tipe 4
Air Asam Tambang yang ternetralkan dengan pH > 6,0 dan kandungan TSS
yang tinggi. Hidroksida logam belum terendapkan. Pada kolam pengendap,
padatan akan mengendap dan membentuk air tipe 5.
Tipe 5
Air Asam Tambang yang ternetralkan dengan pH > 6,0 dan kandungan TDS
yang tinggi. Setelah hidroksida logam mengendap di kolam pengendap, yang
tertinggal di dalam air umumnya Ca dan Mg serta bikarbonat dan sulfat.
Air tambang netral
Berasal dari tambang dengan kandungan sulfide yang sangat kecil dan
kandungan karbonat yang rendah sampai sedang; umumnya netral dan DHL
rendah (<100 µS/mm) serta alkalinitas dan keasaman yang hampir seimbang.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang baku mutu lingkungan
limbah cair pertambangan batubaradi Indonesia, khususnya di Sumatera Selatan
adalah Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003
tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan
Batubara dan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 18 Tahun 2005
tentang Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) Bagi Kegiatan Industri, Hotel, Rumah
Sakit, Domestik, dan Pertambangan Batubara. Pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2
disajikan baku mutu efluen air limbah dari kegiatan batubarayang berlaku di
Indonesia.
Page 7
Tabel 2.2
Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Penambangan Batubara BerdasarkanPeraturan
Gubernur Sumatera Selatan Nomor 18 Tahun 2005
Parameter Satuan Kadar Maksimum
pH 6-9
Residu Tersuspensi mg/l 300
Besi (Fe) Total mg/l 7
Mangan (Mn) Total mg/l 4
Sumber: Lampiran Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 18 Tahun 2005
Total Suspended Solids (TSS) merupakan material dalam air yang tertahan
oleh filter dengan diameter lebih kecil atau sama dengan 2 mikrometer. Total
Suspended Solids diperiksa dengan memanaskan sampel pada suhu 1000 C. Residu
yang tersisa disebut sebagai Total Suspended Solids. TSS terdiri atas lumpur dan
pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah
atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Padatan ini terdiri dari senyawa-
senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral, dan garam-
garamnya. Penyebab utama terjadinya TSS adalah bahan anorganik berupa ion-
ion yang umum dijumpai di perairan. Kekeruhan yang ditimbulkan oleh material
anorganik tersebut dapat menghalangi cahaya matahari yang masuk ke dalam
badan air sehingga mengurangi kemampuan alga dan tumbuhan air lainnya untuk
berfotosintesis dan menghasilkan oksigen. Hal ini menyebabkan penurunan
kandungan oksigen terlarut dalam badan air diikuti dengan peningkatan nilai BOD
dan COD.
Keberadaan Fe dan Mn dalam air dibatasi melalui peraturan-peraturan karena
keberadaan Fe dan Mn yang berlebih membawa dampak negatif bagi lingkungan
antara lain menimbulkan kekeruhan. Dampak negatif lainnya dari keberadaan Fe
dan Mn dalam air adalahtimbulnya bau serta rasa pahit jika dikonsumsi. Hal
lainnya lagi adalah Fe dan Mn dapat menimbulkan endapan sehingga dapat
menyumbat pipa.
Page 8
Pada air yang tidak mengandung cukup oksigen, keberadaan besi berupa Fe2+
yang dapat terlarut dalam air. Jika air ini mendapat aerasi sehingga mendapat
cukup suplai oksigen, Fe2+ akan teroksidasi menjadi Fe3+ yang sulit larut pada pH
6 sampai 8 (kelarutan hanya dibawah beberapa mg/L), bahkan dapat menjadi
ferihidroksida Fe(OH)3 yang dapat mengendap. Di dalam hubungannya dengan
kualitas air, senyawa mangan yang sering dijumpai adalah senyawa mangan
dengan valensi 2, valensi 4, dan valensi 6. Di dalam sistem perairan alami, dan
juga sistem pengolahan air, senyawa mangan dan besi berubah-ubah tergantung
derajat keasaman (pH) air.
Page 9
Ciri-ciri timbunan bijih tambang secara umum mirip dengan batuan sisa,
namun konsentrasi sulfidanya sering kali lebih tinggi.Usia mereka relatif pendek,
kerana mereka pada akhirnya diolah. Namun demikian, timbunan bijih tambang
berkadar rendah dapat ada selama beberapa decade, berpotensi menyajikan
sumber-sumber air asam tambang jangka panjang. Sebagai tambahan terhadap
masalah kualitas air, pembentukan air asam tambang mungkin menyebabkan
pengurangan kadar yang cukup besar bagi timbunan bijih tambang.
3. Fasilitas Penyimpanan Tailing dan Bendungan Tailimg
Tailing yang diproduksi selama pemrosesan bijih tambang biasanya
dibuang ke fasilitas penyimpanan tailing dalam bentuk lumpur (slurry).Tailingyag
mengandung sulfide dapat menjadi sumber air asam tambang yang signifikan
karena ukuran partikelnya yang sangat halus. Pembuangan tailing dalam bentuk
semi-cair ke dalam bangunan-bangunan penahan air, seperti bendungan, dapat
menjadi strategi pengendalian air asam tambang yang efektif. Namun demikian
karena sebagian besar fasilitas penyimpanan tailing yang ada tidak dirancang
sebagai bangunan penahan air, tailing dapat berkembang menuju kondisi tak
jenuh (misalnya, setelah penutupan tambang) dan karenanya menjadi satu potensi
sumber air asam tambang jangka panjang.
Rembesan fasilitas penyimpanan tailing umumnya ke dalam air tanah,
sementara air permukaan sering kali digunakan kembali di lokasi (selama operasi)
atau dapat dibuang melalui saluran pelimpah atau spillway (setelah penutup
tambang).Air asam tambang yang dihasilkan fasilitas penyimpanan tailing
karenanya dapat berpengaruh buruk terhadap kualitas air permukaan maupun air
tanah, di dalam maupun di luar lokasi.Transportasi kontaminan keluar lokasi
melalui air tanah merupakan satu konsekuensi yang tak terelakkan dari fasilitas
penyimpanan tailing tak jenuh yang berisi bahan bersulfida, namun dapat
diminimalkan dengan strategi-strategi rehabilitasi yang sesuai.
4. Pit atau Tambang Terbuka
Batuan dinding (well rock) di pit atau tambang terbuka dapat berisi
mineral-mineral sulfida yang berpotensi membentuk air asam tambang. Sejauh
mana permukaan air tanah disekitar pit diturunkan selama penambangan akan
Page 10
mempengaruhi jumlah bahan bersulfida yang terpapar ke udara dan muatan
keasaman yang terbentuk. Air asam dari batuan dinding mungkin dapat merembes
ke pit atau sistem air tanah lokal. Ini dapat mempengaruhi kualitas air yang
dipompa dari dasar pit atau sumur-sumur air tanah selama operasi. Air asam
tambang juga dapat memiliki dampak jangka panjang yang signifikan terhadap
kualitas air pit setelah penutupan tambang.
5. Tempat Timbunan dan Pelindian
Bioleaching logam dasar sulfida semakin disukai sejalan dengan semakin
matangnya teknologi dan bertambahnya ukuran operasi.Pada masa penghentian
operasi, sulfida yang tersisa di pembuangan atau tumpukan bahan sisa dapat
menjadi potensi sumber air asam tambang jangka panjang.Keberadaan suatu
pelapis (liner) landasan yang diletakkan dibawah timbunan pelindian
memungkinkan keseluruhan drainase untuk dikumpulkan selama masa
penghentian operasi dan pasca penutupan tambang. Namun, dalam kasus operasi-
operasi bioleach, dimana tidak terdapat pelapis yang efektif, maka pembentukan
dan transportasi air asam tambang dari pembuangan bahan timbunan sisa ke
lingkungan mungkin sama dengan yang berasal dari timbunan-timbunan batuan
sisa yang mengandung sulfida.
Page 11
BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN
Page 12
3.2.2 Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diambil langsung pengamatan di
lapangan.Dalam penelitian ini data primer yang diambil seperti sumber air
asam tambang (AAT) yang masuk ke KPL Stockpile 1 dengan melakukan
diskusi dengan beberapa karyawan. Selain itu data primer yang diambil
seperti kualitas air pada kompartement, inlet dan outlet. Hal yang dilakukan
untuk mendapatkan data yang diperlukan seperti :
1. Orientasi
Bertujuan untuk mengenalkan staf perusahaan sebagai pihak yang
akan membantuk pelaksanaan kegiatan praktik lapangan dan mengenal
tempat serta lingkungan PT Bukit Asam (Persero) Tbk.
2. Observasi Lapang
Proses pengamatan langsung terkait aspek yang berkaitan dengan
topik, yaitu pengelolaan sumberdaya air terpadu pada aspek kualitas air.
3. Diskusi dengan pihak terkait
Proses ini dilakukan sebagai upaya pengumpulan informasi, data
aktual, dan klarifikasi permasalahan yang terjadi di lapangan dengan
menanyakan langsung dengan pihak yang berkepentingan terkait dengan
topik yang ada dan berdasarkan dengan bimbingan pembimbing lapang.
4. Praktik Langsung
Praktik ini dilakukan untuk mendapatkan pengalaman di dunia
kerja dan perbandingan antara teori materi perkuliahan terhadap realitanya di
lapangan.Mahasiswa diharapkan lebih aktif berperan dalam kegiatan harian di
perusahaan.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang sudah ada yang didapatkan
dari data perusahaan. Dalam penelitian tugas akgir ini, data sekunder yang
mendukung data-data primer serta isi dari penelitian yaitu berupa :
1) Data curah hujan
Page 13
2) Desain KPL
3) Luas catchment area
4) Luas KPL
5) Perhitungan jumlah volume air yang masuk ke dalam KPL
6) Jenis tumbuhan yang digunakan
7) Daya serap tumbuhan
Page 14
BAB IV
GAMBARAN UMUM
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk mengawali kegiatan eksplorasi pada tahun
1915 sampai tahun 1918 dan mulai berproduksi pada tahun 1919. Sejarah
pertambangan batubara di Tanjung Enim dimulai sejak zaman kolonial Belanda
tahun 1919 dengan menggunakan metode penambangan terbuka (open pit mining)
di wilayah operasi pertama, yaitu di Tambang Air Laya (TAL). Selanjutnya mulai
1923 beroperasi dengan metode penambangan bawah tanah (underground mining)
hingga tahun 1940, sedangkan produksi untuk kepentingan komersial dimulai
pada tahun 1938.Seiring dengan berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di tanah
air, para karyawan Indonesia kemudian berjuang menuntut perubahan status
tambang menjadi pertambangan nasional.
Pada 1950, pemerintah Republik Indonesias kemudian mengesahkan
pembentukan Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA). Pada
1981, PN TABA kemudian berubah status menjadi Perseroan Terbatas dengan
nama PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero), Tbk yang selanjutnya disebut
perseroan. Dalam rangka meningkatkan pengembangan industri batubara di
Indoesia, pada 1990 Pemerintah menetapkan penggabungan Tambang Batubara
dengan Perseroan sesuai dengan program pengembangan ketahanan energi
nasional, pada 1993 Pemerintah menugaskan Perseroan untuk mengembangkan
usaha briket batubara. Pada 23 Desember 2002, Perseroan mencatatkan diri
sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia dengan kode “PTBA”.
Ditinjau dari lembaga yang mengurusnya sampai saat ini PT. Bukit Asam
(Persero) Tbk secara berturut – turut dikelola oleh :
1. Tahun 1919-1942 oleh pemeritah Belanda
2. Tahun 1942-1945 oleh pemerintah militer Jepang
3. Tahun1945-1947 oleh pemerintah Republik Indonesia
Page 15
4. Tahun 1947-1949 oleh pemerintah Belanda (agresi militer)
5. Tahun 1950 sampai dengan tahun sekarang oleh pemerintah Republik
Indonesia.
Sebagai sebuah perseroan dengan status Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
PTBA turut melaksanakan dan menunjang kebijakan serta program pemerintah
dibidang pembangunan ekonomi nasional.PTBA komitmen tinggi untuk
melakukan kegiatan penambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan serta prinsip-prinsip penambangan yang baik (good mining practices)
dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, yang terdiri dari tiga dimensi
yang saling terkait yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial. Untuk menunjukkan
komitmen tersebut PT. Bukit Asam (Persero) Tbk melakukan kegiatan usaha
sebagai berikut:
1. Mengusahakan pertambangan, meliputi : penyelidikan umum, eksplorasi,
eksploitasi, pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan perdagangan bahan-
bahan galian terutama batubara.
2. Mengusahakan pengolahan lebih lanjut atas hasil produksi bahan-bahan galian
terutama batubara.
3. Memperdagangkan hasil produksi di dalam dan diluar negeri, sehubungan
dengan usaha perseroan, baik hasil sendiri maupun hasil produksi pihak lain.
4. Mengusahakan atau mengoperasikan pelabuhandan dermaga khusus batubara,
baik untuk kebutuhan sendiri maupun kebutuhan pihak lain.
5. Mengusahakan atau mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU),
baik untuk kebutuhan sendiri maupun kebutuhan pihak lain.
Page 16
2.1.2 Visi, Data Umum Perusahaan dan Nilai Perusahaan
1. Visi PT.Bukit Asam (Persero) Tbk adalah :
Menjadi perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan.
2. Misi
Mengelola sumber energi dengan mengembangkan kompetensi
koorporasi dan keunggulan insani untuk memberikan nilai tambah
maksimal bagi stakeholder dan lingkungan.
3. Nilai
a. Visioner
Mampu melihat jauh ke depan dan membuat proyeksi jangka
panjang dalam pengembangan bisnis.
b. Integritas
Mengedepankan perilaku terpercaya, terbuka, positif, jujur,
berkomitmen dan bertanggung jawab.
c. Inovatif
Selalu bekerja dengan kesungguhan untuk memperoleh terobosan
baru untuk menghasilkan produk dan layanan terbaik dari
sebelumnya.
d. Professional
Melaksanakan semua tugas sesuai dengan kompetensi, dengan
kreativitas, penuh keberanian komitmen penuh, dalam kerjasama
untuk keahlian yang terus menerus meningkat.
e. Sadar biaya dan lingkungan
Memiliki kesadaran tinggi dalam setiap pengolahan aktifitas
dengan menjalankan usaha atau asas manfaat yang maksimal dan
kepedulian lingkungan.
Page 17
struktur organisasi yang optimal maka diharapkan mampu
mendukung pencapaian target di setiap tahunnya. Penyusunan
struktur organisasi dibuat berdasarkan spesifikasi dan fungsi
kinerja yang ada sehingga dapat dipertanggungjawabkan.Untuk
tugas operasionalnya, pengoperasian PT. Bukit Asam (Persero)
Tbk dipimpin oleh Dewan Direksi. Berdasarkan Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tanggal 27 Desember
2006, anggota direksi berubah dari lima orang menjadi enam
orang, dan dalam organisasi baru ini terdapat dua direktorat yang
tugasnya menjadi lebih fokus, yaitu Direktorat Niaga dan
Direktorat Pengembangan Usaha. Direktur Niaga fokus pada
upaya peningkatan pendapatan dan efisiensi biaya melalui proses
pengadaan barang dan jasa berdasarkan prinsip Good Coorporate
Governance (GCG). Direktur Pengembangan Usaha fokus pada
pengembangan usaha perusahaan dan memberikan jaminan
pertumbuhan perusahaan secara jangka panjang. Berikut struktur
organisasi PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. (Gambar 2.1)
Page 18
Gambar 2.1Struktur Organisasi Umum PT. Bukit Asam (Persero) Tbk.
Sumber : Satuan Kerja Wasnamtor PT. Bukit Asam (Persero) Tbk
General Manajer
Page 19
AM AM Pengendalian AM Daerah AM
Pengendalian AM
Lingkungan Blok Aliran PerawatanRe
Lingkungan Revegetasi
Timur Sungai vegetasi
Blok Barat
Page 20
dilakukan kontraktor untuk proses penambangan. Satuan kerja ini bekerja
sama dengan PT. Sumber Mitra Jaya (SMJ) dan PT. Pama Persada
Nusantara yang menjadi kontraktor dalam proses penambangan di wilayah
penambangan Banko Barat Pit 3 Timur dan Tambang Air Laya (TAL).
3. Satuan Kerja BWE System
Pekerjaan yang dilakukan melalui metode penambangan continuous
mining dengan BWE (Bucket Wheel Excavator).
4. Satuan Kerja Rencana Operasi (Renop)
Satuan kerja ini bertugas untuk merencanakan operasi jangka panjang dan
pendek.Untuk rencana jangka panjang yaitu berupa rencana tahunan dan
untuk rencana jangka pendek yaitu berupa triwulan. Dalam proses
perencanaan operasi jangka panjang biasanya diserahkan ke satuan kerja
POHA (Perencanaan Operasi Harian) untuk dibuat rencana harian pada
satuan kerja yang akan diberikan.
5. Satuan Kerja POHA (Perencanaan Operasi Harian)
Merupakan satuan kerja yang bertugas untuk membuat rancangan harian
terhadap rencana tahunan yang telah ditetapkan oleh satuan kerja Renop.
6. Satuan Kerja PAB (Penanganan Angkutan Batubara)
Satuan kerja ini ditugaskan dalam mengatur dan memonitoring peralatan
dan proses handling batubara baik pada jalur keretaapi maupun dengan
menggunakan dump truck untuk diangkut menuju pelabuhan ataupun ke
stockpile batubara.
7. Satuan Kerja Keloling (Pengelolaan Lingkungan)
Satuan Kerja yang bertugas dalam mengawasi dan menangani
permasalahan terhadap lingkungan yang dapat terjadi dari hasil proses
aktivitas penambangan selama dan atau sesudah pasca tambang.
8. Satuan Kerja K3
Merupakan satuan kerja yang bertugas untuk memberikan rasa aman
terhadap pekerja dari kondisi lingkungan kerja yang tidak aman serta
bertanggung jawab untuk keselamatan dan kesehatan pekerja.
Page 21
2.1.5 Ruang Lingkup dan Proses Produksi Perusahaan
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk di Unit Penambangan Tanjung Enim
(UPTE) beberapa site di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yaitu sebagai
berikut :
1. Tambang Muara Tiga Besar
Tambang Muara Tiga Besar (MTB) menggunakan sistem penambangan
dengan shovel and truck.Semuanya dikerjakan oleh pihak ketiga yaitu PT.
Pama Persada Nusantara.Di MTB ada dua wilayah penambangan, yaitu
Muara Tiga Besar Utara (MTBU) dan Muara Tiga Besar Selatan
(MTBS).Cara kerja sistem penambangan MTB dimulai dengan land
clearing (pembersihan semak-semak dan pepohonan), pengupasan
topsoil(tanah pucuk), pengupasan overburden (tanah penutup) dengan
shovel, laludiangkut dengan dump truck.Tanahdiangkut menuju lokasi
penimbunan sedangkan batubara ditumpuk di stockpile.
2. Tambang Air Laya (TAL)
Pada lokasi Tambang Air Laya terdapat dua metode penambangan utama
yaitu metode shovel and truck (menggunakan excavator dan dump truck)
serta memanfaatkan BucketWheel Excavator (BWE) system untuk
mengangkut batubara dari temporary menuju ke stockpile.Pada metode
BWE System ini sepenuhnya dilaksanakan oleh pihak PT. Bukit Asam,
sedangkan pada metode shovel and truck dilaksanakan oleh pihak ketiga
(kontraktor). Semua hasil penggalian batubara dengan metode shovel and
truckakan ditampung di temporary stockpile dan TLS 1 dan TLS 2.
Melalui TLS inikemudian batubara dimuat ke gerbong untuk dikirim ke
pelabuhan Tarahan (Lampung) dan dermaga Kertapati (Palembang)
menggunakan kereta api yang memiliki 40-60 gerbong sekali jalan,
dengan kapasitas 30-50 ton untuk satu gerbong kemudian dipasarkan baik
untuk keperluan domestik maupun keperluan ekspor.
3. Banko Barat
Tambang Banko Barat memiliki luas WIUP 4500 Ha.Tambang Banko
Barat yang terdiri dari Pit 1 dan Pit 3, dimana pada masing-masing Pit
Page 22
telah dibagi lagi Pit 1 Barat dan Pit 1 Timur, sedangkan pada Pit 3 dibagi
menjadi Pit 3 Timurdan Pit 3 Barat dipegang oleh kontraktor yaitu PT.
SMJ (Sumber Mitra Jaya) dan Pit 3 Timur oleh PT. BKPL (Bangun Karya
Pratama Lestari). Pada Pit 3 Timur, pengelolaan dipegang oleh PT.SMJ, di
Pit 1 Barat oleh Swakelola PTBA.
Untuk mendukung produktivitas dan efisiensi kerja PT. Bukit Asam (Persero) Tbk
mengoperasikan tiga pelabuhan khusus batubara, yaitu :
1. Pelabuhan Tarahan (Lampung)
2. Pelabuhan Kertapati (Sumatera Selatan)
3. Pelabuhan Teluk Bayur (Sumatera Barat)
Gambar 2.3Peta Lokasi Unit Produksi PT. Bukit Asam (Persero) Tbk
Sumber : Satker Perencanaan Tambang PT. Bukit Asam (Persero) Tbk
Page 23
BAB V
KONDISI EKSISTING
Page 24
5.2 Lokasi penelitian KPL Stockpile 1 PT. Bukit Asam, Tbk
KPL (Kolam Pengendap Lumpur) Stockpile 1 merupakan salah satu lokasi
pengolahan air asam tambang di PT Bukit Asam, Tbk yang dibangun sejak tahun
2004 dengan luas ± 3,7 Ha, dengan area tangkapan (catchment area)seluas 34 Ha
dan kapasitas 35.000 m3yang terdiri dari 12 kompartemen dan berlokasi di IUP
Tambang Air Laya.
Pada wetland KPL Stockpile 1, PTBA juga melakukan treatment secara aktif
dengan pH adjester yang berada pada dua lokasi yaitu antara kompartemen
sepuluh dan sebelas serta antara kompartemen sebelas dan dua belas. Namun
Page 25
pengaktifan pH adjester ini sangat jarang dilakukan karena pH adjester ini hanya
diaktifkan jika AAT yang diproduksi berada dalam jumlah yang banyak sehingga
membutuhkan treatment tambahan dalam menaikkan pH air asam tambang.
Namun selama penelitian dilakukan, pH adjester ini tidak pernah diaktifkan.
5.3 Pengolahan Air Asam Tambang Stockpile 1 PT. Bukit Asam, Tbk
Page 26
Kelebihan :
a) Relatif Murah
b) Dapat mencapai pH tinggi untuk menghilangkan Fe dan Mn.
c) Cukup tersedia, walaupun kualitasnya harus dikendalikan
d) Kemampuan netralisasi tinggi
e) Penggumpalan lempung
Sedangkan kekurangannya adalah :
a) Membutuhkan kontak yang baik agar efektif
b) Memerlukan sarana pengolahan
c) Volume lumpur dapat berlebihan
d) Dapat mencelakai pekerja
e) Kelarutan yang rendah
Page 27
e) Volume lumpur yang tinggi – lumpur dengan densitas yang
rendah bisa tidak stabil untuk Mn2+ menjadi mudah terlarut
kembali.
Page 28
2. Pengerukan endapan pada dasar kolam pengolahan agar
kapasitas kolam pengolahan tetap maksimal, sesuai dengan
desain awalnya.
3. Pembersihan kolam dan saluran air dari tumbuh – tumbuhan
pengganggu, yang bisa mengurangi kapasitas kolam ataupun
memperlambat aliran air pada saluran.
Page 29
penyerap logam dari jenis Typha Angustifolia, tumbuhan jenis
ini memiliki kemampuan untuk menyerap kandungan logam
pada air asam tambang baik melalui akar maupun batangnya.
2) Selanjutnya air dialirkan ke kolam kedua hingga kelima,
dengan ukuran 20 m x 16 m, dan kedalaman 3 m, pada kolam
ini juga memakai tumbuhan berjenis Typha untuk menyerap
kandungan logam pada air asam, pada kolam ini aliran air
dibuat berkelok kelok dari satu kolam ke kolam lain, sehingga
penyerapan logam lebih maksimal.
3) Berikutnya air dialirkan ke kolam keenam, disini pengolahan
menggunakan system Floating Wetland, yang menggunakan
tanaman berjenis Akar wangi dan Teratai.
4) Berikutnya air dialirkan ke kolam ketujuh yang menggunakan
Kiambang, Eceng gondok, Teratai dan Melati Air untuk
penyerapan logamnya, dan disiapkan juga bahan penjernih air
(koagulan) berjenis Kuriflock apabila hasil pengolahan belum
maksimal.
5) Selanjutnya air dialirkan ke kolam kedelapan, disini
menggunakan Eceng gondok sebagai tanaman penyerap
logamnya, namun pada saat penulis ke lapangan, eceng gondok
pada pipa penahan tanaman didepan inlet kolam hampir habis
terhanyut keluar, ini dikarenakan titik penempatan pipa
penahan tanaman terlalu dekat dengan inlet, sehingga disaat
debit air masuk besar, maka eceng gondok akan terdorong
keluar dari pipa, karena itu sebaiknya titik penempatan pipa
penahan digeser lebih menjauh dari inlet kolam, dan kayu –
kayu penahan air masuk diperbanyak, sehingga air masuk tidak
terlalu deras. Pada outlet kolam ini juga disediakan bahan
penetral berjenis NaOH dengan kadar 25%, bahan ini
digunakan apabila hasil pengolahan belum memenuhi baku
mutu lingkungan.
Page 30
6) Selanjutnya air dialirkan ke kolam kesembilan, disini juga
menggunakan tanaman eceng gondok.
7) Kolam terakhir adalah kolam pengendap lumpur tanpa
tanaman penyerap logam, dan selanjutnya air dibuang ke
Sungai Enim setelah melewati titik penaatan.
Page 31
dikirimkan ke Badan Lingkungan Hidup Propinsi Sumatera Selatan. ada
gambar+lampirannya
Page 32
BAB VI
PEMBAHASAN
Page 33
BAB VI
PENUTUP
Page 34