Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebutuhan energi pada masa sekarang memiliki peningkatan yang cukup
signifikan.Salah satu energi yang sangat dibutuhkan adalah energi listrik.Pada
tahun 2018 Indonesia menghasilkan energi listrik sebesar 12.939 MW.Sebagai
besar energi listrik yang dihasilkan berasal dari pembakit listrik tenaga
uap.Batubara menjadi salah satu sumber energi yang digunakan sebagai sumber
tenaga listrik di Indonesia.

PT. Bukit Asam Tbk adalah Perusahaan Pertambangan yang dimiliki


Pemerintah Indonesia yang didirikan pada tahun 1919 yang terletak di Tanjung
Enim, Sumatera Selatan.PT. Bukit Asam Tbk merupakan perusahan yang
bergerak dibidang tambang batubara di Indonesia. Sistem metode penambangan
yang diterapkan yakni open pit yakni dengan cara menggali endapan batubara
pada daerah datar atau daerah lembah dengan menggali tanah penutup dari bagian
atas menuju kearah bawah dimana endapan tersebut berada sehingga akan
membentuk cekungan atau pit.

PT. Bukit Asam (Persero) tbk.tidak hanya melakukan pembongkaran


batubara, sesuai dengan perundang-undangan bahwa PT. Bukit Asam (Persero)
Tbk. juga melakukan proses reklamasi dan juga pengolahan lingkungan yang
mungkin tercemar akibat proses penambangan seperti terbentuknya air asam
tambang (AAT). Selain itu proses pencucian batubara dan limpasan air dari jalan
tambang juga akan menghasilkan air yang banyak mengandung unsur Fe dan Mn
serta kandungan TSS yang cukup tinggi.

Pengolahan air asam tambang (AAT) seperti peningkatan pH, penurunan


kadar Fe dan Mn serta pengurangan TSS sangat perlu dilakukan dengan
menggunakan kolam pengendapan lumpur dengan berbagai metode sebelum

Page 1
selanjutnya dialirkan ke perairan umum. Pengolahan AAT dapat dilakukan
dengan melakukan proses pengapuran (metode aktif). Selain itu, proses
pengolahan AAT juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode wetland atau
menggunakan media tanaman air sebagai proses pengolahan (metode pasif).

PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. telah melakukan pengolahan AAT dengan
metode aktif dan pasif pada beberapa KPL, salah satunya adalah KPL Stockpile 1
Oleh sebab itu, penulis melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Pengolahan
Air Asam Tambang Pada Kolam Pengendapan Lumpur Stockpile 1 Pt. Bukit
Asam, Tbk. Tanjung Enim, Sumatera Selatan.

1.2 Tujuan dan Manfaat Kerja Praktik


1.2.1 Tujuan
Adapun tujuan kerja praktik ini adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari pengolahan Air Asam Tambang yang menggunakan
metode aktif dan metode pasif pada Kolam Pengendapan Lumpur
(KPL) Stockpile 1 di PT Bukit Asam, Tbk.
2. Mengetahui kualitas air outlet dengan parameter pH, Fe, Mn dan
TSS.
3. Mengevaluasi kegiatan pengolahan Air Asam Tambang Pada
Kolam Pengendapan Lumpur (KPL) Stockpile 1 PT. Bukit Asam,
Tbk.

1.2.2 Manfaat
Adapun manfaat kerja praktik ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Perusahaan
Hasil analisa dan penelitian yang dilakukan selama Kerja Praktek
dapat menjadi bahan masukan bagi pihak Perusahaan untuk
menentukan kebijakasanaan Perusahaan di masa yang akan datang
khusunya di bidangpengelolaan lingkungan.

Page 2
2. Bagi Mahasiswa
1. Memenuhi salah satu syarat kurikulum prodi Teknik
Lingkungan untuk menempuh study strata 1.
2. Mahasiswa dapat menyajikan pengalaman dan data-data yang
diperoleh selama Kerja Praktek kedalam sebuah Laporan Kerja
Praktek.
3. Memberikan pemahaman bagaimana sistem pengolahan air
asam tambang di perusahaan PT Bukit Asam, Tbk.
4. Mahasiswa dapat mengembangkan dan mengaplikasikan
pengalaman di kerja lapangan untuk dijadikan sebagai bahan
pertimbangan Tugas Akhir.
5. Mahasiswa dapat mengenalkan dan membiasakan diri terhadap
suasana kerja sebenarnya sehingga dapat membangun etos
kerja yang baik, serta sebagai upaya untuk memperluas
cakrawala wawasan kerja.

1.3 Tema yang di Ajukan


Mengevaluasi, mengidentifikasi Pengolahan Air Asam Tambang yang
menggunakan metode pengelolaan secara aktif dan pasif pada Kolam
Pengendapan Lumpur (KPL) Stockpile 1 PT. Bukit Asam.Tbk.

1.4 Lingkup Kerja

Lingkup kerja praktek di PT Bukit Asam Tanjung Enim, meliputi kegiatan:


1. Orientasi secara umum mengenai PT. Bukit Asam Tanjung Enim.
2. Pengenalan struktur organisasi, tinjauan di lapangan dan kegiatan rutin
dari masing-masing bagian tiap satuan kerja.
3. Mempelajari proses pengolahan air asam tambang Pada Kolam
Pengendapan Lumpur (KPL) Stockpile 1.

Page 3
4. Mengevaluasi kegiatan yang terjadi pada setiap kompartemen, inlet dan
outlet KPL Stockpile 1.

Page 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Air Asam Tambang (AAT)


Air Asam Tambang (AAT) atau Acid Mine Drainage (AMD) adalah air
yang berasal dari kegiatan tambang terbuka atau tambang bawah tanah atau
timbunan bijih atau batubara yang dicirikan oleh tingkat keasaman yang tinggi
(pH rendah) dengan peningkatan kandungan logam terlarut. Air asam tambang
terbentuk manakala mineral sulfida tertentu terekspos pada suatu kondisi oksidasi
(Jeffrey G. Skousen et.al, 2000).
Air asam tambang ditemukan baik pada tambang-tambang batubara (AMD)
maupun tambang bijih (ARD) atau kegiatan penggalian lain dimana terdapat
mineral-mineral sulfida. Bentuk sulfida besi yang umum ditemukan pada daerah
batubara adalah pyrite dan marcasite (FeS2), sementara sulfide logam lainnya
antara lain chalcopyrite (CuFeS2) covellite (CuS), dan arsenopyrite
(FeAsS)(Baiquni, 2007).

2.2 Pembentukan Air Asam Tambang (AAT)


Faktor pembentukan air asam tambang dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Faktor primer
Faktor primer adalah faktor yang secara langsung berpengaruh pada
pembentukan oksidan mineral sulfida yang meliputi karakteristik fisik
material, ketersediaan air untuk oksidasi dan transport, dan ketersediaan
oksigen.Selain itu juga adalah temperature, pH, kesetimbangan besi-feri dan
besi-fero, dan aktivitas mikroba lingkungan (Anonim, 2014).
2. Faktor sekunder
Faktor sekunder akan mengalterasiproduk oksidasi mineral sulfide. Faktor
ini antara lain adalah kehadiran mineral yang dapat menetralisir asam. Sampai
saat ini, karbonat merupakan satu-satunya mineral alkali yang secara efektif
dianggap dapat mengontrol dan mencegah pembentukan air asam.Meskipun

Page 5
mineral silica seperti mica juga memiliki kemampuan menyerap asam tetapi
dalam kapasitas yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan karbonat
(Anonim, 2014).
3. Faktor tersier
Faktor tersier adalah kondisi fisik (material, topografi wilayah, iklim dan
lain-lain) yang secara signifikan mempengaruhi proses oksidasi mineral
silfida sehingga memiliki potensi penyebaran ke wilayah yang lebih luas.
Pada factor tersier ini, hujan dan temperature merupakan faktor yang paling
signifikan pengaruhnya.Seperti diketahui bahwa kecepatan oksidasi mineral
sulfide yang terjadi dalam air jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan
kecepatan oksidasi mineral sulfide yang terjadi pada udara bebas.Oleh sebab
itu kejenuhan mineral sulfide menjadi strategi utama untuk mengontrol laju
oksidasi (Anonim, 2014).

2.3 Tipe Air Tambang


Menurut Skousen dan Ziemkiewics (1996) air tambang dapat
dikelompokkan menjadi 6 kelompok, yaitu :
 Tipe 1
Air tambang dengan alkalinitas yang rendah (pH < 4,5) dan mengandung Fe,
Al, Mn, dan logam lain, keasaman (acidity) dan oksigen. Air jenis ini disebut Air
Asam Tambang.
 Tipe 2
Air tambang dengan TDS yang tinggi mengandung banyak besi ferro dan Mn,
tidak atau sedikit mengandung oksigen dan pH > 6,0. Jika teroksidasi pH akan
turun dengan cepat dan menjadi Tipe 1.
 Tipe 3
Air tambang dengan TDS yang sedang sampai tinggi, kandungan besi ferro
dan Mn yang rendah sampai sedang, tidak atau sedikit mengandung oksigen pH
> 6,0 dan alkalinitas lebih besar dari keasaman; biasa disebut “Alkaline Mine
Drainage”. Jika teroksidasi, asam yang terbentuk dari reaksi hidrolisa dan
presipitasi logam akan dinetralkan oleh alkalinitas yang terdapat dalam air.

Page 6
 Tipe 4
Air Asam Tambang yang ternetralkan dengan pH > 6,0 dan kandungan TSS
yang tinggi. Hidroksida logam belum terendapkan. Pada kolam pengendap,
padatan akan mengendap dan membentuk air tipe 5.
 Tipe 5
Air Asam Tambang yang ternetralkan dengan pH > 6,0 dan kandungan TDS
yang tinggi. Setelah hidroksida logam mengendap di kolam pengendap, yang
tertinggal di dalam air umumnya Ca dan Mg serta bikarbonat dan sulfat.
 Air tambang netral
Berasal dari tambang dengan kandungan sulfide yang sangat kecil dan
kandungan karbonat yang rendah sampai sedang; umumnya netral dan DHL
rendah (<100 µS/mm) serta alkalinitas dan keasaman yang hampir seimbang.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang baku mutu lingkungan
limbah cair pertambangan batubaradi Indonesia, khususnya di Sumatera Selatan
adalah Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003
tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan
Batubara dan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 18 Tahun 2005
tentang Baku Mutu Limbah Cair (BMLC) Bagi Kegiatan Industri, Hotel, Rumah
Sakit, Domestik, dan Pertambangan Batubara. Pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2
disajikan baku mutu efluen air limbah dari kegiatan batubarayang berlaku di
Indonesia.

Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Penambangan Batubara


Berdasarkan KepMenLH Nomor 113 Tahun 2003

Parameter Satuan Kadar Maksimum


Ph 6-9
Residu Tersuspensi mg/l 400
Besi (Fe) Total mg/l 7
Mangan (Mn) Total mg/l 4
Sumber: Lampiran KepMenLH Nomor 113 Tahun 2003

Page 7
Tabel 2.2
Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Penambangan Batubara BerdasarkanPeraturan
Gubernur Sumatera Selatan Nomor 18 Tahun 2005
Parameter Satuan Kadar Maksimum
pH 6-9
Residu Tersuspensi mg/l 300
Besi (Fe) Total mg/l 7
Mangan (Mn) Total mg/l 4
Sumber: Lampiran Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 18 Tahun 2005

Total Suspended Solids (TSS) merupakan material dalam air yang tertahan
oleh filter dengan diameter lebih kecil atau sama dengan 2 mikrometer. Total
Suspended Solids diperiksa dengan memanaskan sampel pada suhu 1000 C. Residu
yang tersisa disebut sebagai Total Suspended Solids. TSS terdiri atas lumpur dan
pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah
atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Padatan ini terdiri dari senyawa-
senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral, dan garam-
garamnya. Penyebab utama terjadinya TSS adalah bahan anorganik berupa ion-
ion yang umum dijumpai di perairan. Kekeruhan yang ditimbulkan oleh material
anorganik tersebut dapat menghalangi cahaya matahari yang masuk ke dalam
badan air sehingga mengurangi kemampuan alga dan tumbuhan air lainnya untuk
berfotosintesis dan menghasilkan oksigen. Hal ini menyebabkan penurunan
kandungan oksigen terlarut dalam badan air diikuti dengan peningkatan nilai BOD
dan COD.
Keberadaan Fe dan Mn dalam air dibatasi melalui peraturan-peraturan karena
keberadaan Fe dan Mn yang berlebih membawa dampak negatif bagi lingkungan
antara lain menimbulkan kekeruhan. Dampak negatif lainnya dari keberadaan Fe
dan Mn dalam air adalahtimbulnya bau serta rasa pahit jika dikonsumsi. Hal
lainnya lagi adalah Fe dan Mn dapat menimbulkan endapan sehingga dapat
menyumbat pipa.

Page 8
Pada air yang tidak mengandung cukup oksigen, keberadaan besi berupa Fe2+
yang dapat terlarut dalam air. Jika air ini mendapat aerasi sehingga mendapat
cukup suplai oksigen, Fe2+ akan teroksidasi menjadi Fe3+ yang sulit larut pada pH
6 sampai 8 (kelarutan hanya dibawah beberapa mg/L), bahkan dapat menjadi
ferihidroksida Fe(OH)3 yang dapat mengendap. Di dalam hubungannya dengan
kualitas air, senyawa mangan yang sering dijumpai adalah senyawa mangan
dengan valensi 2, valensi 4, dan valensi 6. Di dalam sistem perairan alami, dan
juga sistem pengolahan air, senyawa mangan dan besi berubah-ubah tergantung
derajat keasaman (pH) air.

2.4 Sumber-Sumber Air Asam Tambang


Menurut Hendry Baiquini, 2007, bahwa sumber-sumber air asam tambang
adalah sebagai berikut :
1. Timbunan Batuan Sisa Tambang
Umumnya timbunan batuan sisa tambang ditempatkan diatas permukaan
tanah dimana mereka tetap tak jenuh, mengandung sekitar 5% hingga 10% air.
Alternatifnya batuan sisa tersebut dapat dikembalikan ke sebuah pit dimana secara
parsial mungkin dapat bercampur dengan air tanah. Dalam kasus tersebut zona tak
jenuh dari batuan sisia yang mengandung sulfat rentan terhadap pembentukan air
asam tambang.Air asam tambang dapat merembes dari bagian bawah timbunan
batuan sisa atau berpindah (bermigrasi) dibawah timbunan ke dalam air tanah. Hal
ini dapat memberikan dampak buruk pada kualitas air selama operasi dan setelah
penutupan tambang.
Perilaku sistem yang diberikan akan selalu tergantung waktu dan akan
tergantung pada sifat-sifat fisik bahan seperti porositas, ukuran butiran (luas
permukaan), koefisien difusi, permeabilitas gas, konduktivitas hidrolik dan
konduktivitas termal. Lokasi geografis akan menentukan factor-faktor seperti
kepadatan udara, hujan (presipitasi), suhu, kondisi angin, vegetasi dan variabilitas
musiman.
2. Timbunan Bijih Tambang

Page 9
Ciri-ciri timbunan bijih tambang secara umum mirip dengan batuan sisa,
namun konsentrasi sulfidanya sering kali lebih tinggi.Usia mereka relatif pendek,
kerana mereka pada akhirnya diolah. Namun demikian, timbunan bijih tambang
berkadar rendah dapat ada selama beberapa decade, berpotensi menyajikan
sumber-sumber air asam tambang jangka panjang. Sebagai tambahan terhadap
masalah kualitas air, pembentukan air asam tambang mungkin menyebabkan
pengurangan kadar yang cukup besar bagi timbunan bijih tambang.
3. Fasilitas Penyimpanan Tailing dan Bendungan Tailimg
Tailing yang diproduksi selama pemrosesan bijih tambang biasanya
dibuang ke fasilitas penyimpanan tailing dalam bentuk lumpur (slurry).Tailingyag
mengandung sulfide dapat menjadi sumber air asam tambang yang signifikan
karena ukuran partikelnya yang sangat halus. Pembuangan tailing dalam bentuk
semi-cair ke dalam bangunan-bangunan penahan air, seperti bendungan, dapat
menjadi strategi pengendalian air asam tambang yang efektif. Namun demikian
karena sebagian besar fasilitas penyimpanan tailing yang ada tidak dirancang
sebagai bangunan penahan air, tailing dapat berkembang menuju kondisi tak
jenuh (misalnya, setelah penutupan tambang) dan karenanya menjadi satu potensi
sumber air asam tambang jangka panjang.
Rembesan fasilitas penyimpanan tailing umumnya ke dalam air tanah,
sementara air permukaan sering kali digunakan kembali di lokasi (selama operasi)
atau dapat dibuang melalui saluran pelimpah atau spillway (setelah penutup
tambang).Air asam tambang yang dihasilkan fasilitas penyimpanan tailing
karenanya dapat berpengaruh buruk terhadap kualitas air permukaan maupun air
tanah, di dalam maupun di luar lokasi.Transportasi kontaminan keluar lokasi
melalui air tanah merupakan satu konsekuensi yang tak terelakkan dari fasilitas
penyimpanan tailing tak jenuh yang berisi bahan bersulfida, namun dapat
diminimalkan dengan strategi-strategi rehabilitasi yang sesuai.
4. Pit atau Tambang Terbuka
Batuan dinding (well rock) di pit atau tambang terbuka dapat berisi
mineral-mineral sulfida yang berpotensi membentuk air asam tambang. Sejauh
mana permukaan air tanah disekitar pit diturunkan selama penambangan akan

Page 10
mempengaruhi jumlah bahan bersulfida yang terpapar ke udara dan muatan
keasaman yang terbentuk. Air asam dari batuan dinding mungkin dapat merembes
ke pit atau sistem air tanah lokal. Ini dapat mempengaruhi kualitas air yang
dipompa dari dasar pit atau sumur-sumur air tanah selama operasi. Air asam
tambang juga dapat memiliki dampak jangka panjang yang signifikan terhadap
kualitas air pit setelah penutupan tambang.
5. Tempat Timbunan dan Pelindian
Bioleaching logam dasar sulfida semakin disukai sejalan dengan semakin
matangnya teknologi dan bertambahnya ukuran operasi.Pada masa penghentian
operasi, sulfida yang tersisa di pembuangan atau tumpukan bahan sisa dapat
menjadi potensi sumber air asam tambang jangka panjang.Keberadaan suatu
pelapis (liner) landasan yang diletakkan dibawah timbunan pelindian
memungkinkan keseluruhan drainase untuk dikumpulkan selama masa
penghentian operasi dan pasca penutupan tambang. Namun, dalam kasus operasi-
operasi bioleach, dimana tidak terdapat pelapis yang efektif, maka pembentukan
dan transportasi air asam tambang dari pembuangan bahan timbunan sisa ke
lingkungan mungkin sama dengan yang berasal dari timbunan-timbunan batuan
sisa yang mengandung sulfida.

Page 11
BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Kerja praktik ini di laksanakan di PT. Bukit Asam Tbk., Tanjung Enim
Sumatera Selatan.Kegiatan kuliah praktik ini dilakukan selama 1 bulan yakni dari
tanggal 10 juni s/d 9 juli 2019. Lokasi pengambilan dan pengumpulan data
dilakukan pada inlet dan outlet kolam pengendapan lumpur stockpile 1.
.
3.2 Metode Penelitian yang digunakan
Metodologi penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian adalah sarana untuk
memadukan penelitian tentang urutan bagaimana penelitian dilakukan. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.2.1 Metode Survey
Menurut Moh, Nazir (1999), metode survey adalah penyelidikan yang
diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan
mencari keterangan-keterangan secara faktual. Metode survey yaitu metode
untuk memperoleh data lapangan dengan cara pengamatan langsung
dilapangan, pengukuran dan pencatatan secara sistematik terhadap fenomena
yang diselidiki. Metode survey dalam penelitian ini digunakan untuk
mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian.
Dalam kegiatan kerja praktik ini, penulis melakukan survey pada lokasi
tambang air laya dan kemudian melakukan survey ke kolam pengendapan
lumpur (KPL) Stockpile 1. Dari survey yang telah dilakukan didapat tema
penelitian mengenai proses pengendalian air asam tambang (AAT) dengan
menggunakan metode aktif dan pasif. Karena berdasarkan survey bahwa
sumber air asam tambang KPL Stockpile 1 ini berasal dari pencucian batubara
dan limpasan air dari jalan yang banyak mengandung logam berat seperti Fe
dan Mn.

Page 12
3.2.2 Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diambil langsung pengamatan di
lapangan.Dalam penelitian ini data primer yang diambil seperti sumber air
asam tambang (AAT) yang masuk ke KPL Stockpile 1 dengan melakukan
diskusi dengan beberapa karyawan. Selain itu data primer yang diambil
seperti kualitas air pada kompartement, inlet dan outlet. Hal yang dilakukan
untuk mendapatkan data yang diperlukan seperti :
1. Orientasi
Bertujuan untuk mengenalkan staf perusahaan sebagai pihak yang
akan membantuk pelaksanaan kegiatan praktik lapangan dan mengenal
tempat serta lingkungan PT Bukit Asam (Persero) Tbk.
2. Observasi Lapang
Proses pengamatan langsung terkait aspek yang berkaitan dengan
topik, yaitu pengelolaan sumberdaya air terpadu pada aspek kualitas air.
3. Diskusi dengan pihak terkait
Proses ini dilakukan sebagai upaya pengumpulan informasi, data
aktual, dan klarifikasi permasalahan yang terjadi di lapangan dengan
menanyakan langsung dengan pihak yang berkepentingan terkait dengan
topik yang ada dan berdasarkan dengan bimbingan pembimbing lapang.
4. Praktik Langsung
Praktik ini dilakukan untuk mendapatkan pengalaman di dunia
kerja dan perbandingan antara teori materi perkuliahan terhadap realitanya di
lapangan.Mahasiswa diharapkan lebih aktif berperan dalam kegiatan harian di
perusahaan.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang sudah ada yang didapatkan
dari data perusahaan. Dalam penelitian tugas akgir ini, data sekunder yang
mendukung data-data primer serta isi dari penelitian yaitu berupa :
1) Data curah hujan

Page 13
2) Desain KPL
3) Luas catchment area
4) Luas KPL
5) Perhitungan jumlah volume air yang masuk ke dalam KPL
6) Jenis tumbuhan yang digunakan
7) Daya serap tumbuhan

3.2.3 Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan data dilakukan dengan melakukan penggabungan antara
data primer dan data sekunder yang telah didapat. Kemudian data dianalisis agar
dapat dievaluasi kinerja dari setiap proses pengolahan air asam tambang Kolam
Pengendapan Lumpur (KPL) Stockpile 1.

3.2.4 Pengambilan Kesimpulan


Dari hasil pengolahan dan analisis data hasil penelitian kemudian
diambil kesimpulan, kemudian memberikan rekomendasi yang mendasar kepada
perusahaan untuk masalah penanganan air asam tambang di KPL Stockpile 1
Tambang Air Laya.

Page 14
BAB IV
GAMBARAN UMUM

4.1 Sejarah Perusahaan

PT. Bukit Asam (Persero) Tbk mengawali kegiatan eksplorasi pada tahun
1915 sampai tahun 1918 dan mulai berproduksi pada tahun 1919. Sejarah
pertambangan batubara di Tanjung Enim dimulai sejak zaman kolonial Belanda
tahun 1919 dengan menggunakan metode penambangan terbuka (open pit mining)
di wilayah operasi pertama, yaitu di Tambang Air Laya (TAL). Selanjutnya mulai
1923 beroperasi dengan metode penambangan bawah tanah (underground mining)
hingga tahun 1940, sedangkan produksi untuk kepentingan komersial dimulai
pada tahun 1938.Seiring dengan berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di tanah
air, para karyawan Indonesia kemudian berjuang menuntut perubahan status
tambang menjadi pertambangan nasional.
Pada 1950, pemerintah Republik Indonesias kemudian mengesahkan
pembentukan Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA). Pada
1981, PN TABA kemudian berubah status menjadi Perseroan Terbatas dengan
nama PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero), Tbk yang selanjutnya disebut
perseroan. Dalam rangka meningkatkan pengembangan industri batubara di
Indoesia, pada 1990 Pemerintah menetapkan penggabungan Tambang Batubara
dengan Perseroan sesuai dengan program pengembangan ketahanan energi
nasional, pada 1993 Pemerintah menugaskan Perseroan untuk mengembangkan
usaha briket batubara. Pada 23 Desember 2002, Perseroan mencatatkan diri
sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia dengan kode “PTBA”.
Ditinjau dari lembaga yang mengurusnya sampai saat ini PT. Bukit Asam
(Persero) Tbk secara berturut – turut dikelola oleh :
1. Tahun 1919-1942 oleh pemeritah Belanda
2. Tahun 1942-1945 oleh pemerintah militer Jepang
3. Tahun1945-1947 oleh pemerintah Republik Indonesia

Page 15
4. Tahun 1947-1949 oleh pemerintah Belanda (agresi militer)
5. Tahun 1950 sampai dengan tahun sekarang oleh pemerintah Republik
Indonesia.
Sebagai sebuah perseroan dengan status Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
PTBA turut melaksanakan dan menunjang kebijakan serta program pemerintah
dibidang pembangunan ekonomi nasional.PTBA komitmen tinggi untuk
melakukan kegiatan penambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan serta prinsip-prinsip penambangan yang baik (good mining practices)
dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, yang terdiri dari tiga dimensi
yang saling terkait yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial. Untuk menunjukkan
komitmen tersebut PT. Bukit Asam (Persero) Tbk melakukan kegiatan usaha
sebagai berikut:
1. Mengusahakan pertambangan, meliputi : penyelidikan umum, eksplorasi,
eksploitasi, pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan perdagangan bahan-
bahan galian terutama batubara.
2. Mengusahakan pengolahan lebih lanjut atas hasil produksi bahan-bahan galian
terutama batubara.
3. Memperdagangkan hasil produksi di dalam dan diluar negeri, sehubungan
dengan usaha perseroan, baik hasil sendiri maupun hasil produksi pihak lain.
4. Mengusahakan atau mengoperasikan pelabuhandan dermaga khusus batubara,
baik untuk kebutuhan sendiri maupun kebutuhan pihak lain.
5. Mengusahakan atau mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU),
baik untuk kebutuhan sendiri maupun kebutuhan pihak lain.

2.1.1 Data Umum Perusahaan


Nama : PT. Bukit Asam (Persero) Tbk
Alamat :Jalan Parigi No.1, Talang Jawa, Tanjung Enim,
Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim,
Provinsi Sumatera Selatan, Kode Pos 31716
Telp. : 0734-451096
Website :http://www.ptba.co.id

Page 16
2.1.2 Visi, Data Umum Perusahaan dan Nilai Perusahaan
1. Visi PT.Bukit Asam (Persero) Tbk adalah :
Menjadi perusahaan energi kelas dunia yang peduli lingkungan.
2. Misi
Mengelola sumber energi dengan mengembangkan kompetensi
koorporasi dan keunggulan insani untuk memberikan nilai tambah
maksimal bagi stakeholder dan lingkungan.
3. Nilai
a. Visioner
Mampu melihat jauh ke depan dan membuat proyeksi jangka
panjang dalam pengembangan bisnis.
b. Integritas
Mengedepankan perilaku terpercaya, terbuka, positif, jujur,
berkomitmen dan bertanggung jawab.
c. Inovatif
Selalu bekerja dengan kesungguhan untuk memperoleh terobosan
baru untuk menghasilkan produk dan layanan terbaik dari
sebelumnya.
d. Professional
Melaksanakan semua tugas sesuai dengan kompetensi, dengan
kreativitas, penuh keberanian komitmen penuh, dalam kerjasama
untuk keahlian yang terus menerus meningkat.
e. Sadar biaya dan lingkungan
Memiliki kesadaran tinggi dalam setiap pengolahan aktifitas
dengan menjalankan usaha atau asas manfaat yang maksimal dan
kepedulian lingkungan.

2.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan


a. Struktur Organisasi Umum
Struktur organisasi perusahaan dibuat untuk meningkatkan kinerja
dari setiap divisi penyokong dalam suatu perusahaan. Dengan

Page 17
struktur organisasi yang optimal maka diharapkan mampu
mendukung pencapaian target di setiap tahunnya. Penyusunan
struktur organisasi dibuat berdasarkan spesifikasi dan fungsi
kinerja yang ada sehingga dapat dipertanggungjawabkan.Untuk
tugas operasionalnya, pengoperasian PT. Bukit Asam (Persero)
Tbk dipimpin oleh Dewan Direksi. Berdasarkan Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tanggal 27 Desember
2006, anggota direksi berubah dari lima orang menjadi enam
orang, dan dalam organisasi baru ini terdapat dua direktorat yang
tugasnya menjadi lebih fokus, yaitu Direktorat Niaga dan
Direktorat Pengembangan Usaha. Direktur Niaga fokus pada
upaya peningkatan pendapatan dan efisiensi biaya melalui proses
pengadaan barang dan jasa berdasarkan prinsip Good Coorporate
Governance (GCG). Direktur Pengembangan Usaha fokus pada
pengembangan usaha perusahaan dan memberikan jaminan
pertumbuhan perusahaan secara jangka panjang. Berikut struktur
organisasi PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. (Gambar 2.1)

Page 18
Gambar 2.1Struktur Organisasi Umum PT. Bukit Asam (Persero) Tbk.
Sumber : Satuan Kerja Wasnamtor PT. Bukit Asam (Persero) Tbk

b. Struktur Organisasi Pengelolaan Lingkungan


Satuan kerja pengelolaan lingkungan merupakan satuan kerja yang
bertugas dalam mengawasi dan menangani permasalahan lingkungan yang
terjadi akibat dari proses penambangan sampai pada pasca penambangan.

General Manajer

Senior Manajer PLPT

Manajer Pengelolaan Manajer Penunjang


Lingkungan Tambang

Page 19
AM AM Pengendalian AM Daerah AM
Pengendalian AM
Lingkungan Blok Aliran PerawatanRe
Lingkungan Revegetasi
Timur Sungai vegetasi
Blok Barat

Supervisor Supervisor Pengendalian Air Supervisor Sarana dan


Pengelolaan Limbah Asam Tambang Prasarana
B3

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Satuan Kerja Pengelolaan Lingkungan


Sumber : Satuan Kerja Pengelolaan Lingkungan PTBA

2.1.4 Satuan Kerja di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk


Secara umum satuan kerja yang terdapat di PT. Bukit Asam (Persero) Tbk cukup
banyak dansetiap satuan kerja mempunyai tugasnya masing-masing, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Satuan Kerja Swakelola
Satuan kerja ini mempunyai peranan penting dalam melakukan produksi
batubara ataupun tanah penutup (overburden) serta interburden.Satuan
kerja ini mempunyai kerjasama dengan perusahaan kontraktor PT. BKPL
(Bangun Karya Pratama Lestari) untuk menyewa alat berat milik PT.
BKPL tersebut. Satuan kerja ini melakukan pekerjaannya mulai dari
menambang (eksploitasi) sampai dengan temporary stock atau langsung ke
stockpile untuk produksi batubara maupun tanah penutup dan juga
melakukan pengawasan terhadap pihak PT. BKPL (Bangun Karya Pratama
Lestari) serta turun langsung ke lapangan untuk memberikan arahan serta
informasi terkait dengan produksi yang dilakukan.
2. Satuan Kerja Pengawasan Penambangan Kontraktor
Satuan Kerja Unit Pengawasan Penambangan Kontraktor (Wasnamtor)
merupakan satuan kerja yang memiliki peranan khusus untuk
mempertahankan stabilitas kerja penambangan yang dilakukan kontraktor
yang berfungsi untuk mengawasi dan mengarahkan sistem kerja yang

Page 20
dilakukan kontraktor untuk proses penambangan. Satuan kerja ini bekerja
sama dengan PT. Sumber Mitra Jaya (SMJ) dan PT. Pama Persada
Nusantara yang menjadi kontraktor dalam proses penambangan di wilayah
penambangan Banko Barat Pit 3 Timur dan Tambang Air Laya (TAL).
3. Satuan Kerja BWE System
Pekerjaan yang dilakukan melalui metode penambangan continuous
mining dengan BWE (Bucket Wheel Excavator).
4. Satuan Kerja Rencana Operasi (Renop)
Satuan kerja ini bertugas untuk merencanakan operasi jangka panjang dan
pendek.Untuk rencana jangka panjang yaitu berupa rencana tahunan dan
untuk rencana jangka pendek yaitu berupa triwulan. Dalam proses
perencanaan operasi jangka panjang biasanya diserahkan ke satuan kerja
POHA (Perencanaan Operasi Harian) untuk dibuat rencana harian pada
satuan kerja yang akan diberikan.
5. Satuan Kerja POHA (Perencanaan Operasi Harian)
Merupakan satuan kerja yang bertugas untuk membuat rancangan harian
terhadap rencana tahunan yang telah ditetapkan oleh satuan kerja Renop.
6. Satuan Kerja PAB (Penanganan Angkutan Batubara)
Satuan kerja ini ditugaskan dalam mengatur dan memonitoring peralatan
dan proses handling batubara baik pada jalur keretaapi maupun dengan
menggunakan dump truck untuk diangkut menuju pelabuhan ataupun ke
stockpile batubara.
7. Satuan Kerja Keloling (Pengelolaan Lingkungan)
Satuan Kerja yang bertugas dalam mengawasi dan menangani
permasalahan terhadap lingkungan yang dapat terjadi dari hasil proses
aktivitas penambangan selama dan atau sesudah pasca tambang.
8. Satuan Kerja K3
Merupakan satuan kerja yang bertugas untuk memberikan rasa aman
terhadap pekerja dari kondisi lingkungan kerja yang tidak aman serta
bertanggung jawab untuk keselamatan dan kesehatan pekerja.

Page 21
2.1.5 Ruang Lingkup dan Proses Produksi Perusahaan
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk di Unit Penambangan Tanjung Enim
(UPTE) beberapa site di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yaitu sebagai
berikut :
1. Tambang Muara Tiga Besar
Tambang Muara Tiga Besar (MTB) menggunakan sistem penambangan
dengan shovel and truck.Semuanya dikerjakan oleh pihak ketiga yaitu PT.
Pama Persada Nusantara.Di MTB ada dua wilayah penambangan, yaitu
Muara Tiga Besar Utara (MTBU) dan Muara Tiga Besar Selatan
(MTBS).Cara kerja sistem penambangan MTB dimulai dengan land
clearing (pembersihan semak-semak dan pepohonan), pengupasan
topsoil(tanah pucuk), pengupasan overburden (tanah penutup) dengan
shovel, laludiangkut dengan dump truck.Tanahdiangkut menuju lokasi
penimbunan sedangkan batubara ditumpuk di stockpile.
2. Tambang Air Laya (TAL)
Pada lokasi Tambang Air Laya terdapat dua metode penambangan utama
yaitu metode shovel and truck (menggunakan excavator dan dump truck)
serta memanfaatkan BucketWheel Excavator (BWE) system untuk
mengangkut batubara dari temporary menuju ke stockpile.Pada metode
BWE System ini sepenuhnya dilaksanakan oleh pihak PT. Bukit Asam,
sedangkan pada metode shovel and truck dilaksanakan oleh pihak ketiga
(kontraktor). Semua hasil penggalian batubara dengan metode shovel and
truckakan ditampung di temporary stockpile dan TLS 1 dan TLS 2.
Melalui TLS inikemudian batubara dimuat ke gerbong untuk dikirim ke
pelabuhan Tarahan (Lampung) dan dermaga Kertapati (Palembang)
menggunakan kereta api yang memiliki 40-60 gerbong sekali jalan,
dengan kapasitas 30-50 ton untuk satu gerbong kemudian dipasarkan baik
untuk keperluan domestik maupun keperluan ekspor.
3. Banko Barat
Tambang Banko Barat memiliki luas WIUP 4500 Ha.Tambang Banko
Barat yang terdiri dari Pit 1 dan Pit 3, dimana pada masing-masing Pit

Page 22
telah dibagi lagi Pit 1 Barat dan Pit 1 Timur, sedangkan pada Pit 3 dibagi
menjadi Pit 3 Timurdan Pit 3 Barat dipegang oleh kontraktor yaitu PT.
SMJ (Sumber Mitra Jaya) dan Pit 3 Timur oleh PT. BKPL (Bangun Karya
Pratama Lestari). Pada Pit 3 Timur, pengelolaan dipegang oleh PT.SMJ, di
Pit 1 Barat oleh Swakelola PTBA.
Untuk mendukung produktivitas dan efisiensi kerja PT. Bukit Asam (Persero) Tbk
mengoperasikan tiga pelabuhan khusus batubara, yaitu :
1. Pelabuhan Tarahan (Lampung)
2. Pelabuhan Kertapati (Sumatera Selatan)
3. Pelabuhan Teluk Bayur (Sumatera Barat)

Gambar 2.3Peta Lokasi Unit Produksi PT. Bukit Asam (Persero) Tbk
Sumber : Satker Perencanaan Tambang PT. Bukit Asam (Persero) Tbk

Page 23
BAB V
KONDISI EKSISTING

5.1 Sumber Air Asam Tambang KPL Stockpile 1


Sumber Air Asam Tambang kpl Stockpile 1 yang dihasilkan oleh PT Bukit
Asam, Tbk berasal dari beberapa sumber diantaranya:
1. Air asam tambang yang bersumber dari lokasi penambangan (mine sump)
Air asam tambang terbentuk akibat terbukanya lapisan penutup sehingga
unsur-unsur sulfida akan mudah teroksidasi dan bereaksi dengan air dan
oksigen.
2. Air asam tambang dari lokasi timbunan batuan
Air asam tambang terbentuk akibat adanya kontak langsungantara udara
dan air dengan timbunan batuan yang mengandungmineral sulfida.
3. Air asam tambang dari stockpile batubara
Kandungan sulfida pada tumpukan batubara memberikanpotensi
terbentuknya air asam tambang akibat unsur sulfida bercampurdengan air
sehingga teroksidasi dan akan membentuk senyawa asam.Sumber air asam
tambang di Stockpile bersumber dari limpasan airpencucian batubara dan
air hujan.
4. Air asam tambang dari pencucian coal handling facility (CHF)
CHF merupakan fasilitas yang digunakan untuk penangananbatubara.Air
asam terbentuk akibat penggunaan air yangdimanfaatkan untuk pencucian
batubara dan berasal dari air yangbercampur dengan debu pada belt
conveyor.
5. Air asam tambang yang bersumber dari train loading station (TLS)
Air asam tambang yang bersumber dari TLS berasal daritumpahan-
tumpahan batubara pada saat pengisian kedalam gerbongkereta.Tumpahan
batubara ini dapat bereaksi dengan air dan udarasehingga membentuk air
asam tambang.

Page 24
5.2 Lokasi penelitian KPL Stockpile 1 PT. Bukit Asam, Tbk
KPL (Kolam Pengendap Lumpur) Stockpile 1 merupakan salah satu lokasi
pengolahan air asam tambang di PT Bukit Asam, Tbk yang dibangun sejak tahun
2004 dengan luas ± 3,7 Ha, dengan area tangkapan (catchment area)seluas 34 Ha
dan kapasitas 35.000 m3yang terdiri dari 12 kompartemen dan berlokasi di IUP
Tambang Air Laya.

Gambar 5.2 KPL Stockpile 1


(sumber: satker perencanaan lingkungan PTBA)

Berdasarkan hasil observasi lapangan dan wawancara pekerja, pengolahan


AAT oleh pihak PTBA menggunakan metode constructed wetland. AAT yang
berasal dari stockpile 1 dan TLS di alirkan ke kompartemen ketiga untuk
mendapatkan pengolahan secara pasif. Air asam tambang yang diolah secara aktif
dan pasif ini bertemu pada kompartemen terakhir (dua belas) sebelum dialirkan ke
titik outlet yang menuju ke badan air.

Pada wetland KPL Stockpile 1, PTBA juga melakukan treatment secara aktif
dengan pH adjester yang berada pada dua lokasi yaitu antara kompartemen
sepuluh dan sebelas serta antara kompartemen sebelas dan dua belas. Namun

Page 25
pengaktifan pH adjester ini sangat jarang dilakukan karena pH adjester ini hanya
diaktifkan jika AAT yang diproduksi berada dalam jumlah yang banyak sehingga
membutuhkan treatment tambahan dalam menaikkan pH air asam tambang.
Namun selama penelitian dilakukan, pH adjester ini tidak pernah diaktifkan.

5.3 Pengolahan Air Asam Tambang Stockpile 1 PT. Bukit Asam, Tbk

Gambar 5.3 Proses pengolahan AAT KPL Stockpile 1

Pengolahan AAT Stockpile 1 pihak PTBA menggunakan 2 metode


pengolahan, yaitu metode aktif dan metode pasif. Berikut proses pengolahan dari
kedua metode tersebut:
5.3.1 Pengolahan Aktif
Pengolahan aktif (active treatment) dikhususkan pada air asam dari
mine sump pit Tambang Air Laya karena air asamnya memiliki karakteristik
pH dan TSS yang rendah, sehingga lebih efektif dengan metode pengolahan
aktif.
a. Bahan kimia penetral asam
1. Kapur Tohor (CaO)
Kapur Tohor merupakan salah satu bahan yang paling umum
dipergunakan untuk meningkatkan pH, yang memiliki kelebihan
dan kekurangan sebagai berikut (Rudy Sayoga G, 2014):

Page 26
Kelebihan :
a) Relatif Murah
b) Dapat mencapai pH tinggi untuk menghilangkan Fe dan Mn.
c) Cukup tersedia, walaupun kualitasnya harus dikendalikan
d) Kemampuan netralisasi tinggi
e) Penggumpalan lempung
Sedangkan kekurangannya adalah :
a) Membutuhkan kontak yang baik agar efektif
b) Memerlukan sarana pengolahan
c) Volume lumpur dapat berlebihan
d) Dapat mencelakai pekerja
e) Kelarutan yang rendah

2. Kaustik Soda (NaOH)


Reaksi NaOH dengan Air Asam Tambang :
2NaOH + H2SO4 2H2O + Na2SO4
Fe2(SO2)3 + NaOH Na2SO4 + Fe(OH)3
Berikut kelebihan dan kekurangan NaOH untuk pengolahan air
asam tambang (Rudy Sayoga G, 2014):
Kelebihan NaOH :
a) Hanya memerlukan sistem pencampuran yang sederhana
karena dapat dalam bentuk cairan
b) Tidak menghasilkan lumpur kalsium sulfat
c) Dapat mencapai pH yang cukup tinggi untuk menghilangkan
kandungan Fe2+ dan Mn2+
d) Ekivalen netralisasi yang tinggi
Kekurangan NaOH :
a) Mahal
b) Dapat membahayakan pekerja
c) Pengolahan berlebih (over treat) mudah terjadi
d) Kapasitas buffer kecil

Page 27
e) Volume lumpur yang tinggi – lumpur dengan densitas yang
rendah bisa tidak stabil untuk Mn2+ menjadi mudah terlarut
kembali.

b. Proses pengolahan aktif


1) Air asam dari pit air laya dipompa ke area KPL Stockpile 1,
setelah itu ditampung pada sebuah kolam yang didasarnya
ditempatkan karung – karung berisi kapur tohor.
2) Setelah itu dialirkan ke kolam kedua yang lebih besar dan
panjang dengan ukuran 40 m x 16 m dengan kedalaman 3 m,
disini didesain dengan kolam yang lebih panjang dengan
tujuan bisa mengendapkan padatan pada air asam tersebut,
baik padatan bawaan air asam tambang ataupun hasil endapan
dari reaksi kapur tohor dengan logam pada air asam tambang,
pada kolam ini juga ditambahkan cairan kimia NaOH dengan
kadar 45% dengan dosis 1,5 ml/m3. Kolam ini didesain lebih
panjang dan aliran air yang lambat, dengan tujuan memberi
waktu yang cukup untuk proses reaksi NaOH dengan air asam
tambang, dan memberi kesempatan pada endapan hasil reaksi
untuk mengendap pada dasar kolam dengan prinsip gravitasi.
3) Dialirkan pada kolam ketiga hinga keenam yang berukuran 72
m x16 m, dengan kedalaman 3 m,.
4) Berikutnya air dialirkan ke kolam pengolahan pasif untuk
pengolahan lebih lanjut.

c. Perawatan kolam pengolahan aktif


Perawatan intalasi pengolahan aktif ini dilakukan dengan cara :
1. Pembersihan karung – karung bekas bungkus kapur tohor yang
ditenggelamkan didasar kolam pengolahan.

Page 28
2. Pengerukan endapan pada dasar kolam pengolahan agar
kapasitas kolam pengolahan tetap maksimal, sesuai dengan
desain awalnya.
3. Pembersihan kolam dan saluran air dari tumbuh – tumbuhan
pengganggu, yang bisa mengurangi kapasitas kolam ataupun
memperlambat aliran air pada saluran.

5.3.2 Pengolahan Pasif


Pengelolaan secara pasif (Passive Treatment) difokuskan untuk
menurunkan kandungan logam berat pada air asam tambang pada kolam
wetland. Pengelolaan yang dilakukan dengan memanfaatkan tumbuhan air
untuk menyerap kandungan logam berat pada Air Asam Tambang. Metode
menurunkan kandungan bahan pencemar dengan memanfaatkan tumbuhan
sebagai media biasa disebut dengan Fitoremediasi. Tumbuhan air menyerap
kandungan logam tertentu sesuai dengan jenis dan kemampuan tanaman.
Pada kolam wetland pengelolaan Air Asam Tambang PT Bukit Asam
menggunakan tanaman air typha, eceng gondok, kiambang, teratai dan akar
wangi. Masing-masing tanaman ditanam pada kolam yang berbeda dengan
kemampuan penyerapan logam berat yang berbeda pula. Kandungan
pencemar logam berat yang difokuskan pengelolaannya dalam air asam
tambang adalah logam besi (Fe) dan Mangan (Mn) agar konsentrasi
kandungan logam berat Fe dan Mn pada outlet KPL dapat memenuhi baku
mutu lingkungan, berikut tabel penyerapan logam oleh tanaman, berdasar
hasil analisa laboratorium Sameo Biotrop yang bekerjasama dengan PT.
Bukit Asam.
a. Proses pengolahan pasif
1) Air dari pengolahan aktif dialirkan ke kolam pengolahan pasif
pertama yang berukuran 72 m x 16 m dengan kedalaman 3 m.
Disini kolam didesain untuk mengalirkan air secara lambat
sehingga padatan – padatan bisa terendap dengan prinsip
gravitasi, selain itu pada kolam ini juga terdapat tumbuhan

Page 29
penyerap logam dari jenis Typha Angustifolia, tumbuhan jenis
ini memiliki kemampuan untuk menyerap kandungan logam
pada air asam tambang baik melalui akar maupun batangnya.
2) Selanjutnya air dialirkan ke kolam kedua hingga kelima,
dengan ukuran 20 m x 16 m, dan kedalaman 3 m, pada kolam
ini juga memakai tumbuhan berjenis Typha untuk menyerap
kandungan logam pada air asam, pada kolam ini aliran air
dibuat berkelok kelok dari satu kolam ke kolam lain, sehingga
penyerapan logam lebih maksimal.
3) Berikutnya air dialirkan ke kolam keenam, disini pengolahan
menggunakan system Floating Wetland, yang menggunakan
tanaman berjenis Akar wangi dan Teratai.
4) Berikutnya air dialirkan ke kolam ketujuh yang menggunakan
Kiambang, Eceng gondok, Teratai dan Melati Air untuk
penyerapan logamnya, dan disiapkan juga bahan penjernih air
(koagulan) berjenis Kuriflock apabila hasil pengolahan belum
maksimal.
5) Selanjutnya air dialirkan ke kolam kedelapan, disini
menggunakan Eceng gondok sebagai tanaman penyerap
logamnya, namun pada saat penulis ke lapangan, eceng gondok
pada pipa penahan tanaman didepan inlet kolam hampir habis
terhanyut keluar, ini dikarenakan titik penempatan pipa
penahan tanaman terlalu dekat dengan inlet, sehingga disaat
debit air masuk besar, maka eceng gondok akan terdorong
keluar dari pipa, karena itu sebaiknya titik penempatan pipa
penahan digeser lebih menjauh dari inlet kolam, dan kayu –
kayu penahan air masuk diperbanyak, sehingga air masuk tidak
terlalu deras. Pada outlet kolam ini juga disediakan bahan
penetral berjenis NaOH dengan kadar 25%, bahan ini
digunakan apabila hasil pengolahan belum memenuhi baku
mutu lingkungan.

Page 30
6) Selanjutnya air dialirkan ke kolam kesembilan, disini juga
menggunakan tanaman eceng gondok.
7) Kolam terakhir adalah kolam pengendap lumpur tanpa
tanaman penyerap logam, dan selanjutnya air dibuang ke
Sungai Enim setelah melewati titik penaatan.

b. Perawatan kolam pengolahan pasif.


Perawatan intalasi pengolahan aktif ini dilakukan dengan cara :
1. Pengerukan endapan pada dasar kolam, agar kapasitas kolam
tetap maksimal, dan air tidak meluber keluar.
2. Penggantian tanaman yang telah mencapai batas maksimal
penyerapan logam, yang ditandai dengan tanaman
menguning/layu dan akhirnya mati.
3. Penggantian media tanam pada floating wetland, dimana
sangat dibutuhkan oleh akar wangi untuk tumbuh dengan baik.
4. Pembersihan kolam dan saluran air dari tumbuh – tumbuhan
pengganggu, yang bisa mengurangi kapasitas kolam ataupun
memperlambat aliran air pada saluran.

5.3.3 Quality Control


a. Pengecekan pH dan debit harian
Pengecekan pH dilakukan oleh staf Asisten Manager Pengawasan
Lingkungan setiap hari, dan untuk debit harian dicek melalui ketinggian
air pada tiang pengukur ketinggian air, dan selanjutnya dimasukkan
pada tabel/diagram debit yang ada pada papan informasi KPL, sehingga
langsung diketahui debitnya. ada gambarnya+lampirannya

b. Pengecekan TSS, Fe dan Mn


Pengecekan nilai TSS, Fe dan Mn dilaksanakan 1 bulan sekali, dan
pengujian laboratorium oleh unit laboratorium PT. Bukit Asam yang
telah tersertifikasi Komite Akreditasi Nasional (KAN), dan hasilnya

Page 31
dikirimkan ke Badan Lingkungan Hidup Propinsi Sumatera Selatan. ada
gambar+lampirannya

Page 32
BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Evaluasi Pengolahan AAT

Page 33
BAB VI
PENUTUP

Page 34

Anda mungkin juga menyukai