Anda di halaman 1dari 75

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini semakin banyak perusahaan pertambangan batubara

yang beroperasi di Indonesia, tak terkecuali di kabupaten Lahat, provinsi

Sumatera Selatan. PT. Dizamatra Powerindo termasuk salah satu

perusahaan yang bergerak dibidang industri pertambangan batubara terus

berupaya meningkatkan kinerja perusahaan. Peningkatan kinerja tersebut

menyangkut segi produksi, mutu, wilayah pemasaran, penjualannya, tak

terkecuali mengenai pengelolaan lingkungan pertambangan.

Sesuai dari tempat terbentuk dan letaknya, bahan galian berada di

bawah permukaan bumi, tak terkecuali batubara. Kondisi ini menyebabkan

adanya kecenderungan operasi penambangan batubara (coal getting)

beresiko terhadap perubahan lingkungan. Pembukaan area pertambangan

selain berpotensi merubah bentang alam, juga berpotensi merubah

(menurunkan kualitas) air di lingkungan setempat.

Kualitas air menurun bisa disebabkan oleh adanya air sisa

penambangan yang tidak netral yaitu yang mempunyai nilai pH yang rendah

yang disebut air asam tambang (acid mine drainage). Air dengan kondisi

seperti ini dapat mencemari lingkungan, baik lingkungan biotik ataupun

1
abiotik. Untuk mengantisipasi hal ini maka perlu dilakukan perencanaan

dalam proses penetralan air asam tambang, sehingga diharapkan air sisa

penambangan tersebut tidak akan merusak lingkungan, sementara kegiatan

penambangan dapat terus berjalan.

Dalam suatu perencanaan penambangan selain memperhitungkan

berapa besar jumlah cadangan yang dapat diambil, dalam perencanaan juga

harus dilakukan untuk mengetahui besarnya potensi dampak-dampak buruk

yang dapat ditimbulkannya, tak terkecuali dampak dari air asam tambang

yang akan terbentuk. Mengetahui potensi keasaman air dari suatu kegiatan

penambangan sangat penting karena keasaman air tersebut merupakan

potensi yang tentu akan menjadi persoalan setelah dilakukan penambangan.

Potensi timbulnya air asam tambang ini memerlukan antisipasi agar

keberadaan air asam tidak berdampak buruk terhadap kerusakan/

pencemaran lingkungan dimana sungai adalah tempat air sisa penambangan

tersebut akan dibuang sementara masyarakat di lingkungan areal

penambangan masih sangat tergantung dengan air sungai tersebut untuk

kegiatan sehari-hari.

Potensi air asam tambang harus diketahui dan dihitung tingkat

keasamannya secara cermat agar langkahlangkah preventif untuk

pengendaliannya dapat dilakukan. Pengelolaan yang benar dilakukan dengan

tujuan agar suatu mineral beserta batuanbatuan penutup dan batuan

batuan sampingnya seperti pyrite, marcasite, covellite, chalcopyrite,


2
molybdenite tidak menjadi persoalan, baik sewaktu tambang itu sedang aktif

ataupun setelah tambang tersebut tidak beroperasi lagi (pasca

penambangan) karena sumber dari air asam tambang adalah dari

keberadaan batuan-batuan dan mineral tersebut di atas.

Pengendalian terhadap air asam tambang merupakan hal yang perlu

dilakukan selama kegiatan penambangan berlangsung dan setelah kegiatan

penambangan berakhir. Air asam tambang (acid mine drainage) dapat

mengakibatkan menurunnya kualitas air, air permukaan dan air tanah, selain

itu jika dialirkan ke sungai akan berdampak terhadap masyarakat yang tinggal

disepanjang aliran sungai serta akan mengganggu biota yang hidup didarat

juga biota diperairan.

Berangkat dari kondisi-kondisi tersebut di atas maka penulis

melakukan analisis terhadap penetralan air asam tambang di PT. Dizamatra

Powerindo dengan judul penelitian Analisis Proses Penetralan Air Asam

Tambang (AAT) Dengan Menggunakan Metode Pengapuran Untuk

Mengurangi Tingkat Keasaman Pada PT. Dizamatra Powerindo, Lahat

1.2. Batasan Masalah

Batasan masalah dari penyusunan penelitian tugas akhir ini adalah

menganalisis tentang proses penetralan air asam tambang (AAT) dengan

menggunakan metode pengapuran untuk mengurangi tingkat keasaman air

pada PT. Dizamatra Powerindo, Lahat.

3
1.3. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah

sebagai berikut :

1. Mengetahui bagaimana proses penetralan air asam tambang dengan

menggunakan metode pengapuran.

2. Mengetahui perbandingan jumlah air asam tambang dan jumlah kapur

pada saat proses penetralan air asam tambang dilakukan.

3. Mengidentifikasi waktu yang dibutuhkan untuk proses penetralan air

asam tambang dalam satu periode penetralan.

4. Mengetahui pH air yang dialirkan dari Kolam Pengendap Lumpur (KPL)

ke sungai.

1.4. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipakai dalam penulisan tugas akhir ini yaitu

metode penelitian deskriptif murni yaitu memberikan gambaran yang sejelas-

jelasnya terhadap objek penulisan. Dalam penulisan tugas akhir ini

memberikan gambaran tentang proses penetralan air asam tambang dengan

menggunakan metode pengapuran untuk mengurangi tingkat keasaman air

pada PT. Dizamatra Powerindo, Lahat.

4
Adapun metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah

penelitian langsung di lapangan, yaitu terdiri dari :

1. Studi literatur yang dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang

dapat menunjang penulisan ini dan dapat diperoleh dari buku-buku

bacaan, dan juga bahan-bahan dari internet yang ada hubungannya

dengan permasalahan penelitian yang akan dibahas.

2. Pengamatan lapangan

Pengamatan dilakukan dengan peninjauan langsung keadaan di

lapangan terhadap cara proses penetralan air asam tambang.

3. Pengambilan data

Untuk memperoleh data yang diperlukan, penulis menggunakan

beberapa sumber data antara lain data primer dan data sekunder.

a. Data primer

Metode ini merupakan kegiatan melakukan observasi dan

pengamatan secara langsung terhadap proses yang terjadi di

lapangan, mencari informasi pendukung yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan diteliti dan pengambilan data di lapangan

antara lain yaitu :

1. Proses penetralan air asam tambang

2. Perbandingan jumlah kapur dan air asam tambang

3. Waktu dalam satu periode penetralan

4. Nilai pH air yang di buang ke sungai.


5
b. Data sekunder

Metode ini merupakan studi kepustakaan, metode ini dilakukan

dalam rangka mendukung penelitian yaitu berupa data curah hujan,

buku, internet, wawancara, dan sarana penunjang lainnya yang bisa

dijadikan bahan untuk proses penelitian.

4. Akuisisi data

Akuisisi data yaitu data yang diperoleh dari lapangan baik data primer

maupun data sekunder kemudian dikumpulkan dan dikelompokkan,

dimana hal ini dilakukan untuk memudahkan analisis sehingga kerja

menjadi lebih efisien.

5. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan secara matematis dengan menggabungkan

data-data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder,

dengan mengacu kepada teori yang diperoleh melalui literatur, kemudian

dianalisis sehingga diperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian.

1.5. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi

manfaat untuk kemajuan bersama antara lain yaitu :

1. Bagi perusahaan

Penelitian ini diharapakan akan menjadi bahan evaluasi kedepan

untuk menjadi masukan yang positif terhadap kinerja para karyawan

6
dalam melakukan proses penetralan air asam tambang (AAT) sebelum

membuang air sisa penambangan yang dialirkan dari kolam pengendap

lumpur (KPL) ke sungai.

2. Bagi penulis

Dapat mengetahui bagaimana proses penetralan air asam

tambang (AAT) dengan menggunakan metode pengapuran.

3. Manfaat bagi pembaca

Sebagai data sekunder dan referensi bagi mahasiswa dan orang-

orang yang berminat terhadap dunia pertambangan.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Dizamatra Powerindo ini berdiri pada tanggal 5 April 1994 dan

dimulainya kegiatan eksplorasi yaitu pada tahun 2006. Pada tahun 2008

dilakukan kegiatan konstruksi, sedangkan kegiatan operasi penambangan

baru dimulai pada tahun 2010 sesuai dengan keluarnya Surat Keputusan

Bupati Lahat No. 503/172/KEP/PERTAMBEN/2010 pada tanggal 29 April

2010.

PT. Dizamatra Powerindo merupakan pemegang kuasa pertambangan

nomor KW.15/20/LHT/2008 yang berada di daerah kabupaten Lahat, provinsi

Sumatera Selatan. Perusahaan ini bergerak dibidang pertambangan,

pengeboran, dan perdagangan. Adapun dalam melakukan kegiatan

penambangan batubara berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lahat No.

503/172/KEP/PERTAMBEN/2010 pada tanggal 29 April 2010. PT. Dizamatra

Powerindo memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi yang

terletak di kecamatan Merapi Barat, kabupaten Lahat, Sumatera Selatan

dengan luas wilayah berdasarkan pada Surat Keputusan Izin Usaha

Pertambangan Eksploitasi adalah 971 Ha.

8
Dari segi produksi PT. Dizamatra Powerindo ini terus berupaya dalam

meningkatkan kinerja perusahaan. Peningkatan kinerja perusahaan tersebut

menyangkut segi produksi, mutu dan kualitas batubara. Dari segi produksi

PT. Dizamatra Powerindo ini harus mencapai target produksi batubara yaitu

sebesar 50.000 ton/bulan sesuai dengan permintaan konsumen.

2.2. Lokasi PT. Dizamatra Powerindo

Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi

PT. Dizamatra Powerindo secara geografis berada pada koordinat 103 o 35

54,30103o 38 47,10 Bujur Timur dan 3o 43 18,603o 45 38,20 Lintang

Selatan. Secara administratif areal penambangan perusahaan ini berada di

kecamatan Merapi Barat, kabupaten Lahat, provinsi Sumatera Selatan.

Untuk mencapai lokasi penambangan PT. Dizamatra Powerindo

perjalanan dari Jakarta ke Palembang dengan transportasi udara selama

1 jam, kemudian dari kota Palembang menuju lokasi penambangan

PT. Dizamatra Powerindo searah dengan kota Lahat dilakukan dengan

perjalanan darat menggunakan kendaraan roda empat dengan lama

perjalanan 5 jam. Jalan yang dilalui menuju lokasi penambangan

merupakan jalan provinsi dan jalur lintas Sumatera. Lokasi penambangan

terletak di jalur trans Sumatera sehingga akses menuju lokasi IUP sangat

mudah.

9
Sarana perhubungan dari kota Lahat menuju lokasi penambangan

PT. Dizamatra Powerindo dapat ditempuh dengan menggunakan sarana

angkutan darat yang berupa kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat

dengan lama perjalanan 30 menit. Perjalanan menuju ke lokasi

penambangan cukup lancar karena ditunjang oleh fasilitas jalan kabupaten

dan jalan kecamatan yang kondisinya cukup baik. Peta lokasi PT. Dizamatra

Powerindo dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Lokasi IUP Operasi Produksi

PT. Dizamatra Powerindo di


Kecamatan Merapi Barat

Sumber : PT. Dizamatra Powerindo

Gambar 1

Peta Lokasi PT. Dizamatra Powerindo

10
2.3. Iklim

Iklim adalah rata-rata peristiwa cuaca disuatu daerah tertentu,

termasuk perubahan ekstrem musiman dalam waktu yang relatif lama,

contohnya yaitu musim dingin, panas, semi, gugur, hujan dan musim

kemarau. Secara umum kondisi iklim di daerah penambangan PT. Dizamatra

Powerindo adalah tropis basah, mempunyai suhu udara rata-rata 28,3C,

dengan suhu terendah yakni 23,1C dan suhu tertinggi yakni 34,1C dengan

penyinaran matahari yang berlangsung sepanjang tahun (Gambar 2).

Sebagaimana umumnya daerah tropis maka di daerah penelitian

mempunyai dua musim yakni musim kemarau dan musim hujan. Musim

kemarau rata-rata terjadi pada bulan Juni sampai dengan bulan September

dan musim hujan pada bulan Oktober sampai dengan bulan April.

2.4. Flora dan Fauna

Flora dan fauna adalah jenis-jenis tumbuhan dan hewan yang berada

di daerah sekitar penelitian, dimana kekayaan alam flora di kabupaten Lahat

tidaklah jauh berbeda dengan kabupaten-kabupaten lain di Indonesia.

Kekayaan alam flora yang terdapat di kabupaten Lahat berupa beberapa

jenis tumbuhan keras dan bunga yang memiliki keunikan tersendiri. Adapun

tumbuhan keras yang ada di kabupaten Lahat antara lain bermacam-macam

jenis kayu, misalnya unglen, merawan, petanang, tembesu, nibung, gelam,

meranti, pinus, kulim, dan beberapa jenis kayu lainnya lagi. Dari beberapa

11
jenis kayu diatas ada kayu-kayu yang digunakan untuk bahan pembuatan

barang furniture dan kayu untuk membuat rumah. Sementara jenis tumbuhan

bunga yang ada di kabupaten Lahat antara lain bunga paku tiang, terentang,

sindur, anggrek, dan masih banyak lagi jenis- jenis lainnya.

Sumber: Data suhu PT. Dizamatra Powerindo

Gambar 2

Suhu di PT. Dizamatra Powerindo

Hewan-hewan liar yang berada di daerah sekitar penelitian khususnya

di kabupaten Lahat tidaklah asing bagi masyarakat karena hewan-hewannya

tidaklah jauh berbeda dengan yang ada dibeberapa kepulauan nusantara

lainnya, hal ini dikarenakan kabupaten Lahat alamnya yang dilintasi oleh

garis khatulistiwa sehingga banyak persamaan baik tumbuhan ataupun

12
hewan liar. Hewan-hewan liar yang sering dijumpai di daerah penelitian ini

seperti monyet, burung, babi dan hewan-hewan lainnya.

2.5. Kondisi Geologi

Kondisi geologi adalah keadaan yang dapat memberikan informasi

mengenai tempat penelitian pada PT. Dizamatra Powerindo. Kondisi geologi

ini dilihat berdasarkan keadaan topografi, stratigrafi, struktur geologi dan

sejarah geologi.

2.5.1. Topografi

Topografi adalah keadaan yang menyangkut bentuk dari permukaan

bumi. Keadaan topografi daerah penambangan PT. Dizamatra Powerindo

adalah bergelombang sedang yang memiliki ketinggian sekitar 39 meter

hingga 100 meter di atas permukaan laut, dapat dilihat pada Gambar 3.

Vegetasi yang terdapat di daerah penelitian berupa hutan sekunder

(semak belukar) yang mendominasi sebagian areal yang belum dibuka.

Vegetasi lainnya berupa alang-alang dan jenis tumbuhan lainnya yaitu

tumbuhan jenis perdu seperti seduduk, kerinyu, rumput tahi ayam dan

belidang.

2.5.2. Stratigrafi

Stratigrafi adalah ilmu yang mempelajari tentang perlapisan batuan,

yang dimaksud dengan perlapisan batuan yaitu mengenai penyebaran,

komposisi, umur, keragaman dan korelasi lapisan batuan. Berdasarkan

13
stratigrafi atau lapisan batuan daerah penambangan PT. Dizamatra

Powerindo diurutkan dari tua ke muda, dapat dilihat pada Tabel I.

Litologi adalah deskripsi batuan pada singkapan berdasarkan

karakteristik batuan seperti warna dan komposisi batuan. Dari susunan

litologi penyusunnya terlihat bahwa formasi Muara Enim diendapkan pada

lingkungan paralik sampai litoral yang berasosiasi dengan rawa.

Sumber: PenelitianTugas Akhir Mei 2014

Gambar 3

Vegetasi Daerah Sekitar Penelitian

14
Tabel I

Stratigrafi Daerah Penelitian

Sumber : PT. Dizamatra Powerindo

15
2.5.3. Struktur Geologi

Struktur geologi adalah struktur perubahan lapisan batuan sedimen

akibat kerja kekuatan tektonik dan merupakan cabang ilmu geologi yang

mempelajari mengenai bentuk arsitektur kulit bumi. Endapan batubara

PT. Dizamatra Powerindo ditemukan pada formasi Muara Enim, formasi

Muara Enim dibagi menjadi dua satuan, yaitu:

1. Satuan Bawah

Formasi satuan bawah terdiri dari batu pasir, batu lanau, batu

lempung, dan batubara. Pada umumnya batu pasir dan batu lanau lebih

dominan. Batubara berwarna hitam, retak-retak, agak rapuh, dan di

beberapa tempat dijumpai silicified coal, batubara dengan ciri litologi

seperti ini disebut subbituminus.

2. Satuan Atas

Formasi satuan atas terdiri dari batu pasir, batu lanau, lempung,

dan batubara. Litologi pada batuan atas mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut :

a. Batu pasir : putih kecoklatan

b. Batu lanau : abu-abu terang sampai gelap

c. Batu lempung : abuabu gelap, menyerpih.

d. Batubara : hitam, rapuh

Data hasil pemboran diketahui bahwa batuan penyusun daerah

penambangan yaitu sebagai berikut:


16
1. Batu pasir : Abu-abu keputihan, masif, berbutir halus, keras, sedikit

terdapat mineral kuarsa.

2. Batu lanau : Abu-abu terang sampai abu-abu gelap

3. Batu lempung : Abu-abu gelap sampai abu-abu kecoklatan, rendah,

terdapat sisa tumbuhan.

4. Batubara : Hitam, keras, britle, mengkilap, gores hitam, pecahan sub-

concoidal-concoidal, terdapat pyrite pengisi cleat, cleat jarang. Batubara

ditemukan pada kedalam yang bervariasi.

2.5.4. Sejarah Geologi

Sejarah geologi adalah salah satu cabang geologi yang mempelajari

sejarah terbentuknya bumi. Adapun sejarah geologi PT. Dizamatra

Powerindo dimulai dengan diendapkannya formasi Air Benakat di cekungan

Sumatera Selatan. Pada cekungan Sumatera Selatan terjadi 3 orogenesa,

orogenesa yaitu skala waktu geologi yang berlangsung antara 1.808.000

sampai 11.500 tahun yang lalu. Adapun 3 orogenesa yang terjadi yaitu

orogenesa mesozoik tengah, tektonik kapur akhir-tersier awal dan

orogenesa plio-plistosen.

Pada kala Mio-Pliosen diendapkan formasi Muara Enim yang terdiri

dari batu pasir, batu lanau, batu lempung dan batubara. Menjelang akhir

pengendapan formasi ini, terjadi kegiatan vulkanik di sebelah Barat Daya-

Selatan cekungan Sumatera Selatan yang menyebabkan material yang

diendapkan berikutnya bersifat tufaan. Pada kala pliosen atas diendapkan


17
formasi kasai, selaras diatas formasi Muara Enim, dengan litologi yaitu batu

pasir tufaan, batu lanau tufaan, dan tufa. Pada kala plio-pleistosen terjadi

kegiatan tektonik yang mengakibatkan terbentuknya lipatan (fold) dan sesar

(fault).

Lipatan (fold) yaitu perubahan bentuk dan volume pada batuan

sedangkan sesar (fault) yaitu rekahan yang mengalami geseran-geseran,

disusul adanya intrusi dangkal andesit-piroksen. Dyke yaitu bentuk tubuh

batuan yang memotong batuan di sekitar dan menerobos lapisan sedimen di

atasnya. Setelah itu terjadi denudasi atau pengelupasan batuan induk yang

telah mengalami proses pelapukan, erosi, dan transportasi yang berlangsung

terus menerus sampai sekarang.

2.6. Cadangan dan Kualitas Batubara

Cadangan batubara adalah bagian dari sumber daya batubara yang

telah diketahui dimensi, sebaran, kuantitas dan kualitasnya yang pada saat

pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang. Cadangan batubara

PT. Dizamatra Powerindo terdiri atas 3 lapisan utama yakni lapisan A, B,

dan C dengan ketebalan rata-rata lapisan A setebal 13,3 meter, lapisan B

setebal 16,9 meter, dan lapisan C setebal 7,5 meter. Untuk lebih jelasnya

cadangan batubara PT. Dizamatra Powerindo dapat dilihat pada Tabel II

berikut ini.

18
Tabel II

Cadangan Batubara PT. Dizamatra Powerindo

Resource Coal Summary (Kt)


Seam
Measured Indicated Inferred Total

A1 - - 3.000 3.000

AoU - - 200 200

AoL - - 400 400

AU 3.800 2.100 - 5.900

A 32.750 15.800 8.400 56.950

AL 500 200 - 700

B1U - - 200 200

B1 - 1.300 600 1.900

B1L - - 400 400

B 54.600 24.200 12.000 90.800

C 29.250 9.600 5.000 43.850

Total (Mt) 121 53 30 204


Sumber : Bidang Perencanaan PT. Dizamatra Powerindo

Kualitas batubara adalah sifat fisik dan sifat kimia dari batubara,

adapun kualitas batubara PT. Dizamatra Powerindo dapat dilihat pada Tabel

III berikut ini.

19
Tabel III

Kualitas Batubara PT. Dizamatra Powerindo

TM % IM% Ash % TS % CV kcal/kg


Seam
(ar) (adb) (adb) (adb) (adb) (gar)

A1 28,0 18,5 13,3 0,3 4,790 4,230


AoU 30,6 18,9 5,9 0,4 5,360 4,590
AoL 21,7 14,4 20,3 0,6 4,720 4,315
AU 30,5 19,0 4,4 0,1 5,490 4,740
A 31,7 19,5 4,8 0,2 5,330 4,530
AL 30,5 21,7 5,1 0,8 5,235 4,650
B1 26,9 18,4 16,0 1,1 4,625 4,120
B 30,3 19,0 6,4 0,2 5,325 4,585
C 30,9 18,3 6,0 1,0 5,440 4,620
Weight
Average 30,8 19,0 5,9 0,4 5,350 4,580
Sumber : Bidang Produksi PT. Dizamatra Powerindo.

2.7. Kegiatan Penambangan

Sistem penambangan yang diterapkan oleh PT. Dizamatra Powerindo

adalah sistem tambang terbuka dengan menggunakan kombinasi peralatan

alat gali berupa excavator Komatsu PC 400 dan alat angkut berupa dump

truck Nissan CWB 45 ALDN. Kombinasi kedua alat tersebut dibantu oleh

bulldozer D85E-SS sebagai alat garuk dorong dan graders GD 405 untuk

perawatan jalan. Material overburden dimuat, diangkut dan kemudian

ditimbun pada lokasi pembuangan tanah penutup (disposal). Adapun urutan

20
kegiatan penambangan di PT. Dizamatra Powerindo secara garis besar

meliputi, pembersihan lahan (land clearing), pengupasan tanah pucuk (top

soil), penggalian tanah penutup (overburden), pemuatan dan pengangkutan

overburden, penimbunan dan perataaan disposal, penggalian dan

pengangkutan batubara, reklamasi lahan, pengolahan dan pengapalan

batubara.

2.7.1. Pembersihan Lahan (Land clearing)

Land clearing adalah tahapan awal dalam kegiatan penambangan

sebelum dilakukannya pengupasan tanah pucuk (top soil). Land clearing

bertujuan untuk membersihkan area penambangan dari tumbuhan semak

belukar dan pohon. Pohon yang berdiameter kecil dan tumbuhan semak

belukar dibersihkan dengan menggunakan Bulldozer D85E-SS yang

berukuran kecil dapat dilihat pada Gambar 4. Sedangkan pohon yang

berdiameter besar ditebang dengan menggunakan gergaji mesin. Kegiatan ini

dilakukan untuk mempermudah pekerjaan pengupasan tanah pucuk.

2.7.2. Pengupasan Top Soil

Top soil atau tanah pucuk adalah lapisan tanah yang paling dekat

dengan permukaan tanah, mengandung banyak mikroorganisme dan

memiliki kandungan udara yang paling tinggi dibanding lapisan tanah lainnya.

Top soil merupakan tanah yang mempunyai ketebalan lebih kurang 0,5 meter

dan merupakan lapisan tanah yang paling atas yang mengandung bahan-

bahan organik. Tanah pucuk sebagian besar mengandung humus, akar dan
21
jasad renik tanah. Jenis tanah pucuk yang terdapat di lokasi penambangan

berjenis soil dengan ciri tanah berwarna kekuningan.

Sumber:PenelitianTugas Akhir Mei 2014

Gambar 4

Bulldozer D85E-SS

Pengupasan tanah pucuk dilakukan dengan excavator backhoe

Komatsu PC 200 dan alat angkut dump truck Nissan CWB 45 ALDN

(Gambar 5). Tanah pucuk diangkut ke tempat penimbunan sementara (stock

top soil) untuk digunakan kembali pada saat reklamasi.

22
Sumber: Penelitian Tugas Akhir Mei 2014

Gambar 5

Excavator Backhoe Komatsu PC 200

2.7.3. Pengupasan Overburden

Overburden adalah semua lapisan tanah atau batuan yang berada di

atas dan langsung menutupi lapisan bahan galian berharga sehingga perlu

disingkirkan terlebih dahulu sebelum dapat mengambil bahan galian berharga

tersebut. Pengupasan overburden dilakukan dengan menggunakan excavator

backhoe Komatsu PC 400 (Gambar 6). Penggunaan alat ini atas

pertimbangan karena material overburden yang akan dikupas relatif lunak,

maka cukup dilakukan penggalian dengan menggunakan alat gali tersebut.

23
Sumber: PenelitianTugas Akhir Mei 2014

Gambar 6

Excavator Backhoe Komatsu PC400

2.7.4. Pengangkutan Overburden

Kegiatan pengangkutan overburden bertujuan untuk memindahkan

overburden yang telah dimuat ke dalam alat angkut. Kemudian overburden

dibawa dan dibuang ke disposal area dalam istilah lapangan disebut dengan

tempat bantingan overburden. Alat angkut yang digunakan adalah dump truck

Nissan CWB 45 ALDN yang mampu membawa 25 ton overburden untuk satu

kali ritase (Gambar 7).

24
Sumber: Penelitian Tugas Akhir Mei 2014

Gambar 7

Dump Truck Nissan CWB 45 ALDN

2.7.5. Penimbunan dan Perataaan Disposal

Disposal area adalah tempat atau lokasi yang dirancang, direncanakan

untuk menampung material overburden. Overburden yang diangkut oleh

dump truck tadi selanjutnya dibawa dan ditumpahkan ke disposal area yang

telah disediakan. Overburden dibuang secara berkelanjutan ke disposal

sehingga terjadi penumpukan tanah di disposal tersebut. Untuk itu perlu

dilakukan perataan timbunan material agar tidak mengganggu proses

penimbunan selanjutnya. Perataan timbunan material overburden ini

dilakukan dengan menggunakan bulldozer D155A (Gambar 8).

25
Sumber: Penelitian Tugas Akhir Mei 2014

Gambar 8

Bulldozer D155A

2.7.6. Penggalian dan Pengangkutan Batubara

Alat yang digunakan untuk penggalian batubara adalah excavator

backhoe Komatsu PC 400. Kemudian batubara dari front penambangan

diangkut oleh dump truck Nissan CWB 45 ALDN yang berkapasitas 25 ton

batubara dalam satu kali ritase. Batubara yang diangkut oleh dump truck

kemudian ditumpuk di stockpile. Kegiatan produksi penambangan dapat

dilihat pada Gambar 9.

2.7.7. Reklamasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

Nomor 18 Tahun 2008 tentang reklamasi dan penutupan tambang, Bab I,


26
Pasal 1, reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki kegunaan

lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar

dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya.

Sumber: Penelitian Tugas Akhir Mei 2014

Gambar 9

Kegiatan Produksi Penambangan

Dalam usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan

vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha

pertambangan maka harus dilakukan revegetasi (penanaman kembali).

Sedangkan arti umum dari reklamasi adalah the making of land fit for

cultivation yaitu membuat keadaan lahan menjadi lebih baik untuk

27
dibudidayakan, atau membuat sesuatu yang sudah bagus menjadi lebih

bagus. Arti demikian juga dapat diterjemahkan sebagai kegiatan-kegiatan

yang bertujuan mengubah peruntukan sebuah lahan agar sesuai dengan

keinginan manusia.

Kegiatan reklamasi meliputi empat tahapan yaitu :

1. Pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang sudah

terganggu ekologinya.

2. Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya.

3. Penyebaran tanah pucuk yaitu penyebaran tanah yang berjenis soil

dengan jenis tanah yang berwarna kekuningan.

4. Penanaman kembali (revegetasi) dengan menanam pohon jati, sawit,

karet, sengon, dan akasia pada areal reklamasi.

Revegetasi adalah usaha kegiatan penanaman kembali lahan bekas

tambang. Revegetasi merupakan sebuah usaha yang kompleks yang meliputi

banyak aspek, tetapi juga memiliki banyak keuntungan. Beberapa

keuntungan yang didapat dari revegetasi antara lain, menjaga lahan agar

tidak terkena erosi, membangun habitat bagi satwa liar dan membangun

keanekaragaman jenis-jenis tumbuhan lokal. Sasaran akhir dari reklamasi

adalah terciptanya lahan bekas tambang yang kondisinya aman, stabil dan

tidak mudah tererosi, sehingga dapat dimanfaatkan kembali sesuai dengan

peruntukannya. Reklamasi yang dilakukan di PT. Dizamatra Powerindo dapat

dilihat pada Gambar 10.


28
Sumber : Penelitian Tugas Akhir Mei 2014

Gambar 10

Reklamasi di PT. Dizamatra Powerindo

29
BAB III

DASAR TEORI

3.1. Pengertian Air Asam Tambang

Air Asam Tambang (AAT) atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai

Acid Mine Drainage (AMD) atau Acid Rock Drainage (ARD) adalah air

yang berasal dari kegiatan penambangan baik itu tambang terbuka (open pit)

ataupun tambang bawah tanah (underground). AAT tersebut mempunyai

tingkat keasaman yang tinggi (pH rendah <6) dan adanya peningkatan

kelarutan logam. AAT istilah umum yang digunakan untuk menyebutkan air

lindian (leachate), rembesan (seepage) atau aliran (drainage).

3.2. Proses Terbentuknya Air Asam Tambang

Pembentukan air asam tambang (AAT) terbentuk saat mineral sulfida

tertentu yang ada pada batuan terpapar dengan kondisi dimana terdapat air

dan oksigen (sebagai faktor utama) yang menyebabkan terjadinya proses

oksidasi dan menghasilkan air dengan kondisi asam. Air yang bersifat asam

dapat keluar dari asalnya jika terdapat air pengelontor yang cukup, umumnya

air hujan yang pada timbunan batuan dapat meresap (infiltrasi).

Air yang keluar dari sumbernya inilah yang lazim disebut dengan istilah

air asam tambang (AAT). AAT adalah air asam yang timbul akibat kegiatan

penambangan, untuk membedakan dengan air asam yang timbul akibat


30
kegiatan lain seperti penggalian untuk pembangunan fondasi bangunan,

pembuatan tambak dan sebagainya. Pyrite dan marcasite merupakan mineral

sulfida yang umum ditemukan pada kegiatan penambangan terutama

batubara. Terbentuknya AAT ditandai oleh pH yang rendah (1,5-4)

konsentrasi logam terlarut yang tinggi seperti logam tembaga (Cu), aluminium

(Al), besi (Fe), timbal (Pb), mangan (Mn), nilai keasaman (acidity) yang tinggi,

nilai sulfat yang tinggi dan konsentrasi O2 yang rendah. Jika AAT keluar dari

tempat terbentuknya dan keluar ke lingkungan umum maka faktor lingkungan

akan terpengaruhi.

Faktor penting yang mempengaruhi terbentuknya AAT disuatu tempat

adalah:

1. Konsentrasi, distribusi, mineralogi dan bentuk fisik dari mineral sulphida.

2. Keberadaan oksigen, termasuk dalam hal ini adalah asupan dari atmosfir

melalui mekanisme adveksi dan difusi.

3. Jumlah dan komposisi kimia air yang ada.

4. Temperatur.

5. Mikrobiologi.

Terbentuknya air asam tambang ditandai oleh satu atau lebih

karakteristik kualitas air sebagai berikut :

1. Nilai pH yang rendah (1,54).

2. Konsentrasi logam terlarut yang tinggi, seperti logam besi, aluminium,

mangan, cadmium, tembaga, timbal, seng, arsenik dan mercury.


31
3. Nilai acidity yang tinggi (501500 mg/L).

4. Nilai sulfat yang tinggi (50010.000 mg/L).

5. Kadar garam terlarut (salinitas) (120 mS/cm).

6. Konsentrasi oksigen terlarut yang rendah.

Reaksi umum pembentukan air asam tambang (AAT) sebagai berikut:

4 FeS2 + 15 O2 + 14 H2O 4 Fe (OH3) + 8 H2SO4

Pyrite + Oxygen + water yellowboy + sulfuric acid

Reaksi antara pyrite, oksigen, dan air akan membentuk asam sulfat

dan endapan besi hidroksida. Warna kekuningan yang mengendap di dasar

saluran tambang atau pada dinding kolam pengendap lumpur merupakan

gambaran visual dari endapan besi hidroksida (yellowboy).

Reaksi tersebut dapat dirinci menjadi empat tahap reaksi :

1. Reaksi pertama adalah reaksi pelapukan dari pyrite disertai proses

oksidasi. Sulfur dioksidasi menjadi sulfat dan besi fero dilepaskan. Dari

reaksi ini dihasilkan dua mol keasaman dari setiap mol pyrite yang

teroksidasi.

2 FeS2 + 7 O2 + 2 H2O 2 Fe2+ + 4 SO42- + 4 H+

Pyrite + Oxygen + Water Ferrous Iron + Sulfate + Acidity

2. Reaksi kedua terjadi konversi dari besi ferro menjadi besi ferri yang

mengkonsumsi satu mol keasaman. Laju reaksi lambat pada pH <5 dan

kondisi abiotik. Bakteri thiobacillus akan mempercepat proses oksidasi.

32
4 Fe2++ O2 + 4 H+ 4 Fe 3+ + 2 H2O

Ferrous Iron + Oxygen + Acidity Ferric Iron + Water

3. Reaksi ketiga adalah hidrolisa dari besi. Hidrolisa adalah reaksi yang

memisahkan molekul air. Tiga mol keasaman dihasilkan dari reaksi ini.

Pembentukan presipitat ferri hidroksida tergantung pH, yaitu lebih banyak

pada pH diatas 3,5.

4 Fe3++ 12 H2O 4 Fe(OH)3 + 12 H+

Ferric Iron + Water Ferric Hydroxide (yellowboy) + Acidity

4. Reaksi keempat adalah oksidasi lanjutan dari pyrite oleh besi ferri. Reaksi

ini adalah reaksi merambat (propagasi) yang berlangsung sangat cepat

dan akan berhenti jika pyrite atau besi ferri habis. Agen pengoksidasi

dalam reaksi ini adalah besi ferri.

FeS2 + 14 Fe3+ + 8 H2O 15 Fe2++ 2 SO42-+ 16 H+

Pyrite + Ferric Iron + Water Ferrous Iron + Sulfate + Acidity

3.3. Sumbersumber Air Asam Tambang dan Kandungannya

Air asam tambang dapat terjadi pada kegiatan penambangan baik itu

tambang terbuka maupun tambang bawah tanah. Umumnya keadaan ini

terjadi karena unsur sulfur yang terdapat didalam batuan teroksidasi secara

alamiah didukung juga dengan curah hujan yang tinggi semakin

mempercepat perubahan oksida sulfur menjadi asam. Sumbersumber air

asam tambang antara lain berasal dari kegiatankegiatan berikut :

33
1. Tambang terbuka

Tambang terbuka adalah suatu kegiatan penambangan yang

langsung berhubungan dengan udara luar (Gambar 11). Lapisan batuan

akan terbuka sebagai akibat dari terkupasnya lapisan penutup,

sehingga unsur sulfur yang terdapat dalam batuan sulfida akan mudah

teroksidasi dan bila bereaksi air dan oksigen akan membentuk air asam

tambang.

Sumber: Penelitian Tugas Akhir Mei 2014

Gambar 11

Tambang Terbuka

2. Air dari unit pengolahan batuan buangan

Material yang banyak terdapat pada limbah kegiatan penambangan

adalah batuan buangan (waste rock). Jumlah batuan buangan ini akan

34
semakin meningkat dengan bertambahnya kegiatan penambangan.

Sebagai akibatnya batuan buangan yang banyak mengandung sulfur

akan berhubungan langsung dengan udara terbuka membentuk senyawa

sulfur oksida selanjutnya dengan adanya air akan membentuk air asam

tambang.

3. Air dari lokasi penimbunan batuan

Timbunan batuan yang berasal dari batuan sulfida dapat

menghasilkan air asam tambang karena adanya kontak langsung dengan

udara yang selanjutnya terjadi pelarutan akibat adanya air.

4. Air dari unit pengolahan limbah tailing

Kandungan unsur sulfur di dalam tailing diketahui mempunyai

potensi dalam membentuk air asam tambang, pH dalam tailing pond ini

biasanya cukup tinggi karena adanya penambahan hydrated lime untuk

menetralkan air yang bersifat asam yang dibuang kedalamnya. Air yang

masuk ke dalam tailing pond yang bersifat asam tersebut diperkirakan

akan menyebabkan limbah asam bila merembes keluar dari tailing pond.

Kandungan yang terdapat pada air asam tambang yaitu Total

Suspended Solid (TSS) dan Total Disolved Solid (TDS). TSS adalah residu

dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel

maksimum 2 micrometer atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Adapun

yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida,

ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan


35
pengadukan (flokulasi) dan penyaringan. Total suspended solid (TSS)

memberikan konstribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi

penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan. Sehingga nilai

kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS. Kekeruhan adalah

kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan cahaya.

Total Disolved Solid (TDS) adalah padatan terlarut merupakan bahan

dalam air yang dapat melewati filter dengan 2,0 micrometer atau lebih kecil

ukuran rata-rata nominal pori. Suhu yang digunakan untuk mengeringkan

residu sangat penting dan mempengaruhi hasil. Bobot yang hilang akibat

bahan organik volatil, air, air kristalisasi, gas yang keluar akibat dekomposisi

kimia sebagai bobot akibat oksidasi tergantung suhu dan waktu pemanasan,

suhu pemanasan TDS adalah 180o C.

Perbedaan TSS dan TDS didasarkan atas prosedur penyaringannya.

Padatan selalu diukur sebagai berat kering dan prosedur pengeringan harus

diperhatikan untuk menghindari kesalahan yang disebabkan oleh

kelembaban yang tertahan atau kehilangan bahan akibat penguapan atau

oksidasi.

Penetralan air asam dapat menggunakan bahan kimia diantaranya

seperti Limestone carbonat (Calcium Carbonat), Hydrate Lime (Calcium

Hydroxide), Caustic Soda (Sodium Hydroxide), Soda Ash Briquettes (Sodium

Carbonate), Penggunaan Kapur tohor (CaCO3).

36
1. Limestone Carbonat

Limestone atau biasa dikenal dengan batu gamping telah

digunakan selama berpuluh-puluh tahun untuk menaikkan pH dan

mengendapkan logam di dalam air asam. Penggunaan limestone

merupakan penanganan yang termurah, teraman dan termudah dari

semua bahan-bahan kimia. Kekurangan dari limestone ini ialah

mempunyai keterbatasan karena kelarutan yang rendah dan limestone

terlapisi.

2. Hydrate Lime (Calcium Hydroxide)

Hydrated lime adalah suatu bahan kimia yang sangat umum

digunakan untuk menetralkan air asam. Hydrated lime sangat efektif dari

segi biaya dalam yang sangat besar dan keadaan acidity yang tinggi.

Bubuk hydrated lime adalah hydrophobic, begitu lama pencampuran

diperlukan untuk membuat hydrated lime dapat larut dalam air. Hydrated

lime mempunyai batasan keefektifan dalam beberapa tempat dimana

suatu pH yang sangat tinggi diperlukan untuk mengubah logam seperti

mangan.

3. Caustic Soda (Sodium Hydroxide)

Caustic Soda merupakan bahan kimia yang biasa digunakan dan

sering dicoba lebih jauh (tidak mempunyai sifat kelistrikan), kondisi aliran

yang rendah. Caustic menaikkan pH air dengan sangat cepat, sangat

mudah larut dan digunakan dimana kandungan mangan merupakan


37
suatu masalah. Penggunaannya sangat sederhana, yaitu dengan cara

meneteskan cairan caustic ke dalam air asam, karena kelarutannya akan

menyebar di dalam air. Kekurangan utama dari penggunaan cairan

caustic untuk penanganan air asam ialah biaya yang tinggi dan bahaya

dalam penanganannya. Penggunaan caustic padat lebih murah dan lebih

mudah dari pada caustic cair.

4. Soda Ash Briquettes (Sodium Carbonate)

Sodium Carbonate biasanya digunakan dalam debit kecil dengan

kandungan besi yang rendah. Pemilihan soda ash untuk penanganan air

asam biasanya berdasar pemakaian sebuah kotak atau tong dengan air

masuk dan buangan.

5. Penggunaan Kapur Tohor

Kapur tohor atau dikenal pula dengan nama kimia kalsium oksida

(CaCO3), adalah batu kapur yang diolah dengan cara dibakar dengan

sistem manual, dengan pembakaran lebih dari 900 0C. Kapur ini bisa

dimanfaatkan untuk mengatasi segala hal yang sifatnya sebagai

penetralisir limbah dari perusahaan-perusahaan, baik perusahaan besar,

menengah maupun limbah keluarga.

38
3.4. Dampakdampak Air Asam Tambang

Terbentuknya air asam tambang di lokasi penambangan akan

menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Adapun dampak negatif

dari air asam tambang tersebut antara lain yaitu :

1. Masyarakat di sekitar wilayah tambang

Dampak terhadap masyarakat di sekitar wilayah tambang tidak

dirasakan secara langsung karena air yang dipompakan ke sungai atau

ke laut telah dinetralkan dan selalu dilakukan pemantauan 1x seminggu

menggunakan alat water quality checker (untuk mengetahui temperatur,

kekeruhan, pH, dan salinity). Hasil pemantauan disesuaikan dengan baku

mutu air sungai dan air laut namun apabila terjadi pencemaran dan biota

perairan terganggu maka binatang seperti ikan akan mati akibatnya mata

pencaharian penduduk menjadi terganggu.

Kemungkinan dampak terhadap manusia yaitu aluminium terlarut

dalam air dapat menimbulkan gangguan terhadap pertumbuhan organ

tubuh dan gangguan kesehatan lainnya. Adapun dampak lain terhadap

manusia yaitu meningkatnya jenis-jenis nyamuk tertentu, nyamuk

mencari tempat yang asam untuk bertelur dan menetaskannya.

2. Biota perairan

Biota perairan adalah seluruh makhluk hidup yang hidup di

perairan. Dampak negatif untuk biota perairan adalah terjadinya

perubahan keanekaragaman biota perairan seperti plankton dan benthos.


39
Kehadiran benthos dalam suatu perairan dapat digunakan sebagai

indikator kualitas perairan. Pada perairan yang baik dan subur benthos

akan mengalami kelimpahan, sebaliknya pada perairan yang kurang

subur benthos tidak akan mampu bertahan hidup. Kondisi pH air asam

tambang yang rendah dapat langsung mengakibatkan kematian ikan.

Akibat bereaksinya besi dan aluminium dengan insang (terjadinya

penyumbatan insang oleh garam-garam besi dan aluminum).

3. Kualitas air tanah

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan atau bebatuan di

bawah permukaan tanah. Adapun dampak air asam tambang terhadap

kualitas air tanah yaitu:

a. Akibat kelebihan unsur hara mikronya seperti H2S, Al3+, Fe3+, Mn2+,

dan H+ dapat menyebabkan keracuanan pada tanaman, hal ini

ditandai dengan busuknya akar tanaman sehingga tanaman menjadi

layu.

b. Kekurangan unsur basa : Ca, Mg dan K

c. Bakteri atau virus (patogen) meningkat.

d. sedangkan unsur hara makro yang sangat dibutuhkan tanaman

seperti fosfor, magnesium, kalsium sangat kurang.

4. Dampak terhadap bangunan

Air asam tambang juga berdampak negatif terhadap bangunan

diantaranya yaitu:
40
a. Bahan bangunan dari besi dan aluminium sangat mudah korosi pada

kondisi asam.

b. Bangunan semen atau beton mudah rusak pada kondisi asam.

c. Dapat terjadi penyumbatan aquifer atau sumur akibat pengendapan

besi (besi oksida)

3.5. Syarat Baku Mutu Air

Untuk menjaga agar air berada dalam kondisi yang sesuai dengan

peruntukannya maka pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah

Nomor 82 Tahun 2001 tanggal 14 Desember 2001 tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Baku mutu air untuk

kegiatan penambangan batubara dapat dilihat pada Tabel IV.

Tabel IV

Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Penambangan Batubara

Parameter Satuan Kadar Maksimum


PH 69
Residu Tersuspensi Mg/l 400
Besi (Fe) Total Mg/l 7
Mangan (Mn) Total Mg/l 4
sumber: http://www.ampl.or.id/digilib/read/baku-mutu-air-limbah-bagi-usaha-dan-
atau-kesiapan-pertambangan-batu-bara/47423

Berikut ini akan diuraikan beberapa elemen penting dari baku mutu air

serta dampaknya terhadap lingkungan.

41
1. Tingkat keasaman (pH)

Nilai pH adalah nilai yang menyatakan tingkat keasaman suatu air

baik itu air permukaan, air tanah dan air dari sisa penambangan. Nilai pH

air yang normal berada antara 69. pH air terpolusi berbeda-beda

tergantung dari jenis buangannya. Buangan yang banyak mengandung

asam-asam organic biasanya akan meningkatkan keasaman air. Air

buangan industri-industri bahan organic pada umumnya mengandung

asam mineral dalam jumlah yang tinggi, sehingga keasaman juga tinggi

atau pH nya rendah.

Perubahan keasaman pada air buangan, baik kearah alkali (pH

naik) maupun kearah asam (pH turun) akan sangat mengganggu

kehidupan ikan dan hewan air lainnya. Air buangan yang mempunyai pH

rendah juga bersifat sangat korosif terhadap baja dan besi, bangunan

semen atau beton mudah rusak pada kondisi asam dan dapat terjadi

penyumbatan aquifer atau sumur akibat pengendapan besi (besi oksida).

Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat keasaman air (pH)

pada kolam pengendap lumpur di PT. Dizamatra Powerindo yaitu

menggunakan lakmus dapat dilihat pada Gambar 12.

42
Sumber:http://emha42yogya.blogspot.com

Gambar 12

Lakmus

2. Temperatur

Temperatur adalah suhu rata-rata pada daerah keadaan sekitar

penambangan. Dalam berbagai proses industri air sering digunakan

sebagai medium pendingin. Setelah digunakan air tersebut akan

menerima panas dari bahan yang didinginkan lalu dibuang ke tempat

asalnya. Air buangan ini jelas akan mempunyai temperatur yang lebih

tinggi dari air bersih. Kenaikan temperatur ini akan berakibat sebagai

berikut:

a. Menurunnya oksigen terlarut

b. Meningkatnya kecepatan reaksi kimia

c. Terganggunya kehidupan ikan dan hewan air lainnya

43
d. Jika batas temperatur yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air

lainnya akan mati.

3. Warna, Bau dan Rasa

Warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi. Warna air yang

tidak normal biasanya menunjukkan adanya polusi. Warna air dapat

dibedakan atas dua macam yaitu warna sejati (true color) yang

disebabkan oleh bahan-bahan terlarut. Warna semu (apparent color),

yaitu selain adanya bahan-bahan terlarut juga adanya bahan-bahan

tersuspensi, termasuk diantaranya yang bersifat koloid.

Bau air tergantung dari sumber airnya. Bau air dapat disebabkan

oleh bahan-bahan kimia, ganggang, plankton, atau tumbuhan dan hewan

air, baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati. Air yang berbau

sulfite disebabkan oleh reduksi sulfat dengan adanya bahan-bahan

organic dan mikro organisme anaerobic.

Rasa tidak terdapat pada air yang normal. Timbulnya rasa yang

menyimpang biasanya disebabkan oleh adanya polusi, dan rasa yang

menyimpang tersebut dihubungkan dengan bau, karena pengujian

terhadap rasa air jarang dilakukan. Bau yang tidak normal pada air juga

dianggap mempunyai rasa yang tidak normal.

4. Kesadahan Air

Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral yang terdapat

pada air. Kesadahan air disebabkan oleh adanya ion kalsium (Ca) dan
44
magnesium (Mg) didalam air. Air yang mempunyai tingkat kesadahan

pada alat-alat yang terbuat dari besi, menyebabkan sabun kurang

berbusa. Keadaan ini akan meningkatkan konsumsi sabun yang terlalu

tinggi. Sangat merugikan karena dapat menimbulkan korosi atau karatan

dan juga menimbulkan kerak-kerak pada wadah-wadah pengolahan.

3.6. Pencegahan Air Asam Tambang (AAT)

Salah satu upaya pencegahan pembentukan air asam tambang (AAT)

adalah dengan pembangunan lapisan penutup material reaktif. Umumnya

dikenal sebagai Potentially Acid Forming (PAF) material. Material yang tidak

reaktif, Non Acid Forming (NAF) material, tanah, atau material alternatif

seperti Geosyntetic Clay Liner (GCL). Lapisan ini dikenal juga dengan

sebutan dry cover system.

Pembentukan air asam tambang dapat diatasi dengan menghilangkan

atau mengurangi satu atau lebih komponenkomponen pembentuk air asam

tambang. Pencegahan terbentuknya air asam tambang pada kolam bekas

penambangan adalah dengan cara pelapisan. Pelapisan adalah cara

pengendalian terbentuknya air asam tambang dengan membatasi kontak

oksigen dan air terhadap lapisan batubara yang mengandung mineral sulfida.

Pelapisan ini dilakukan dengan cara menutupi lapisan batubara yang berupa

lantai batubara dengan material yang bersifat tidak bisa ditembus air

(impermeable) misalnya mineral liat. Mineral liat adalah mineral-mineral hasil

45
pembentukan baru atau hasil pelapukan, selama proses pembentukan tanah

yang komposisi maupun strukturnya sudah berbeda dengan mineral yang

terlapuk.

Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi keberhasilan dari sistem

pelapisannya adalah sebagai berikut :

1. Kandungan sulfur

Semakin besar kandungan sulfur pada batuan maka semakin besar pula

kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi dengan oksigen dan air.

2. Ruang kosong (porositas)

Porositas mempengaruhi kemungkinan masuknya air serta udara ke

dalam lantai batubara yang mengandung mineral sulfida. Semakin besar

porositas maka semakin besar juga kemungkinan terjadinya reaksi

oksidasi.

3. Luas permukaan kristal pyrite

Semakin luas permukaan kristal pyrite yang tidak tertutupi maka semakin

besar pula kemungkinan terkena air dan udara.

4. Kereaktifan kristal pyrite

Meskipun kristal pyrite terkena udara dan air tetapi kereaktifan dari kristal

pyrite sendiri berbeda. Kereaktifan ini mempengaruhi kecepatan dari

reaksi oksidasinya.

Secara umum penutupan batuan sulfida ini menggunakan mineral liat

dengan langkahlangkah sebagai berikut :


46
1. Air asam tambang yang telah netral dikeluarkan dari kolam bekas

penambangan dengan menggunakan pompa air. Air tersebut dikeluarkan

menuju aliran sungai di dekat kolam bekas penambangan.

2. Setelah air dikeluarkan seluruhnya, langkah berikutnya adalah pelapis liat

ditukar di atas material sulfida kemudian dipadatkan dengan

memanfaatkan lalu lintas alat berat selama proses penumpukan batuan.

Tahapan pemadatannya harus benarbenar diperhatikan dan rata.

3. Selanjutnya digunakan material tambang untuk melapisi dan dilakukan

pemadatan lagi. Ketebalan penutupan batuannya disesuaikan dengan

rencana yang sudah dibuat dan ketersediaan material yang dipakai untuk

penutupan batuan sulfida.

4. Lapisan terakhir yang digunakan adalah tanah humus (top soil).

Penutupan lokasi bekas penambangannya dilakukan dengan

menggunakan material yang ada pada daerah penambangan. Dalam hal

ini material yang digunakan adalah material hasil bongkaran dan top

soilnya juga berasal dari daerah penambangan.

3.7. Kolam Pengendapan Lumpur (KPL)

Kolam pengendapan lumpur adalah sebagai tempat menampung air

tambang sekaligus untuk mengendapkan partikel-partikel padatan yang ikut

bersama air dari lokasi penambangan. Kolam pengendapan dibuat pada

daerah terendah dari suatu daerah penambangan, sehingga air akan masuk

47
ke kolam pengendapan secara alami dan selanjutnya dialirkan ke sungai

melalui saluran pembuangan.

Kolam pengendapan akan berfungsi dengan baik apabila rancangan

kolam pengendapan yang dibuat sesuai dengan debit air limpasan yang akan

ditampung untuk pengendapan lumpur. Rancangan kolam pengendapan dari

segi geometri harus mampu menampung debit air dari lokasi penambangan.

Sedangkan dari segi operasional dapat menjamin partikel-pertikel padatan

mempunyai waktu yang cukup untuk mengendap serta mudah dibersihkan

dari segi lumpur yang mengendap.

Keberadaan kolam pengendapan lumpur diharapkan pada saat air

yang keluar dari daerah penambangan sudah bersih dari partikel-partikel

padatan sehingga tidak menimbulkan kekeruhan pada sungai atau laut

sebagai pembuangan akhir. Selain itu juga tidak menimbulkan pendangkalan

sungai akibat dari partikel padatan yang terbawa bersama air.

Untuk manghitung volume Kolam Pengendap Lumpur (KPL) dapat

menggunakan rumus di bawah ini:

Volume = P x L x T

Dimana : P = Panjang Kolam

L = Lebar Kolam

T = Tinggi Kolam

48
Bentuk kolam pengendapan biasanya digambarkan secara sederhana

yaitu berupa kolam berbentuk empat persegi panjang. Sebenarnya bentuk

tersebut dapat bermacam-macam, namun pada setiap kolam pengendap

akan selalu ada 4 zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan

material padatan. Zona pertama yaitu inlet, zona ke dua treatment, ketiga

yaitu zona pengendapan dan yang ke empat zona outlet.

3.8. Perundang-undangan Tentang Lingkungan Hidup

Perusakan dan kerusakan lingkungan harus dihentikan. Tindakan yang

paling nyata adalah dengan dilakukannya revisi UU No. 23 tahun 1997 dan

disahkannya UU No. 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Dalam UU tersebut telah ditegaskan bahwa kewenangan

Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) yang selama ini dipasang menjadi

berkekuatan secara hukum dan memiliki aktivitas yang lebih luas. Artinya jika

selama ini KLH selalu menyerahkan kasus perusakan lingkungan hidup

kepada pihak yang lebih berwenang. Kedepan KLH lebih leluasa untuk

menyelesaikan kasus-kasus yang berhubungan dengan otoritasnya.

Penjelasan tentang isi dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor

32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

seperti di bawah ini:

49
a. Bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi

setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pasal

28 H undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945.

b. Bahwa pembangunan ekonomi Nasioanal sebagai mana diamanatkan

oleh undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945

diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan.

c. Bahwa semangat otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintah

negara kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan

hubungan dan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah, termasuk dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup.

d. Bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah

mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup

lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua

pemangku kepentingan.

e. Bahwa pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan

perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan

hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup.

50
f. Bahwa agar lebih menjamin kepastian hukum dan memberikan

perlindungan terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan

hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari perlindungan terhadap

keseluruhan ekosistem. Perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang-

undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

dengan disahkannya UU No. 32 tahun 2009.

g. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk

Undang-undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup. Hal ini dilakukan mengingat : pasal 28 H ayat (1), serta pasal 33

ayat (3) dan ayat (4) undang-undang dasar negara Republik Indonesia

tahun 1945.

51
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Proses Penetralan Air Asam Tambang

4.1.1. Media Penetral Air Asam Tambang

Pengolahan air asam tambang harus dilakukan sebelum air tersebut

dibuang ke sungai sehingga nantinya tidak mencemari perairan di sekitar

lokasi tambang. Pengolahan air asam tambang dapat dilakukan dengan cara

penetralan. Penetralan air asam tambang dapat menggunakan bahan kimia

diantaranya seperti Limestone carbonat (Calcium Carbonat), Hydrate Lime

(Calcium Hydroxide), Caustic Soda (Sodium Hydroxide), Soda Ash Briquettes

(Sodium Carbonate) dan Kapur tohor (CaCO3). Media penetral air asam

tambang tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan seperti dapat dilihat

pada Tabel V.

4.1.2. Tempat Proses Penetralan Air Asam Tambang

Proses penetralan air asam tambang pada PT. Dizamatra Powerindo

ini dilakukan di kolam pengendap lumpur (KPL). Perusahaan ini memiliki 4

zona kolam pengendap lumpur dengan dimensi yang berbeda-beda. Dimensi

kolam pengendap lumpur dapat dilihat pada Tabel VI. Untuk lebih jelasnya

keadaan zona-zona kolam pengendap lumpur PT. Dizamatra Powerindo

dapat dilihat pada Lampiran A.

52
Tabel V

Media Penetral Air Asam Tambang

No BAHAN KEKURANGAN KELEBIHAN


Limestone Carbonat Mempunyai keterbatasan - Biaya yang murah.
1 (Calcium carbonat) karena kelarutan yang - Paling aman dari
rendah dalam air. semua bahan-bahan
kimia lainnya.
Hydrate Lime Membutuhkan waktu
2 (Calcium hydroxide) yang lama untuk Memiliki tingkat
membuat hydrate lime keasaman yang tinggi.
bisa terlarut dalam air.
- Menaikkan tingkat
Caustic Soda - Biaya yang mahal. keasaman yang sangat
3 (Sodium hydroxide) - Bahaya dalam cepat.
penanganannya. - Sangat mudah larut
dalam air.
Hanya dapat digunakan - Bahan yang lunak.
Soda Ash Briquettes dalam debit air yang kecil - Dapat larut dalam air
4 (Sodium carbonat) dengan kandungan besi dingin.
yang rendah. - Dapat digunakan dalam
industri gula, sabun, obat,
dll.
- Biaya yang murah.
Kapur Tohor Proses pembuatan kapur - Dapat mengubah air
5 (CaCO3) membutuhkan waktu bersifat asam menjadi
yang lama. basa.
- Mudah larut dalam air.

Tabel VI

Dimensi Zona-zona Kolam Pengendap Lumpur

Ukuran
No Zona-zona KPL
Panjang Lebar Kedalaman
1 Inlet 23 meter 20 meter 2 meter
2 Treatment 20 meter 18 meter 2 meter
3 Pengendapan 33 meter 27 meter 2 meter
4 Outlet 33 meter 27 meter 2 meter
53
4.1.3. Proses Penetralan Air Asam Tambang

Penetralan air asam tambang yaitu proses menaikkan nilai pH air yang

berada di KPL sehingga sesuai dengan baku mutu lingkungan yang

diperoleh. Pada PT. Dizamatra Powerindo penetralan air asam tambang

dilakukan oleh pihak manajemen Health Safety Environment (HSE).

Penetralan air asam tambang di PT. Dizamatra Powerindo ini yaitu

dengan menggunakan kapur tohor (CaCO3). Kapur tohor (CaCO3) atau

dikenal pula dengan nama kimia kalsium oksida adalah batu kapur yang

diolah dengan cara dibakar dengan sistem manual, dengan pembakaran

lebih dari 900oC. Kapur ini bisa dimanfaatkan untuk mengatasi segala hal

yang sifatnya sebagai penetralisir limbah dari perusahaan-perusahaan, baik

perusahaan besar, menengah maupun limbah keluarga.

Secara umum penanganan air asam tambang terdapat dua cara

pengolahan air, yaitu secara aktif dan pasif. Secara aktif kapur (berbentuk

serbuk/tepung) dicampurkan secara langsung ke air asam di saluran udara

atau wadah khusus, atau di kolam penampungan air. Secara pasif air asam

tambang dialirkan melalui saluran-saluran dimana terdapat kapur dalam

bentuk batuan sebagai media penetral. Proses penetralan air asam tambang

secara rinci dapat dilihat pada Lampiran B.

Proses penetralan air asam tambang di PT. Dizamatra Powerindo ini

yaitu dengan menggunakan proses pengolahan aktif. Proses pengolahan

aktif yaitu kapur langsung dicurahkan pada saluran atau aliran kolam
54
pengendap lumpur pertama menuju kolam pengendap lumpur kedua atau

dari zona inlet menuju zona treatment. Pengapuran pada saluran inlet dan

treatment ini dilakukan karena :

1. Air pada saluran inlet dan treatment arusnya lebih deras sehingga

proses pengapuran bisa lebih merata dan membantu pelarutan kapur

dalam air.

2. Pada saluran inlet terdapat bak kontrol yang berfungsi sebagai tempat

pengadukan air asam tambang dan kapur.

3. Jika dilakukan pengapuran pada saluran outlet kapur akan langsung

terbuang karena terbawa arus air yang keluar menuju sungai.

Proses pengapuran dapat mengurangi tingkat keasaman pada air

yang terdapat di kolam pengendap lumpur, sehingga jika dibuang ke sungai

tidak berdampak terhadap lingkungan dan biota perairan lainnya. Gambar

kegiatan pengapuran dapat dilihat pada Lampiran C.

4.2. Perbandingan Jumlah Kapur dan Air Asam Tambang

Perbandingan terhadap jumlah kapur dan air asam tambang ini

bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan proses penetralan. Dari

hasil pengujian dengan mengambil sampel air di kolam pengendap lumpur

(KPL) pada PT. Dizamatra Powerindo diperoleh data perubahan pH terhadap

dosis kapur yang digunakan (Gambar 13). Dosis kapur yang digunakan dapat

menaikkan pH air asam tambang di KPL dengan pH awal 4 sehingga

55
mencapai nilai pH air yang sesuai dengan baku mutu lingkungan dengan nilai

pH 6 adalah kapur dengan dosis 0,2 gr/L. Dari hasil pengujian didapat data

pada Tabel VII.

Sumber : Penelitian Tugas Akhir Juni 2014

Gambar 13

Pengujian Jumlah Kapur dan Air Asam Tambang

Tabel VII

Data Hasil Pengujian Air Asam Tambang Dalam Satu Liter

Berat kapur (gr/L) 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,8 1

pH akhir 5 6 7 8 9 10 11

Sumber: Penelitian Tugas Akhir Juni 2014

56
Dari data yang terdapat pada Tabel VII maka terlihat bahwa pada

penambahan kapur tohor sebanyak 0,2 gr/L pH akhir yang dicapai adalah 6.

Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat keasaman mengalami penurunan dan

mendekati pH normal 6. Sebagai mana kita ketahui jika semakin kecil pH (<6)

maka tingkat keasaman meningkat, sedangkan jika semakin tinggi pH (>6)

maka karakteristik air akan berubah menjadi basa. Jadi semakin dekat

dengan angka normal (pH 6) maka akan semakin baik.

Selain pengujian pH air dalam satu liter dilakukan juga pengukuran

atau pengujian di saluran inlet dan outlet KPL. Pengujian di saluran inlet dan

outlet ini bertujuan untuk mengetahui nilai pH air asam tambang sebelum

dilakukan pengapuran dan setelah air asam tambang tersebut dilakukkan

pengapuran. Sebelum dilakukan pengapuran air yang berada di KPL masih

bersifat asam dengan pH rata-rata 4. Setelah dilakukan pengapuran pH air

asam tambang yang berada di KPL akan normal yaitu dengan pH 6.

Selain untuk mengetahui nilai pH air, pengujian di saluran inlet dan

outlet ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar jumlah kapur yang harus

digunakan untuk menetralkan air asam tambang pada kolam pengendap

lumpur. Sehingga air yang keluar dari kolam pengendap lumpur tidak akan

menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan di sekitar tambang. Untuk

hasil pengukuran di saluran inlet dan outlet dapat dilihat pada Tabel VIII.

57
Tabel VIII

Data Pengujian di Saluran Inlet dan Outlet

No Tanggal pH Inlet pH Outlet Jumlah Kapur Volume air

1 20-05-2014 4 6 8 karung 391.230 L

2 24-05-2014 4 6 8 karung 372.600 L

3 30-05-2014 4 6 10 karung 465.750 L

4 03-06-2014 4 6 10 karung 434.700 L

5 12-06-2014 5 6 10 karung 490.590 L

6 18-06-2014 5 6 10 karung 527.850 L


Sumber: Penelitian Tugas Akhir Juni 2014

Dari hasil penelitian di lapangan diketahui dimensi kolam pengendap

lumpur (KPL) dengan dimensi rata-rata dari ke empat zona yaitu 27 meter x

23 meter x 85 centimeter. Untuk menghitung volume air yang berada di KPL

dapat menggunakan rumus dibawah ini :

Volume air = P x L x T

Sehingga dapat di hitung :

P = 27 m = 2.700 cm

L = 23 m = 2.300 cm

T = 85 cm

Dosis Kapur = 0,2 gr/L

58
Penyelesaian : V air = P x L x T

V air = 2.700 cm x 2.300 cm x 85cm

V air = 527.850.000cm3 = 527.850dm3

V air = 527.850 Liter

= 527.850 L x 0,2 gr/L

= 105.570 gr = 105.57 Kg kapur.

Jadi untuk menetralkan air asam yang berada di Kolam Pengendap

Lumpur (KPL) dengan volume air 527.850 liter harus menggunakan kapur

sebanyak 105,57 Kg ( 11 karung) kapur .

4.3. Waktu yang di Butuhkan Dalam Proses Penetralan AAT

Waktu proses penetralan air asam tambang ini seharusnya lebih

diperhatikan lagi. Hal ini dikarenakan air yang keluar dari kolam pengendap

lumpur (KPL) dapat terkontrol dengan baik tingkat keasamannya. Sehingga

air yang keluar dari KPL tidak menimbulkan dampak negatif terhadap

lingkungan. Waktu penetralan air asam tambang akan lebih baik jika dibuat

jadwal khusus dalam melakukan proses penetralan. Sehingga dapat

diketahui dalam satu kali proses penetralan dapat menetralkan air asam

tambang yang berada di KPL dalam jangka waktu berapa hari.

Hal-hal yang mempengaruhi waktu proses penetralan air asam

tambang antara lain yaitu :

59
1. Proses pemompaan air yang berada di sump menuju kolam pengendap

lumpur.

2. Nilai pH air yang berada di kolam pengendap lumpur dibawah standar

yaitu dengan nilai pH<6.

3. Jika air asam tambang tersebut akan dibuang ke sungai.

4. Sarana penunjang lainnya seperti kendaraan untuk menuju lokasi KPL

sedang tidak digunakan untuk keperluan lain.

Dari hasil pengujian dalam satu liter air asam tambang dan pengujian

di kolam pengendap lumpur reaksi yang terjadi pada perubahan pH awal

sehingga mencapai pH akhir atau sesuai dengan standar baku mutu

lingkungan 6 yaitu selama 2-15 menit setelah pengapuran. Dari hasil

penelitian yang dimulai pada tanggal 19 Mei-24 Juni 2014 proses penetralan

air asam tambang pada perusahaan dapat dilihat pada Tabel IX.

Tabel IX

Waktu Proses Penetralan Air Asam tambang

No Tanggal pH Inlet pH Outlet


1 20-05-2014 4 6
2 24-05-2014 4 6
3 30-05-2014 4 6
4 03-06-2014 4 6
5 12-06-2014 5 6
6 18-06-2014 5 6
Sumber: Penelitian Tugas Akhir Juni 2014

60
4.4. Nilai pH Air yang dibuang Ke Sungai

Setelah dilakukan proses pengapuran air asam tambang yang berada

di kolam pengendap lumpur kemudian langsung dibuang ke sungai dengan

syarat air asam tambang tersebut telah mencapai pH normal yaitu 6. Dari

hasil penelitian di lapangan pada PT. Dizamatra powerindo nilai pH air asam

tambang yang dibuang kesungai sudah memenuhi standar baku mutu

lingkungan yaitu dengan pH 6 (Gambar 14).

Air asam yang dibuang ke sungai pada perusahaan ini telah

memenuhi standar baku mutu lingkungan. Hal ini dikarenakan sebelum

melakukan proses pengapuran para karyawan bagian pengelolaan

lingkungan tambang atau manajeman Health Safety Environment (HSE) telah

mengitung volume air yang berada di kolam pengendap lumpur. Volume air

asam tambang di KPL sebanding dengan jumlah kapur yang digunakan pada

saat proses penetralan sehingga menghasilkan nilai pH air yang standar

dengan baku mutu lingkungan yaitu 6.

Semakin banyak kapur yang digunakan maka akan semakin baik.

Banyaknya kapur yang digunakan pada saat penetralan air asam tambang

maka akan menaikkan nilai pH air yang berada di kolam pengendap lumpur.

Air yang berda di kolam pengendap lumpur yang tadinya bersifat asam

kemudian dengan diberi kapur dengan jumlah yang banyak maka nilai pH air

asam tambang tersebut akan berada di atas standar baku mutu lingkungan

yaitu dengan pH 6.
61
Sumber : Penelitian Tugas Akhir Juni 2014

Gambar 14

Nilai pH 6

62
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

1. Proses penetralan air asam tambang yang dilakukan pada PT. Dizamatra

Powerindo yaitu menggunakan metode pengolahan aktif. Dimana kapur

langsung dicurahkan pada sluran inlet atau saluran treatment.

2. Dari hasil pengujian terhadap 1 liter air asam tambang dengan pH awal 4

maka setelah diberi kapur dengan dosis 0,2 gr maka nilai pH air asam

tersebut menjadi 6 dan nilai ini telah memenuhi standar baku mutu

lingkungan. Sedangkan untuk menetralkan air asam pada kolam

pengendap lumpurnya dengan volume air 527.850 liter harus

menggunakan kapur sebanyak 105,57 Kg kapur atau 11 karung

kapur.

3. Waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan kapur dan menaikkan pH air

pada kolam pengendap lumpur (KPL) membutuhkan waktu 2-15 menit.

Dimana waktu penetralan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

pemompaan, nilai pH air <6, air akan dibuang ke sungai dan sarana

penunjang seperti kendaraan tidak digunakan untuk kegiatan lain.

63
4. Dari hasil penelitian di lapangan pada PT. Dizamatra powerindo nilai pH

air asam tambang yang dibuang kesungai sudah memenuhi standar

baku mutu lingkungan yaitu dengan pH 6.

5.2. Saran

Dari hasil pembahasan, penulis memberikan saran untuk perusahaan

yaitu sebagai berikut :

1. Dalam mengukur tingkat keasaman air sebaiknya harus menggunakan

pH meter karena hasil yang diperoleh akan lebih akurat, daripada

menggunakan lakmus.

2. Sebaiknya perusahaan menyediakan pompa cadangan untuk

menanggulangi jika terjadi kerusakan mendadak pada saat pompa

dioperasikan sehingga tidak mengganggu kegiatan penambangan.

3. Segera lakukan penutupan pada lahan bekas penambangan

menggunakan batuan penutup dan top soil agar terbentuknya air asam

tambang dapat dicegah.

64
LAMPIRAN A

Kolam Pengendap Lumpur (KPL) di PT. Dizamatra Powerindo

Kolam Pengendap Lumpur (KPL) di PT. Dizamatra Powerindo memiliki

4 zona yaitu sebagai berikut :

1. Zona masukan

Zona masukan adalah tempat masuknya aliran air berlumpur

kedalam kolam pengendapan dengan anggapan campuran antara

padatan dan cairan terdistribusi secara merata, dapat dilihat pada

Gambar 15 di bawah ini.

Sumber: Penelitian Tugas Akhir Mei 2014

Gambar 15

Zona Masukan Inlet

65
2. Zona pengendapan (treatment)

Zona pengendapan (treatment) adalah tempat dimana partikel

akan mengendap. Material padatan disini akan mengalami proses

pengendapan disepanjang saluran masing-masing, dapat di lihat pada

Gambar 16.

Sumber: Penelitian Tugas Akhir Mei 2014

Gambar 16

Zona Pengendapan Treatment

3. Zona pengendapan lumpur

Zona pengendapan lumpur adalah tempat dimana partikel padatan

dalam cairan (relatif) mangalami sedimentasi dan terkumpul pada bagian

bawah saluran pengendap, dapat di lihat pada Gambar 17.

66
4. Zona keluaran

Zona keluaran adalah tempat keluarnya buangan cairan yang

relative bersih, zona ini terletak pada akhir saluran, dapat di lihat pada

Gambar 18.

Sumber: Penelitian Tugas Akhir Mei 2014

Gambar 17

Zona Pengendapan Lumpur

Sumber: Penelitian Tugas Akhir Mei 2014

Gambar 18

Zona Keluaran Outlet

67
LAMPIRAN B

Bagan Alir Proses Penetralan Air Asam Tambang (AAT)

Air di Sump

Pompa

INLET BAK KONTROL TREATMENT

ALIRAN

Proses Pengapuran
ZONA
ENDAPAN
ALIRAN

pH 6 OUTLET

Sungai

Gambar 19

Bagan Alir Penetralan AAT

68
LAMPIRAN C

Kegiatan Pengapuran Pada PT. Dizamatra Powerindo

Sumber: Penelitian Tugas Akhir Mei 2014

Gambar 20

Kegiatan Pengapuran

Sumber: Penelitian Tugas Akhir Mei 2014

Gambar 21

Bak Kontrol di Zona Treatment

69
LAMPIRAN D

Perhitungan Volume Air di KPL pada Saat Proses Penetralan

Dari hasil penelitian di Lapangan diketahui dimensi KPL dengan

ukuran rata-rata dari ke empat zona yaitu 27 m x 23 m dan dosis kapur yang

digunakan untuk menetralkan air asam tambang 0,2 gr/L. Untuk menghitung

volume air yang berada di KPL dapat menggunakan rumus dibawah ini :

V. air : P x L x Kedalaman air

Sehingga dapat dihitung :

1. V. Air = 2.700 cm x 2. 300 cm x 63 cm

= 391.230.000 cm3

= 391.230 dm3 = 391.230 L

= 391.230 x 0,2 gr/L

= 78.246 gr = 78,246 Kg ( 8 karung kapur)

2. V. Air = 2.700 cm x 2. 300 cm x 60 cm

= 372.600.000 cm3

= 372.600 dm3 = 372.600 L

= 372.600 x 0,2 gr/L

= 74.250 gr = 74,250 Kg ( 8 karung kapur)

70
3. V. Air = 2.700 cm x 2. 300 cm x 75 cm

= 465.750.000 cm3

= 465.750 dm3 = 465.750 L

= 465.750 x 0,2 gr/L

= 93.150 gr = 93,150 Kg ( 10 karung kapur)

4. V. Air = 2.700 cm x 2. 300 cm x 70 cm

= 434.700.000 cm3

= 434.700 dm3 = 434.700 L

= 434.700 x 0,2 gr/L

= 86.940 gr = 86,940 Kg ( 9 karung kapur)

5. V. Air = 2.700 cm x 2. 300 cm x 79 cm

= 490.590.000 cm3

= 490.590 dm3 = 490.590 L

= 490.590 x 0,2 gr/L

= 98.118 gr = 98.118 Kg ( 10 karung kapur)

6. V. Air = 2.700 cm x 2. 300 cm x 85 cm

= 527.850.000 cm3

= 527.850 dm3 = 527.850 L

= 527.850 x 0,2 gr/L

= 105.570 gr = 105,570 Kg ( 11 karung kapur)

71
LAMPIRAN E

Media Penetral Air Asam Tambang

Sumber : Penelitian Tugas Akhir Juni 2014

Gambar 22

Kapur Tohor (CaCO3)

72
LAMPIRAN F

Kegiatan Pengukuran pH Air Asam Tambang

Sumber: Penelitian Tugas Akhir Juni 2014

Gambar 23

Pengukuran pH Air

73
LAMPIRAN G

Nilai pH Air Asam Tambang

Sumber: Penelitian Tugas Akhir Juni 2014

Gambar 24

Air Asam Tambang dengan pH 4

Sumber: Penelitian Tugas Akhir Juni 2014

Gambar 25

Air Asam Tambang dengan pH 6


74
LAMPIRAN H

Kegiatan Pengukuran Dimensi Kolam Pengendap Lumpur (KPL)

Sumber: Penelitian Tugas Akhir Juni 2014

Gambar 26

Pengukuran Dimensi KPL

75

Anda mungkin juga menyukai