PENDAHULUAN
1
tersebut, maka permaasalahan yang ada di lokasi penambangan Pit X PT.
Megumy Inti Anugerah adalah :
1. Saluran terbuka untuk mencegah air yang masuk ke tambang terlalu kecil.
2. Dimensi sumuran yang ada tidak mampu menampung debit air hujan dan air
limpasan yang masuk ke lokasi tambang, sehingga air meluap dari sumuran
dan menggenangi lokasi penambangan.
3. Debit pompa yang digunakan belum tepat, dimana kapasitas aktual pompa
terlalu kecil sehingga tidak mampu mengatasi debit air hujan dan air limpasan
yang masuk ke lokasi tambang.
2
1.6. Tahapan Penelitian
Latar
Belakang
Rumusan
Masalah
Tujuan
Pengumpulan
Data
Metode
Penelitian
Pengolahan Data
Analisis Data
Hasil Analisa
Kesimpulan
3
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan menjadi
dua yaitu:
1. Mine Drainage, merupakan upaya untuk mencegah masuk dan mengalirnya air
ke lokasi penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air
tanah dan air yang berasal dari sumber air permukaan.
2. Mine Dewatering, merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk
ke lokasi penambangan, terutama untuk penanganan air hujan.
4
membentuk suatu siklus yang dikenal dengan siklus hidrologi. Adapun siklusnya
dapat dipahami melalui (Gambar 2.1).
Siklus hidrologi merupakan proses kontinyu dimana air bergerak dari bumi ke
atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi. Siklus hidrologi menunjukan
gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya siklus hidrologi, yaitu
perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan
kembali lagi ke laut yang tidak pernah habis, air tersebut akan tertahan sementara
di sungai, waduk atau danau, serta dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh
manusia atau makhluk lain (Chay Asdak, 1995).
Gambar 2.1.
Siklus Hidrologi (Sumber : Chay Asdak, 1995)
5
tambang akibat adanya genangan air, terutama pada saat musim penghujan tiba.
Selain itu, sistem penyaliran tambang juga dimaksudkan untuk memperlambat
kerusakan alat, sehingga alat mekanis yang digunakan memiliki umur pakai yang
lebih lama.
Sumber air yang masuk ke daerah tambang, dapat berasal dari air permukaan
maupun air tanah. Air yang terdapat dan mengalir di permukaan disebut juga
sebagai air permukaan. Air ini berasal dari limpasan daerah sekitar yang masuk ke
area tambang, seperti air sungai, air rawa ataupun air danau daerah sekitar dan
dapat pula berupa air buangan serta mata air. Sedangkan air yang terdapat dan
mengalir di bawah permukaan tanah disebut air bawah tanah, yang termasuk air
bawah tanah adalah air tanah dan air rembesan.
Adapun upaya penanganan terhadap air yang dapat dilakukan pada tambang
terbuka adalah:
a. Mine Drainage System
Mine drainage merupakan upaya untuk mencegah masuknya air ke daerah
penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan air
rembesan yang berasal dari sumber air permukaan, tindakan ini juga disebut usaha
preventif. Cara yang biasa digunakan untuk mencegah air permukaan adalah
dengan membuat saluran terbuka disekeliling tambang atau lantai jenjang.
1. Metode Siemens
Pada tiap jenjang dari kegiatan penambangan dibuat lubang bor kemudian ke
dalam lubang bor dimaksukkan pipa dan disetiap bawah pipa tersebut diberi
lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk ke dalam lapisan akuifer, sehingga air
tanah terkumpul pada bagian ini dan selanjutnya dipompa ke atas dan dibuang ke
luar daerah penambangan.
6
ke dalam lubang bor dan pompa akan bekerja secara otomatis jika tercelup air.
Kedalaman lubang bor 50 meter sampai 60 meter.
7
1. Sistem Paritan
Merupakan metode penyaliran yang paling murah dibandingkan dengan metode
yang lainya. Beberapa lubang paritan dibuat pada lokasi penambangan guna
menampung sementara serta mengalirkan air limpasan, sehingga tidak
mengganggu pekerjaan tambang. Bentuk saluran terbuka yang paling sederhana
dan umum digunakan adalah saluran dengan bentuk trapesium.
3. Sistem Adit
Cara ini biasanya digunakan untuk pembuangan air pada tambang terbuka yang
mempunyai banyak jenjang. Saluran horisontal yang di buat dari tempat kerja
menembus ke shaft yang di buat disisi bukit untuk pembuangan air yang masuk ke
dalam tempat kerja. Pembuangan dengan sistem ini biasanya mahal, disebabkan
oleh biaya pembuatan saluran horisontal tersebut dan shaft.
a. Curah Hujan
Hujan merupakan air yang jatuh ke permukaan bumi dan merupakan uap air di
atmosfir yang terkondensasi dan jatuh dalam bentuk tetesan air. Sistem penyaliran
tambang dewasa ini lebih ditujukan pada penanganan air permukaan, ini karena
air yang masuk ke dalam lokasi tambang sebagian besar adalah air hujan.
8
Air limpasannya (overflow) akan dibuang atau dialirkan ke luar lokasi tambang
atau ke sungai terdekat dan lumpur endapannya (underflow) dibersihkan secara
berkala.
Curah Hujan adalah jumlah atau volume air hujan yang jatuh pada satu satuan
luas, dinyatakan dalam satuan mm. 1 mm berarti pada luasan 1 m 2 jumlah air
hujan yang jatuh sebanyak 1 Liter. Sumber utama air permukaan pada suatu
tambang terbuka adalah air hujan.
Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem penyaliran,
karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar kecilnya air tambang
yang harus diatasi. Besar curah hujan dapat dinyatakan sebagai volume air hujan
yang jatuh pada suatu areal tertentu, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat
dinyatakan dalam meter kubik per satuan luas, secara umum dinyatakan dalam
tinggi air (mm). Pengamatan curah hujan dilakukan oleh alat penakar curah hujan.
Pengolahan data curah hujan dimaksudkan untuk mendapatkan data curah hujan
yang siap pakai untuk suatu perencanaan sistem penyaliran. Pengolahan data ini
dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya adalah metode Gumbel,
yaitu suatu metode yang didasarkan atas distribusi normal (distribusi harga
ekstrim). Gumbel beranggapan bahwa distribusi variabel-variabel hidrologis tidak
terbatas, sehingga harus digunakan distribusi dari harga-harga yang terbesar
(harga maksimal).
........................................................................................(2.1)
Keterangan :
Xr = hujan harian maksimum dengan periode ulang tertentu (mm)
= curah hujan rata-rata (mm)
x = standar deviasi nilai curah hujan dari data
δn = standar deviasi dari reduksi variat, tergantung dari jumlah data (n)
Yr = nilai reduksi variat dari variabel yang diharapkan terjadi pada PUH
Yn = nilai rata-rata dari reduksi variat, tergantung dari jumlah data
9
Dari perumusan distribusi Gumbel di atas, hanya harga curah hujan rata-rata dan
standar deviasi nilai curah hujan yang diperoleh dari hasil pengolahan data.
Sedangkan harga-harga selain itu diperoleh dari tabel tetapan, dalam hubunganya
dengan jumlah data dan periode ulang hujan.
1) Periode Ulang Hujan
Curah hujan biasanya terjadi menurut pola tertentu dimana curah hujan biasanya
akan berulang pada suatu periode tertentu, yang dikenal dengan Periode Ulang
Hujan. Periode ulang hujan adalah periode (tahun) dimana suatu hujan dengan
tinggi intensitas yang sama kemungkinan bisa terjadi lagi. Kemungkinan
terjadinya adalah satu kali dalam batas periode (tahun) ulang yang ditetapkan.
Tabel 2.1.
10
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu yang relatif singkat,
biasanya satuan yang digunakan adalah mm/jam. Intensitas curah hujan biasanya
dinotasikan dengan huruf “I”. Keadaan curah hujan dan intensitas sudah
diklasifikasikan oleh Takeda (Tabel 2.2).
Tabel 2.2.
Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan (Sumber : Suripin,
2004)
Intensitas Curah Hujan
( mm ) Kondisi
Keadaan Curah
1 jam 24 jam
Hujan
Hujan sangat Tanah agak basah atau dibasahi
<1 <5
ringan sedikit
Hujan ringan 1-5 5 – 20 Tanah menjadi basah semuanya
Hujan normal 5 -10 20 – 50 Bunyi curah hujan terdengar
Air tergenang diseluruh
10 - permukaan tanah
Hujan lebat 50 - 100
20 dan bunyi keras kedengaran dari
genangan
Hujan sangat
> 20 > 100 Hujan seperti ditumpahkan
lebat
Intensitas curah hujan ditentukan berdasarkan rumus mononobe, karena data yang
tersedia di daerah penelitian hanya terdapat data curah hujan harian.
Rumus mononobe :
................................................................................................(2.2)
Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Lama waktu hujan atau waktu konstan (jam)
R24 = Curah hujan maksimum (mm)
11
Daerah tangkapan hujan adalah luasnya permukaan, yang apabila terjadi hujan,
maka air hujan tersebut akan mengalir ke daerah yang lebih rendah menuju ke
titik pengaliran.
Daerah tangkapan hujan merupakan suatu daerah yang dapat mengakibatkan air
limpasan permukaan mengalir kesuatu tempat (daerah penambangan) yang lebih
rendah. Penentuan luas daerah tangkapan hujan berdasarkan peta topografi daerah
yang akan diteliti . Daerah tangkapan hujan ini dibatasi oleh pegunungan dan
bukit-bukit yang diperkirakan akan mengumpulkan air hujan sementara.
Setelah daerah tangkapan hujan ditentukan, maka diukur luasnya pada peta
kontur, yaitu dengan menarik hubungan dari titik-titik yang tertinggi disekeliling
tambang membentuk poligon tertutup, dengan melihat kemungkinan arah
mengalirnya air, maka luas daerah penelitian dihitung dengan menggunakan
software Autucad 2007 sehingga didapatkan luas daerah tangkapan hujan dalam
m2.
12
Keterangan :
Q = debit air limpasan maksimum (m3/detik)
C = koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan(km2)
i. Kerapatan vegetasi
Daerah dengan vegetasi yang rapat, akan memberikan nilai C yang kecil, karena
air hujan yang masuk tidak dapat langsung mengenai tanah, melainkan akan
tertahan oleh tumbuh-tumbuhan, sedangkan tanah yang gundul akan memberi
nilai C yang besar.
Koefisien
Kemiringan Kegunaan Lahan
Limpasan
13
Datar - Persawahan rawa-rawa 0,2
Kemiringan < - Hutan, perkebunan 0,3
3% - Permukiman 0,4
- Hutan
0,6
Curam - Pemukiman
0,7
Kemiringan > - Vegetasi ringan
0,8
15% - Tanah gundul,
0,9
penambangan
a. Saluran Terbuka
Saluran Terbuka berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air ke tempat
pengumpulan (kolam penampungan atau saluran) atau tempat lain. Bentuk saluran
terbuka, umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe material serta kemudahan
dalam pembuatannya. Sumber air utama pada tambang terbuka adalah air hujan,
walaupun kadang kontribusi air tanah juga tidak dapat diabaikan dalam
menentukan debit air.
14
Luas penampang basah (A) = d2
Keliling basah (P) =
3) Bentuk trapesium
Dalam menentukan dimensi saluran bentuk trapesium dengan luas maksimum
hidrolis, luas penampang basah saluran (A), jari-jari hidrolik (R), kedalaman
penampang aliran (d), lebar dasar saluran (b), penampang sisi saluran dari dasar
kepermukaan (a), lebar permukaan saluran (B), dan kemiringan dinding saluran
(m), mempunyai hubungan yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
A = b . d + m . d2
R = 0,5 . d
B = b + 2m . d
b/d = 2 {(1 + m2)0,5 - m)
a = d/sinα
penambahan tinggi jagaan adalah 20 % dari d.
Gambar 2.2.
Bentuk - Bentuk Penampang Saluran (Sumber : Sayoga G, 1999)
Bentuk penampang saluran yang paling sering digunakan dan umum dipakai
adalah bentuk trapezium, sebab mudah dalam pembuatannya, murah efisien dan
mudah dalam perawatannya, serta stabilitas kemiringan dindingnya dapat
disesuaikan menurut keadaan daerah. Penampang saluran bentuk trapesium dapat
dilihat pada gambar 2.3.
15
Gambar 2.3.
Penampang Saluran Bentuk Trapesium (Sumber : Sayoga G, 1999)
Untuk dimensi penyaliran dengan bentuk trapesium dengan luas penampang
optimum dan mempunyai sudut kemiringan 600 , maka :
m = 1/tg α
= 1/ tg 600
= 0,58
Sehingga harga b/d adalah :
b/d = 2 {(1 + m2)0,5 - m}
b = 1,15 d
Kemiringan dinding saluran tergantung pada macam material atau bahan yang
membentuk tubuh saluran. Kemiringan dinding saluran yang sesuai dengan bahan
yang membentuk tubuh saluran.
16
A = luas penampang (m2)
S = kemiringan dasar saluran (%)
R = jari-jari hidrolis (meter)
n = koefisien kekerasan dinding saluran menurut Manning
b. Sumuran
Sumuran tambang berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air dan
lumpur sebelum dipompa ke luar tambang. Sumuran tambang dibedakan menjadi
dua macam, yaitu sumuran tambang permanen dan sementara. Sumuran tambang
permanen adalah sumuran yang berfungsi selama penambangan berlangsung, dan
umumnya tidak berpindah tempat. Sedang sumuran sementara berfungsi dalam
rentang waktu tertentu dan sering berpindah tempat.
Gambar 2.4.
Grafik Penentuan Volume Sumuran Air Tambang (Ir. Sosrodarsono dan
kensaku Takeda)
2.1.6 Pompa dan Pipa
17
a. Pompa
Pompa berfungsi untuk mengeluarkan air dari tambang. Sesuai dengan prinsip
kerjanya, pompa dibedakan atas:
1) Reciprocating Pump
Bekerja berdasarkan torak maju mundur secara horizontal di dalam silinder.
Keuntungan jenis ini adalah efisien untuk kapasitas kecil dan umumnya dapat
mengatasi kebutuhan energi (julang) yang tinggi. Kerugiannya adalah beban yang
berat serta perlu perawatan yang teliti. Pompa jenis ini kurang sesuai untuk air
berlumpur karena katup pompa akan cepat rusak. Oleh karena itu jenis pompa ini
kurang sesuai untuk digunakan di tambang.
2) Centrifugal Pump
Pompa ini bekerja berdasarkan putaran impeller di dalam pompa. Air yang masuk
akan diputar oleh impeller, akibat gaya sentrifugal yang terjadi air akan
dilemparkan dengan kuat ke arah lubang pengeluaran pompa. Pompa jenis ini
banyak digunakan di tambang, karena dapat melayani air berlumpur, kapasitasnya
besar dan perawatannya lebih muda.
3) Axial Pump
Pada pompa aksial, zat cair mengalir pada arah aksial (sejajar poros) melalui
kipas. Umumnya bentuk kipas menyerupai baling-baling kapal. Pompa ini dapat
beroperasi secara vertikal maupun horizontal. Jenis pompa ini digunakan untuk
julang yang rendah.
b. Pipa
Pipa berfungsi sebagai sarana untuk mengeluarkan zat cair dari suatu tempat
menuju tempat lainnya. Zat cair yang mengalir dalam pipa akan mengalami
gesekan pada dinding sebelah dalam pipa. Besar kecilnya gesekan yang terjadi
dipengaruhi oleh jenis zat cair yang mengalir dan jenis pipa yang digunakan.
18
mengalirkan sejumlah air seperti yang direncanakan dapat ditentukan dari kondisi
instalasi yang akan dilayani oleh pompa tersebut, sehingga julang total pompa
dapat dituliskan sebagai berikut:
...…………………………………….....…………….( 2.5)
Keterangan :
H = head total pompa (m).
hp = beda head tekanan pada kedua permukaan air (m).
hf = head untuk mengatasi berbagai hambatan pada pompa dan pipa (m)
...………………….......…..................................................(2.8)
Keterangan :
f = koefisien gesek (tanpa satuan)
v = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)
19
g = kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)
...…………….…......................................................…….(2.9)
Keterangan :
k = koefisien kekasaran pipa ( lihat Tabel 2.4 )
D = Diameter dalam pipa
Tabel 2.4.
Koefisien Kekasaran Beberapa Jenis Pipa (Sularso dan Haruo T., 1991)
...…………………………..................................................….(2.10)
Keterangan :
k = koefisien kerugian pada belokan
…….........................................……….(2.11)
20
Keterangan :
v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)
R = jari-jari lengkung belokan (m)
θ = sudut belokan pipa
..………………….............................................……………….(2.12)
...………………………….…............................................….(2.13)
Keterangan :
f = koefisien kerugian pada katup isap (lihat Tabel 2.5)
v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)
Tabel 2.5.
Koefisien Kerugian Pada Berbagai Katup Isap (Sularso dan Haruo T., 1991)
Diameter (mm)
Jenis katup
100 150 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 2000
Katup sorong 0.14 0.12 0.10 0.09 0.07 0.00
Katupkupu−kupu 0.6 - 0.16 (bervariasi menurut konstruksi dan diameternya)
Katup putar 0.09 - 0.026 (bervariasi menurut diameternya)
Katup cegah
1.20 1.15 1.10 1.00 0.98 0.94 0.92 0.90 0.88
kipas ayun
Katup kepak - - - - - - - - - 0.9 - 0.5
Katup isap
1.97 1.91 1.84 1.78 1.72
(dengan saringan)
21
daerah penambangan maupun daerah sekitar penambangan. Nantinya air tersebut
akan dibuang menuju tempat penampungan air umum seperti sungai, maupun
danau.
Gambar 2.5
Zona - Zona Pada Kolam Pengendapan
22
Gambar 2.6.
Aliran Air di Kolam Pengendapan
Keterangan :
b = Lebar kolam pengendapan (m)
Vh = Kecepatan mendatar partikel (m/s)
Vt = Kecepatan pengendapan (m/s)
H = Kedalaman kolam pengendapan (m)
P = Panjang kolam pengendapan (m)
……………………………………………………………………(2.16)
Keterangan :
Vh = kecepatan mendatar partikel (m/detik)
Qtotal = Debit aliran yang masuk ke kolam pengendapan ( m3/detik)
23
A = Luas permukaan saluran (m2)
Waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar dari kolam pengendapan dengan
kecepatan vh adalah :
th = P/vh (detik)…………………………………………………………….(2.17)
Keterangan :
P = Panjang kolam pengendapan
Dalam proses pengendapan ini partikel mampu mengendap dengan baik jika tv
tidak lebih besar dari th. Sebab, jika waktu yang diperlukan untuk mengendap
lebih kecil dari waktu yang diperlukan untuk mengalir ke luar kolam atau dengan
kata lain proses pengendapan lebih cepat dari aliran air maka proses pengendapan
dapat terjadi.
= ……..
(2.18)
Dari perumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran partikel
maka semakin cepat proses pengendapan serta semakin besar pula prosentase
partikel yang berhasil diendapkan.
2.2. Data
Pengambilan data dilakukan setelah studi literatur dan observasi lapangan selesai
dilaksanakan. Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diambil langsung dari pengukuran atau pengamatan
lapangan seperti dimensi sistem penyaliran awal, luas DTH, TSS, debit pompa
dan kolam pengendapan dan kondisi topografi aktual. Data sekunder adalah data
yang diambil dari literatur atau laporan perusahaan seperti data curah hujan, data
spesifikasi pompa dan peta kesampaian daerah.
24
selanjutnya mencari data dimensi saluran terbuka, dimensi sumuran dan debit
pompa yang digunakan.
25
BAB III
RENCANA PENYELESAIAN PENELITIAN
26
27
Tabel 3.1
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Bulan
No Jenis Kegiatan Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1 Studi Literatur
2 Observasi
3 Pengumpulan Data
4 Pengolahan Data
5 Pembuatan Laporan
26
6 Pembuatan Skripsi
7 Kolokium
8 Sidang
9 Wisuda
28
28