Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


PT. Megumy Inti Anugerah merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
pertambangan Batubara yang bekerja sama dengan PT. Rantaupanjang Utama
Bhakti. Lokasi daerah rencana penambangan batubara terletak di Desa
Pagatbukur, Kecamatan Sambaliung, Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan
Timur. Sistem penambangan yang digunakan oleh PT. Megumy Inti Anugerah
menggunakan sistem penambangan terbuka (surface mining) dengan metode strip
mine. Sistem penyaliran yang digunakan adalah mine dewatering dan mine
drainage, sumber air berasal dari air hujan dan air limpasan dibiarkan mengalir
masuk kedalam sumuran (sump) kemudian dikeluarkan dengan cara pemompaan.
saat musim hujan di PT. Megumy Inti Anugerah sering terjadi genangan dan
luapan air di lantai dasar tambang dikarenakan volume air hujan dan air limpasan
yang masuk kedalam lokasi tambang cukup besar namun volume sumuran tidak
cukup menampung air yang masuk serta untuk mengeringkan genangan air
tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama.

Agar tidak menggangu kegiatan penambangan perlu suatu upaya perbaikan


secepat mungkin untuk mengatasi genangan air tambang tersebut. Oleh karena itu
perlu dilakukan kajian terhadap sistem penyaliran yang sudah ada sebagai dasar
usulan rancangan sistem penyaliran tambang yang baru sehingga proses
penambangannya dapat berjalan dengan optimal.

1.2. Rumusan Masalah


Sistem penyaliran tambang memegang peranan yang sangat penting dalam
penambangan batubara dengan sistem tambang terbuka. Sistem penyaliran pada
saat ini belum mampu mengatasi permasalahan air yang masuk ke lokasi tambang
sehingga aktivitas penambangan tidak berjalan secara optimal. Berdasarkan uraian

1
tersebut, maka permaasalahan yang ada di lokasi penambangan Pit X PT.
Megumy Inti Anugerah adalah :
1. Saluran terbuka untuk mencegah air yang masuk ke tambang terlalu kecil.
2. Dimensi sumuran yang ada tidak mampu menampung debit air hujan dan air
limpasan yang masuk ke lokasi tambang, sehingga air meluap dari sumuran
dan menggenangi lokasi penambangan.
3. Debit pompa yang digunakan belum tepat, dimana kapasitas aktual pompa
terlalu kecil sehingga tidak mampu mengatasi debit air hujan dan air limpasan
yang masuk ke lokasi tambang.

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengevaluasi bentuk dan dimensi saluran terbuka.
2. Mengevaluasi waktu pengeringan sumuran.
3. Mengevaluasi volume dan bentuk sumuran.
4. Mengevaluasi waktu pengerukan endapan kolam pengendapan.

1.4. Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian hanya dilakukan di Pit X PT. Megumy Inti Anugerah yang
memiliki luas 118 Hektar.
2. Penelitian dilakukan untuk mengkaji sistem penyaliran tambang untuk
mendukung rencana penambangan Batubara tahun 2016.
3. Kajian sistem penyaliran tambang didasarkan pada pertimbangan aspek
teknis.

1.5. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian, yaitu:
1. Dapat memberikan rekomendasi dalam menyelesaikan permasalahan yang
ada saat ini mengenai pengendalian dan penanganan air tambang.
2. Menambah wawasan didalam menerapkann ilmu teknis pertambangan bagi
peneliti dan praktisi.

2
1.6. Tahapan Penelitian

Latar
Belakang

Rumusan
Masalah

Tujuan

Pengumpulan
Data

Metode
Penelitian

Data Primer Data Sekunder

Pengolahan Data

Analisis Data

Hasil Analisa

Kesimpulan

3
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Dasar Teori


2.1.1 Sistem Penyaliran Tambang
Penyaliran adalah suatu cara untuk mengeringkan atau mengeluarkan air yang
terdapat atau menggenangi suatu daerah tertentu. Sedangkan sistem penyaliran
tambang adalah rangkaian unit kerja dari alat/bagian pada sistem penyaliran yang
dimaksudkan untuk mengendalikan air tambang. Upaya ini dilakukan untuk
mencegah terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya genangan air
dalam jumlah yang berlebihan di lokasi penambangan, terutama pada musim
hujan. Selain itu, sistem penyaliran tambang ini juga dimaksudkan untuk
memperlambat kerusakan alat, sehingga alat-alat mekanis yang digunakan pada
daerah tersebut mempunyai umur yang lama.

Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan menjadi
dua yaitu:
1. Mine Drainage, merupakan upaya untuk mencegah masuk dan mengalirnya air
ke lokasi penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air
tanah dan air yang berasal dari sumber air permukaan.
2. Mine Dewatering, merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk
ke lokasi penambangan, terutama untuk penanganan air hujan.

2.1.2 Siklus Hidrologi


Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa, energi tidak dapat diciptakan dan
tidak dapat dimusnahkan, tapi dapat berubah wujud, begitu juga dengan air. Air di
bumi volumenya selalu tetap dari waktu ke waktu, namun dapat berubah wujud
sesuai dengan kondisi lingkungan dimana dia berada. Air mengalami perputaran
melalui serangkaian peristiwa yang berlangsung secara terus menerus dan

4
membentuk suatu siklus yang dikenal dengan siklus hidrologi. Adapun siklusnya
dapat dipahami melalui (Gambar 2.1).
Siklus hidrologi merupakan proses kontinyu dimana air bergerak dari bumi ke
atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi. Siklus hidrologi menunjukan
gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya siklus hidrologi, yaitu
perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan
kembali lagi ke laut yang tidak pernah habis, air tersebut akan tertahan sementara
di sungai, waduk atau danau, serta dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh
manusia atau makhluk lain (Chay Asdak, 1995).

Gambar 2.1.
Siklus Hidrologi (Sumber : Chay Asdak, 1995)

2.1.3 Metode Penyaliran Tambang


Sesuatu yang berlebihan tentunya tidak baik, begitu pula dengan air yang ada di
tambang dalam jumlah lebih akan menimbulkan masalah dalam pekerjaan
tambang. Hal ini berpengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung
terhadap target produksi yang direncanakan. Sehingga dalam hal ini maka
diperlukan upaya penyaliran. Penyaliran yang dimaksud disini adalah usaha atau
penanganan yang dilakukan terhadap air pada area penambangan dengan maksud
untuk mencegah, mengeringkan, mengalirkan atau mengeluarkan air yang masuk
ke area penambangan. Hal ini dilakukan guna mencegah terganggunya aktivitas

5
tambang akibat adanya genangan air, terutama pada saat musim penghujan tiba.
Selain itu, sistem penyaliran tambang juga dimaksudkan untuk memperlambat
kerusakan alat, sehingga alat mekanis yang digunakan memiliki umur pakai yang
lebih lama.

Sumber air yang masuk ke daerah tambang, dapat berasal dari air permukaan
maupun air tanah. Air yang terdapat dan mengalir di permukaan disebut juga
sebagai air permukaan. Air ini berasal dari limpasan daerah sekitar yang masuk ke
area tambang, seperti air sungai, air rawa ataupun air danau daerah sekitar dan
dapat pula berupa air buangan serta mata air. Sedangkan air yang terdapat dan
mengalir di bawah permukaan tanah disebut air bawah tanah, yang termasuk air
bawah tanah adalah air tanah dan air rembesan.

Adapun upaya penanganan terhadap air yang dapat dilakukan pada tambang
terbuka adalah:
a. Mine Drainage System
Mine drainage merupakan upaya untuk mencegah masuknya air ke daerah
penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan air
rembesan yang berasal dari sumber air permukaan, tindakan ini juga disebut usaha
preventif. Cara yang biasa digunakan untuk mencegah air permukaan adalah
dengan membuat saluran terbuka disekeliling tambang atau lantai jenjang.

Beberapa metode penyaliran mine drainage system adalah:

1. Metode Siemens
Pada tiap jenjang dari kegiatan penambangan dibuat lubang bor kemudian ke
dalam lubang bor dimaksukkan pipa dan disetiap bawah pipa tersebut diberi
lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk ke dalam lapisan akuifer, sehingga air
tanah terkumpul pada bagian ini dan selanjutnya dipompa ke atas dan dibuang ke
luar daerah penambangan.

2. Metode Pemompaan Dalam (Deep Well Pump)


Metode ini digunakan untuk material yang mempunyai permeabilitas rendah dan
jenjang tinggi. Dalam metode ini dibuat lubang bor kemudian dimasukkan pompa

6
ke dalam lubang bor dan pompa akan bekerja secara otomatis jika tercelup air.
Kedalaman lubang bor 50 meter sampai 60 meter.

3. Metode Elektro Osmosis


Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bilamana elemen- elemen
dialiri arus listrik maka air pori akan mengalir menuju katoda (lubang sumur)
yang kemudian terkumpul pada sumur lalu dipompa keluar.

4. Small Pipe With Vacuum Pump


Cara ini diterapkan pada lapisan batuan yang impermiabel (jumlah air sedikit)
dengan membuat lubang bor. Kemudian di masukkan pipa yang ujung bawahnya
diberi lubang-lubang. Antara pipa isap dengan dinding lubang bor diberi kerikil-
kerikil kasar (berfungsi sebagai penyaring kotoran) dengan diameter kerikil lebih
besar dari diameter lubang. Di bagian atas antara pipa dan lubang bor di sumbat
supaya saat ada isapan pompa, rongga antara pipa lubang bor kedap udara
sehingga air akan terserap ke dalam lubang bor.

5. Metode Pemotongan Air Tanah


Metode ini biasanya digunakan untuk mengamati kondisi air tanah, dimana
lapisan tanah yang digali sampai sebatas akuifer. Dengan terpotongnya aliran air
tanah maka daerah hilir akan menjadi kering.

6. Metode Kombinasi Dengan Lubang Bukaan Bawah Tanah


Dilakukan dengan membuat lubang bukaan mendatar di dalam tanah guna
menampuang aliran air dari permukaan. Beberapa lubang sumur dibuat
menyalurkan air permukaan ke dalam terowongan bawah tanah tersebut. Cara ini
cukup efektif karena air akan mengalir sendiri akibat pengaruh gravitasi sehingga
tidak memerlukan pompa.

b. Mine Dewatering System


Mine dewatering merupakan upaya untuk mengeluarkan air hujan, air tanah dan
air limpasan yang telah masuk ke lokasi penambangan. Upaya ini terutama untuk
menangani air yang berasal dari air hujan. Adapun metode mine dewatering
system adalah sebagai berikut:

7
1. Sistem Paritan
Merupakan metode penyaliran yang paling murah dibandingkan dengan metode
yang lainya. Beberapa lubang paritan dibuat pada lokasi penambangan guna
menampung sementara serta mengalirkan air limpasan, sehingga tidak
mengganggu pekerjaan tambang. Bentuk saluran terbuka yang paling sederhana
dan umum digunakan adalah saluran dengan bentuk trapesium.

2. Sistem Kolam Terbuka (Open Sump System)


Sistem ini diterapkan untuk membuang air yang telah masuk ke daerah
penambangan. Air dikumpulkan pada sumur (sump), kemudian di pompa keluar
dan pemasangan jumlah pompa tergantung kedalaman penggalian. Dengan
kapasitas pompa menyesuaikan debit air yang masuk kedalam lokasi
penambangan. Apabila kapasitas pompa lebih besar dari yang debit air yang
masuk, maka penggunaan pompa bisa secara periodik sehingga pompa tidak
mengalami kelelahan.

3. Sistem Adit
Cara ini biasanya digunakan untuk pembuangan air pada tambang terbuka yang
mempunyai banyak jenjang. Saluran horisontal yang di buat dari tempat kerja
menembus ke shaft yang di buat disisi bukit untuk pembuangan air yang masuk ke
dalam tempat kerja. Pembuangan dengan sistem ini biasanya mahal, disebabkan
oleh biaya pembuatan saluran horisontal tersebut dan shaft.

2.1.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran Tambang


Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam merancang sistem penyaliran
pada tambang terbuka adalah :

a. Curah Hujan
Hujan merupakan air yang jatuh ke permukaan bumi dan merupakan uap air di
atmosfir yang terkondensasi dan jatuh dalam bentuk tetesan air. Sistem penyaliran
tambang dewasa ini lebih ditujukan pada penanganan air permukaan, ini karena
air yang masuk ke dalam lokasi tambang sebagian besar adalah air hujan.

Air tambang akan ditampung dalam kolam (sump), selanjutnya dikeluarkan


dengan pompa melalui jalur pemompaan ke kolam pengendapan (settling pond).

8
Air limpasannya (overflow) akan dibuang atau dialirkan ke luar lokasi tambang
atau ke sungai terdekat dan lumpur endapannya (underflow) dibersihkan secara
berkala.
Curah Hujan adalah jumlah atau volume air hujan yang jatuh pada satu satuan
luas, dinyatakan dalam satuan mm. 1 mm berarti pada luasan 1 m 2 jumlah air
hujan yang jatuh sebanyak 1 Liter. Sumber utama air permukaan pada suatu
tambang terbuka adalah air hujan.

Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem penyaliran,
karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar kecilnya air tambang
yang harus diatasi. Besar curah hujan dapat dinyatakan sebagai volume air hujan
yang jatuh pada suatu areal tertentu, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat
dinyatakan dalam meter kubik per satuan luas, secara umum dinyatakan dalam
tinggi air (mm). Pengamatan curah hujan dilakukan oleh alat penakar curah hujan.

Pengolahan data curah hujan dimaksudkan untuk mendapatkan data curah hujan
yang siap pakai untuk suatu perencanaan sistem penyaliran. Pengolahan data ini
dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya adalah metode Gumbel,
yaitu suatu metode yang didasarkan atas distribusi normal (distribusi harga
ekstrim). Gumbel beranggapan bahwa distribusi variabel-variabel hidrologis tidak
terbatas, sehingga harus digunakan distribusi dari harga-harga yang terbesar
(harga maksimal).

Persamaan Gumbel tersebut adalah sebagai berikut:

........................................................................................(2.1)
Keterangan :
Xr = hujan harian maksimum dengan periode ulang tertentu (mm)
= curah hujan rata-rata (mm)
x = standar deviasi nilai curah hujan dari data
δn = standar deviasi dari reduksi variat, tergantung dari jumlah data (n)
Yr = nilai reduksi variat dari variabel yang diharapkan terjadi pada PUH
Yn = nilai rata-rata dari reduksi variat, tergantung dari jumlah data

9
Dari perumusan distribusi Gumbel di atas, hanya harga curah hujan rata-rata dan
standar deviasi nilai curah hujan yang diperoleh dari hasil pengolahan data.
Sedangkan harga-harga selain itu diperoleh dari tabel tetapan, dalam hubunganya
dengan jumlah data dan periode ulang hujan.
1) Periode Ulang Hujan
Curah hujan biasanya terjadi menurut pola tertentu dimana curah hujan biasanya
akan berulang pada suatu periode tertentu, yang dikenal dengan Periode Ulang
Hujan. Periode ulang hujan adalah periode (tahun) dimana suatu hujan dengan
tinggi intensitas yang sama kemungkinan bisa terjadi lagi. Kemungkinan
terjadinya adalah satu kali dalam batas periode (tahun) ulang yang ditetapkan.

Penentuan periode ulang hujan dilakukan dengan menyesuaikan data dan


keperluan pemakaian saluran yang berkaitan dengan umur tambang serta tetap
memperhitungkan resiko hidrologi. Dapat pula dilakukan perhitungan dengan
metode distribusi normal menggunakan konsep peluang.

Tabel 2.1.

Periode Ulang Hujan Recana (Sumber : Rudi Sayoga G, 1999)


Keterangan Periode ulang hujan
Daerah terbuka 0–5
Sarana tambang 2–5
Lereng–lereng tambang dan
5 – 10
penimbunan
Sumuran utama 10 – 25
Penyaliran keliling tambang 25
Pemindahan aliran sungai 100

Penetapan periode ulang hujan sebenarnya lebih ditekankan pada masalah


kebijakan dan resiko yang perlu diambil sesuai dengan perencanaan. Menurut
Rudi Sayoga. (1999), Acuan untuk menentukan PUH dapat dilihat pada tabel 2.1.

2) Intensitas curah hujan ( I )

10
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu yang relatif singkat,
biasanya satuan yang digunakan adalah mm/jam. Intensitas curah hujan biasanya
dinotasikan dengan huruf “I”. Keadaan curah hujan dan intensitas sudah
diklasifikasikan oleh Takeda (Tabel 2.2).

Tabel 2.2.
Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan (Sumber : Suripin,
2004)
Intensitas Curah Hujan
( mm ) Kondisi
Keadaan Curah
1 jam 24 jam
Hujan
Hujan sangat Tanah agak basah atau dibasahi
<1 <5
ringan sedikit
Hujan ringan 1-5 5 – 20 Tanah menjadi basah semuanya
Hujan normal 5 -10 20 – 50 Bunyi curah hujan terdengar
Air tergenang diseluruh
10 - permukaan tanah
Hujan lebat 50 - 100
20 dan bunyi keras kedengaran dari
genangan
Hujan sangat
> 20 > 100 Hujan seperti ditumpahkan
lebat

Intensitas curah hujan ditentukan berdasarkan rumus mononobe, karena data yang
tersedia di daerah penelitian hanya terdapat data curah hujan harian.

Rumus mononobe :

................................................................................................(2.2)

Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Lama waktu hujan atau waktu konstan (jam)
R24 = Curah hujan maksimum (mm)

b. Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)

11
Daerah tangkapan hujan adalah luasnya permukaan, yang apabila terjadi hujan,
maka air hujan tersebut akan mengalir ke daerah yang lebih rendah menuju ke
titik pengaliran.

Daerah tangkapan hujan merupakan suatu daerah yang dapat mengakibatkan air
limpasan permukaan mengalir kesuatu tempat (daerah penambangan) yang lebih
rendah. Penentuan luas daerah tangkapan hujan berdasarkan peta topografi daerah
yang akan diteliti . Daerah tangkapan hujan ini dibatasi oleh pegunungan dan
bukit-bukit yang diperkirakan akan mengumpulkan air hujan sementara.
Setelah daerah tangkapan hujan ditentukan, maka diukur luasnya pada peta
kontur, yaitu dengan menarik hubungan dari titik-titik yang tertinggi disekeliling
tambang membentuk poligon tertutup, dengan melihat kemungkinan arah
mengalirnya air, maka luas daerah penelitian dihitung dengan menggunakan
software Autucad 2007 sehingga didapatkan luas daerah tangkapan hujan dalam
m2.

c. Air Limpasan (C)


1) Pengertian
Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan
tanah menuju sungai, danau atau laut. Aliran itu terjadi karena curah hujan yang
mencapai permukaan bumi tidak dapat terinfiltrasi, baik yang disebabkan karena
intensitas curah hujan atau faktor lain misalnya kelerengan, bentuk dan
kekompakan permukaan tanah serta vegetasi.

2). Aspek-aspek yang berpengaruh


- Curah hujan = curah hujan, intensitas curah hujan dan frekuensi hujan
- Tanah = jenis dan bentuk toprografi
- Tutupan = kepadatan, jenis dan macam vegetasi.
- Luas daerah aliran

3). Perkiraan Debit Air Limpasan


Untuk memperkirakan debit air limpasan maksimal digunakan rumus rasional,
yaitu :
Q = 0,278. C . I .A..............................................................................................(2.3)

12
Keterangan :
Q = debit air limpasan maksimum (m3/detik)
C = koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan(km2)

4). Koefisien Limpasan


Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan
besarnya limpasan permukaan, dengan intensitas curah hujan yang terjadi pada
tiap-tiap daerah tangkapan hujan. Koefisien limpasan tiap-tiap daerah berbeda
(lihat tabel 2.3). Dalam penentuan koefisien limpasan faktor-faktor yang harus
diperhatikan adalah :

i. Kerapatan vegetasi
Daerah dengan vegetasi yang rapat, akan memberikan nilai C yang kecil, karena
air hujan yang masuk tidak dapat langsung mengenai tanah, melainkan akan
tertahan oleh tumbuh-tumbuhan, sedangkan tanah yang gundul akan memberi
nilai C yang besar.

ii. Tata guna lahan


Lahan persawahan atau rawa-rawa akan memberikan nilai C yang kecil daripada
daerah hutan atau perkebunan, karena pada daerah persawahan misalnya padi, air
hujan yang jatuh akan tertahan pada petak-petak sawah, sebelum akhirnya
menjadi limpasan permukaan.

iii. Kemiringan tanah


Daerah dengan kemiringan yang kecil (<3%), akan memberikan nilai C yang
kecil, daripada daerah dengan kemiringan tanah yang sedang sampai curam untuk
keadaan yang sama.
Tabel 2.3.
Beberapa Harga Koefisien Limpasan (Sumber : Rudi Sayoga G, 1999)

Koefisien
Kemiringan Kegunaan Lahan
Limpasan

13
Datar - Persawahan rawa-rawa 0,2
Kemiringan < - Hutan, perkebunan 0,3
3% - Permukiman 0,4

- Hutan, perkebunan 0,4


Agak miring - Pemukiman 0,5
(3-15%) - Vegetasi ringan 0,6
-Tanah gundul 0,7

- Hutan
0,6
Curam - Pemukiman
0,7
Kemiringan > - Vegetasi ringan
0,8
15% - Tanah gundul,
0,9
penambangan

2.1.5 Saluran Terbuka dan Sumuran (Sump)


Curah hujan yang relatif tinggi pada tambang di indonesia berkibat pentingnya
penanganan air hujan yang baik agar produktifitas tambang tidak menurun.

a. Saluran Terbuka
Saluran Terbuka berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air ke tempat
pengumpulan (kolam penampungan atau saluran) atau tempat lain. Bentuk saluran
terbuka, umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe material serta kemudahan
dalam pembuatannya. Sumber air utama pada tambang terbuka adalah air hujan,
walaupun kadang kontribusi air tanah juga tidak dapat diabaikan dalam
menentukan debit air.

Dalam sistem penyaliran itu sendiri terdapat beberapa bentuk penampang


penyaliran yang dapat digunakan. Bentuk penampang penyaliran diantaranya
bentuk segi empat, bentuk segi tiga dan bentuk trapezium. (Gambar 2.2)

Beberapa macam penampang saluran :


1) Bentuk segi empat
Luas penampang basah (A) = 2d2
Keliling Basah (P) = 4d
Jari-jari hidrolik (R) = A/P = d/2

2) Bentuk segi tiga


Sudut tengah = 90o

14
Luas penampang basah (A) = d2
Keliling basah (P) =

Jari-jari hidrolik (R) =

3) Bentuk trapesium
Dalam menentukan dimensi saluran bentuk trapesium dengan luas maksimum
hidrolis, luas penampang basah saluran (A), jari-jari hidrolik (R), kedalaman
penampang aliran (d), lebar dasar saluran (b), penampang sisi saluran dari dasar
kepermukaan (a), lebar permukaan saluran (B), dan kemiringan dinding saluran
(m), mempunyai hubungan yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
A = b . d + m . d2
R = 0,5 . d
B = b + 2m . d
b/d = 2 {(1 + m2)0,5 - m)
a = d/sinα
penambahan tinggi jagaan adalah 20 % dari d.

Gambar 2.2.
Bentuk - Bentuk Penampang Saluran (Sumber : Sayoga G, 1999)

Bentuk penampang saluran yang paling sering digunakan dan umum dipakai
adalah bentuk trapezium, sebab mudah dalam pembuatannya, murah efisien dan
mudah dalam perawatannya, serta stabilitas kemiringan dindingnya dapat
disesuaikan menurut keadaan daerah. Penampang saluran bentuk trapesium dapat
dilihat pada gambar 2.3.

15
Gambar 2.3.
Penampang Saluran Bentuk Trapesium (Sumber : Sayoga G, 1999)
Untuk dimensi penyaliran dengan bentuk trapesium dengan luas penampang
optimum dan mempunyai sudut kemiringan 600 , maka :
m = 1/tg α
= 1/ tg 600
= 0,58
Sehingga harga b/d adalah :
b/d = 2 {(1 + m2)0,5 - m}
b = 1,15 d

Kemiringan dinding saluran tergantung pada macam material atau bahan yang
membentuk tubuh saluran. Kemiringan dinding saluran yang sesuai dengan bahan
yang membentuk tubuh saluran.

Sedangkan kemiringan dasar saluran, ditentukan dengan pertimbangan bahwa,


suatu aliran dapat memgalir secara alamiah tanpa terjadi pengendapan lumpur
pada dasar saluran, dimana menurut Pfleider (1968) kemiringan antara 0,25 – 0,5
% sudah cukup untuk mencegah adanya pengendapan lumpur berupa adanya
pengendalian. Dalam hal ini maka harga S = (0,25 %).

Perhitungan kapasitas pengaliran suatu saluran dapat dihitung menggunakan


rumus “Manning”, yaitu :
Q = 1/n . A . S1/2 . R2/3 ......................................................................................(2.4)
Keterangan :
Q = debit pengaliran maksimum (m3/detik)

16
A = luas penampang (m2)
S = kemiringan dasar saluran (%)
R = jari-jari hidrolis (meter)
n = koefisien kekerasan dinding saluran menurut Manning

b. Sumuran
Sumuran tambang berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air dan
lumpur sebelum dipompa ke luar tambang. Sumuran tambang dibedakan menjadi
dua macam, yaitu sumuran tambang permanen dan sementara. Sumuran tambang
permanen adalah sumuran yang berfungsi selama penambangan berlangsung, dan
umumnya tidak berpindah tempat. Sedang sumuran sementara berfungsi dalam
rentang waktu tertentu dan sering berpindah tempat.

Dimensi sumuran tambang tergantung pada kuantitas (debit) air limpasan,


kapasitas pompa, volume, waktu pemompaan, kondisi lapangan seperti kondisi
penggalian terutama pada lantai tambang (floor) dan lapisan batubara serta jenis
tanah atau batuan di bukaan tambang. Volume sumuran ditentukan dengan
menggabungkan grafik intensitas hujan yang dihitung dengan teori Mononobe
versus waktu, dan grafik debit pemompaan versus waktu. (lihat Gambar 2.4)

Gambar 2.4.
Grafik Penentuan Volume Sumuran Air Tambang (Ir. Sosrodarsono dan
kensaku Takeda)
2.1.6 Pompa dan Pipa

17
a. Pompa
Pompa berfungsi untuk mengeluarkan air dari tambang. Sesuai dengan prinsip
kerjanya, pompa dibedakan atas:

1) Reciprocating Pump
Bekerja berdasarkan torak maju mundur secara horizontal di dalam silinder.
Keuntungan jenis ini adalah efisien untuk kapasitas kecil dan umumnya dapat
mengatasi kebutuhan energi (julang) yang tinggi. Kerugiannya adalah beban yang
berat serta perlu perawatan yang teliti. Pompa jenis ini kurang sesuai untuk air
berlumpur karena katup pompa akan cepat rusak. Oleh karena itu jenis pompa ini
kurang sesuai untuk digunakan di tambang.

2) Centrifugal Pump
Pompa ini bekerja berdasarkan putaran impeller di dalam pompa. Air yang masuk
akan diputar oleh impeller, akibat gaya sentrifugal yang terjadi air akan
dilemparkan dengan kuat ke arah lubang pengeluaran pompa. Pompa jenis ini
banyak digunakan di tambang, karena dapat melayani air berlumpur, kapasitasnya
besar dan perawatannya lebih muda.

3) Axial Pump
Pada pompa aksial, zat cair mengalir pada arah aksial (sejajar poros) melalui
kipas. Umumnya bentuk kipas menyerupai baling-baling kapal. Pompa ini dapat
beroperasi secara vertikal maupun horizontal. Jenis pompa ini digunakan untuk
julang yang rendah.

b. Pipa
Pipa berfungsi sebagai sarana untuk mengeluarkan zat cair dari suatu tempat
menuju tempat lainnya. Zat cair yang mengalir dalam pipa akan mengalami
gesekan pada dinding sebelah dalam pipa. Besar kecilnya gesekan yang terjadi
dipengaruhi oleh jenis zat cair yang mengalir dan jenis pipa yang digunakan.

c. Perhitungan Julang Total Pompa


Dalam pemompaan dikenal istilah julang (head), yaitu energi yang diperlukan
untuk mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu. Semakin besar debit air
yang dipompa, maka head juga akan semakin besar. Head total pompa untuk

18
mengalirkan sejumlah air seperti yang direncanakan dapat ditentukan dari kondisi
instalasi yang akan dilayani oleh pompa tersebut, sehingga julang total pompa
dapat dituliskan sebagai berikut:

...…………………………………….....…………….( 2.5)

Keterangan :
H = head total pompa (m).
hp = beda head tekanan pada kedua permukaan air (m).
hf = head untuk mengatasi berbagai hambatan pada pompa dan pipa (m)

= head kecepatan (m).

Perhitungan berbagai julang pada pemompaan :

a) Head statis (hs)


...……………………...........……....................................................
(2.6)
Keterangan :
h1 = elevasi sisi isap (m)
h2 = elevasi sisi keluar (m)

b) Head tekanan (hp)


...……………………......…...................................................….(2.7)
Keterangan :
hp1 = julang tekanan pada sisi isap
hp2 = julang tekanan pada sisi keluaran

c) Head gesekan (hf1)

...………………….......…..................................................(2.8)

Keterangan :
f = koefisien gesek (tanpa satuan)
v = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)

19
g = kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)

Angka koefisien gesekan f dicari dengan menggunakan persamaan:

...…………….…......................................................…….(2.9)

Keterangan :
k = koefisien kekasaran pipa ( lihat Tabel 2.4 )
D = Diameter dalam pipa
Tabel 2.4.
Koefisien Kekasaran Beberapa Jenis Pipa (Sularso dan Haruo T., 1991)

Bahan Koefisien kekasaran pipa (mm)


Baja : baru 0,01
lapisan plastik non poros 0,03
Besi tuang : baru 0,1 – 1,00
lapisan bituman 0,03 – 0,10
lapisan semen 0,03 – 0,10
Polyethylene 0,03 – 0,10
Kuningan, tembaga 0,10
Aluminium baru 0,15 – 0,16
Beton : baru centrifuge 0,03
baru rata 0,20 – 0,50
tanah yang telah diolah 1,00 – 2,00
Semen asbes baru 0,03 – 0,10
Bahan dari batu/kaca 0,10 – 1,00

d) Head belokan (hf2)

...…………………………..................................................….(2.10)

Keterangan :
k = koefisien kerugian pada belokan

…….........................................……….(2.11)

20
Keterangan :
v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)
R = jari-jari lengkung belokan (m)
θ = sudut belokan pipa

..………………….............................................……………….(2.12)

e) Head katup isap (hf3)

...………………………….…............................................….(2.13)

Keterangan :
f = koefisien kerugian pada katup isap (lihat Tabel 2.5)
v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)

Tabel 2.5.
Koefisien Kerugian Pada Berbagai Katup Isap (Sularso dan Haruo T., 1991)

Diameter (mm)
Jenis katup
100 150 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 2000
Katup sorong 0.14 0.12 0.10 0.09 0.07 0.00
Katupkupu−kupu 0.6 - 0.16 (bervariasi menurut konstruksi dan diameternya)
Katup putar 0.09 - 0.026 (bervariasi menurut diameternya)
Katup cegah
1.20 1.15 1.10 1.00 0.98 0.94 0.92 0.90 0.88
kipas ayun
Katup kepak - - - - - - - - - 0.9 - 0.5
Katup isap
1.97 1.91 1.84 1.78 1.72
(dengan saringan)

2.1.7 Kolam Pengendapan


Kolam pengendapan adalah suatu daerah yang dibuat khusus untuk menampung
air limpasan sebelum dibuang langsung menuju daerah pengaliran umum.
Sedangkan kolam pengendapan untuk daerah penambangan, adalah kolam yang
dibuat untuk menampung dan mengendapkan air limpasan yang berasal dari

21
daerah penambangan maupun daerah sekitar penambangan. Nantinya air tersebut
akan dibuang menuju tempat penampungan air umum seperti sungai, maupun
danau.

Kolam pengendapan berfungsi untuk mengendapkan lumpur-lumpur, atau


material padatan yang bercampur dengan air limpasan yang disebabkan adanya
aktivitas penambangan maupun karena erosi. Disamping tempat pengendapan,
kolam pengendapan juga dapat berfungsi sebagai tempat pengontrol kualitas dari
air yang akan dialirkan keluar kolam pengendapan, baik itu kandungan
materialnya, tingkat keasaman ataupun kandungan material lain yang dapat
membahayakan lingkungan.

a. Bentuk Kolam Pengendapan


Bentuk kolam pengendapan biasanya hanya digambarkan secara sederhana, yaitu
berupa kolam berbentuk empat persegi panjang, tetapi sebenarnya bentuk tersebut
dapat bermacam-macam, disesuaikan dengan keperluan dan keadaan lapangannya.
Ada 4 zona penting pada kolam pengendapan yang terbentuk karena proses
pengendapan material padatan. (lihat gambar 2.5)

Gambar 2.5
Zona - Zona Pada Kolam Pengendapan

b. Perhitungan Prosentase Pengendapan


Perhitungan Persentase pengendapan ini bertujuan untuk mengetahui apakah
kolam pengendapan yang akan dibuat dapat berfungsi untuk mengendapkan
partikel padatan yang terkandung dalam air limpasan tambang.

22
Gambar 2.6.
Aliran Air di Kolam Pengendapan

Keterangan :
b = Lebar kolam pengendapan (m)
Vh = Kecepatan mendatar partikel (m/s)
Vt = Kecepatan pengendapan (m/s)
H = Kedalaman kolam pengendapan (m)
P = Panjang kolam pengendapan (m)

Debit padatan yang terkandung dalam lumpur pada kolam pengendapan:


Q solid (Qs) = Q air x %TSS (2.14)
Keterangan:
Qs = Debit padatan (m³/detik)
Qair = Debit air (m³/detik)
%TSS = Nilai Total Suspended Solid (%), (1% TSS=10.000 mg/liter)

Waktu yang dibutuhkan oleh partikel untuk mengendap adalah :


tv = h/v (detik)...............................................................................................(2.15)
Keterangan :
tv = waktu pengendapan partikel (menit)
v = Kecepatan pengendapan partikel (m/detik)
h = Kedalaman Saluran (m)
Jika:

……………………………………………………………………(2.16)

Keterangan :
Vh = kecepatan mendatar partikel (m/detik)
Qtotal = Debit aliran yang masuk ke kolam pengendapan ( m3/detik)

23
A = Luas permukaan saluran (m2)

Waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar dari kolam pengendapan dengan
kecepatan vh adalah :
th = P/vh (detik)…………………………………………………………….(2.17)
Keterangan :
P = Panjang kolam pengendapan

Dalam proses pengendapan ini partikel mampu mengendap dengan baik jika tv
tidak lebih besar dari th. Sebab, jika waktu yang diperlukan untuk mengendap
lebih kecil dari waktu yang diperlukan untuk mengalir ke luar kolam atau dengan
kata lain proses pengendapan lebih cepat dari aliran air maka proses pengendapan
dapat terjadi.

Prosentase pengendapan, yaitu :

= ……..

(2.18)

Dari perumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran partikel
maka semakin cepat proses pengendapan serta semakin besar pula prosentase
partikel yang berhasil diendapkan.

2.2. Data
Pengambilan data dilakukan setelah studi literatur dan observasi lapangan selesai
dilaksanakan. Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diambil langsung dari pengukuran atau pengamatan
lapangan seperti dimensi sistem penyaliran awal, luas DTH, TSS, debit pompa
dan kolam pengendapan dan kondisi topografi aktual. Data sekunder adalah data
yang diambil dari literatur atau laporan perusahaan seperti data curah hujan, data
spesifikasi pompa dan peta kesampaian daerah.

2.3. Prosedur Mendapatkan Data


Data yang pertama kali harus didapatkan yaitu data mengenai sistem penyaliran
awal dari perusahaan. Kemudian setelah mendapatkan data sistem penyaliran awal

24
selanjutnya mencari data dimensi saluran terbuka, dimensi sumuran dan debit
pompa yang digunakan.

25
BAB III
RENCANA PENYELESAIAN PENELITIAN

3.1. Pengolahan dan Analisis Data


Data curah hujan diolah menjadi intensitas curah hujan kemudian menentukan
debit air limpasan. Dengan menggunakan rumus manning, dapat ditentukan
dimensi saluran penyaliran. Menghitung volume dan dimensi Sump, mengetahui
total head serta debit pompa dan menghitung waktu pengerukan endapan pada
settling pond.

3.2. Hasil yang Diharapkan


Dengan adanya penelitian ini diharapkan penulis dapat menganalisa permasalahan
mengenai hambatan-hambatan yang terjadi pada sistem penyaliran tambang di Pit
X PT. Megumy Inti Anugerah. Kemudian penulis dapat memberikan solusi dari
permasalahan yang ada sehingga kegiatan penambangan tidak terganggu.

26
27
Tabel 3.1
Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Bulan
No Jenis Kegiatan Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1 Studi Literatur
2 Observasi
3 Pengumpulan Data
4 Pengolahan Data
5 Pembuatan Laporan
26

6 Pembuatan Skripsi
7 Kolokium
8 Sidang
9 Wisuda

28

28

Anda mungkin juga menyukai