Anda di halaman 1dari 27

TUGAS MAKALAH

STUDI KASUS SISTEM PENYALIRAN PADA TAMBANG TERBUKA


KABUPATEN TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Dosen Pengampu:

DR. ir. Murad, MT

Mata Kuliah :

Tambang Terbuka

Program Studi :

Teknik Pertambangan

Oleh:
Fazrul Asikin
D1101171034

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
Kata Pengantar

Puji dan syukur Kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas limpahan berkah, rahmat dan hidayah-Nya. Saya dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat sebagai salah satu
syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah tambang terbuka. Makalah
ini disusun berdasarkan jurnal STUDI KASUS SISTEM
PENYALIRAN PADA TAMBANG TERBUKA KABUPATEN
TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN.

Saya menyadari masih ada kekurangan dalam penyajian makalah ini.


Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat perlu untuk
kesempurnaan makalah ini. Saya berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya dibidang Sistem Penyaliran Tambang.

Pontianak, 28 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI……………………………………………………….... i
KATA PENGANTAR……………………………………………..... ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………….. 2
1.3 Tujuan……………………………………………………. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………. 3


2.1 Pengertian……………………………………………….... 3
2.2 Konsep Pembentukan Air Tanah…………………………. 3
2.3 Sistem Penyaliran Air Tambang…………………………. 4
2.4 Penyaliran Air Tambang…………………………………. 6
2.5 Perencanaan Saluran Terbuka……………………………. 6
2.6 Metode Analisis Intensitas Curah Hujan………………… 9

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………… 13


3.1 Curah Hujan……………………………………………... 13
3.2 Daerah Tangkapan Hujan………………………………... 14
3.3 Perhitungan Debit Limpasan…………………………….. 15
3.4 Sumuram (pump)………………………………………… 17
3.5 Pompa……………………………………………………. 18
3.6 Kolam Pengendapan……………………………………... 18
3.7 Waktu Pengerukan Kolam……………………………….. 20
.
BAB IV PENUTUP………………………………………………….. 21
4.1 Kesimpulan………………………………………………. 21

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………... iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan kebutuhan utama bagi kehidupan manusia. Pada
zaman dahulu kehidupan umumnya berada di dekat air, yaitu sungai, mata
air atau dabau. Namun dengan bertambahnya populasi dan kemajuan
industri menyebabkan kebutuhan akan air bersih sangat meningkat. Bagi
yang jauh dari sumber air, memerlukan banyak biaya untuk mengalirkan
dari sumber ke tempatnya. Oleh karena itu di cari sumber air lain yang
lebih dekat, yaitu air yang ada di bawah permukaan tanah atau air tanah.
Dewasa ini, bertambahnya jumlah manusia seiring dengan
meningkatnya kebutuhan akan air bersih yang berasal dari air tanah, oleh
sebab itu untuk memenuhi kebutuhan tersebut di dalam makalah ini
dijelaskan konsep asal air tersebut dan dimana saja keterdapatannya di
bumi.

Sistem penyaliran tambang adalah suatu upaya yang diterapkan


pada kegiatan penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau
mengalirkan air yang masuk ke bukaan tambang. Upaya ini dimaksudkan
untuk mencegah terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air
dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada musim hujan.

Salah satu sumber air tambang antara lain air hujan, air limpasan,
dan air tanah. Sumber air tambang tersebut harus diketahui volume per
jamnya serta penentuan debit limpasan yang masuk ke area penambangan
dalam perdetiknya dan penentuan diamensi luasan sumuran atau Sump
serta penetuan kapasitas pompa yang di gunakan agar proses penambangan
dapat berjalan dengan baik.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui rata-rata curah hujan maksimum tahun 2006-2014 serta
mengetahui volume sumuran dan kolam pengendapa yang ideal, serta
waktu pengerukan kolam pengendapan.

1
1.2 Rumusah Masalah
 Bagaimana mengandalikan air limpasan yang masuk ke bukaan
tambang ?
 Metode apa saja yang digunakan untuk menghitung curah hujan rata-
rata dan volume limpasan air yang masuk ke sumuran ?
1.3 Tujuan
 untuk mengendalikan air limpasan yang masuk kebukaan tambang
agar proses penambangan tidak terganggu
 Mengetahui metode yang digunakan untuk menghitung curah hujan
rata-rata dan volume air limpasan yang masuk ke sumuran serta luas
kolam pengendapan yang dibutuhkan.
 Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah penyaliran tambang, serta diharapkan manfaat dari
pembahasan ini agar dapat menambah wawasan mahasiswa lebih
lanjut tentang konsep pembentukan, rembesan, dan sebagainya yang
berhubungan dengan air tanah secara umum yang ada di bumi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Hidrogeologi (hidro- berarti air, dan -geologi berarti ilmu
mengenai batuan) merupakan bagian dari hidrologi yang mempelajari
penyebaran dan pergerakan air tanah dalam tanah dan batuan di kerak
Bumi (umumnya dalam akuifer). Faktor-faktor yang diperlukan dalam
sistem pengontrolan penyaliran air tambang antara lain Sump terdiri dari
sumur dalam atau sumur pompa, curah hujan rata-rata, debit air minimum-
maksimum, kualitas air dan biaya.
Tujuan dari Sistem penyaliran Air Tambang adalah untuk membuat
lokasi kerja di areal penambangan selalu kering karena bila tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah, misalnya adalah lokasi kerja
tergenang, jalan tambang becek dan licin, stabilitas lereng tambang rawan
longsor, peralatan tambang cepat rusak, kesulitan dalam mengambil
contoh (sampling), efisiensi kerja menurun, dan terancamnya keselamatan
pekerja maupun kesehatannya. Yang harus diperhatikan dalam sistem
penyaliran tambang adalah pengontrolan jumlah air tambang yang ada.
Air dalam jumlah tertentu diperlukan untuk aktifitas-aktifitas yang
lainnya seperti untuk mengurangi konsentrasi debu di jalan tambang atau
crushing plant, sebagai media pemisahan dan pencucian dalam pengolahan
bahan galian, keperluan sehari-hari di kantor dan perumahan.
2.2 Konsep Pembentukan Air Tanah
Air merupakan hasil sirkulasi alamiah yang berlangsung terus
menerus Sirkulasi tersebut tidak sesederhana yang di bayangkan karena
melibatkan intensitas sinar matahari yang menimbulkan adanya perbedaan
tekanan dan suhu, kondisi fisik dan kimiawi permukaan bumi, tingkat
permeabilitas dan porosits lapisan batuan didalam kulit bumi, intensitas
perpohonan lebat dan sebagainya.

3
Beberapa sumber air dapat berasal dari beberapa tempat, diantaranya
sebagai berikut :
1. Resapan air laut, danau, sungai, rawa, cadangan lempung dan lapisan
penutup yang lembab.
2. Resapan dari goa-goa batu kapur yang mengandung unsur karbonat.
3. Resapan dari kantong-kantong air yang terperangkap di dalam batuan
4. Resapan dari celah-celah patahan.
5. Aliran dari permeabilitas primer (inherent)
6. Aliran dari permeabilitas sekunder (rekahan)
7. Air magmatis (uap air yang keluar dari aktifitas magma)
8. Akibat perbuatan manusia, misalnya :
a) Resapan tanggul penahan banjir
b) Penyaliran yang tidak sempurna
c) Rekahan-rekahan hasil btuan yang runtuh
d) Lubang bor terbuka.
2.3 Sistem Penyaliran Air Tambang
Sistem Penyaliran Air tambang pada makalah ini dititikberatkan
pada metode atau penanggulangan air pada tambang terbuka saja.
Penyaliran air tambang dapat berupa Pencegahan atau pengendalian air
masuk ke lokasi penambangan. Secara umum, perusahaan cenderung
menggunakan salah satu cara saja dengan pertimbangan biaya tanpa
mengurangi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) didalam penambangan
Batubara. Hal penting yang perlu diperhatikan didalam sistem penyaliran
tambang adalah bagaimana cara memprediksikan kapan cuaca ekstrim
terjadi, yaitu dimana aliran air tanah dan limpasan sangat membahayakan
front penambangan. Ketika pengambilan keputusan untuk memilih salah
satu cara penyaliran saja tanpa memperhitungkan kondisi cuaca ekstrim,
maka bila terjadi banjir di dalam front penambangan semua akan sia-sia
dan biaya pun akan membengkak. Hal ini menyebabkan, kondisi cuaca
pada tambang terbuka sangat berperan besar efeknya terhadap aktivitas
penambangan dan apabila hal ini sudah diperhitungkan sebelumnya, maka

4
front penambangan akan terhindar dari kondisi yang membahayakan
karyawan dan peralatan mekanis yang di pergunakan.
1. Efek Air Tambang
Efek dari air tambang sebenarnya mudah dilihat, yaitu kebanyakan
menyangkut tentang biaya dan keselamatan serta kesehatan pekerja. Efek
Air Tambang dapat dibedakan menjadi 2 secara umum yaitu Efek secara
langsung dan Efek secara Tidak Langsung, yaitu :
 Efek langsung dari air terhadap penambangan
a) Biaya Penyaliran dapat berupa air yang ada di proses untuk
keperluan bahan galian dan sebagainya.
b) Terjadinya longsoran akibat resapan air sehingga menghentikan
aktifitas produksi dan merusak fron penambangan, perolehan bijih
menjadi rendah, atau bahkan dapat menyebabkan kecelakaan
tambang.
 Efek air tak langsung terhadap penambangan
a) Mengurangi efisiensi kerja karyawan, peralatan dan menghambat
penangan material
b) Menambah waktu dan biaya perawatan (Maintenance) alat
c) Mengganggu aktifitas peledakan di lapangan
d) Jika terjadi runtuhan dapat membawa gas-gas beracun
e) Menghasilkan lumpur jika lereng mengalami longsor
f) Perusahaan harus membeli material yang tahan air (Waterproof)
untuk melindungi produk.
2. Pengendalian Air Tambang
Terdapat dua cara pengendalian air tambang yang sudah terlanjur
masuk ke dalam front penambangan yaitu dengan sistem kolam
terbuka (sump) atau membuat paritan dan adit. Sistem penyaliran
dengan membuat kolam terbuka dan paritan biasanya ideal diterapkan
pada tambang open cast atau kuari, karena dapat memanfaatkan
gravitasi untuk mengalirkan air dari bagian lokasi yang lebih tinggi ke
lokasi yang lebih rendah. Pompa yang digunakan pada sistem ini lebih
efektif dan hemat.

5
2.4 Penyaliran Air Tambang
Penyaliran tambang adalah mencegah air masuk ke lokasi
penambangan dengan cara membuat saluran terbuka sehingga air limpasan
yang akan masuk ke lubang bukaan dapat langsung dialirkan ke luar lokasi
penambangan. Upaya ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah
yang berasal dari sumber air permukaan.
Beberapa metode penyaliran tambang (mine drainage) adalah
sebagai berikut:
a) Metode Siemens
Pada setiap jenjang dari kegiatan penambangan dipasang pipa ukuran
8 inch, di setiap pipa tersebut pada bagian ujung bawah diberi lubang-
lubang, pipa yang berlubang ini berhubungan dengan air tanah,
sehingga di pipa bagian bawah akan terkumpul air, yang selanjutnya
dipompa ke atas secara seri dan selanjutnya dibuang.
b) Metode Elektro Osmosis
Bilamana lapisan tanah terdiri dari tanah lempung, maka pemompaan
sangat sulit diterapkan karena adanya efek kapilaritas yang disebabkan
oleh sifat dari tanah lempung itu sendiri. Untuk mengatasi hal
tersebut, maka diperlukan cara elektro osmosis. Pada metode ini
digunakan batang anoda serta katoda. Bila elemen-elemen ini dialiri
listrik, maka air pori yang terkandung dalam batuan akan mengalir
menuju katoda (lubang sumur) yang kemudian terkumpul dan
dipompa keluar.
c) Metode kombinasi dengan lubang bukaan bawah tanah
Dilakukan dengan membuat lubang bukaan mendatar didalam tanah
guna menampung aliran air dari permukaan. Beberapa lubang sumur
dibuat untuk menyalurkan air permukaan kedalam terowongan bawah
tanah tersebut. Cara ini cukup efektif karena air akan mengalir sendiri
akibat pengaruh gravitasi sehingga tidak memerlukan pompa.

2.5 Perencanaan Saluran Terbuka

6
Pada perencaan saluran terbuka ada beberapa faktor lapangan yang
perlu diperhatikan, yaitu :
A. Catchment area / water divide
Merupakan suatu areal atau daerah tangkapan hujan dimana batas
wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi sehingga
akhirnya merupakan suatu poligon tertutup yang mana polanya
disesuaikan dengan kondisi topografi, dengan mengikuti kecenderungan
arah gerak air. Dengan pembatasan catchment area maka diperkirakan
setiap debit hujan yang tertangkap akan terkonsentrasi pada elevasi
terendah pada catchment tersebut. Pembatasan catchment area
diperkirakan setiap debit hujan yang tertangkap akan terkonsentrasi pada
elevasi terendah pada catchment tersebut. Pembatasan catchment area
biasanya dilakukan pada peta topografi dan untuk perencanaan sistem
penyaliran dianjurkan dengan menggunakan peta rencana penambangan
dan peta situasi tambang.
B. Waktu Konsentrasi
Adalah waktu yang diperlukan hujan untuk mengalir dari titik
terjauh ke tempat penyaliran. Waktu konsentrasi dapat di hitung dengan
menggunakan rumus “Kirpich”, dengan tc adalah waktu terkumpulnya air
(menit), L adalah jarak terjauh sampai ke titik penyaliran dan H adalah
beda ketinggian dari titik terjauh sampai ke tempat terkumpulnya air
(meter)
C. Intensitas Curah Hujan
Adalah besarnya intensitas (jumlah) hujan yang mungkin terjadi
dalam kurun waktu tertentu di hitung berdasarkan persamaan “Mononobe”
D. Jenis Material
Jenis Material pada areal penambangan berpengaruh terhadap
kondisi penyerapan air limpasan karena untuk jenis dan kondisi material
yang berbeda memiliki koefisien materialnya masing-masing. Koefisien
tersebut merupakan parameter yang menggambarkan hubungan curah
hujan dan limpasan, yaitu memperkirakan jumlah air hujan yang mengalir
menjadi limpasan langsung dipermukaan. Koefisien limpasan dipengaruhi

7
oleh faktor-faktor tutupan tanah, kemiringan dan lamanya hujan. Beberapa
perkiraan koefisien limpasan terlihat pada tabel 2.5 berikut ini.

Tabel 2.5 Beberapa harga koefisien kekasaran manning

Tipe dinding saluran N


Semen 0,010 – 0,014
Beton 0,011 – 0,016
Bata 0,012 – 0,020
Besi 0,013 – 0,017
Tanah 0,020 – 0,030
Gravel 0,022 – 0,035
Tanah yang ditanami 0,025 – 0,040

Tabel 2.6 Koefisien material dan kecepatan izin aliran

No Material
Nilai Kecepatan aliran (m/det)

n Air jernih Air keruh

1 Pasir halus koloida 0.020 0.457 0.672


2 Lanau kepasiran non koloida 0.020 0.534 0.762
3 Lanau non koloida 0.020 0.610 0.914
4 Lanau alluvial non koloiada 0.020 0.610 1.067
5 Lalau kaku 0.020 0.672 1.067
6 Debu vulkanis 0.020 0.672 1.067
7 Lempung kompak 0.025 1.143 1.525
8 Lanau alluvial, koloida 0.025 1.143 1.524
9 Kerikil halus 0.025 0.672 1.524
10 Pasir kasar non koloida 0.030 1.143 1.524
11 Pasir kasar koloida 0.025 1.129 1.829
12 Batuan D 20 mm 0.028 1.340 1.9
13 Batuan D 50 mm 0.028 1.980 2.4
14 Batuan D 100 mm 0.030 2.810 3.4
15 Batuan D 200 mm 0.030 3.960 4.5

8
16 Tanah berumput 0.030 - 2
17 Pasangan batau 0.017 - 5

18 Tembok diplester 0.010 - 5

2.6 Metode Analisis Intensitas Curah Hujan


Intensitas Curah Hujan adalah jumlah curah hujan dalam jangka
waktu tertentu, dan dinyatakan dalam mm persatuan waktu. Intensitas curah
hujan dapat digunakan untuk menghitung debit air limpasan. Besarnya
intensitas curah hujan dapat ditentukan secara langsung jika ada rekaman
durasi hujan setiap harinya yang diukur dengan alat penakar hujan otomatis.
Perhitungan intensitas curah hujan bertujuan untuk mendapatkan
curah hujan yang sesuai, yang nantinya dapat dipakai sebagai dasar
perencanaan debit limpasan hujan pada daerah penelitian. Untuk pengolahan
data curah hujan menjadi intensitas curah hujan dapat digunakan cara
statistik dari pengamatan durasi yang terjadi.
Analisis statistik yang digunakan adalah dengan formula Extreme
Value E.J Gumbel. Adapun langkah-langkah analisis dari formula tersebut
adalah sebagai berikut: :

1. Tentukan rata-rata X nilia data, dengan rumus :

∑ CH
X = n .........................................................Persamaan (2-1)

Dimana : X = Rata-rata nilai data

∑ CH = Jumlah nilai data

n = Jumlah data

2. Tentukan standar deviasi (S), dengan rumus :

9
∑ ( Xi− X )2
S = √ (n−1 ) ……………………………Persamaan (2-2)

Dimana : S = Standard deviasi

Xi = Data ke-I,

X = Rata-rata intensitas curah hujan

n = Jumlah data

3. Tentukan koreksi varians (Yt), dengan rumus :

T −1
Yt =
[ [ ]]
−ln −ln
T …………………………...Persamaan (2-3)

Dimana : Yt = Koreksi varians

T = Periode ulang hujan

4. Tentukan koreksi rata-rata (Yn), dengan rumus :

n+1−m
Yn =
[ [
−ln −ln
n+1 ]] ………………………….Persamaan (2-4)

Dimana : Yn = Koreksi rata-rata

n = Jumlah urut data

m = Nomor urut data

∑ Yn
Kemudian tentukan : YN = n …………..........Persamaan (2-5)

10
Dimana : YN = Rata-rata Yn

∑ Yn = Jumlah nilai Yn

n = Jumlah data

5. Tentukan koreksi simpangan (Sn), dengan rumus :

∑ (Yn−YN )2
Sn
(2-6)
= √ n−1 ……………………………………Persamaan

Dimana : Sn = Koreksi simpangan

Yn = Nilai Yn ke-i

YN = Rata-rata nilai Yn

n = Jumlah data

6. Tentukan curah hujan rencana (CHR), dengan rumus :

CHR = X+S.Sn.(Yt−YN ) …………………………Persamaan (2-7)

Dimana : CHR = Curah hujan rencana E.J. Gumbel

X = Rata-rata intensitas curah hujan

S = Standard deviasi

Sn = Koreksi Simpangan

Yt = Koreksi varians

YN = Rata-rata nilai Yn

11
Sedangkan rumus yang dapat digunakan untuk mengolah data
curah hujan harian kedalam satuan jam adalah dengan Rumus
Mononobe :

R 24 24 2

I = 24 t
. ( ) 3
......................................................Persamaan (2-8)

Dimana : R24 = Intensitas curah hujan dalam satu hari (mm/hari)

t = Durasi hujan (jam)

I = Intensitas curah hujan perjam (mm/jam)

 Evapotranspirasi
Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari
permukaan tanah ke udara disebut penguapan (evaporasi), sedangkan
peristiwa penguapan dari tumbuhan disebut transpirasi. Apabila proses
tersebut terjadi keduanya disebut evapotranspirasi.

Untuk menghitung besarnya evapotranspirasi sangat sulit


dilakukan, sehingga digunakan cara tidak langsung dengan
menggunakan Rumus Turc (Sayoga, 1993) sebagai berikut :

T RH
x (RS +50)(1+50− )
ETP= 0,4 x (T +15 ) 70 .............Persamaan (2-
9)

Dimana : ETP = Evapotranspirasi potensial rata-rata (mm/tahun)

T = Temperatur rata-rata tahunan (0C)

RH = Kelembaban relatif (%)

12
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Curah Hujan


Sumber utama air yang masuk ke lokasi penambangan adalah air
hujan, sehingga besar kecilnya curah hujan yang terjadi di sekitar lokasi
penambangan akan mempengaruhi banyak sedikitnya air tambang yang
harus dikendalikan. Sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang
diterapkan pada daerah penambangan untuk mencegah, mengeringkan,
atau mengeluarkan air yang masuk ke daerah penambangan.
Data hujan diperoleh dari alat pengukur hujan yang memiliki
standar dimensi dari WMO (World Meteorological Organization) dan
dinyatakan dalam satuan milimeter (mm). Dalam penelitian ini pengolahan
data curah hujan dilakukan untuk mendapatkan besarnya nilai curah hujan
dan intensitas curah hujan. Hujan rencana ini ditentukan dari hasil analisis
frekuensi data curah hujan yang tersedia dengan menggunakan metode
partial duration series, yaitu dengan mengambil/mencatat curah hujan
maksimum periode 2006-2014 dengan mengabaikan waktu kejadian hujan.
Berdasarkan data curah hujan di peroleh data curah hujan rata-rata 432.1
mm/tahun.
Berdasarka analisis data curah hujan dilakukan denga
menggunakan metode distribusi Gumbel, sehingga didapatkan curah hujan
maksimum tahunan seperti pada tabel 3.1.

13
Tabel 3.1. Curah hujan Tahun maksimum

Curah Hujan
No Tahun
Maksimum,(X)(mm)

1 2006 78,6
2 2007 54,5
3 2008 124
4 2009 90
5 2010 96
6 2011 72
7 2012 85
8 2013 77
9 2014 104
Total 781,1
Rata-Rata 86,80

Dari hasil perhitungan curah hujan maksimum sehingga di dapatkan


nilai maksimum sebesar 86,80mm/Tahun sehingga didapatkan curah hujan
rencana untuk periode ulang 2 tahun sebesar 86,48mm/hari.

3.2 Daerah Tangkapan Hujan


Penentuan Luas daerah tangkapan hujun dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan langsung dilapangan dan menganalisis peta
topografi dengan perangkat lunak (software) Autocad 2010. Pengamatan
langsung dilapangan dan analisis peta topografi bertujuan untuk
mengetahui elevasi tertinggi hingga terendah,luas catchment area, dan
arah aliran air limpasan (run off).Catchment area biasanya dibatasi berupa
perbukitan, sebab daerah tersebut akan mengumpulkan serta mengalirkan
air hujan.

14
Data yang dibutuhkan untuk analisis Daerah tangkapan hujan
adalah peta topografi serta penetuan luasan catchment area dengan cara
poligun tertutup sehingga didapatkan luas Daerah tangkapan hujan daerah
penelitian sebesar 4,26 km², daerah penelitian tangkapan hujan dapat
dilihat pada gambar 3.2.

Gbr 3.2. Daerah tangkapan hujan

3.3 Perhitungan Debit Limpasan


Perhitungan debit air limpasan dapat ditentukan setelah diketahui
luas daerah tangkapan hujan, waktu konsentrasi, curah hujan, dengan
waktu konsentrasi yang telah didapatkan dari hasil perhitungan adalah
0,28jm atau 0,0011hari dan nilai intensitas curah hujan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus monobe sebagai berikut :

Xt 24 2 /3
I= 24 t

= 3,60(24)0.67

= 3,60 8,41

= 30,27 mm/jam

= 726,48 mm/hari

15
Nilai intensitas curah hujan digunakan dalam perhitungan debit air
yang masuk ke areal bukaan tambang. Artinya bahwa kemungkinan
turunnya hujan dengan intensitas hujan 30,27mm/jam adalah 75 %
berdasarkan periode ulang 2 tahun.

Dari hasil perhitungan periode ulang dan resiko hindrologi dapat


dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Resiko hidrologi

PERIODE ULANG HUJAN (PUH)


PUH RESIKO HIDROLOGI (%)
1 100%
2 75%
3 55.6%
4 43.8%
5 36%
6 30.6%
7 26.5%
8 23.4%
9 21%
10 19%

Penentuan nilai koefisien limpasan dilakukan


dengan memperkirakan kemiringan dan tata guna lahan tutupan, sehingga
didapat koefisien limpasan. Nilai koefisien limpasan (C) untuk kajian teknis
sistem penyaliran adalah 0,9 dengan pertimbangan memiliki
kemiringan>15% dan tataguna lahan tutupannya adalah tanpa tumbuhan,
lokasi tambang.

Perhitungan debit air limpasan dilakukan dengan menggunakan


rumus rasional sebagai berikut :

Q = 0,278 x C x I x A

= 0,278 x 0,9 x 30,27 x 4,26


= 32,26 m3/detik.

= 1.935,6 m3/menit

16
= 116.136 m3/jam
Jadi debit air limpasan yang akan masuk kedalam sump sebesar
116.136 m3/jam.
3.4 Sumuran (Sump)
Sumuran dibuat sebagai tempat penampungan air sementara sebelum
air dipompakan keluar. Dimensi sumuran ditentukan dengan
membandingkan akumulasi jumlah air yang masuk pada perhitungan
jumlah dan rata-rata jam serta hari hujan sehingga dapat diketahui ukuran
maksimal sump yang dibutuhkan. perhitungan dimensi sumuran dihitung
berdasarkan pada data debit air limpasan yang mengalir menuju lubang
bukaan tambang. Total debit air yang masuk menuju dasar lantai tambang
sebesar 0,28 jam atau 0,011 hari Sehingga diperoleh:Volume debit air
limpasan yang masuk kesumuran.
Q x tc = 116.136 x 0,011

= 1.277,5 m³/hari.

Jadi Volume debit air yang masuk kesumuran berdasarkan waktu


konsentrasi sebesar 1.277,5 m³/hari.

Berdasarkan hasil perbandingan debit air limpasan dengan waktu


konsentrasi maka bentuk sump yang direncanakan dengan panjang 30m,
lebar 20m, dan tinggi 6m. untuk menjaga air agar tidak meluap ke front
penambangan maka tinggi jagaan ±1m dari tinggi permukaan air di dalam
sump. Adapun rancangan sumuran (sump) dapat dilihat pada gambar 3.4

17
Gbr 3.4. Rancangan sumuran (sump).

3.5 Pompa
Berdasrkan volume air hujan yang jatuh pada lubang bukaan
tambang yang tertampung dalam sumuran mennggunan pompa satu yunit
(1), dengan kapasitas debit 80m³/jam maka jumlah air tambang yang dapat
di atasi adalah 528m³/jam dengan kapasitas pompa 25 lite/second.
3.6 Kolam Pengendapan
Kolam pengendapan (settling pond) berfungsi sebagai tempat
penampungan air sementara sebelum dialirkan kembali ke sungai, selain
kolam pengendapan juga berfungsi sebagai tempat untuk mengendapkan
partikel-partikel padatan yang terbawa oleh air yang keluar dari lokasi
penambangan, sehingga air yang dialirkan kesungai dalam keadaan jernih,
hal ini juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pendangkalan sungai
karena pengendapan lumpur.
Dengan debit total yang masuk sebesar 0,025 m3/detik, sedangkan
untuk kecepatan pengendapan didapat besarnya kecepatan pengendapan 4
x 10-6 m/detik. Untuk menghitung kecepatan pengendapan adalah dengan
menggunakan Hukum “Stokes”, yaitu :
9,8 x ( 4 x 10−6 ) x ( 1700−1000 )
Maka : V =
18 x 0,00000131
= 0,0000465 m3/detik

Jadi kecepatan pengendapan partikel adalah 0,0000465 m3/detik.


Volume kolam pengendapan yang di butuhkan =

Debit air 0,025


=
Kec . pengendapan 0,0000465

M3 = 537,63 m3
Jadi, volume kolam pengendapan dibutuhkan = 537,63 m3.

18
Kolam pengendapan pada area penambangan dibuat berdasarkan
debit air limpasan, kapasitas pompa, serta waktu pemompaan. Dengan
memperhatikan rata - rata hari hujan dan perhitungan intensitas curah
hujan rencana maka dirancang kolam pengendapan terdiri 4 komperter
dengan berdiamer masing - masing panjang 30m, lebar 15m dan
kedalaman 2m. Adapun rancangan kolam pengendapan dapat dilihat
separti pada gambar 3.6.

Gambar 3.6. Rancangan kolam pengendapan

3.7 Waktu Pengerukan Kolam

19
Pembuatan kolam pengendapan dimaksudkan untuk menampung
lumpur yang berupa partikel dan padatan, lumpur akan dikeruk oleh
Excavator sehingga kolam harus dapat menampung volume lumpur
sebelum dikeruk selama interval waktu tertentu.

Jadi dengan demikian pembersihan kolam pengendapan dilakukan


setiap 307 hari sekali. Artinya bahwa pengerukan kolam pengendapan
dapat dilakukan dalam kurung waktu yang panjang sekitar 307 hari sekali
pengerukan adalah batas maksimal, jadi jika dilakukan pengerukan sekitar
6 bulan sekali itu berarti memberikan hasil yang lebih baik.

20
BAB IV

PENUTUP

4.1 Keseimpulan

Dari hasil perhitungan analisis curah hujan 2006-2014 didapatkan curah


hujan rencana 86,48mm/hari dengan intensitas curah hujan 30,27mm/jam dengan
luas daerah tangkapan hujan sebesar 4,26km2 maka didapat volume debit
limpasan yang masuk kesumuran sebesar 1.277,5m3/hari dan waktu konsentrasi
0,0011hari sehingga dapat dirancang sumuran yang dapat menampung air
limpasan yang memiliki volume maskimal penampungan 3.600m3/hari yang
bertujuan agar tidak meluap. dan hasil perhitungan debit limpasan yang masuk ke
kolam pengendapan (settling pond) adalah 537,63m3 maka dirancang kolam
pengendapan dengan kapasitas maksimal 900m3 dengan waktu pengerukan dapat
dilakukan setiap 307 hari sekali.

21
DAFTAR PUSTAKA

Syarifuddin, Widodo, Sri, dan Nurwaskito, Arif, 2017, “ Kajian Sistem


Penyaliran pada Tambang Terbuka Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi
Kalimantan Selatan”, Universitas Muslim Indonesia, Universitas Hasanuddin
: Jurnal Geomine, Vol 5

Prieska H A, Mohd, dan Firdayatullah, M, Ridho, 2015, “AIR TANAH


(Penyaliran Tambang)”, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Endriantho, Muhammad, dan Ramli, Muhammad, 2013, “PERENCANAAN


SISTEM PENYALIRAN TAMBANG TERBUKA BATUBARA”, Universitas
Hasanuddin

iii
4

Anda mungkin juga menyukai