Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
PT. Bukit Asam Tbk. Adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara yang
bergerak dalam bidang industri pertambangan. Dalam proses kegiatan
penambangannya, PT. Bukit Asam Tbk. Menerapkan metode tambang terbuka
(surface mining). Metode tambang terbuka adalah suatu metode penambangan yang
segala kegiatan dan aktivitas penambangan dekat dengan permukaan bumi dan
tempat kerjanya berhubungan langsung dengan udara.
Sistem penyaliran tambang adalah suatu upaya yang di terapkan pada kegiatan
penambangan untuk mencegah, mengeringkan atau mengalirkan air yang masuk ke
bukaan tambang. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah terganggunya aktivitas
penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada musim
hujan. Salah satu sumber air tambang antara lain air hujan, air limpasan, dan air
tanah.
Salah satu kegiatan penting yang dilakukan pada usaha pertambangan adalah
penyaliran tambang karna jika dilihat dari iklim Indonesia merupakan negara yang
beriklim tropis dan mempunyai curah hujan yang cukup tinggi. Pada industri
pertambangan, tingginya curah hujan tersebut dapat menghambat kegiatan
operasional penambangan dan dapat menurunkan target produksi yang sudah
direncanakan oleh perusahaan. Pada musim penghujan air yang masuk kedaerah kerja
tambang sedemikian banyak, sehingga penyaliran ini sangat diperlukan agar kegiatan
penambangan dapat dilakukan dengan lancar. Sedangkan pada musim kemarau air
dapat berasal dari air tanah mengingat metode penambangan yang digunakan PT
Bukit Asam Tbk adalah tambang terbuka yang menggali sampai elevasi tertentu
sehingga sangat erat kaitannya degan air tanah yang nantinya akan masuk ke daerah
kerja tambang sehingga perlu dilakukan penangganan terhadap sistem penyaliran
tambang.

1
2

Pada pertambangan sistem penyaliran terbagi menjadi dua cara yaitu


mencegah masuknya air kedalam area tambang (mine drainage) dan mengeuarkan air
yang ada pada area pertambangan (mine dewatering). Sistem penyaliran yang
dilakukan oleh perusahaan akan berpengaruh terhadap kegiatan pertambangan
lainnya, jika suatu penyaliran yang dilakukan di suatu perusahaan tersebut kurang
baik maka dapat menghambat kegiatan yang akan dilakukan seperti proses
pengupasan overburden maupun coal getting, namun jika pada perusahaan tersebut
sistem penyaliran dilakukan dengan baik maka kegiatan yang akan dilakukan pada
daerah pertambangan tidak akan terganggu.
Terdapat beberapa permasalahan yang diperoleh penulis dari literatur salah
satunya adalah lokasi penambangan yang tergenang sir sehingga mengganggu
aktifitas produksi. Selain itu tidak sesuainya saluran terbuka yang ada disisi jalan
tambang menyebabkan air langsung masuk kebukaan tambang,serta factor factor
lainnya yang berpengaruh dalam sistem penyaliran.
Berdasarkan hal tersebut diperlukannya sistem penyaliran tambang yang ideal
untuk mencegah air yang masuk ke area penambangan agar aktivitas penambangan
dapat berjalan dengan baik. Pada saat pengamatan dilakukan pada bulan januari
terjadi banjir yang mengakibatkan terhambatnya kegiatan oprasional penambangan.
Sistem penyaliran yang digunakan di PT. Bukit Asam adalah mine dewatering,
dimana terdapat sump yang berada di sisi timur dari pit dan akan dipompakan
langsung ke Kolam Pengendapan Lumpur (KPL).

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka dapat dirumuskan bebrapa
permasalahan menjadi objek penyusunan tugas akhir. Adapun permasalahan –
permasalahan yang dirumuskan tersebut adalah :
1. Bagaimana mengoptimalisasikan system penyaliran tambang yang telah
ada pada PT. Bukit Asam Tbk
3

2. Apakah debit air yang dikeluarkan lebih besar dari debit yang masuk
kedalam lokasi penambangan (catchment area/sump 1) ?
3. Bagaimana spesifikasi pompa yang sesuai untuk digunakan di PT. Bukit
Asam Tbk
4. Apakah perlu dilakukan penambahan pompa (pump) pada PT. Bukit
Asam Tbk
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem penyaliran dan memberikan
rekomendasi optimasi sistem penyaliran yang sesuai dengan kondisi tambang terbuka
pada Perusahaan tambang batubara PT. Bukit Asam Tbk
1. Mencegah terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air dalam
jumlah yang berlebihan, terutama pada musim hujan
2. Membuat lokasi kerja di areal penambangan agar selalu kering
3. Memperlambat kerusakan alat-alat mekanis, serta mempertahankan
kondisi kerja yang aman.s
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Dari penelitian yang dilaksanakan diharapkan dengan adanya pompa yang sesuai,
maka air yang tertampung pada catchment area (sump 1) dan sump (2) akan dapat
dikeluarkan secara optimal, sehingga dapat memperlancar kegiatan penambangan di
areal pit 2 timur PT. Bukit Asam Tbk.
1. Mengupayakan agar produktifitas alat gali muat tidak menurun yang
disebabkan material yang di loading berupa mud/lumpur
2. Agar dudukan dari alat-alat mekanis lebih stabil, dan tidak mudah amblas
di front kerja yang tergenang air
3. Dengan adanya penyaliran tambang kestabilan dari lereng penambangan
maupun timbunan tidak terganggu
4. Mengurangi menurunnya kualitas komoditi, pada saat pengambilan
batubara (coal getting) dalam kondisi basah, akibat terendam oleh air
4

5. Mencegah terjadinya penambahan bobot material (OB dan Coal) akibat


dari penambahan air didalam rongga-rongga material tersebut.
1.5. Batasan Masalah
Agar penulisan proposal tugas akhir ini tidak meluas, maka diberi batasan-
batasan masalah antara lain :
1. Penyelidikan dilakukan pada kinerja sistem pompa, lamanya waktu dan
berapa debit air yang dikeluarkan oleh pompa
2. Penyelidikan hanya dilakukan pada pit 2 timur saja
3. Penyelidikan dilakukan terhadap kinerja pengeluaran air dari sump (1) ke
sump (2), sampai dengan pengaliran menuju puritan
4. Penyelidikan dilakukan dari segi teknis saja, sedangkan aspek ekonomis
tidak ikut dipertimbangkan.

1.6. Sistematika Penulisan


Adapun sistematika penulisan pada laporan tesis ini secara garis beras disusun
menjadi lima bab sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab ini berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan
masalah, yang menjadi dasar dilakukannya penelitian.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini berisikan dasar – dasar teori dan studi terhadap kajian letiratur
yang digunakan dalam pengerjaan tesis ini.
Bab III : Metodelogi Penelitian
Bab ini berisikan informasi umum, Teknik pengumpulan data, Teknik
analisis data, Teknik pelaksanaan penelitian, dan diagram alir penelitian.
Bab IV: Analisis dan Pembahasan
5

Bab ini berisikan tentang pengolahan data, sesuai metodelogi yang


dipilih. Dalam bab ini juga berisikan perhitungan pembahasan beserta
isinya.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisikan kesimpilan yang diambil dari keseluruhan hasil
penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hidrologi

Daur hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang air di bumi, seperti sifat-
sifat air, sirkulasi, dan distribusinya. Daur hidrologi merupakan siklus pergerakan air,
dari laut ke atmosfer, kembali jatuh ke bumi (presipitasi), dan kembali lagi ke laut
melalui aliran permukaan, bawah permukaan, maupun melalui udara.

Gambar 2.1 Daur Hidrologi


(Sumber: Penelusuran Google)
6

Daur hidrologi dimulai dari penguapan air (evaporasi) di permukaan laut yang
mana 97 % dari keseluruhan air di bumi berupa lautan. Presipitasi yang jatuh ke
daratan dapat mengambil beragam bentuk dalam daur hidrologi. Jika permukaan
tanahnya sarang (porous), sebagian air hujan akan meresap kedalam tanah, hal ini
dikenal sebagai infiltrasi.

Air yang berada di bumi, langsung ataupun tidak langsung berasal dari air hujan.
Ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk terjadinya proses pembentukan hujan :

1. Tersedianya udara lembab


2. Tersedianya sarana, keadaan yang dapat mengangkat udara tersebut ke
atas sehingga terjadi kondensasi.
3. Udara lembab biasanya terjadi karena adanya gerakan udara mendatar,
terutama sekali yang berasal dari atas lautan.

2.2. Sistem Penyaliran Tambang

Pengertian dari sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang diterapkan
pada daerah penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau mengeluarkan air
yang masuk ke daerah penambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah
terganggunya aktifitas penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang berlebihan,
terutama pada musim hujan. Selain itu, sistem penyaliran tambang ini juga
dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan alat, sehingga alat-alat mekanis yang
digunakan pada daerah tersebut mempunyai umur yang lebih lama.

Sumber air yang masuk ke lokasi penambangan dapat berasal dari air permukaan
tanah maupun air dibawah tanah. Air permukaan tanah merupakan air yang terdapat
dan mengalir dipermukaan tanah. Jenis air ini meliputi, air limpasan permukaan, air
sungai, rawa atau danau yang terdapat didaerah tersebut, air buangan (limbah), dan
mata air. Sedangkan air dibawah tanah merupakan air yang terdapat dibawah
7

permukaan tanah. Secara hidrologis air dibawah tanah dapat dibedakan menjadi air
pada daerah jenuh dan air pada daerah tak jenuh. Daerah tak jenuh pada umumnya
terdapat pada bagian teratas dari lapisan tanah dicirikan oleh gabungan antara
material padatan, air dalam bentuk air adsorpsi, air kapiler, dan air infiltrasi serta
gas/udara. Daerah ini dipisahkan dari daerah jenuh oleh jaringan kapiler. Air yang
berada pada daerah jenuh disebut air tanah.

2.2.1. Mine Dewatering System.

Mine Dewatering System merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang


telah masuk ke dalam tambang / penggalian (terutama untuk penanganan air
hujan). Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengeluarkan air yang
telah masuk ke tempat penggalian, yaitu:

A. Metode Paritan
Penyaliran dengan metode paritan merupakan cara yang paling
mudah yaitu dengan pembuatan paritan (saluran terbuka) pada lokasi
penambangan. Pembuatan paritan ini bertujuan untuk menampung air
limpasan yang menuju lokasi penambangan. Air limpasan akan masuk ke
saluran–saluran yang kemudian dialirkan ke suatu kolam penampungan atau
dibuang langsung ke tempat pembuangan dengan memanfaatkan gaya
gravitasi.
8

Gambar 2.2 Metode Paritan


(Sumber: Penelusuran Google)

B. Metode Kolam Terbuka

Metode ini diterapkan untuk membuang air limpasan


yang telah masuk ke daerah penambangan. Air dikumpulkan pada kolam
terbuka, kemudian dipompa keluar dan pemasangan jumlah pompa tergantung
kedalaman penggalian.

Gambar 2.3 Metode Kolam Terbuka

(Sumber : AutoCad 2020)

C. Sistem Adit
Cara ini biasanya digunakan untuk pembuangan air pada tambang
terbuka yang mempunyai banyak jenjang. Saluran horisontal yang dibuat dari
tempat kerja menembus ke shaft yang dibuat disisi bukit untuk pembuangan
air yang masuk ke dalam tempat kerja. Pembuangan dengan sistem ini
biasanya mahal, disebabkan oleh biaya pembuatan saluran horisontal tersebut
dan shaft.
9

2.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi System Penyaliran


Faktor – faktor yang mempengaruhi terhadap system penyaliran pada tambang
terbuka secara garis besar meliputi :

2.3.1. Curah Hujan


Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem
penyaliran, karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi jumlah air
tambang yang harus diatasi. Besar curah hujan dapat dinyatakan sebagai volume air
hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat
dinyatakan dalam volume per satuan luas, secara umum dinyatakan dalam mm.
Pengamatan curah hujan dilakukan oleh alat penakar curah hujan. Angka-
angka curah hujan yang diperoleh sebelum diterapkan dalam rencana pengandalian
air permukaan, harus diolah terlebih dahulu. Data curah hujan yang akan dianalisa
adalah besarnya curah hujan harian maksimum.

2.3.1.1. Periode Ulang Hujan


Curah hujan biasanya terjadi menurut pola tertentu dimana curah hujan
tertentu biasanya akan berulang pada periode tertentu yang dikenal dengan periode
ulang hujan. Periode ulang hujan didefinisikan sebagai waktu dimana curah hujan
dengan besaran tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu
tertentu. Misal periode ulang hujan 10 tahun, maka peristiwa yang bersangkutan
(hujan, banjir) akan terjadi rata-rata sekali setiap periode 10 tahun. Terjadinya
peristiwa tersebut tidak harus 10 tahun, melainkan rata-rata sekali setiap periode 10
tahun, misal 10 kali dalam periode 100 tahun, 25 kali dalam 250 tahun dan
seterusnya. Periode ulang ini memberikan gambaran bahwa semakin besar periode
ulang semakin tinggi curah hujannya. Penetapan periode ulang hujan sebenarnya
lebih ditekankan pada masalah kebijaksanaan yang perlu diambil sesuai dengan
perencanaan. Pertimbangan dalam penentuan periode ulang hujan tersebut adalah
resiko yang dapat ditimbulkan bila curah hujan melebihi curah hujan rencana.
10

2.3.1.2. Curah hujan Rencana


Dalam perancangan sistem penyaliran untuk air permukaan pada suatu
tambang, hujan rencana merupakan suatu kriteria utama. Hujan rencana adalah hujan
maksimum yang mungkin terjadi selama umur dari sarana penyaliran tersebut. Hujan
rencana ini ditentukan dari hasil analisa frekuensi data curah hujan, dan dinyatakan
dalam curah hujan dengan periode ulang tertentu. Salah satu metode dalam analisa
frekuensi yang sering digunakan dalam menganalisa data curah hujan adalah metode
distribusi ekstrim, atau juga dikenal dengan metode distribusi gumbel.
Persamaan gumbel tersebut adalah sebagai berikut :
+S
Xt = X = (Yt – Yn) ....................................................................................... (2.1)
Sn
Keterangan :
Xr = Nilai curah hujan rencana yang diramalkan
X = Nilai curah hujan rata – rata dari data/sampel
S = simpangan baku dari data/sampel
Sn = Simpangan baku dari variansi reduksi
YT = Nilai variansi reduksi dari variable yang diramalkan
YN = Nilai variansi reduksi rata – rata dari data/sample
Simpangan baku dihitung dengan rumus :

S=
√ ∑ (x−x)2
n−1
..................................................................................................... (2.2)

Dimana ;
S = Standar deviasi
X = Nilai variat
X = Nilai rata rata hitung varian
N = Jumlah data
Nilai reduksi variat dihitung dengan menggunakan rumus
11

T −1
Yt = −¿ [−¿ { }] ................................................................................................(2.3)
T
Dimana :
Y = Nilai reduksi variat dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode
tertentu

T = Periode ulang

Koreksi rata – rata (Reduced mean) dihitung menggunakan rumus :

n+1−m
Yn = −¿ [−¿ { }] ........................................................................................ (2.4)
n+1

Dimana :
Yn = Koreksi rata – rata (Reduced mean)
n = Jumlah data
m = Urutan data (1,2,3,…..)

2.3.1.3. Intensitas Curah Hujan


Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan per satuan waktu yang relatif
singkat, dinyatakan dalam mm/jam, mm/menit, mm/detik. Intensitas curah hujan
biasanya dinotasikan dengan huruf ”I” dengan satuan mm/jam, yang artinya tinggi
atau kedalaman yang terjadi dalam waktu satu jam adalah sekian mm.
Besarnya curah hujan 1 (satu) jam dihitung dengan cara partial series, yaitu
data curah hujan dalam satu jam maka perhitungan intensitas curah hujan satu jam
dilakukan dengan menggunakan rumus mononobe sebagai berikut :

( )
R 24 24 2 /3
I= .......................................................................................................
24 t
(2.5)
Keterangan :
R24 = Nilai curah hujan rencana yang diramalkan
12

T = Durasi hujan

Tabel 2.1
Derajat dan Intensitas Curah Hujan

Derajat hujan Intensitas Curah Hujan Kondisi


(mm/menit)
Hujan lemah 0.02 – 0.05 Tanah basah semua
Hujan normal 0.05 – 0.25 Bunyi hujan terdengar
Hujan deras 0.25 – 1.00 Air tergenang diseluruh
permukaan dan terdengar bunyi
dari genangan
Hujan sangat deras > 1.00 Hujan seperti ditumpahkan,
saluran pengarian meluap

Tabel 2.2
Keadaan dan Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan (mm/jam)


Keadaan curah hujan
1 jam 24 jam
Hujan sangat ringan <5 <5
Hujan ringan 1–5 5 – 20
Hujan normal 5 – 10 20 – 50
Hujan lebat 10 – 20 50 – 100
Hujan sangat lebat >20 > 100

2.3.2. Air Limpasan


Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir diatas permukaan
tanah menuju sungai, danau atau laut. Aliran itu terjadi karena curah hujan yang
mencapai permukaan bumi tidak dapat terinfiltrasi, baik yang disebabkan karena
intensitas curah hujan atau faktor lain misalnya kelerengan, bentuk dan kekompakan
permukaan tanah serta vegetasi. Faktor-faktor yang berpengaruh seperti :
13

- Curah hujan = Banyaknya curah hujan, intensitas curah hujan dan frekuensi
hujan
- Tanah = Jenis dan bentuk topografi
- Tutupan = Kepadatan, jenis dan macam vegetasi
- Luas daerah aliran

Untuk memperkirakan debit air limpasan maksimal digunakan rumus rasional yaitu :

Q = 0,00278 x C x I x A ..................................................................................... (2.6)

Keterangan :

Q = Debit air limpasan masksimum (m3/detik)

C = Koefisien limpasan

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

A = Luas daerah tangkapan hujan (Ha)

Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan


besarnya limpasan permukaan dengan intensitas curah hujan yang terjadi pada daerah
tangkapan hujan. Koefisien limpasan tiap-tiap daerah berbeda.

Beberapa faktor – faktor yang harus diperhatikan adalah :

1. Kerapatan vegetasi, Daerah dengan vegetasi yang rapat, akan memberikan


nilai C yang kecil, karena air hujan yang masuk tidak dapat langsung
mengenan tanah, melainkan akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan, sedangkan
tanah yang gundul akan memberi nilai C yang besar.
2. Tata guna lahan, Lahan persawahan atau rawa-rawa akan memberikan nilai C
yang kecil dari pada daerah hutan atau perkebunan, karena pada daerah
persawahan misalnya padi, air hujan yang jatuh akan tertahan pada petak-
petak sawah, sebelum akhirnya menjadi limpasan permukaan.
3. Kemiringan tanah, Daerah dengan kemiringan yang kecil.
14

Tabel 2.3
Berapa harga koefisien limpasan

Kemiringan Kegunaan Lahan Nilai C


- Persawahan, rawa – rawa 0.2
<3% - Hutan, perkebunan 0.3
- Perumahan 0.4
- Hutan, perkebunan 0.4
- Perumahan 0.5
3% - 15%
- Vegetasi ringan 0.6
- Tanpa tumbuhan, daerah penimbunan 0.7
- Hutan, perkebunan 0.6
- Perumahan 0.7
>15%
- Vegetasi ringan 0.8
- Tanpa tumbuhan, daerah penimbunan 0.9

2.3.3. Daerah Tangkapan Hujan (cathment area)


15

Daerah tangkapan hujan adalah luas permukaan yang apabila terjadi hujan,
maka air hujan tersebut akan mengalir ke daerah yang lebih rendah menuju ke titik
pengaliran. Air yang jatuh kepermukaan sebagian meresap kedalam tanah, sebagian
ditahan oleh tumbuhan dan sebagian lagi akan mengisi liku-liku permukaan bumi,
kemudian mengalir ketempat yang lebih rendah. Semua air yang mengalir
dipermukaan belum tentu menjadi sumber air dari suatu sistem penyaliran. Kondisi
ini tergantung dari daerah tangkapan hujan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain kondisi topografi, rapat tidaknya vegetasi dll.
Daerah tangkapan hujan merupakan suatu daerah yang dapat mengakibatkan
air limpasan permukaan mengalir kesuatu tempat (daerah penambangan) yang lebih
rendah. Penentuan luas daerah tangkapan hujan berdasarkan peta topografi daerah
yang akan diteliti. Daerah tangkapan hujan ini dibatasi oleh pegunungan dan bukit-
bukit yang diperkirakan akan mengumpulkan air hujan sementara. Setelah daerah
tangkapan hujan ditentukan, maka diukur luasnya pada peta kontur, yaitu dengan
menarik hubungan dari titik-titik yang tertinggi disekeliling tambang membentuk
poligon tertutup, dengan melihat kemungkinan arah mengalirnya air, maka luas
dihitung dengan menggunakan komputer dan planimeter atau millimeter blok.

2.3.4. Pompa (pump)


Pompa berfungsi untuk mengeluarkan air dari tambang. Sesuai dengan prinsip
kerjanya, pompa dibedakan atas :
1. Reciprocating Pump
Bekerja berdasarkan torak maju mundur secara horizontal di dalam silinder.
Keuntungan jenis ini adalah efisien untuk kapasitas kecil dan umumnya dapat
mengatasi kebutuhan energi (julang) yang tinggi. Kerugiannya adalah beban yang
berat serta perlu perawatan yamg teliti. Pompa jenis ini kurang sesuai untuk air
berlumpur karena katup pompa akan cepat rusak. Oleh karena itu jenis pompa ini
kurang sesuai untuk digunakan di tambang.
2. Centrifugal Pump
16

Pompa ini bekerja berdasarkan putaran impeller didalam pompa. Air yang masuk
akan diputar oleh impeller, akibat gaya sentrifugal yang terjadi air akan dilemparkan
dengan kuat kearah lubang pengeluaran pompa. Pompa jenis ini banyak digunakan di
tambang, karena dapat melayani air berlumpur, kapasitasnya besar, dan perawatannya
lebih mudah.
3. Axial pump
Pada pompa aksial, zat cair mengalir pada arah aksial (sejajar poros) melalui kipas.
Umumnya bentuk kipas menyerupai baling-baling kapal. Pompa ini dapat beroperasi
secara vertikal maupun horizontal. Jenis pompa ini digunakan untuk julang yang
rendah.
Dalam pemompaan dikenal istilah julang (head), yaitu energi yang diperlukan
untuk mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu. Semakin besar debit air yang
dipompa, maka head juga akan semakin besar. Head total pompa untuk mengalirkan
sejumlah air seperti yang direncanakan dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang
akan dilayani oleh pompa tersebut, sehingga julang total pompa dapat dituliskan
sebagai berikut :
H total= Hs+Hv +Hf +H 1 ........................................................................... (2.7)

Keterangan :
HTotal = Head total pompa (m)
Hs = Head statis pompa (m)
Hv = Beda head tekanan pada kedua permukaan air (m)
Hf = Head untuk mengatasi berbagai hambatan pada pompa dan pipa (m),
meliputi head gesekan pipa, serta head belokan dll
H1 = Headloss (m)

Perhitungan berbagai julang pemompaan :


a. Head statis (hs)
Hs = H2 – H1 ..................................................................................................... (2.8)
17

Keterangan :
H1 = elevasi sisi isap (m)
H2 = elevasi sisi keluar (m)

b. Head tekanan (hp)


Hp = Hp2 – Hp1 ................................................................................................... (2.9)
Keterangan :
Hp1 = julang tekanan pada sisi isap
Hp2 = julang tekanan pada sisi keluaran

c. Head gesekan (hf1)

( )
2
LV
h f 1=f ................................................................................................(2.10)
2 Dg

Keterangan :
F = koefisien gesek (tanpa satuan)
V = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
L = Panjang pipa (m)
D = diameter pipa (m)
G = kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)
Angka koefisien gesekan f dicari dengan menggunakan persamaan :
1 3,7 D
=2 log ..............................................................................................(2.11)
√f k
Keterangan :
K = koefisien kekasaran pipa
D = diameter dalam pipa
Tabel 2.4
Koefisien kekasaran beberapa jenis pipa
18

Bahan koefisien kekasaran pipa (mm)


Baja : baru 0.01
Lapisan pelastik non poros 0.03
Besi tuang : baru 0.1 – 1.00
Lapisan bituman 0.03 – 0.10
Lapisan semen 0.03 – 0.10
polyethylene 0.03 – 0.10
Kuningan, tembaga 0.10
Aluminium baru 0.15 – 0.16
Beton : baru ”centrifuge” 0.03
Baru rata 0.20 – 0.50
Tanah yang telah di olah 1.00 – 2.00
Semen asbes baru 0.03 – 0.10
Bahan dari batu/kaca 0.10 – 1.00

d. Head belokan (hf2)

( )
2
V
h f 2=f .....................................................................................................(2.12)
2g

Keterangan :
f = koefisien kerugian pada belokan

[ ( )]( )
3,5 0,5
D ϴ
f = 0,131+1,847 x ...........................................................(2.13)
2R 90
V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)
R = Jari – jari lengkung belokan (m)
0 = Sudut belokan
19

D
¿
R 1 ............................................................................................................(2.14)
tan ϴ
2

Daya air adalah energi yang secara efektif diterima oleh air dari pompa per satuan
waktu. Jika γ adalah berat jenis (kN), Q adalah debit air (m3/detik) dan H adalah head
total (m), maka daya air adalah :

Pw = γ x H x Q .....................................................................................................(2.15)

Sedangkan daya poros adalah daya yang diperlukan untuk menggerakkan sebuah
pompa. Daya poros adalah sama dengan daya air ditambah kerugian daya didalam
pompa. Daya ini dapat dinyatakan sebagai beikut :

Pw
P ......................................................................................................................(2.16)
η

Keterangan :

P = Daya pompa (kwatt)

𝜂 = Efesiensi pompa (%)

2.3.5. Sumuran (sump)


Sumuran berfungsi sebagai tempat penampungan air sebelum dipompa keluar
tambang. Dengan demikian dimensi sumuran ini sangat tergantung dari jumlah air
yang masuk serta keluar dari sumuran. Dalam pelaksanaan kegiatan penambangan
biasanya dibuat sumuran sementara yang disesuaikan dengan keadaan kemajuan
medan kerja (front) penambangan. Jumlah air yang masuk ke dalam sumuran
merupakan jumlah air yang dialirkan oleh saluran-saluran, jumlah limpasan
permukaan yang langsung mengalir ke sumuran serta curah hujan yang langsung
jatuh ke sumuran. Sedangkan jumlah air yang keluar dapat dianggap sebagai yang
berhasil dipompa, karena penguapan dianggap tidak terlalu berarti. Dengan
20

melakukan optimalisasi antara input (masukan) dan output (keluaran), maka dapat
ditentukan volume dari sumuran.

2.3.6. Saluran Penyaliran (paritan)


Saluran penyaliran berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air ke
tempat pengumpulan (kolam penampungan) atau tempat lain. Bentuk penampang
saluran umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe material serta kemudahan dalam
pembuatannya. Dalam merancang bentuk saluran penyaliran beberapa hal yang perlu
diperhatikan antara lain; dapat mengalirkan debit air yang direncanakan, mudah
dalam penggalian saluran. Perhitungan kapasitas pengaliran suatu saluran air
dilakukan dengan rumus manning sebagai berikut :

Q = 1/n x R2 /3 x S1 /2 x A ..................................................................................(2.17)

Keterangan :
Q = Debit (m3/detik)
R = Jari-jari hidrolik (m)
S = Kemiringan saluran (%)
A = Luas penampang basah (m2)
n = Koefisien kekasaran manning
Tabel 2.5
Koefisien kekerasan dinding saluran untuk persamaan manning

Bahan dinding saluran Koefesien manning (n)


Besi tulang dilapis 0,014
Kaca 0,010
Saluran betin 0,013
Bata dilapis montar 0,015
Pasangan batu disemen 0,025
21

Saluran tanah 0,030


Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput 0,040
Saluran pada galian batu padas 0,40

Dalam sistem penyaliran itu sendiri terdapat beberapa bentuk penampang


penyaliran yang dapat digunakan. Bentuk penampang penyaliran diantaranya bentuk
segi empat, bentuk segi tiga dan bentuk trapesium.

BAB III
METODE PENELITIAN

0.
a. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada pada wilayah kontrak kerja PT. Bukit Asam Tbk.
Lokasi tambang secara administrative termasuk dalam wilayah Tanjung Enim,
Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan. PT.
Bukit Asam Tbk memiliki

Anda mungkin juga menyukai