Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PT. Aneka Tambang (Persero), Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel

Sulawesi Tenggara (ANTAM UBPN Sultra) merupakan salah satu

perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pertambangan. ANTAM

melakukan kegiatan penambangan dan pengolahan bijih nikel yang terletak

di Kecamatan Pomala, Kabupaten Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Proses penambangan menggunakan sistem tambang terbuka dengan metode

open pit. Kegiatan ini meliputi pembersihan lahan (land clearing),

pengupasan overburden, penggalian, dan pemuatan bijih nikel.

Dalam menunjang kelancaran dan keberhasilan dalam aktivitas

penambangan PT.ANTAM Tbk. UBPN SULTRA, harus memperhatikan

kondisi hidrologi. Kondisi hidrologi suatu daerah penambangan perlu

diketahui secara baik untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan

selanjutnya.

Permasalahan air tambang akan mempengaruhi lokasi kerja, jalan

tambang becek dan licin, peralatan tambang cepat rusak, kesulitan

mengambil sampling, efisiensi kerja menurun dan dapat mengancam

keselamatan dan kesehatan kerja. Jadi, perlu di lakukan analisis hidrologi

untuk memperkirakan curah hujan, penentuan curah hujan rencana,

penentuan daerah tangkapan hujan dan debit air limpasan agar penyaliran di

1
2

area penambangan ridak terjadi penguapan yang mengakibatkan saluran

terbuka tidak bekerja dengan optimal.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian Tugas Akhir ini

adalah sebagai berikut :

1. Berapa intesitas curah hujan di kecamatan pomala PT. Aneka Tambang

(Persero), Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara?

2. Berapa jumlah debit air yang masuk ke front area kerja penambangan

PT. Aneka Tambang (Persero), Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel

Sulawesi Tenggara?

1.3 Maksud dan Tujuan

1.3.1 Maksud

Maksud dari penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai pemenuhan studi akhir pada kurikulum pembelajaran program

S-1 Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas

Palangka Raya.

2. Sebagai bahan pertimbangan untuk perusahan sebagai acuan

perencanaan penambangan nikel yang sesuai dengan curah hujan

rencana dan debit total air masuk di PT. Aneka Tambang (Persero),

Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara.


3

1.3.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pelaksanaan tugas akhir ini adalah :

1. Menghitung berapa intesitas curah hujan di kecamatan pomala PT.

Aneka Tambang (Persero), Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel

Sulawesi Tenggara?

2. Menghitung berapa jumlah debit air yang masuk ke front area kerja

penambangan PT. Aneka Tambang (Persero), Tbk. Unit Bisnis

Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara?

1.4 Manfaat

Dengan adanya kegiatan penelitian Tugas Akhir ini ada beberapa

manfaat yang dapat diperoleh, diantaranya :

1. Bagi Peneliti

a. Mengetahui kegiatan proses penambangan yang diterapkan di PT.

Aneka Tambang (Persero), Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel

Sulawesi Tenggara?

b. Menambah pengalaman dalam dunia pertambangan khususnya

tentang sistem penyaliran pada area penambangan secara langsung di

lapangan.

2. Bagi Perusahaan :

a. Mengetahui kekurangan dan kelebihan analisa hidrologi pada area

penambangan.

b. Sebagai bahan masukan maupun saran mengenai kegiatan yang

diterapkan pada area penambangan.


4

c. Bagi Jurusan :

a. Sebagai laporan dari kegiatan penelitian Tugas Akhir.

b. Sebagai bahan studi literatur bagi mahasiswa Jurusan Teknik

Pertambangan Universitas Palangka Raya.

1.5 Batasan Masalah

Dalam proposal tugas akhir ini penulis memberikan batasan masalah

yaitu sebagai berikut :

1. Kegiatan Penelitian dilakukan pada area pengembangan pit everest

tambang utara PT. ANTAM Tbk. UBPN Sulawesi Tenggara.

2. Data curah hujan yang digunakan data curah hujan bulanan tahun 2008

sampai 2017 yang bersumber dari BMKG (Stasiun Metereologi sangia

Nibandera kecamatan pomala).

3. Penentuan catchment area didasarkan peta topografi peta rencana

tambang.

4. Besarnya air tanah yang diasumsikan tidak ada.

5. Tidak membahas mengenai ekonomi atau biaya yang dikeluarkan

selama kegiatan penyaliran berlangsung.


5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyaliran Tambang

Teknik penyaliran tambang bisa bersifat pencegahan atau

pengendalian air masuk ke lokasi penambangan (Awang Suwandhi, 2004).

Perusahaan cenderung memutuskan teknik penyaliran dengan

memepertimbangkan biaya yang dikeluarkan tanpa mengurangi

keselamatan kerja. Selain itu dalam pemilihan teknik penyaliran harus

memperhatikan prediksi cuaca ekstrim yang akan terjadi di front

penambangan agar mengurangi resiko bahaya akibat tingginya debit air

limpasan.

2.1.1 Metode Penyaliran Tambang

Terdapat dua cara penangana air dalam suatu tambang terbuka

yaitu dengan sistem mine drainage dan sistem mine dewatering

1. Mine dewatering

Metode ini biasa disebut sebagai metode konvensional atau sistem

penyaliran langsung yang dilakukan dengan cara mengeluarkan

(memompa) air yang sudah masuk ke dalam tambang. Cara yang

diterapakan adalah dengan :

a. Membuat paritan

Pembuatan parit sangat ideal diterapkan pada tambang

terbuka open cast atau kuari. Parit dibuat berawal dari sumber


6

mata air atau air limpasan menuju kolam penampungan, langsung

ke sungai  atau diarahkan ke selokan (riool). Jumlah parit ini

disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga bisa lebih dari satu.

Apabila parit harus dibuat melalui lalu lintas tambang maka dapat

dipasang gorong-gorong yang terbuat dari beton atau galvanis.

Dimensi parit diukur berdasarkan volume maksimum pada saat

musim penghujan deras dengan memperhitungkan kemiringan

lereng. Bentuk standar melintang dari parit umumnya trapesium.

2. Mine drainage

Metode ini biasa disebut sebagai metode inkonvensional atau sistem

penyaliran tak langsung yang dilakukan dengan cara mencegah

masuknya air ke dalam tambang. Beberapa metode penyaliran

tambang (mine drainage) adalah sebagai berikut:

a. Metode Siemens

Pada setiap jenjang dari kegiatan penambangan dipasang pipa

ukuran 8 inch, di setiap pipa tersebut pada bagian ujung bawah

diberi lubang-lubang, pipa yang berlubang ini berhubungan

dengan air tanah, sehingga di pipa bagian bawah akan terkumpul

air, yang selanjutnya dipompa ke atas secara seri dan selanjutnya

dibuang.

b. Metode Elektro Osmosis


Bilamana lapisan tanah terdiri dari tanah lempung, maka

pemompaan sangat sulit diterapkan karena adanya efek kapilaritas


7

yang disebabkan oleh sifat dari tanah lempung itu sendiri. Untuk

mengatasi hal tersebut, maka diperlukan cara elektro osmosis.

Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bila

elemen-elemen ini dialiri listrik, maka air pori yang terkandung

dalam batuan akan mengalir menuju katoda (lubang sumur) yang

kemudian terkumpul dan dipompa keluar.

c. Metode kombinasi dengan lubang bukaan bawah tanah


Dilakukan dengan membuat lubang bukaan mendatar didalam

tanah guna menampung aliran air dari permukaan. Beberapa

lubang sumur dibuat untuk menyalurkan air permukaan kedalam

terowongan bawah tanah tersebut. Cara ini cukup efektif karena

air akan mengalir sendiri akibat pengaruh gravitasi sehingga tidak

memerlukan pompa.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran Tambang

a. Rencana kemajuan tambang

Rencana kemajuan tambang nantinya akan mempengaruhi pola alir

saluran yang akan dibuat, sehingga saluran tersebut menjadi efektif

dan tidak menghambat sistem kerja yang ada.

b. Curah hujan

Curah hujan (Soemarto. 1986) adalah banyaknya hujan yang terjadi


pada suatu daerah. Curah hujan merupakan faktor yang sangat penting
dalam perencanaan sistem penirisan. karena besar kecilnya curah
hujan pada suatu daerah tambang akan mempengaruhi besar kecilnya
air tambang yang harus ditanggulangi. Data curah hujan biasanya
8

disajikan dalam data curah hujan harian, bulanan, dan tahunan yang
dapat berupa grafik atau tabel. Analisa curah hujan dilakukan dengan
menggunakan Metode Gumbel yang dilakukan dengan mengambil
data curah hujan bulanan yang ada, kemudian ambil curah hujan
maksimum setiap bulannya dari data tersebut, untuk sampel dapat
dibatasi jumlahnya sebanyak n data. Dengan menggunakan Distribusi
Gumbel curah hujan rencana untuk periode ulang tertentu dapat
ditentukan. Periode ulang merupakan suatu kurun waktu dimana curah
hujan rencana tersebut diperkirakan berlangsung sekali. Penentuan
curah hujan rencana untuk periode ulang tertentu berdasarkan
Distribusi Gumbel.

Xr = Xn + Sx/Sn (Yr - Yn).............................................................(2.1)


Keterangan :

Xr = Curah Hujan Rencana (mm)

Xn = nilai curah hujan rata-rata dari data/sampel (mm)

Yn = nilai variansi reduksi rata-rata dari data/sampel

Yr = Reduced Variate

Sn = Reduced Standard Deviation

Sx = Standard Deviation

Untuk menentukan intensitas hujan digunakan persamaan Mononobe

I = (R24/24) * (24/t)^2/3.................................................................(2.2)

Keterangan :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

t = Lama waktu hujan atau waktu konstan (jam)

R24 = Curah hujan maksimum (mm)


9

c. Debit Limpasan

Debit limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas

permukaan tanah menuju sungai, danau atau laut. Besarnya air

limpasan tergantung dari banyak faktor, sehingga tidak semua air yang

berasal dari curah hujan akan menjadi sumber bagi sistem drainase.

Dari banyak faktor, yang paling berpengaruh yaitu :

1. Kondisi penggunaan lahan

2. Kemiringan lahan

3. Perbedaan ketinggian daerah

4. Koefisien limpasan

Koefisien limpasan merupakan bilangan yang menunjukan

perbandingan besarnya limpasan permukaan, dengan intensitas curah

hujan yang terjadi pada tiap-tiap daerah tangkapan hujan. Koefisien

ini merupakan suatu konstanta yang menggambarkan dampak proses

infiltrasi, penguapan, dan intersepsi pada daerah tersebut yang berbeda

di tiap-tiap daerah. Secara rinci, koefisien limpasan untuk beberapa

lokasi dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.1 Harga Koefisien Limpasan


Topografi (Ct) Tanah (Cs) Vegetasi (Cv)
Datar <1% 0.03 Pasir dan Gravel 0.04 Hutan 0.04
Bergelombang
0.08 Lempung berpasir 0.08 Pertanian 0.11
1-10%
Perbukitan 10- Lempung dan Padang
0.16 0.16 0.21
20% lanau Rumput
Pegunungan Tanpa
0.26 Lapisan Batu 0.26 0.28
>20% Tanaman
Sumber : Hassing,
10

d. Daerah Tangkapan Hujan

Daerah tangkapan hujan adalah luasnya permukaan, yang

apabila terjadi hujan, maka air hujan tersebut akan mengalir ke daerah

yang lebih rendah menuju ke titik pengaliran. Air yang jatuh ke

permukaan, sebagian meresap ke dalam tanah, sebagian ditahan oleh

tumbuhan dan sebagian lagi akan mengisi liku – liku permukaan

bumi, kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah. Semua air

yang mengalir di permukaan belum tentu menjadi sumber air dari

suatu sistem penyaliran. Kondisi ini tergantung dari daerah tangkapan

hujan dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi

topografi, kerapatan vegetasi, dan keadaan geologi. Penentuan luas

daerah tangkapan hujan berdasarkan peta topografi tempat penelitian.

Daerah tangkapan hujan ini dibatasi oleh pegunungan dan bukit –

bukit yang diperkirakan akan mengumpulkan air hujan sementara.

Penentuan daerah tangkapan hujan dilakukan dengan cara

menghubungkan titik – titik kontur tertinggi di sekeliling tambang

membentuk poligon tertutup, dengan melihat kemungkinan arah aliran

air, dan luas daerah tangkapan hujan tersebut ditentukan

menggunakan perangkat lunak Surpac 6.3

2.2 Saluran Terbuka


Saluran penyaliran untuk menampung dan mengalirkan air ke tempat

pengumpulan (kolam penampungan atau saluran) ata tempat lain. Bentuk


11

penampungan saluran, umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe

material serta kemudahan dalam pembuatannya.

Dalam merancang saluran terbuka ini hendaklah dibuat sedemikian rupa

hingga dapat memenuhi hal-hal sebagai berikut :

1. Dapat mengalirkan debit air yang direncanakan.

2. Kecepatan air sedemikian rupa hingga tidak terjadi pengendapan

didasar saluran dan erosi dinding saluran.

3. Kemudahan dalam penggalian.

Untuk perhitungan kapasitas pengaliran suatu saluran air dilakukan

dengan rumus Manning:


2 1
1
Q= × R 3 ×S 2 × A .................................................................................(2.3)
n

Keterangan :

Q = Debit air yang masuk (m3/detik)

R = Jari-jari hidrolik (m)

A = Luas penampang basah (m2)

n = Koefisien kekasaran Manning (Lihat Tabel 3.3)

S = Kemiringan dasar saluran (%)


12

Tabel 3.2 Koefisien Kekerasan Manning


Tipe Dinding Saluran n
Semen 0,010 – 0,014
Beton 0,011 – 0,016
Bata 0,012 – 0,020
Besi 0,013 – 0,017
Tanah 0,020 – 0,030
Garvel 0,022 – 0,035
Tanah yang ditanami 0,025 – 0,040
Sumber : Rudy Sayoga Gautama, Diktat Kuliah Penyaliran
Tambang, ITB, (1999)

Dalam sistem penyaliran itu sendiri terdapat beberapa bentuk

penampang saluran terbuka yang dapat digunakan. Bentuk penampang

saluran terbuka diantaranya bentuk segi empat, bentuk segitiga dan bentuk

trapezium dapat dilihat pada gambar 3.3.

Beberapa macam penampang saluran terbuka :

1) Bentuk segi empat

Bb = 2d......................................................................................................(2.4)

A = 2d2.................................................................................................(2.5)

P = 4d......................................................................................................(2.6)

2) Bentuk segitiga

Sudut tengah = 90o...................................................................................(2.7)

Luas penampang basah (A) = d2...............................................................(2.8)

d
R=
Jari – jari hidrolis (R) 2 √2 ...........................................................(2.9)

Keliling basah (P) = 2d .  2 ....................................................................(2.10)


13

3) Bentuk trapesium

Dalam menentukan dimensi saluran terbuka bentuk trapesium

dengan luas maksimum hidrolis, luas penampang basah saluran (A),

jari – jari hidrolik (R), kedalaman penampang aliran (d), lebar dasar

saluran (b), penampang sisi saluran dari dasar kepermukaan (a), lebar

permukaan saluran (B), dan kemiringan dinding saluran (m),

mempunyai hubungan yang dapat dinyatakan sebagai berikut :

A = b . d + m x d2 ...............................................................................(2.11)

R = 0,5 x d .........................................................................................(2.12)

B = b + 2m x d ..................................................................................(2.13)

b/d = 2 {(1 + m2)0,5 – m) ....................................................................(2.14)

a = d/sinα ...........................................................................................(2.15)

x = 15% x d....................................................................................(2.16)

Sumber : Suripin (2004) Halaman 146-151


Gambar 3.2 Bentuk - Bentuk Penampang Saluran

Penampang saluran terbuka buatan biasanya direncanakan

berdasarkan bentuk geometris yang umum. Bentuk penampang saluran

terbuka yang paling sering digunakan dan umum dipakai adalah bentuk
14

trapesium, sebab bentuk trapesium memiliki debit yang terbesar, mudah

dalam pembuatannya, dan untuk kemiringan dindingnya lebih stabil

dibandingkan dengan bentuk lain. Penampang saluran terbuka bentuk

trapesium dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Untuk dimensi saluran terbuka dengan bentuk trapesium dengan luas

penampang optimum dan mempunyai sudut kemiringan 600, maka :

m = Cotg α ................................................................................................(2.17)

= Cotg 600 .............................................................................................(2.18)

= 0,58 ....................................................................................................(2.19)

Untuk harga b/d adalah :

b/d = 2 {(1 + m2)0,5 – m} ...........................................................................(2.20)

b = 1,15 d ...............................................................................................(2.21)

2.3 Pompa

Pompa berfungsi untuk memindahkan zat cair dari tempat yang

rendah ke tempat yang lebih tinggi pemindahan za cair dilakukan dengan

gaya tekan yang digunakan untuk mengatasi tahanan-tahanan yang dialami

oleh zat cair sewaktu pemindahan. Dalam sistem pemompaan dikenal

beberapa macam tipe sambungan pemompaan yaitu :

a. Seri yaitu dua atau beberapa pompa dihubungkan secara seri maka

nilai head bertambah sebesar jumlah head masing-masing sedangkan

debit pemompaan tetap.

b. Paralel yaitu pemompaan bertambah sesuai dengan kemampuan debit

masing-masing pompa namun head tetap. Kemudian untuk


15

menentukan kebutuhan pompa ada dua hal yang perlu diperhatikan

diantaranya :

2.3.1 Julang (Head) Total Pompa

Dalam pemompaan dikenal istilah head, yaitu energi yang

diperlukan untuk mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu. Semakin

besar debit air yang dipompa, maka head juga akan semakin besar. Head

total pompa untuk mengalirkan sejumlah air seperti yang direncanakan

dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa

tersebut, sehingga head total pompa dapat dituliskan sebagai berikut:

H=H v + H s + H p +h f 1+h f 2 .............................................(2.22)

Keterangan :

H = Julang total pompa (m)

hf1 = Head of friction, julang gesekan pipa (m)

hf2 = Head of bend, julang belokan pipa (m)

Hv = Head of velocity, julang kecepatan (m)

Hs = Head of static, julang statis (m)

Hp = Head of pressure, julang tekanan (m)

Perhitungan berbagai head pada pemompaan :

1) Head statis (hs)

h s =h 2−h 1 (m).................................................................................

(2.23)

Keterangan :
16

h1 = Elevasi sisi isap (m)

h2 = Elevasi sisi keluar (m)

2) Head gesekan (hf1)

Lv 2
( )
h f 1 =f
2 Dg (m)........................................................................

(2.24)

Keterangan :

f = Koefisien gesek (0,020 + 0,0005/D)

v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)

L = Panjang pipa (m)

D = Diameter pipa (m)

g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)

3) Head belokan (hf2)

v2
( )
h f 2 =k
2g (m)...........................................................................

(2.25)

Keterangan :

k = Koefisien kerugian pada belokan

3,5 0,5
D θ
[
k= 0 , 131+1,847
2R ( ) ]( ) x
90 .............................................

(2.26)

Keterangan :

v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)


17

g = Kecepatan gravitasi bumi (m/detik2)

R = Jari – jari lengkung belokan (m)

θ = Sudut belokan pipa (0)

D
R=
1
tan θ
2 (m)............................................................................

(2.27)

2.4 Kolam Pengendapan (Settling Pond)

Kolam pengendapan diperlukan sebagai bak penampung aliran dari

berbagai jurusan sebelum dialirkan ke pembuangan akhir. Disamping itu

yang lebih penting adalah sebagai tempat pengendapan kotoran-kotoran

yang terdapat dalam air yang masuk hingga saat keluar dari kolam endap

kondisi airnya lebih baik, karena air yang masuk selalu mengendapkan

kotoran yang dibawanya, maka umur kolam endap itu akan tergantung

pada kecepatan pengendapan yang terjadi.

2.5.1 Bentuk Kolam Pengendap

Bentuk kolam pengendapan biasanya hanya digambarkan secara

sederhana, yaitu berupa kolam berbentuk empat persegi panjang, tetapi

sebenarnya bentuk tersebut dapat bermacam-macam, disesuaikan dengan

keperluan dan keadaan lapangannya. Walaupun bentuknya dapat

bermacam-macam, namun pada setiap kolam pengendap akan selalu ada 4

zona penting (Partanto Prodjosumarto, 1994) yang terbentuk karena proses

pengendapan material padatan Keempat zona tersebut adalah :

1. Zona masukan
18

Adalah tempat masuknya aliran air berlumpur kedalam kolam

pengendapan dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan

terdistribusi secara merata.

2. Zona Pengendapan

Tempat dimana partikel akan mengendap, material padatan disini akan

mengalami proses pengendapan.

3. Zona Endapan Lumpur

Tempat dimana partikel padatan dalam cairan mengalami sedimentasi

dan terkumpul pada bagian bawah saluran pengendap.

4. Zona Keluaran

Tempat keluarnya buangan cairan yangt relatif bersih, zona ini terletak

pada akhir saluran.

2.4.2 Dimensi Kolam Pengendapan

Untuk mengetahui luas kolam pengendapan, dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

Qtotal
A= ....................................................................................................(2.28)
v

Keterangan :

A = Luas kolam pengendapan (m2)

Q total = Debit air yang masuk kolam pengendapan (m3/detik)

v = Kecepatan pengendapan (m/detik)

Kecepatan pengendapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus

Stokes dan hukum Newton. Hukum Stokes berlaku bila padatannya kurang
19

dari 40%, sedangkan bila persen padatan lebih dari 40% berlaku hukum

Newton.

Hukum Stokes :

g . D 2 .(ρp−ρa)
V= ...................................................................................(2.29)
18 μ

Keterangan :

V = Kecepatan pengendapan partikel (m/detik)

g = Percepatan gravitasi (m/detik2)

p = Berat jenis partikel padatan

a = Berat jenis air (kg/m3)

 = Kekentalan dinamik air (kg/mdetik)

D = Diameter partikel padatan (m)

Hukum Newton:

4. g . D ( ρp−ρa ) 0.5
V ={ } ...........................................................................(2.30)
3. Fg . ρa

Keterangan :

V = Kecepatan pengendapan partikel (m/detik)

g = Percepatan gravitasi (m/detik2)

p = Berat jenis partikel padatan

a = Berat jenis air (kg/m3)

D = Diameter partikel padatan (m)

Fg = Nilai koefisien tahanan


20

Untuk menentukan dimensi dari kolam pengendapan, seperti

panjang, lebar dan kedalaman ditentukan dengan melihat spesifikasi

alat yang digunakan untuk merawat kolam pengendapan tersebut.

2.4.3 Perhitungan Persentase Pengendapan

Perhitungan Persentase pengendapan ini bertujuan untuk mengetahui

apakah kolam pengendapan yang akan dibuat dapat berfungsi untuk

mengendapkan partikel padatan yang terkandung dalam air limpasan

tambang.Waktu yang dibutuhkan oleh partikel untuk mengendap dengan

kecepatan vt (m/s) sejauh h (m) adalah

h
t v= ........................................................................................................(2.31)
vt

Keterangan :

tv = Waktu pengendapan partikel (detik)

vt = Kecepatan pengendapan partikel (m/detik)

h = Kedalaman kolam pengendapan (m)

Jika :

Q total
vh= ..................................................................................................(2.32)
A

Keterangan :

vh = Kecepatan mendatar partikel (m/detik)

Qtotal = Debit aliran yang masuk ke kolam pengendapan ( m3/detik)

A = Luas permukaan kolam pengendapan (m2)

Waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar dari kolam pengendapan

dengan kecepatan vh adalah :


21

P
t h= ........................................................................................................(2.33)
vh

Keterangan :

th = Waktu yang dibutuhkan partikel keluar dari kolam pengendapan

(detik)

P = Panjang kolam pengendapan (m)

vh = Kecepatan mendatar partikel (m/detik)

Dalam proses pengendapan ini partikel mampu mengendap dengan

baik jika tv tidak lebih besar dari th. Sebab, jika waktu yang diperlukan

untuk mengendap lebih kecil dari waktu yang diperlukan untuk mengalir

ke luar kolam atau dengan kata lain proses pengendapan lebih cepat dari

aliran air maka proses pengendapan dapat terjadi. Persentase pengendapan

dapat dihitung menggunakan rumus di bawah ini :

th
Persentase Pengendapan= × 100 % ............................................(2.34)
(t h +t v )

Dari perumusan di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar

ukuran partikel maka semakin cepat proses pengendapan serta semakin

besar pula persentase partikel yang berhasil diendapkan.

2.4.4 Jadwal Pengerukan Kolam Pengendapan

Waktu pengerukan kolam pengendapan sangat penting dalam hasil

pengendapan material padatan dari tambang sebelum dibuang ke sungai.

Apabila dilakukan pengerukan yang rutin, maka persentase pengendapan

material padatan dari tambang dapat terjaga. Perhitungan waktu

pengerukan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Suripin, 2004) :


22

Vpadatan = debit padatan per hari x persentase pengendapan............. (2.35)

volume kolam pengendapan


T = volume padatan ................................................... (2.36)

Keterangan :

T = Jadwal pengerukan (hari)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian

PT. ANTAM Tbk. merupakan salah satu perusahaan Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang pertambangan sumber

daya mineral dan berada dibawah naungan Kementrian Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) Republik Indonesia. Salah satu unit produksi dari PT

ANTAM Tbk. adalah Unit bisnis Pertambangan Nikel.

ANTAM UBPN Sultra merupakan salah satu perusahaan tambang

yang diberikan oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan eksplorasi,

penambangan dan pengolahan bijih nikel di Kecamatan Pomala, Kabupaten

Kolaka, Provinsi Sulawesi Tenggara. Sejak tahun 1909 bijih nikel di

Kecamatan Pomalaa sudah mulai dieksploitasi oleh E.C. Abedanon. Hingga

pada tahun 1968 dikuasai oleh ANTAM di Pomalaa selaku Unit

Pertambangan Nikel Pomalaa (UPN) berdasarkan PP Nomor 26 Tahun

1968.
23

ANTAM Unit Pertambangan Nikel Pomalaa berkembang pesat hingga

pada tahun 2007 berhasil mendirikan pabrik pengolahan nikel yaitu pabrik

FeNi III. Sebelumnya ANTAM telah mendirikan dua pabrik pengolahan

nikel di daerah tersebut. Setelah adanya Izin Pertambangan Eksploitasi yang

baru, maka ANTAM melakukan rekonstruksi dari Unit Pertambangan Nikel

(UPN) menjadi Unit Pertambangan Nikel (UBPN) Sultra.

3.1.1 Lokasi Kesampaian Daerah

Kecamatan Pomalaa berada di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Secara geografis, Pomalaa terletak antara 40 10’00” LS dan 121031’30”

hingga 121039’03” BT. Pomalaa berjarak ± 165 Km dari Kendari, Ibu Kota

Sulawesi Tenggara. Secara administratif, batas wilayah operasi PT ANTAM

Tbk. UBPN SULTRA sebagai berikut :

1. Disebelah utara berbatas dengan sungai Huko – huko.

2. Disebelah timur berbatasan dengan Bukit Maniang.

3. Disebelah barat berbatasan dengan Teluk Makongga.

4. Disebelah selatan berbatasan dengan sungai Oko – oko.


24

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian

3.2 Geologi Daerah Pomala


Geologi daerah Pomalaa meliputi litologi, morfologi, topografi, dan

struktur geologi pomala.

3.2.1 Litologi

Di daerah Pomalaa dan sekitarnya tersusun oleh batuan ultramafik

yang terdiri dari peridotit (harzburgit), dunit, serpentinit, dan asbes yang

telah mengalami kekar intensif. Batuan Serpentinit terbentuk karena proses

alterasi batuan periodit yang mengandung mineral Olivin dan Piroksin.

3.2.2 Morfologi dan Topografi

Dataran Pomalaa termasuk golongan morfologi pedataran yang

merupakan daerah pantai dengan kemiringan 0º - 5º. Pola penyaluran

daerahnya tidak berkembang karena lembah-lembah daerah Polamaa yang

kering, pelapukan yang terjadi cukup tinggi, vegetasi cukup tebal dan tidak

ada singkapan-singkapan yang segar, sehingga pembentukan endapan nikel

pada daerah tersebut berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh kondisi

morfologinya, dimana daerah tingkat kelerengan landai sampai sedang

merupakan tempat pengkayaan nikel, sedangkan pada daerah tingkat

kelerengan curam, erosi mekanik akan membawa unsur-unsur nikel sebelum


25

unsur-unsur tersebut membentuk laterit. (Buku Potensi bahan Galian

tambang Kabupaten Kolaka tahun 2006).

3.2.3 Struktur Geologi

Endapan bijih nikel laterit di daerah Pomalaa terbentuk dari hasil

pelapukan batuan ultrabasa seperti batuan peridotit yang terletak di Sulawesi

Tenggara.

Keterdapatan endapan bijih nikel di daerah Kolaka – Pomalaa

meliputi Pulau Lemo, di Perbukitan Pomalaa, Pulau Maniang, Batu Kilat

dan Tanjung Pakar. Batuan dasarnya yaitu Peridotit dan Serpentinit yang

penyebarannya tidak merata. Secara umum pada daerah pomalaa banyak

terdapat rekahan-rekahan kecil yang akan mempermudah dan mempercepat

proses pelapukan terhadap batuan induknya. Rekahan-rekahan kecil ini

umumnya telah terisi oleh mineral-mineral sekunder seperti Silika dan

Magnesium. Terdapat dua kelompok utama dari rekahan-rekahan ini yang

pertama diisi oleh mineral-mineral garnierite dan asbes, sedangkan rekahan

yang ke dua diisi oleh mineral Kaldeson (Silica).

3.2.4 Genesa Endapan Nikel Laterit

Nikel adalah logam berwarna kelabu perak yang memiliki kekuatan

dan kekerasan menyerupai besi dan tahan karat.Dalam keadaan murni nikel
26

bersifat lembek, tetapi saat dipadukan dengan besi, krom atau logam lainnya

dapat membentuk baja tahan karat ( (stainless steel) yang diaplikasikan pada

peralatan dapur, ornamen rumah atau gedung, serta komponen industri

lainnya. kondisi curah hujan yang cukup tinggi menyebabkan terjadinya

proses pelapukan, yang mengakibatkan perubahan suhu yang lebih cepat

dan membentuk air tanah. Oleh Karena itu, batuan akan mengalami

dekomposisi dan menghasilkan tanah laterit.

Tanah laterit tersebut kaya akan unsur Fe dan silika dengan unsur Ni,

Co, Mn dan Ca. Proses laterisasi yang mempunyai peran penting adalah

proses mekanis, bersama sirkulasi air yang berasal dari hujan atau air yang

mengandung unsur Mg, Fe, Ca akan terbawa dan larut.

3.2.5 Profil Nikel Laterit

Profil endapan nikel laterit hasil pelapukan batuan ultrabasa terdiri

atas 4 (empat) lapisan, yaitu lapisan saprolit, lapisan limonit, bedrock dan

lapisan tanah penutup (Top soil).

1. Lapisan Saprolit tanah penutup

Merupakan lapisan dari batuan dasar yang sudah lapuk, berwarna coklat

kekuningan sampai kehijauan, dengan tekstur batuan asal yang masih

terlihat.

2. Lapisan Limonit

Merupakan lapisan berwarna coklat muda, mempunyai ukuran butir

lempung sampai pasir, tekstur batuan sulit dilihat, dengan tebal lapisan
27

antara 1 – 10 m. Zone ini didominasi oleh mineral Goethit, dan juga

terdapat Magnetit, Kromit, hematit, serta Kuarsa sekunder.

3. Bedrock (Batuan Dasar)

Merupakan bagian terbawah dari profil nikel laterit, berwarna hitam

kehijauan, terdiri dari bongkah – bongkah batuan dasar berukuran > 75

cm, dan tidak mengandung mineral ekonomis. Kadar mineral

mendekati atau sama dengan batuan asal, yaitu dengan kadar Fe ± 5%

serta Ni dan Co antara 0.01 – 0.30%.

4. Lapisan tanah penutup

Lapisan tanah penutup biasa disebut iron capping sebagai zone

Pengkayaan Fe karena terdiri dari konkresi Fe-Oksida (mineral

Hematite dan Goethite), dan Chromiferous dengan kandungan nikel

yang relatif rendah. Tebal lapisan berukuran 0 – 2 m. Lapisan tanah

penutup biasa disebut iron capping.Merupakan bagian terbawah dari

profil nikel laterit, berwarna hitam kehijauan, terdiri dari bongkah –

bongkah batuan dasar berukuran > 75 cm, dan tidak mengandung

mineral ekonomis. Kadar mineral mendekati atau sama dengan batuan

asal, yaitu dengan kadar Fe ± 5% serta Ni dan Co antara 0.01 – 0.30%.


28

Sumber: http://nadiamugni.wordpress.com
Gambar 2.3 Zone of Nickel Laterite

3.2.6 Keadaan Iklim dan Curah Hujan

Daerah Pomalaa merupakan daerah yang beriklim tropis. Kegiatan

penambangan bijih nikel pada PT. Antam Tbk, Pertambangan Nikel

Sulawesi Tenggara.masih sangat dipengaruhi oleh iklim. Wilayah ANTAM

Pomalaa, kabupaten Kolaka berada disekitar garis khatulistiwa memiliki

suhu maksimum 31°C dan suhu minimum 12°C dengan suhu rata-rata 24°C

sampai 28°C. Pada lokasi penelitian diketahui curah hujan harian

maksimum pada grafik 2.1.


29

Curah Hujan Maksimum Tahun


2008 - 2017

200.0 178.9
180.0 162.7
160.0 146.5
Curah Hujan (mm)

140.0 130.1
120.0 110.8 111.0
95.5 95.3
100.0 79.4
80.0 71.4
60.0
40.0
20.0
0.0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tahun
Sumber: BMKG Pomala
Grafik 2.1 Curah Hujan Maksimum Tahun (2008) – (2017)

3.3 Ruang Lingkup Penelitian

Didalam menjawab permasalahan pada rumusan masalah, penulis

menggunakan metode pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif

merupakan penelitian yang menganalisis data-data angka dan diolah

menggunakan metode statistika.

3.4 Metode Penelitian

Metode Penelitian dalam skripsi ini adalah :

1. Metode observasi

Metode observasi dilakukan untuk melakukan pengumpulan dengan

cara melakukan melihat langsung ke lapangangan sesuai situasi di front

penambangan.

2. Metode litaratur

Metode litaratur dilakukan dengan mengumpulkan bahan pustaka yang

berhubungan dengan skripsi baik berupa referensi dari perusahaan

maupun penelitian langsung.


30

3. Pengelompokan data

Selanjutnya data yang diperoleh dari obeservasi - observasi dan literatur

dikelompokkan menjadi data sekunder dan data primer.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik

pengumpulan data triagulasi dan teknik dokumen.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data

yaitu:

a. Data Primer

1. Luas Daerah Tangkapan Hujan (DTH)

2. Debit limpasan

3. Luas saluran terbuka

b. Data Sekunder

1. Data Peta topografi bukit everest

2. Data Peta geologi daerah Pomala

3. Data curah hujan 2008-2018 BMKG Pomala

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah didapatkan kemudian diolah dan dianalisis.

Pengolahan data menggunakan bantuan software surpac 6.3 dan Microsoft

Excel. Untuk menentukan luas daerah tangkapan hujan, curah hujan

rencana, intensitas hujan, debit limpasan hujan, dan digunakan rumus-rumus

yang telah ada.


31

3.7 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan

pengambilan dan pengelolaan data penelitian tugas akhir adalah :

1. Alat Pelindung Diri (APD)

2. Buku tulis dan alat tulis

3. Kamera dan leptop

4. Hp dan kamera digital

3.8 Bagan Alir

Bagan Alir dalam melakukan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.3

Analisis Hidrologi Pada Tambang Nikel


Laterit. Pt Antam (Persero) Tbk. Ubpn Sultra
Kecamatan Pomala Kabupatenolaka
Provinsi Sulawesi Tenggara

Berapa intesitas curah hujan di kecamatan pomala PT. Aneka Tambang (Persero), Tbk.
Unit Bisnis Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara?

Berapa jumlah debit air yang masuk ke front area kerja penambangan PT. Aneka Tambang
(Persero), Tbk. Unit Bisnis Pertambangan Nikel Sulawesi Tenggara?
Pengambilan Data
32

Data Primer : Data Sekunder :


Luas Daerah Tangkapan Hujan (DTH) Data Peta topografi bukit everest
Debit limpasan Data Peta geologi daerah Pomala
Luas saluran terbuka Data curah hujan 2008-2018 BMKG
Pomala

Analisis dan Pengolahan Data

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

3.9 Tempat Dan Waktu Penelitian

3.9.1 Tempat Pelaksanaan

Adapun tempat pelaksanaan penelitian Skripsi ini Perancangan dan

pembuatan sump Di PT. ANTAM (Persero) Unit Bisnis Pertambangan


Februari Maret April
Kegiatan
Nikel Kecamatan pomala IV IKabupaten
II II
kolaka IV
ProvinsiI sulaweis
II Tenggara
III IV
Induksi Perusahaan
3.9.2 Waktu
Pemahaman MateriPenelitian
di Office
Observasi Lapangan
Waktu pelaksanaan kegiatan penelitian ini adalah selama 2 bulan dari
Presentasi I
2 Februari
Pengambilan Data sampai 4 april 2018. Dengan rincian kegiatan sebagai berikut:
Pengolahan Data
Presentasi II
Presentasi III
Revisi
Presentasi IV
Revisi
33

Anda mungkin juga menyukai