Percobaan VIII
Pembuatan dan Pengujian Shampo Motor atau Mobil
Asisten :
Dosen Pengampu :
Dra. Nirwana, MT
Pekanbaru
2019
Praktikum Kimia Organik/Kelompok III/S.Ganjil/2019-2020
Percobaan VIII
Pembuatan dan Pengujian Shampo Motor atau Mobil
Catatan Tambahan:
ABSTRAK
Sampo motor atau mobil adalah suatu detergen yang sebagian besar bahannya
terdiri dari surfaktan, yaitu molekul senyawa yang memiliki gugus hidrofilik dan
hidrofobik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan
minyak dan dapat mengangkat kotoran. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mempelajari pembuatan sampo dan menentukan karakteristik sampo motor atau
mobil. Bahan yang digunakan seperti LABS, SLS, NaOH, akuades, bahan aditif
pewarna dan pengharum, dan juga KIT sebagai pembanding. Pada praktikum ini
hal yang pertama dilakukan adalah membuat larutan NaOH 0,1 N, kemudian
membuat LABSNa, dan membuat larutan SLS, lalu setelah itu mencampurkan
LABSNa dan SLS untuk pembuatan sampo, dan yang terakhir yaitu pengujian
pada sampo yang telah dibuat. Densitas sampo praktikum yang diperoleh adalah
sebesar 1,08 gr/cm3, sedangkan densitas KIT yang digunakan sebagai pembanding
adalah 1,058 gr/cm3. Untuk viskositas sampo yang dibuat adalah 62,42 Pa.s. Pada
uji busa, sampo dan KIT dimasukkan ke dalam botol dan diberi air yang sama
banyaknya kemudian botol dikocok dengan kecepatan yang sama sampai botol
dipenuhi dengan busa lalu didiamkan sampai busa yang terdapat pada botol
menghilang dan dihitung lama waktu yang diperlukan sampai busa menghilang.
Pada sampo yang dibuat waktu yang dibutuhkan sampai busa menghilang adalah
6,46 jam, sedangkan pada KIT waktu yang diperlukan sampai busa berkurang
adalah 6,46 jam. Stabilitas busa sampo sebesar 52,63%, pada sampo komersial
atau KIT sebesar 50%.
ABSTRACT
Motor or car Sampoo is a detergent which consists mostly of surfactants, which
are molecular compounds that have hydrophilic and hydrophobic groups so that
they can unite a mixture consisting of water and oil and can remove impurities.
The purpose of this practicum is to study the making of Sampoo and determine the
characteristics of a motor or car Sampoo. The materials used are LABS, SLS,
NaOH, distilled water, additives, coloring agents and fragrances, and also KIT as
a comparison. In this practicum, the first thing to do is to make 0.1 N NaOH
solution, then make LABSNa, and make SLS solution, then after that mix LABSNa
and SLS for Sampoo making, and the last is testing on the Sampoo that has been
made. The density of Sampoo obtained was 1.08 gr / ml, while the KIT density
used as a comparison was 1.058 gr / ml. For the viscosity of the Sampoo made is
62.42 Pa.s. In the foam test, Sampoo and KIT are put into bottles and given the
same amount of water then the bottle is shaken at the same speed until the bottle
is filled with foam and then allowed to stand until the foam contained in the bottle
disappears and calculated the amount of time needed until the foam disappears.
In the Sampoo made the time needed until the foam disappears is 6.46 hours,
while for the KIT the time needed until the foam is reduced is 6.46 hours. The
stability of shampoo foam is 52.63%, in commercial shampoo or KIT is 50%.
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus
hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang
terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas
surfaktan diperoleh karenasifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan
memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang
suka akan minyak atau lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat
bermuatan positif, negatif dan netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan
surfaktan dapat diadsorpsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-
air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fasaair dan
rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam
dalam fasa minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan
rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung
gugus hidroksil (Bailey, 1996).
Sulfonate dan L.A.B.S dan Linear Alkyl Benzene Sulfonate (Kent dan Riegels,
2007).
Alkylbenzene Sulfonates (ABS) merupakan bahan baku kunci pada industri
deterjen selama lebih dari 40 tahun dan berjumlah kira-kira 50 persen volum total
surfaktan anionik sintetik. Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) digunakan secara
luas menggantikan Branch Alkylbenzene Sulfonate (BABS) dalam jumlah besar
yang ada di dunia karena LAS merupakan bahan deterjen yang lebih
biodegradabilitas dibandingkan BABS. Produk umumnya dipasarkan berupa asam
bebas (free acid) atau yang dinetralkan dengan basa kuat seperti sodium
hidroksida yang ditambahkan ke dalam slurry, yang umumnya dalam bentuk
pasta. Sebagian besar pasta diproduksi pada sprayed-dried menghasilkan serbuk
deterjen. Pasta bisa juga diproses dengan drum-dried menjadi serbuk atau flake
atau spray dried menjadi butir-butir halus yang memiliki densitas rendah. Bentuk
kering LAS digunakan terutama pada industri dan produk kebersihan (Kent dan
Riegels, 2007).
Agar berguna sebagai surfaktan, pertama alkylbenzene harus disulfonasi.
Untuk proses sulfonasi biasanya digunakan oleum dan SO3. Sulfonasi dengan
oleum memerlukan biaya peralatan yang relatif tidak mahal dan bisa dijalankan
dengan proses batch atau continuous. Bagaimanapun ia juga memiliki kerugian
dalam terminologi dibandingkan harga SO3, sulfonasi dengan oleum memerlukan
aliran pembuangan sisa asam dan ia juga memberikan masalah korosi potensial
yang disebabkan oleh asam sulfat. Proses oleum biasanya menghasilkan 90%
ABS, 6 sampai 10% asam sulfat, dan 0,5 sampai 1% minyak yang tidak
mengalami proses sulfonas (Kent dan Riegels, 2007).
kulit pada individu dengan hiper sensitivitas kulit kronis (Marrakchi dan Maibach,
2006).
Gambar 2.8 Struktur Sodium Lauryl Sulfonate (Marrakchi dan Maibach, 2006)
Menurut Marrakchi (2006), sifat fisika dan kimia sodium lauryl sulfate
dapat dilihat dari Tabel 2.3 yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.3 Sifat Fisika dan Kimia Sodium Lauryl Sulfate
Wujud Bubuk kristal putih
Berat molekul 288.38 gr/grmol
Berat jenis 1.01 g/cm3
CMC 25 C o 2.2 g/L
HLB 40
Titik leleh 206oC
Kelarutan dalam air 250 g/L (20oC)
(Sumber: Marrakchi, 2006)
Penelitian menunjukkan bahwa SLS tidak karsinogenik jika
terkontaminasi langsung pada kulit ataupun dikonsumsi. Natrium lauril sulfat
mengurangi rasa manis pada gigi, efek biasa terlihat setelah penggunaan pasta gigi
yang mengandung bahan ini. Penelitian menunjukkan bahwa SLS merupakan
mikrobisida yang berpotensi efektif, yang juga dapat menghambat dan mencegah
infeksi oleh virus seperti virus herpes simpleks. Selain itu SLS dapat
meningkatkan kecepatan pembentukan hidrat metana sebesar 700 kali kecepatan
awal (Marrakchi dan Maibach, 2006).
Sifat-sifat umum SLS adalah sebagai berikut :
1. Merupakan surfaktan anionik sebesar 68%-73%
2. Memiliki pH sebesar 7-9
3. Mengandung sodium sulfat sebesar 1 %
4. Mengandung sodium klorida sebesar 0.1 %
5. Mengandung dioksan sebesar 30 ppm
Dimana:
𝜌 = densitas (gr/cm3)
m = massa (gr)
v = volume (cm3)
Nilai massa jenis suatu zat adalah tetap, tidak tergantung pada massa
maupun volume zat, tetapi tergantung pada jenis zatnya, oleh karenanya zat yang
sejenis selalu mempunyai masssa jenis yang sama. Massa jenis zat dapat dihitung
dengan membandingkan massa zat (benda) dengan volumenya. Massa jenis
merupakan salah satu ciri untuk mengetahui kerapatan zat. Pada volume yang
sama, semakin rapat zatnya, semakin besar massanya. Sebaliknya makin
renggang, makin kecil massa suatu benda. Contoh: kubus yang terbuat dari besi
akan lebih besar massanya dibandingkan dengan kubus yang terbuat dari kayu,
jika volumenya sama. Pada massa yang sama, semakin rapat zatnya, semakin
kecil volumenya. Contoh: volume air lebih besar dibanding volume besi, jika
massa kedua benda tersebut sama (Kirk dan Othmer, 1976).
2.5.2 Viskositas
Menurut Fessenden (1997), viskositas adalah gesekan internal fluida. Gaya
viskos melawan gerakan sebagian fluida relatif terhadap yang lain. Viskositas
akan mempengaruhi kerja sampo. Sampo yang terlalu kental akan memperlambat
reaksi penyabunan pada kotoran, sehingga emulsi terpecah pada larutan dan
mengakibatkan fasanya tidak homogen dan apabila terlalu encer maka akan
membutuhkan waktu yang lebih lama.
Menurut Martoharsono (2006) viskositas diukur dengan beberapa cara.
Salah satunya yaitu dengan mengukur Viscometer Ostwald, waktu yang
diperlukan untuk melewati pipa kapiler dicatat, dan dibandingkan dengan sampel
standar. Metoda ini cocok untuk penentuan [𝜂]. Hal ini dikarenakan perbandingan
viskositas larutan dan pelarut murni, sebanding dengan waktu pengaliran t dan t*
setelah dikoreksi untuk perbedaan rapatan 𝜌 dan p*.
Ƞ 𝑡 𝜌
= × 𝜌∗ ............................................................................................ (2.2)
Ƞ∗ t∗
Dimana:
b. Suhu
Pada kebanyakan cairan viskositasnya turun dengan naiknya suhu.
Menurut teori ”lubang” terdapat kekosongan dalam cairan dan molekul bergerak
secara kontinyu ke dalam kekosongan ini, sehingga kekosongan akan bergerak
keliling. Proses ini menyebabkan aliran, tetapi memerlukan energi karena ada
energi pengaktifan yang harus mempunyai suatu molekul agar dapat bergerak ke
dalam kekosongan. Energi pengaktifan lebih mungkin terdapat pada suhu yang
lebih tinggi dan dengan demikian cairan lebih mudah mengali.
c. Tekanan
Viskositas cairan naik dengan bertambahnya tekanan. Hal ini disebabkan
jumlah lubang berkurang, sehingga bagi molekul lebih sukar untuk bergerak
keliling satu terhadap yang lain.
d. Konsentrasi
Untuk suatu larutan viskositasnya bergantung pada konsentrasi atau
kepekatan larutan. Umumnya larutan yang konsentrasinya tinggi, viskositasnya
juga tinggi, sebaliknya larutan yang viskositasnya rendah, konsentrasinya juga
rendah.
2.6 Stabilitas Emulsi
2.6.1 Definisi Emulsi
Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang tidak stabil secara
termodinamika, yang terdiri dari paling sedikit dua fasa cairan yang tidak
bercampur, dimana salah satunya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk
tetesan-tetesan kecil, yang berukuran 0,1-100 µm, yang distabilkan dengan
emulgator/surfaktan yang cocok. Komponen emulsi yang stabil harus harus terdiri
dari 3 komponen yaitu fasa terdispersi atau fasa internal, fasa kontinu atau fasa
eksternal, dan bahan pengemulsi (Tungadi, 2014).
2.6.2 Tipe Emulsi
Menurut Ansel (1989) emulsi memiliki dua tipe, yaitu:
1. Emulsi yang mempunyai fasa dalam minyak dan fasa luar air disebut
emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi M/A.
2. Emulsi yang mempunyai fasa dalam air dan fasa luar minyak disebut
emulsi air dalam minyak dan dikenal sebagai emulsi A/M.
Sedangkan menurut Tungadi (2014) emulsi memiliki tiga tipe, yaitu:
1. M/A (Minyak/Air) adalah suatu emulsi dimana minyak terdispersi sebagai
tetesan-tetesan dalam fasa air dan diistilahkan emulsi minyak dalam air.
2. A/M (Air/Minyak) adalah jika air merupakan fasa terdispersi dan minyak
adalah medium pendispersi, maka emulsi disebut emulsi air dalam minyak.
3. Emulsi ganda telah dikembangkan berdasarkan pendundaan pelepasan
bahan aktif. Dalam tipe emulsi ini memiliki 3 fasa yang disebut bentuk emulsi
A/M/A atau M/A/M atau disebut “emulsi dalam emulsi”.
2.7 Daya Busa
2.7.1 Karakteristik Busa
Busa adalah suatu sistem dispersi yang terdiri atas gelembung gas yang
dibungkus oleh lapisan cairan. Adanya perbedaan densitas yang signifikan antara
gelembung dan medium cairan menyebabkan sIstem akan memisah menjadi dua
lapisan dengan cepat dimana gelembung akan naik ke atas. Ketika gelembung gas
terbentuk di bawah permukaan cairan, maka gelembung itu akan langsung pecah
saat ada aliran cairan akibat gaya gravitasi atau gaya tarik ke bawah. Maka dari itu
suatu cairan murni tidak akan berbusa kecuali diberi surfaktan (Tadros, 2005).
Adanya surfaktan akan mengurangi tegangan permukaan gas/cairan sehingga
mempermudah dispersi gas dalam cairan (Exerowa, 1998).
2.7.2 Mekanisme Pembentukan Busa
Mekanisme pembentukan busa dimulai ketika gelembung gas masuk ke
dalam larutan surfaktan. Setelah itu surfaktan akan terabsorpsi pada antarmuka
gas/cairan dan terbentuk gelembung gas yang terbungkus oleh lapisan film atau
disebut busa. Busa ini akan cenderung naik ke permukan karena berat jenis gas
lebih kecil daripada air. Akan tetapi, pada permukaan cairan juga terdapat
surfaktan yang duduk pada lapisan batas air dan udara sehingga busa yang
terbentuk tidak bisa lepas keluar udara, melainkan tetap tertahan pada batas
permukaan cairan. Jika busa-busa di permukaan semakin banyak maka mereka
akan saling mendekat, sehingga akhirnya dapat kontak satu sama lain atau bahkan
saling bergabung membentuk busa yang lebih besar (Exerowa, 1998).
2.7.3 Daya Busa
Daya busa merujuk kepada kemampuan busa untuk mempertahankan
parameter utamanya dalam keadaan konstan selama waktu tertentu. Parameter
tersebut meliputi ukuran gelembung, kandungan cairan, dan total volume busa.
Ketahanan busa merupakan ukuran paling sederhana untuk menunjukkan
stabilitas busa (Exerowa, 1998). Penyebab utama dari pecahnya busa adalah
penipisan (thinning) lapisan film dan koalesen. Penipisan terjadi karena busa
cenderung naik keatas namun sekaligus ditarik kebawah karena adanya aliran
cairan (drainage) akibat gaya gravitasi. Hal itu karena ditarik dari 2 arah maka
film busa menipis sehingga lebih mudah pecah. Selain itu, ukuran busa yang
bervariasi menyebabkan adanya gradient tekanan gas. Akibatnya dapat terjadi
difusi gas, dimana busa-busa kecil akan bergabung menjadi busa yang lebih besar
(koalesen). Ukuran busa yang semakin besar berarti tegangan permukaan semakin
besar sehingga semakin mudah pecah (Tadros, 2005).
Untuk mencegah pecahnya busa dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan viskositas bulk dari cairan, misalnya dengan penambahan gliserol
atau polimer. Peningkatan viskositas sediaan akan membuat kecepatan drainage
menurun. Apabila kecepatan drainage menurun, maka thinning dapat
diminimalisasi. Selain itu, polimer yang mengelilingi busa akan menciptakan
suatu halangan sterik sehingga menghambat busa-busa untuk saling bergabung.
Stabilitas busa juga dapat didukung oleh peningkatan viskositas permukaan dan
atau elsatisitas permukaan lewat pencampuran beberapa macam surfaktan
sehingga didapat film surfaktan yang rapat dan tidak mudah pecah (Tadros, 2005).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3. Larutan NaOH 0.1 N yang telah dibuat dimasukkan ke dalam gelas ukur
sebanyak 25 ml.
4. Kedua bahan dicampurkan dengan cara diaduk secara perlahan, dan jangan
sampai terbentuk busa.
5. Bahan diaduk hingga homogen.
3.3.3 Pembuatan SLS
1. SLS ditimbang sebanyak 10 gram didalam wadah plastik.
2. Sebanyak 50 ml akuades dimasukkan ke dalam gelas ukur.
3. SLS dan akuades dicampurkan lalu diaduk hingga homogen di dalam
wadah plastik.
4. Parfum dan pewarna ditambahkan ke dalam campuran SLS dan akuades.
3.3.4 Pembuatan Sampo
1. Larutan LABSNa diambil sebanyak yang telah ditentukan
2. Larutan LABSNa dicampurkan dengan SLS yang telah dibuat
3. Kedua bahan diaduk hingga homogen
4. Sampo siap dimasukkan ke dalam botol.
3.4 Uji Karakteristik Sampo
3.4.1 Viskositas dengan Viskometer Ostwald
1. Siapkan viskometer Ostwald
2. Sampo dimasukkan hingga batas viskometer Ostwald
3. Waktu yang dibutuhkan sampo untuk turun ke bawah sampai batas yang
telah ditentukan, dihitung dan dicatat hasilnya
4. Hal yang sama dilakukan pada sampo KIT dan dibandingkan hasilnya
3.4.2 Pengujian densitas
1. Massa piknometer kosong dihitung dengan timbangan analitik
2. Sampo dimasukkan ke dalam piknometer sebanyak 10 ml
3. Piknometer yang berisi sampo ditimbang lagi massanya
4. Ditentukan berat sampo dan cari densitasnya
5. Dilakukan juga pada KIT
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 N
Dalam pembuatan sampo, hal pertama yang dipersiapkan yaitu larutan
NaOH 0,1 N. Kristal NaOH ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dilarutkan
dengan akuades di dalam gelas piala. Setelah semua kristal NaOH terlarut, larutan
kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 250 ml. Labu ukur kemudian diisi
dengan akuades hingga mencapai tanda batas dan larutan diaduk kembali. Pada
pembuatan larutan NaOH terjadi reaksi ekstoterm yang ditandai oleh panas yang
dihasilkan saat melarutkan kristal NaOH (Achmad, 2004). Reaksi antara kristal
NaOH dan akuades adalah sebagai berikut:
NaOH (s) + H2O (l) → NaOH (aq)............................................................ (4.1)
4.2.2 Pembuatan LABSNa
LABSNa dibuat dengan mencampurkan larutan LABS dengan larutan
NaOH 0,1 N yang telah dibuat sebelumnya. LABS digunakan sebagai bahan
karena LABS berfungsi sebagai bahan surfaktan yang memiliki kinerja untuk
menurunkan tegangan permukaan. Pencampuran LABS dengan NaOH akan
menghasilkan larutan kental yang berwarna coklat pekat (Achmad, 2004).
Pencampuran LABS dengan NaOH dilakukan dengan cara menuangkan NaOH
secara perlahan ke dalam wadah plastik yang berisi larutan LABS sambil diaduk
secara perlahan agar tidak menimbulkan busa. Tujuannya adalah agar saat ingin
melakukan uji viskositas pada sampo, sampo dapat lebih mudah dituang ke dalam
viscometer, karena jika berbusa aka nada gelembung udara yang terperangkap.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Sampo motor atau mobil dapat dibuat dari LABSNa yaitu hasil dari LABS
dan NaOH serta larutan SLS yang dibuat dari kristal SLS dan akuades.
Sampo yang dihasilkan akan menghasilkan busa dan bisa menghilangkan
kotoran.
2. Sampo hasil praktikum memiliki viskositas sebesar 62,42 Pa.s, densitas
sebesar 1,08 gr/cm3, dan stabilitas emulsi sebesar 52,63%. Sedangkan
sampo komersial (KIT) memiliki viskositas sebesar 3,1 Pa.s, densitas
sebesar 1,058 gr/cm3, stabilitas emulsi sebesar 50%, dan waktu daya busa
selama 06;46 jam.
5.2 Saran
1. Pada saat melakukan penimbangan untuk membuat LABS dan SLS harus
teliti agar hasil yang didapatkan lebih baik
2. Pengadukan LABS dan SLS dilakukan secara hati-hati agar tidak timbul
busa
3. Pada uji emulsi menggunakan xylene, harus memakai masker dan sarung
tangan
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Edisi 1. Yogyakarta: Andi Yogyakarta
Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press
Atkins, P. W. 1994. Kimia Fisika. Jakarta: Erlangga
Azmi, L. 2016. Pengaruh Penambahan Surfaktan Terhadap Kestabilan Emulsi
Solar-Air Sebagai Bahan Bakar Alternatif pada Mesin Diesel. Skripsi.
Tidak Diberbitkan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Bailey, A. E. 1996. Industrial Oil and Fat Products. New York: Interscholartic
Publishing Inc
Exerowa, D. 1998. Foam and Foam Films: Theory, Experiment, Application.
Netherlands: Elsevier
Fessenden, R. J. 1997. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga
Genaro, R. A. 1990. Remington’s Pharmaceutical Science. Pennsylvania: Macle
Printing Compary
Kartika, G. F. 2010. Pengaruh Peningkatan Konsentrasi Carbopol 940 Sebagai
Bahan Pengental Terhadap Viskositas dan Ketahanan Busa Sediaan
Shampoo. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma
Kent, J. A. 2007. Kent and Riegel’s Handbook of Industrial Chemistry and
Biotechnology. Berlin: Springer Science & Business Media
Kirk, R. E, dan Othmer, D. F. 1976. Encyclopedia of Chemical Technology. New
York: John Willey and Sons Inc
Marrakchi, S, dan Maibach, H. I. 2006. Sodium Lauryl Sulfate-Induced Irritation
in the Human Face: Regional and Age-Related Differences. Skin
Pharmacol Physiol, 19(3), 177-80
Martoharsono, S. 2006. Biokimia I. Yogyakarta: UGM Press
Prasetyo, Y, dan Nasrudin, H. 2013. Penentuan Konsentrasi ZnCl3 pada Proses
Pembuatan Karbon Aktif Teknologi Jagung dan Penurunan Konsentrasi
Surfaktan Linear Alkil Benzen Sulphonat (LAS). UNESA Journal of
Chemistry, 2(3), 231-235
Permono, A. 2002. Membuat Detergen Bubuk: Skala Kecil, Skala Menengah.
Jakarta: Penebar Swadaya
LAMPIRAN A
LAPORAN SEMENTARA
Kelompok : III
3. Novia Yolanda
4. Ridho Hidayat
Pembuatan Sampo
3. Tekstur larutan kental
Larutan SLS + larutan LABSNa
Uji Densitas
Berat pikno kosong 15,04 gr
5. Berat pikno + sampo 25,84 gr
praktikum 25,62 gr
Berat pikno + sampo KIT
Uji Viskometer
Waktu sampo praktikum 20,13 detik
turun dari garis AB (t)
6. Waktu sampo KIT turun 1 detik
dari garis AB
Waktu air turun dari garis 0,35 detik
AB (to)
Uji Daya Busa
Waktu busa sampo 6 jam (busa terendah)
7. praktikum sampai habis
Waktu busa sampo KIT 6 jam (busa tertinggi)
sampai habis
Perhitungan
Stabilitas emulsi 9,5−4,5
(sampo praktikum) x 100% = 52,63%
9,5
Stabilitas emulsi
(sampo KIT) 10−5
x 100% = 50%
5
densitas (sampo
praktikum) (25,84−15,04)𝑔𝑟
= 1,08 gr/mL
10 𝑚𝐿
densitas (sampo
8. (25,62−15,04)𝑔𝑟
KIT) = 1,058 gr/mL
10 𝑚𝐿
Mengetahui, Praktikan
Asisten
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
1 𝑠 𝑥 1,058 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
𝑉𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 1,005 𝑃𝑎. 𝑠
0,35 𝑠 𝑥 1 𝑔𝑟/𝑐𝑚3
25,84 𝑔𝑟−15,04 𝑔𝑟
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = 10 𝑚𝐿
25,62 𝑔𝑟−15,04 𝑔𝑟
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 =
10 𝑚𝐿
9,5 𝑚𝑙−4,5 𝑚𝐿
%𝑆𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 100%
9,5 𝑚𝐿
%𝑆𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 52,63%
10 𝑚𝑙−5 𝑚𝐿
%𝑆𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 100%
10 𝑚𝐿
%𝑆𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 50%
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI