Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O satu molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom
oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada
kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K
(0 C).

Air disebut pelarut universal karena lebih banyak zat larut dalam air
daripada di zat kimia lainnya. Hal ini berkaitan dengan polaritas masing-
masing molekul air. Sisi hidrogen setiap air (H 2O) molekul membawa sedikit
muatan listrik positif, sementara sisi oksigen membawa sedikit muatan listrik
negatif. Hal ini membantu senyawa ionik terdisosiasi air menjadi ion positif
dan negatif. Bagian positif dari senyawa ionik tertarik ke sisi oksigen dari air
sementara bagian negatif dari senyawa tertarik ke sisi hidrogen dari air. Air
mempunyai sifat sebagai pelarut zatzat yang sangat baik, sehingga dalam
keadaan bebas di alam, jarang didapat air murni, air di alam mengandung
zat-zat selain air.

Di dalam air, baik itu yang berasal dari air sungai maupun air laut,
mengandung za-zat berupa carbon dioksida (CO2); sulfur dioksida (SO2);
sulfur trioksida (SO3); oksigen (O2) dan lainlain . Kandungan gas-gas
tersebut biasanya bersifat korosif dan penyebab oksidasi. Sedangkan zat lain
yang terdapat dalam air, adalah zat yang bersifat cair juga. Kandungan zat
cair dalam air dapat berupa asam, basa, dan minyak, yang berasal dari
limbah industri. Asamasam dalam air menimbulkan air bersifat korosif
terhadap peralatan dari logam, sedangkan amoniak cair bersifat korosif
terutama pada tembaga (Cu) , kuningan (Cu-Zn), alumunium brazz (CuA1).
Sedangkan zat yang kasat penyebab kekeruhan adalah kandungan zat padat
pada air. Tetapi ada juga tidak terlihat mata tetapi berpengaruh pada sifat-
sifat air, seperti seperti kalsium khlorida (CaCl2); magnesium sulfat

4
(MgSO4); magnesium chlorida (MgCl2); natrium chlorida (NaCl); natrium
silikat (Na2SiO3). Garam-garam kalsium dan magnesium menjadikan air
bersifat sadah (ditandai dgn tidak berbusanya sabun sewaktu kita mencuci
atau mandi) serta dapat menimbulkan kerak (CaCO3, CaSO4) dan dapat
menjadi lumpur yang sangat halus (MgCO3, Mg(OH)2). Garam magnesium
mudah terhidrolisa dan membentuk asam, sehingga air bersifat korosif.
Garam natrium silikat (Na2SiO3) dalam air panas akan menghasilkan kerak
silikat yang sangat keras seperti porselin, kristalnya sangat kecil, padat dan
rapat. Garamgaram chlorida seperti natrium chlorida (NaCl) dalam air juga
bersifat korosif. Sedangkan padatan yang menyebabkan warna air keruh
adalah padatan tersuspensi serta adanya koloid. Padatan ini tidak dapat
mengendap langsung, tetapi melayang dalam air, seperti tanah liat, dan
koloid silikat. Tanah liat ini dalam bentuk suspensi dapat berbulanbulan ,
kecuali bila keseimbangannya terganggu oleh zatzat lain, seperti tawas
(alum), sehingga terjadi penggumpalan dan mengendap. Koloid silikat sering
lolos dalam proses pengolahan air, sehingga terjadi kerak keras di daerah jika
dipanaskan pada suhu tinggi. Padatan yang terkandung dalam air dan dapat
langsung mengendap adalah padatan yang mempunyai ukuran lebih besar
daripada padatan tersuspenpsi. Padatan ini disebut sedimen, padatan yang
dapat langsung mengendap jika air didiamkan. Air di alam dapat menjadi
media tumbuh bagi mikroorganisme seperti ganggang dan bakteri.

Karena sifatnya sebagai pelarut universal air mudah terkontaminasi


oleh bahan kimia baik dalam bentuk padat, gas, uap maupun berupa ion-ion
yang terserap dari wadah penampung air (kaca, plastik, besi, pipa dan lain-
lain), bahan biologis seperti mikroba serta kontaminan partikulat. Dengan
mengetahui kandungan zat yang terdapat dalam air, akan dapat menentukan
perlakuan apa yang harus kita lakukan untuk mendapatkan air. Untuk
perumahan atau industri. Untuk mandi, tingkat kesadahan harus rendah,
untuk minum, mikro organisme penyebab penyakit harus mati, semakin zat-
zat dalam air hilang semakin banyak perlakuan untuk mengolah air.

5
2.2 Kualitas Air

Pengujian kualitas air yang diingakan untuk kegiatan di dalam


laboratorium dapat ditetapkan melaui beberapa parameter.

1. Jumlah Zat Padat Terlarut


Zat padat merupakan materi residu setelah pemanasan dan
pengeringan pada suhu 103oC 105 oC. Residu atau zat padat yang
tertinggal selama proses pemanasan pada temperatur tersebut adalah
materi yang ada dalam contoh air dan tidak hilang atau menguap pada
105 oC. Dimensi zat padat dinyatakan dalam mg/l atau g/l, % berat (kg
zat padat/kg larutan), atau % volume (dm3 zat padat/liter larutan). Dalam
air alam, ditemui dua kelompok zat yaitu zat terlarut (seperti garam dan
molekul organis) serta zat padat tersuspensi dan koloidal (seperti tanah
liat dan kwarts). Perbedaan pokok antara kedua kelompok zat ini
ditentukan melalui ukuran/diameter partikel-partikelnya.
Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid atau TDS)
merupakan bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid
(diameter 10-6 mm 10-3 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan
bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter
0,45 m (Rao, 1992 dalam Effendi, 2003). Materi ini merupakan residu
zat padat setelah penguapan pada suhu 105 oC. TDS terdapat di dalam air
sebagai hasil reaksi dari zat padat, cair, dan gas di dalam air yang dapat
berupa senyawa organik maupun anorganik. Substansi anorganik berasal
dari mineral, logam, dan gas yang terbawa masuk ke dalam air setelah
kontak dengan materi pada permukaan dan tanah. Materi organik dapat
berasal dari hasil penguraian vegetasi, senyawa organik, dan gas-gas
anorganik yang terlarut. TDS biasanya disebabkan oleh bahan anorganik
berupa ion-ion yang terdapat di perairan. Ion-ion yang biasa terdapat di
perairan ditunjukkan dalam Tabel 2.1

6
Tabel 2.1 Kandungan Ion dalam Perairan
Ion Utama Ion Sekunder
(Major Ion) (Secondary Ion)
1,0-1000 mg/L 0,01-10 mg/L
Sodium (Na) Besi (Fe)
Kalsium (Ca) Strontium (Sr)
Magnesium (Mg) Kalium (K)
Bikarbonat (HCO3) Karbonat (CO3)
Sulfat (SO4) Nitrat (NO3)
Klorida (Cl) Flourida (F)
Boron (B)
Silika (SiO2)

Sumber : Todd, 1970 dalam Effendi 2003

Kesadahan dan kekeruhan akan bertambah seiring dengan semakin


banyaknya TDS. Analisis TDS biasanya dilakukan dengan penentuan
Daya Hantar Listrik (DHL) air. TDS terdiri dari ion-ion sehingga kadar
TDS sebanding dengan kadar DHL air. Penentuan jumlah materi terlarut
dan tidak terlarut juga dapat dilakukan dengan membandingkan jumlah
yang terfiltrasi dengan yang tidak. Analisa TDS dapat digunakan untuk
menentukan derajat keasinan dan faktor koreksi, misal untuk diagram
kesadahan Caldwell Lawrence.

2. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan
berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh
bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan adanya
bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya
lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang
berupa plankton dan mikroorganisne lain (APHA, 1976; Davis dan
Cornwell, 1991dalam Effendi 2003). Zat anorganik yang menyebabkan
kekeruhan dapat berasal dari pelapukan batuan dan logam, sedangkan zat
organik berasal dari lapukan hewan dan tumbuhan. Bakteri dapat
dikategorikan sebagai materi organik tersuspensi yang menambah
kekeruhan air.

7
Padatan tersuspensi berkolerasi positif dengan kekeruhan. Semakin
tinggi nilai padatan tersuspensi, semakin tinggi nilai kekeruhan. Akan
tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya
kekeruhan. Tingginya nilai kekeruhan dapat mempersulit usaha
penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses
penjernihan air. Secara optis, kekeruhan merupakan suatu kondisi yang
mengakibatkan cahaya dalam air didispersikan atau diserap dalam suatu
contoh air.

3. Konduktivitas atau Daya Hantar Listrik (DHL)


Daya hantar listrik (DHL) merupakan kemampuan suatu cairan
untuk menghantarkan arus listrik (disebut juga konduktivitas). DHL pada
air merupakan ekspresi numerik yang menunjukkan kemampuan suatu
larutan untuk menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu, semakin
banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula
nilai DHL. Besarnya nilai DHL bergantung kepada kehadiran ion-ion
anorganik, valensi, suhu, serta konsentrasi total maupun relatifnya.
Konduktivitas dinyatakan dengan satuan p mhos/cm atau p
Siemens/cm. Dalam analisa air, satuan yang biasa digunakan adalah
mhos/cm. Air suling (aquades) memiliki nilai DHL sekitar 1
mhos/cm, sedangkan perairan alami sekitar 20 1500 mhos/cm
(Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).
Pengukuran DHL dilakukan menggunakan konduktivitimeter
dengan satuan mhos/cm. Prinsip kerja alat ini adalah banyaknya ion
yang terlarut dalam contoh air berbanding lurus dengan daya hantar
listrik. Batas waktu maksimum pengukuran yang direkomendasikan
adalah 28 hari.
Menurut APHA, AWWA (1992) dalam Effendi (2003) diketahui
bahwa pengukuran DHL berguna dalam hal sebagai berikut :

Menetapkan tingkat mineralisasi dan derajat disosiasi dari air destilasi.

Memperkirakan efek total dari konsentrasi ion.

Mengevaluasi pengolahan yang cocok dengan kondisi mineral air.

Memperkirakan jumlah zat padat terlarut dalam air.

Menentukan air layak dikonsumsi atau tidak.

8
Jadi, penggunan DHL sebagai parameter kuaitas air bertujuan
untuk mengukur kemampuan ion-ion dalam air untuk menghantarkan
listrik serta memprediksi kandungan mineral dalam air. Pengukuran
yang dilakukan berdasarkan kemampuan kation dan anion untuk
menghantarkan arus listrik yang dialirkan dalam contoh air dapat
dijadikan indikator, dimana semakin besar nilai daya hantar listrik yang
ditunjukkan pada konduktivitimeter berarti semakin besar kemampuan
kation dan anion yang terdapat dalam contoh air untuk menghantarkan
arus listrik. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak mineral
yang terkandung dalam air.

4. Suhu
Perubahan suhu mempengaruhi proses fisika, kimia, dan biologi
badan air. Suhu berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem
perairan. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas,
reaksi kimia, evaporasi, volatilisasi, serta menyebabkan penurunan
kelarutan gas dalam air (gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya)
(Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003). Peningkatan suhu juga
menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh
mikroba. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di
perairan adalah 20 oC 30 oC.

5. pH
pH merupakan suatu ekspresi dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di
dalam air atau lebih mudah dikatakan sebagai derajat keasaman air.
Definisi yang formal tentang pH adalah negatif logaritma dari aktifitas
ion hidrogen yang dapat dinyatakan dengan persamaan : pH = - log
[H+]. pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena pH
mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air.
Selain itu mahluk hidup di dalam air seperti ikan hidup pada selang pH
tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu
apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan
mereka. Besaran pH berkisar 0 (sangat asam) sampai dengan 14 (sangat
basa/alkalis). Nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang
masam , sedangkan pH diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa
(alkalin). pH = 7 disebut sebagai netral. Fluktuasi pH air sangat

9
ditentukan oleh alkalinitas air tersebut. Apabila alkalinitasnya tinggi
maka air tersebut akan mudah mengembalikan pH-nya ke nilai semula
apabila terjadi perubahan pada nilai pH.

6. Zat Organik
Organik pada sistem air alami berasal dari sumber-sumber alami
maupun aktivitas manusia. Organik yang terlarut dalam air biasa
ditemukan dalam dua kategori, yaitu :
A. Organik Biodegradable
Materi biodegradable mengandung organik yang dapat
digunakan sebagai makanan bagi mikroorganisme yang hidup di
alam dalam waktu yang singkat. Dalam bentuk terlarut, materi ini
mengandung zat tepung, lemak, protein, alkohol, asam, aldehid,
dan ester. Materi ini dapat menyebabkan masalah warna, rasa, bau,
serta merupakan efek kedua yang dihasilkan dari aktivitas
mikroorganisme pada substansi-substansi tersebut. Penggunaan
organik terlarut oleh mikroba dapat terjadi melalui proses oksidasi
dan reduksi. Kondisi aerob merupakan hasil akhir dekomposisi
organik oleh mikroba yang bersifat stabil dan merupakan senyawa
yang masih dapat diterima. Proses anaerob menghasilkan produk
yang tidak stabil dan tidak dapat diterima.
B. Organik Non Biodegradable
Beberapa materi organik resisten dari degradasi biologis.
Asam tannin, lignin, selulosa, dan fenol biasa ditemukan pada
sistem air alami. Molekul dengan ikatan yang kuat dan struktur
cincin merupakan esensi non biodegradable. Sebagai contoh
senyawa detergen alkylbenzenesulfonate (ABS), dimana dengan
adanya cincin benzene, senyawa tersebut tidak dapat
terbiodegradasi. Sebagai surfaktan, ABS menyebabkan busa pada
IPAL dan meningkatkan kekeruhan.
Beberapa organik yang non biodegradable bersifat toksik
bagi organisme. Hal ini ditemukan pada pestisida organik,
beberapa industri kimia, dan campuran hidrokarbon yang
berkombinasi dengan klorin. Sebagian besar pestisida
bersifat toksik kumulatif dan menyebabkan beberapa masalah pada
rantai makanan yang lebih tinggi.

10
Pengukuran organik non biodegradable dapat dilakukan
menggunakan tes COD (Chemical Oxygen Demand). Organik non
biodegradable dapat ditentukan dari analisa TOC (Total Organic
Compound). BOD dan TOC dapat mengukur
fraksi biodegradable dari organik, dimana BOD harus disubstraksi
dari COD dan TOC untuk menghitung organik non biodegradable.
Secara umum, komponen penyusun materi organik terdiri dari 6
unsur, yaitu :
Unsur mikro : Nitrogen (N), Phosfor (P), Sulfur (S)
Unsur makro : Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O)

2.3 Air Bebas Mineral

Kebutuhan jenis air yang digunakan disetiap laboratorium dapat


berbeda-beda tergantung kegiatan teknis yang dilakukan maupun karena
alasan ekonomi. Standar yang menjadi acuan telah ditetapkan untuk
memastikan bahwa kualitas air yang tepat digunakan untuk aplikasi tertentu
dan meminimalkan operasional laboratorium. Secara singkat dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi kemurnian air yang diinginkan maka
diperlukan biaya yang tinggi dalam proses pembuatannya. Berikut 4 jenis air
umum di laboratorium yang dimurnikan (ELGA Lab Water, 2008) :

1. Primary Grade
Air ini memiliki tingkat kemurnian yang paling rendah dan
biasanya memiliki nilai konduktivitas 1-50 S/cm dan tidak mengalami
proses penghilangan ion-ion, CO2 serta silika karna air ini memang tidak
dilakukan tahapan proses pemurnian. Air ini juga bisa disebut sebagai air
baku yang selanjutnya digunakan untuk proses pemurnian. Aplikasi air
jenis ini digunakan untuk proses pencucian alat-alat gelas, air pengisi
autoklaf dan sebagainya.
2. Deionised
Air ini biasanya memiliki konduktivitas 0,11 S/cm (nilai
resistivitas 1,0-10,0 M-cm). Air ini dihasilkan dari proses ion
exchanger yang dikombinasikan dengan mixbed exchanger. Kandungan
variabel total dan kontaminasi bakteri masih relatif tinggi. Penggunaan
air jenis ini diperuntukan untuk pembilasan alat gelas, pembuatan
pereaksi dan preparasi serta pengenceran sampel.

11
3. General Laboratory
Air kelas ini memilki tingkat kemurnian yang tinggi dalam ion dan
konsentrasi rendah untuk senyawa organik serta mikroorganisme.
Memiliki spesifikasi konduktivitas <1,0 S/cm (nilai resistivitas >1,0
M-cm), Karbon Organik Total (TOC) < 50 ppb dan jumlah bakteri < 1
CFU/mL. Air kualitas ini dapat digunakan untuk banyak aplikasi mulai
dari persiapan reagen hingga larutan dapar untuk media kultur sel
bakteri. Air ini diproses dengan destilasi ganda atau dengan sistem
osmosis terbalik dan pertukaran ion atau dengan sistem EDI
(electrodeionisasition) dan dapat dilengkapi dengan sistem UV.
4. Ultra Pure
Air ini memiliki tingkat toritis kemurnian dalam hal resistivitas,
kandungan organik, partikel dan bakteri. Air ini dibuat dari air yang telah
dimurnikan kemudian dipoles kembali dengan sistem pertukaran ion dan
sistem osmosis terbalik serta ditambah dengan sistem ultrafiltrasi .
Memiliki resistivitas 18.2 M-cm, TOC <10 ppb, jumlah bakteri < 1
CFU/mL. Air kelas ini diperlukan untuk teknik analisis dengan tingkat
sensitifitas yang tinggi seperti kromatografi cair tingkat tinggi (HPLC),
kromatografi ion (ICP/ICP-MS) dan mikrobiologi.

2.4 Standar Internasional


Sistem pengolahan air murni harus divalidasi dan dilakukan
pemantauan secara berkala melalui parameter-parameter penguji yang telah
ditentukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah sistem pengolahan air
murni tersebut bekerja secara efektif. Dengan demikian perlu ditetapkan
prosedur pemeliharaan sistem untuk menjaga sistem pengolahan air murni
yang ada sesuai dengan spesifikasi air murni yang diinginkan.
Sejak air murni diperlukan disebagian besar industri dan lambaga
penelitian menyebabkan perlunya standar untuk menetapkan kualitas air
murni untuk berbagai aplikasi. Berikut beberapa standar yang dijadikan
sebagai acuan :

1. Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) - National


Committee for Clinical Laboratory Standards (NCCLS) : Preparation

12
and Testing of Reagent Water in The Clinical Laboratory, Third
Edition (1997).
Kunci dari pedoman standar CLSI ini adalah 3 jenis utama air ( Tipe
1-3). Tipe 1 adalah yang paling tepat untuk laboratorium klinis dan
instrumentasi.

Reagent Grade Water Spesification


Measurement (Unit) Type 1 Type 2 Type 3
Bacteria, max (CFU/ml) 10 1000 NA
pH at 25C, units NA NA 5-8
Resistivity, min (M-cm) 10 1.0 0.1
Silica, max (mg/L) 0.05 0.1 1.0
1 (0.22
Particles, max (units/mL) NA NA
filtration)
Total Organic
Carbon (TOC), max 10 50 200
(ppb)

2. BS EN ISO 3696:1995 Water for analytical laboratory use


Specification and test methods.

Measurement (Unit) Grade 1 Grade 2 Grade 3


Electrical Conductivity
0,01 0,1 0,5
mS/cm at 25C, max
pH at 25C N/A N/A 5,0 7,5
Oxidizable matter Oxygen
N/A 0.08 0.4
(O2) content mg/L, max
Absorbance at 254 nm and
1 cm optical path length, 0,001 0,01 N/A
absorbance units, max
Residue after evaporation
on heating at 110C N/A 1 2
mg/kg, max
Silica (SiO2) mg/L, max 0,01 0,02 N/A
Catatan:
1. Sulitnya pengukuran nilai pH untuk air dengan kemurnian yang
tinggi dan meragukan secara signifikan terhadap nilai yang
diperoleh, sehingga batas pH air kelas 1 dan kelas 2 belum
ditentukan.

2. Nilai konduktivitas untuk air kelas 1 dan kelas 2 berlaku untuk

13
air yang segar siap digunakan; selama penyimpanan, adalah
mungkin untuk kontaminan yang berasal dari atmosfer seperti
karbon dioksida dan basa yang berasal dari wadah kaca harus
diminimalisasi, yang mengarah ke perubahan konduktivitas.

3. Batas nilai oksidasi dan residu setelah eveporasi untuk air kelas 1
tidak spesifik karena sulitnya melakukan pengecekan yang
sesuai terhadap tingkat kemurnian air ini.

Standar-standar di atas mencakup 3 kelas air sebagai berikut :


1. Kelas 1
Dasarnya bebas dari terlarut atau koloid ion dan kontaminan organik
dan merupakan kelas air yang paling ketat persyaratannya. Air kelas 1
untuk diaplikasi pada instrumen-instrumen laboratorium kritis seperti
Kromatografi Cair Tingkat Tinggi atau High Liquid Performance
Chromatography (HPLC) dan pengenceran sampel untuk teknik analisis
seperti HPLC, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), Inductively
Coupled Plasma with mass spectrometry (ICP-MS) dan lain-lain.
Persiapan buffer dan media untuk kultur sel. Produksi reagen untuk
aplikasi biologi molekuler (DNA sequencing, PCR).

2. Kelas 2
Digunakan dalam buffer, solusi pH dan mikrobiologi untuk persiapan
media kultur dan persiapan reagen untuk analisis secara kimia. Digunakan
dalam analisis klinis, inkubator kultur sel dan lain-lain. Air kelas 2 juga
digunakan untuk proses pembuatan air kelas 1.
3. Kelas 3
Digunakan untuk pembilasan alat-alat gelas laboratorium, mengisi
autoklaf dan air pemanasan dan humidifier. Juga digunakan sebagai air
untuk proses pembuatan air kelas 1.

Metode Pengukuran Parameter

1. pH Value
- Siapkan Air Bebas Mineral sebanyak 30 ml (dalam keadaan
segar), ditampung pada gelas piala 50 ml.
- Ukur air dengan menggunakan pH meter elektronik yang telah
diverifikasi sebelumnya dan pastikan elektroda tercelup sempurna,
tunggu hingga pembacaan angka stabil.

14
2. Electrical Conductivity
- Siapkan Air Bebas Mineral sebanyak 30 ml (dalam keadaan
segar), ditampung pada gelas piala 50 ml.
- Ukur air dengan menggunakan conductivity meter elektronik yang
telah diverifikasi sebelumnya dan pastikan elektroda tercelup
sempurna, tunggu hingga pembacaan angka stabil.
3. Oxidizable matter Oxygen (O2) content
- Ditambahkan 10 ml H2SO4 1M dan 1 ml Standar KMnO4 0,01M ke
dalam 1000 ml air bebas mineral.
- Panaskan air hingga mendidih selama 5 menit.
- Amati warna air dan pastikan bahwa warna air benar-benar tidak
hilang.

4. Absorbance
- Dimasukan sampel air ke dalam kuvet ukuran 1 cm atau 2 cm
- Ukur sampel menggunakan sperktofotometer pada panjang
gelombang 254nm
5. Residue after evaporation on heating at 110C
- Diambil contoh air ke dalam labu takar sebanyak 1000 mL
- Dipipet 100 mL contoh air, masukan ke dalam labu didih 250 mL
yang telah ditetapkan bobot kosongnya.
- Sampel di evaporasi pada Rotary Evaporator pada suhu maksimum
850C, hingga kering.
- Labu didih kemudian dimasukan ke dalam oven suhu 1100C selama
2 jam
- Masukan kedalam desikator, tunggu hingga suhu ruang, kemudian
ditimbang.

3. American Society for Testing and Materials, ASTM D1193-06 (2011)

Spesifikasi standar ini mencakup persyaratan air yang cocok untuk


digunakan dalam metode analisis kimia dan pengujian fisik.

Type
Measurement (Unit) Type 1 Type 3 Type 4
2
Resistivity, min (M-cm) 18 1 4 0.2

Conductivity, max (S/cm) 0,056 1 0,25 5


pH at 25C N/A N/A N/A 5,0 8,0

15
Total Organic Carbon
50 50 200 N/A
(TOC), max (ppb or g/L)
Sodium, max (ppb or
1 5 10 50
g/L)
Chloride, max (ppb or
1 5 10 50
g/L)
Silica, max (ppb or g/L) 3 3 500 N/A

2.5 Sistem Pemurnian Air

2.5.1 Multimedia filter


Multimedia filter berfungsi untuk menghilangkan lumpur,
endapan dan partikel-partikel yang terdapat pada raw water.
Multimedia filter terdiri dari beberapa filter dengan porositas 6-12 mm;
2,4 4,8 mm; 1,2-2,4 mm; dan 0,6-1,2 mm. Filter-filter ini tersusun
dalam satu vessel (tabung) dengan bagian bawah tabung diberikan
gravel atau pasir sebagai alas vessel (sehingga sering juga disebut
dengan sand filter).

2.5.2 Karbon Aktif


Merupakan metode penyaringan yang menggunakan karbon
aktif untuk menghilangkan kontaminan dan kotoran, menggunakan
prinsip kerja adsorpsi kimia, dimana molekul polutan dalam cairan
yang akan dibuat terjebak di dalam struktur pori / permukaan substrat
karbon. Karbon aktif merupakan adsorben yang efektif karena
merupakan bahan yang sangat berpori dan memberikan area
permukaan besar yang kontaminan dapat menyerap. Dua jenis utama
dari karbon aktif digunakan dalam aplikasi pengolahan air adalah
karbon aktif granular (GAC) dan karbon aktif bubuk (PAC).
GAC terbuat dari bahan-bahan organik dengan kandungan
karbon tinggi seperti kayu, lignit dan batubara. Karakteristik utama
yang membedakan GAC ke PAC adalah ukuran partikelnya. GAC
biasanya memiliki diameter berkisar antara 1,2-1,6 mm dan kepadatan

16
jelas berkisar antara 25 dan 31 lb / ft3), tergantung pada bahan yang
digunakan dan proses manufaktur.
Filter karbon aktif paling efektif menghilangkan kontaminan
seperti klorin, sedimen, senyawa organik volatil (VOC), rasa dan bau
dari air, tetapi tidak efektif menghilangkan mineral, garam, dan
senyawa anorganik terlarut.

2.5.3 Resin Penukar Ion


Secara prinsip resin penukar ion bekerja dengan menukar ion
yang ada di air dengan ion tertentu. Ada dua jenis resin yang
dipergunakan yaitu resin Kation dan resin Anion. Resin Kation akan
menukar semua ion positif di air (misalnya Natrium, Kalsium,
Magnesium, Strontium) dengan ion Hidrogen. Sedangkan resin Anion
akan menukar semua ion negatif di air (Klorida, Sulfat, Nitrat) dengan
ion OH
Proses pertukaran ion merupakan proses kimia yang terjadi
antara ion dalam fasa cair (air baku) dan ion dalam fasa padat (resin).
Ion-ion yang terdapat dalam air baku tersebut yang menyebabkan
tingginya kandungan padatan terlarut dalam air (TDS tinggi) dan
menyebabkan daya hantar listrik pada air (conductivity). Ion-ion tersebut
ditukar dengan ion yang terdapat dalam gugus aktif resin yang tidak
menyebabkan tingginya TDS dan konduktivitas, yaitu ion H + dan ion
OH- dimana komposisi keduanya menghasilkan H2O. Persamaan berikut
akan menjelaskan proses yang terjadi pada pertukaran ion :

RSO3H- + NaCL RSO3Na+ + HCl ............................(1)


RCH2N(CH3)3OH + HCl RCH2N(CH3)3Cl-+H2O .............(2)

Proses pada persamaan (1) adalah proses pemisahan garam


mineral, sedangkan proses pada persamaan (2) adalah proses penukaran
dan netralisasi. Setelah kesetimbangan terjadi di mana kemampuan resin

17
untuk menukar ion telah jenuh maka resin penukar ion harus diaktivasi
kembali (regenerasi).
Setelah digunakan beberapa waktu, resin kation dan anion akan
kehabisan kemampuan menukarnya. Pada saat itulah dilakukan
regenerasi. Untuk resin Kation regenerasi dilakukan menggunakan asam
sulfat atau asam klorida, dan resin Anion menggunakan sodium
hidroksida. Setelah regenerasi maka proses penukaran ion siap dilakukan
kembali. Jangka waktu antara pasca regenerasi sampai proses regenerasi
kembali disebut sebagai jam operasi. Sebuah sistem Ion Exhanger yang
memiliki jam operasi selama 24 jam misalnya, dapat beroperasi penuh
selama 24 jam sebelum akhirnya mengalami kejenuhan dan harus
diregenerasi. Untuk mendapatkan jam operasi yang lebih panjang, akan
dibutuhkan jumlah resin yang jauh lebih banyak lagi. Dan untuk jumlah
resin yang sama, jam operasi Ion Exchanger akan sangat dipengaruhi
TDS (total dissolved solid) - total ion/ kadar garam- dari air baku. Jika
sebuah sistem Ion Exchange mampu beroperasi selama 24 jam untuk
TDS 150 ppm, maka apabila TDS naik menjadi 300 ppm jam operasi
akan turun menjadi sekitar 12 jam.
Salah satu efek negatif dari Ion Exchange adalah proses
regenerasinya yang menggunakan asam dan basa kuat. Proses regenerasi
ini jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan pencemaran
lingkungan. Seharusnya sebelum limbah regenerasi ini dibuang ke
lingkungan, dilakukan proses penetralan pH dulu. Tetapi pada faktanya,
masih banyak yang langsung membuang begitu saja limbah regenerasi
ke lingkungan.

18
Gambar 2.1 Ilustrasi Tanki Resin Anion-Kation

Mixbed Exchanger merupakan gabungan antara resin kation dan


resin anion dalam satu vesel yang terdiri dari dua tingkat, yaitu Cation
Exchanger pada tingkat atas dana Anion Exchanger pada tingkat bawah,
atau sebaliknya.

Gambar 2.2 Ilustrasi Tanki Mixbed Exchanger

2.3.5.1 Regenerasi Resin


Regenerasi adalah suatu peremajaan, penginfeksian
dengan kekuatan baru terhadap resin penukar ion yang telah habis
saat kerjanya atau telah terbebani, telah jenuh. Regenerasi
penukaran ion dapat dilakukan dengan mudah karena pertukaran
ion merupakan suatu proses yang reversibel yang perlu
diusahakan hanyalah agar pada regenerasi berlangsung reaksi
dalam arah yang berlawanan dari pertukaran ion. Ada beberapa
tahap dalam proses regenerasi yaitu:
1. back washing berfungsi untuk membersihkan media resin

19
2. slow rinse berfungsi untuk mendorong regeneran ke media
resin
3. fast rinse berfungsi untuk menghilangkan sisa regeneran dari
resin dan ion yang tidak diinginkan ke saluran pembuangan
4. bilas yaitu air berkecepatan tinggi membilas partikulat di
dalam media resin, juga ion kalsium dan magnesium ke
pembuangan dan untuk menghilangkan sisa-sisa larutan
regenerasi yang terperangkap didalam resin.

Berikut adalah proses regenerasi pada demin plant :


1. Proses regenerasi resin kation dan anion dengan dua
tabung
Pada proses regenerasi 2 tabung, air mentah mula-mula
masuk ke dalam tabung penukar kation. Disini semua kation
yang terkandung dalam air (terutama ion kalsium, magnesium
dan natrium) ditukar dengan ion hidrogen. Dalam tabung
berikutnya yang berisi penukar anion, maka anion (terutama
ion khlorida, sulfat dan bikarbonat) ditukar dengan ion
hidroksil. Ion hidrogen yang yang berasal dari penukar kation
dan anion hidroksil dari penukar anion akan membentuk
ikatan dan menghasilkan air. Setelah air terbentuk maka resin
penukar ion harus diregenerasi. Pelaksanaan regenerasi pada
proses tabung ganda sangat sederhana. Ke dalam tabung
penukar kation dialirkan asam khlorida encer dan ke dalam
tabung penukar anion dialirkan larutan natrium hidroksida
encer. Regeneran selanjutnya dibilas dengan air.

2. Proses regenerasi campuran (Mixbed)


Pada proses regenerasi campuran terdapat tabung tunggal
(hanya satu tabung), resin penukar kation dan penukar anion
dicampur menjadi satu dalam sebuah tabung tunggal. Dengan
proses tabung campuran (mixbed) dapat dicapai tingkat
kemurnian air yang jauh lebih tinggi daripada dengan proses
dua tabung. Sebaliknya, pada proses tabung campuran
(mixbed) regenerasi resin penukar lebih kompleks.

20
Langkah-langkah kerja pada regenerasi campuran
(mixbed) : pemisahan resin penukar kation dan penukar anion
dengan cara klasifikasi menggunakan air (pencucian kembali
dari bawah ke atas). Dalam hal ini resin penukar anion yang
lebih ringan (kebanyakan berwarna lebih terang) akan berada
di atas resin penukar kation yang lebih berat (kebanyakan
berwarna lebih gelap). Pencucian kembali harus
dilangsungkan terus sampai diantara kedua resin terlihat suatu
lapisan pemisah yang tajam.
1. Untuk regenerasi, regeneran bersama dengan air dialirkan
melewati kedua lapisan resin asam khlorida encer
dialirkan dari bawah ke atas melewati resin penukar
kation dan dikeluarkan dari kolom pada ketinggian
lapisan pemisah. Larutan natrium hidroksida encer
dialirkan dari atas ke bawah melewati resin penukar
anion, juga dikeluarkan pada ketinggian lapisan pemisah.
2. Kelebihan kedua regeneran kemudian dicuci dengan air
3. Ketinggian permukaan air dalam kolom diturunkan dan
kedua resin penukar dicampur dengan cara memasukkan
udara tekan dari ujung bawah kolom.
4. Pencucian ulang campuran dengan air dari atas ke bawah,
sampai alat ukur konduktivitas menunjukkan kondisi
kemurnian air yang diinginkan.

Sekarang instalasi siap untuk dioperasikan lagi. Baik


pada instalasi pelunakan maupun pada instalasi demineralisasi
air, maka pengalihan dari kondisi operasi ke proses regenerasi,
pelaksanaan regenerasinya sendiri.

2.5 Reverse Osmosis


Reverse Osmosis (RO) adalah membran berbasis teknik
demineralisasi yang berfungsi untuk memisahkan padatan terlarut, seperti
ion, dari larutan. Dimana sebagian besar pengaplikasian RO melibatkan
larutan berbasis air, yang merupakan fokus utama dari tujuan pekerjaan ini.

21
Secara umum membran bertindak sebagai hambatan selektif, yaitu hambatan
yang memungkinkan beberapa bagian (seperti air) dapat menyerap secara
selektif, sementara secara selektif juga mempertahankan kandungan terlarut
lainnya seperti ion (Kucera, 2010).

Gambar 2.3.Spectrum Filtrasi" perbandingan kemampuan reject Reverse Osmosis (RO)


dengan teknologi membran lain dan dengan pemisahan konvensional filtrasi.

Pada Gambar 2.3 menunjukkan bagaimana selektivitas membran RO


dibandingkan dengan teknik filtrasi lainnya berbasis membran dan
konvensional. Seperti terlihat pada gambar, RO menawarkan filtrasi terbaik
sampai dengan saat ini, menghambat padatan terlarut terkecil serta padatan
tersuspensi. Dengan catatan bahwa meskipun membran RO akan
menghilangkan padatan tersuspensi yang terdapat dalam air umpan, padatan
tersebut akan terkumpul di permukaan membran dan menutup pori membran.
Osmosis merupakan proses perpindahan air dari larutan berkonsentrasi
rendah menuju larutan yang berkonsentrasi tinggi yang disebabkan oleh
adanya tekanan osmosis. Proses perpindahan ini akan melewati membran
semipermeabel, dimana proses perpindahan air akan berhenti setelah
konsentrasi kedua larutan sama. RO membutuhkan tekanan hidrostatik lebih
besar daripada perbedaan tekanan osmotiknya sehingga air bisa mengalir dari
larutan yang berkonsentrasi lebih tinggi melalui membran semipermeabel.
Sistem RO umumnya terdiri dari 4 proses, yaitu :
1. Pengolahan Awal (Pretreatment)
Air umpan terlebih dahulu diolah agar sesuai dengan kondisi membran
dengan menghilangkan padatan tersuspensi (tidak boleh melebihi 1 mg/L),

22
menyesuaikan pH operasi (efektif bekerja pada pH 7.5-8) dan juga
menambahkan inhibitor untuk control scaling yang disebabkan oleh
konstituen-konstituen seperti Kalsium Sulfat.

2. Pemberian Tekanan (Osmotic Pressure)


Air umpan yang sudah diolah melalui proses Pretreatment dinaikkan
tekanannya dengan pompa sampai tekanan operasi yang diinginkan agar
sesuai dengan membran dan kadar garam air umpan.
3. Separasi Membran
Membran semipermeabel akan menghambat jalan air umpan yang
melewatinya ketika melebihi ukuran partikel 1 nm. Air hasil keluaran dari
membran berupa air bersih yang disebut permeate, dan yang tertahan pada
membran disebut concentrate. Namun, karena tidak ada membran yang dapat
bekerja 100% sempurna, maka masih ada kemungkinan sebagian kecil garam
yang masih dapat melewati membran.

Gambar 2.4 Mekanisme Proses Separasi Membran Semi Permeable

4. Stabilisasi
Air hasil proses RO (PRODUCT) mengalami penurunan pH seiring
dengan terpisahnya kandungan kation. Untuk itu pH disesuaikan terlebih
dahulu sebelum ditransfer ke sistem distribusi jika peruntukan air minum
atau dibuang ke lingkungan.
Dua istilah yang umum digunakan dalam diskusi reverse osmosis
adalah salt rejection dan conversion. Jumlah total padatan terlarut ditolak
oleh membran disebut salt rejection dan dinyatakan sebagai persentase.
Sebuah tingkat salt rejection 99% berarti bahwa 99% dari padatan terlarut
dalam air akan ditolak oleh membran. Untuk menghitung % Rejection,
gunakan persamaan berikut :
TDS feedTDS product
Rejection= x 100
TDS feed

23
Dimana Feed TDS adalah Total padatan terlarut isi air masuk ke
modul, dan Produk TDS adalah total padatan terlarut yang terkandung di air
tawar. Misalnya, jika Feed TDS adalah 35.000 PPM dan Produk
TDS adalah 350 PPM.Jumlah air yang dipulihkan untuk digunakan sebagai
persentase dari air dimasukkan ke dalam unit pengolahan reverse osmosis
disebut pemulihan% atau konversi. Untuk menghitung% recovery, gunakan
persamaan berikut :
Debit Product
Recovery = x 100
Debit Input

Jumlah garam yang ditahan oleh membran semipermeabel sebanding


dengan konsentrasi TDS dari air input, tetapi belum tergantung dari tekanan
diberikan. Bagaimanapun tingkat produksi air dimurnikan adalah sebanding
dengan tekanan yang diberikan pada membran. Peningkatan tekanan operasi
akan meningkatkan laju produksi air tanpa mempengaruhi penolakan garam.
Oleh karena itu, besar tekanan yang diterapkan akan menghasilkan kualitas
air yang lebih baik dan produktivitas yang lebih besar. Hal ini dibutuhkan
untuk beroperasi pada konversi yang tinggi untuk mengurangi biaya
operasional sistem itu sendiri. Dalam unit reverse osmosis (RO), air input
bertekanan memasuki lapisan membran dan mengalir melalui saluran yang
terdapat diantara gulungan spiral elemen luka spiral pertama. Beberapa
feedwater meresapi melalui membran dengan tebal 2.000 angstrom dan
perjalanan air jalur spiral akan terkumpul ke tabung air produk di pusat
elemen. Selanjutnya air input akan melewati cartridge berikutnya didalam
lapisan dan proses ini terjadi berulang-ulang. Produk dari masing-masing
elemen keluar dari tabung produk utama di lapisan membran. Konsentrasi air
input menjadi lebih pekat saat melewati setiap elemen membran dan keluar
dari lapisan membran sebagai reject.
Sumber air umpan memiliki dampak yang besar pada potensi air untuk
menyumbat membran RO (fouling). Sumber air berkualitas tinggi seperti air
sumur dengan Salt Dendity Index (SDI) kurang dari 3, memiliki resiko yang
lebih rendah terjadinya fouling membran dibandingkan dengan sumber air
berkualitas rendah, seperti air permukaan dengan nilai SDI 5. Sebuah sistem
RO untuk kualitas sumber air yang lebih tinggi bisa dirancang dengan laju

24
aliran yang lebih besar daripada sumber air berkualitas rendah. Hal ini
dikarenakan aliran yang besar akan membawa kontaminan (padatan
tersuspensi, hardness) lebih cepat ke permukaan membran daripada laju
aliran yang lebih rendah. Kontaminan ini kemudian terkumpul dalam lapisan
permukaan membran yang akan menyebabkan terjadinya penyumbatan lebih
cepat pada membran. Oleh karena itu, semakin tinggi konsentrasi padatan
tersuspensi dan hardness dalam air umpan, semakin rendah laju aliran yang
harus dirancang untuk mengurangi potensi cepatnya terjadi penyumbatan
membran.
Terdapat beberapa hal penting dalam pengoperasian sistem RO yang
sangat mempengaruhi kinerjasistem RO itu sendiri. Hal tersebut antara lain :
1. Kualitas air umpan dan sumbernya
2. Suhu Operasi
3. Tekanan
4. Debit air umpan
5. Konsentrasi air umpan
6. Laju Aliran
7. Persentase Recovery
8. pH
Masing-masing parameter mempunyai ketentuan yang tidak boleh
diabaikan agar unit RO bisa beroperasi dengan baik dan bertahan lama.
Desain Pretreatment harus sesuai dengan persyaratan operasional unit RO
dan juga harus dipastikan bisa beroperasi dengan baik seperti yang rancangan
awal.

25

Anda mungkin juga menyukai