Anda di halaman 1dari 39

Penetapan Kadar Protein

Dengan Berbagai Metode


Bani Sukma Haprabu (161130)
Putri Septina Widyadewi (161131)
Ni Luh Ary Armayanti (161132)
Made Aprilia Arisna Pratiwi (161133)
Putu Eka Restyawati (161134)
I Kadek Agus Winduarsa (161135)
Dasar Teori
 Istilah protein dikemukakan pertama kali oleh pakar kimia Belanda, G.J
Mulder pada tahun 1939, yang berasal dari bahasa Yunani “proteios”. Proteios
sendiri mempunyai arti yang pertama atau yang paling utama. Protein
memegang peran yang sangat penting pada organisme, yaitu dalam struktur,
dungsi dan repodruksi (Sumardjo,2009).A.

 Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang


sangat bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Disampig berat
molekul yang berbeda-beda, protein mempunyai sifat yang berbeda-beda
pula. Ada protein yang mudah larut dalam air, tetapi ada juga yang sukar
larut dalam air (Poedjiadi, 1994).
Dasar Teori
Struktur Protein : Berdasarkan strukturnya protein dibentuk oleh :

 Struktur primer , dibentuk oleh ikatan peptida antar asam amino. Struktur
ini mengacu pada jumlah, jenis, serta urutan asam amino yang membentuk
rantai polipeptida.

 Struktur sekunder, dibentuk oleh ikatan hidrogen intramolekular yang


terjadi di antara oksigen karbonil dan nitrogen aida pada perangkat peptida.

 Struktur tersier, merupakan rangkaian molekular yang menggambarkan


bentuk keseluruhan dari protein.

 Struktur kuartener dibentuk oleh beberapa polipeptida yang berikatan satu


sama lain tidak secara kovalen (Bintang.2010)
Dasar Teori
 Fungsi Protein
a. Katalis enzimatik
Hampir semua reaksi kimia dalam sistem biologi dikatalis
oleh makromolekul spesifik yang disebut enzim. Enzim
mempunyai daya katalik yang besar, umumnya meningkatkan
kecepatan reaksi sampai jutaan kali. Fakta menunjukkan
bahwa hampir semua enzim yang dikenal adalah protein.
Jadi protein merupakan pusat dalam menetapkan pola
transformasi kimia dalam sistem biologis.
b. Transport dan penyimpanan
Berbagai molekul kecil dan ion ditransport oleh protein
spesifik.
c. Koordinasi gerak
Protein merupakan komponen utama dalam otot. Kontraksi
otot berlangsung akibat pergeseran dua jenis filamen
protein.
Cont...
d. Penunjang mekanis
Ketegangan kulit dan tulang disebabkan oleh kolagen yang
merupakan protein fibrosa.
e. Protein imun
Antibodi merupakan protein yang sangat spesifik dan dapat
mengenal serta berkombinasi dengan benda asing seperti
virus, bakteri dan sel yang berasal dari organisme lain.
f. Membangkitkan dan menghambat impuls saraf
Respon sel saraf terhadap rangsang spesifik diperantai oleh
protein reseptor.
g. Pengaturan pertumbuhan dan diferensiasi
Pengaturan urutan ekspresi informasi genetik sangat
penting bagi pertumbuhan yang beraturan serta diferensiasi
sel.
Metode Kjeldahl
 Metode Kjeldahl dikembangkan pada
tahun 1883 oleh pembuat bir bernama
Johann Kjeldahl. Makanan di digesti
dengan asam kuat sehingga melepaskan
nitrogen yang dapat ditentukan kadarnya
dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah
protein yang ada kemudian dihitung dari
kadar nitrogen dalam sampel.
Penetapan Kadar Protein Dalam Telur
Unggas Melalui Analisis Nitrogen
Menggunakan Metode Kjeldahl

Oleh : Dwi Dinni Auli Bakhtra, Rusdi, Aisyah Mardiah


Latar Belakang
Makanan adalah bahan yang sangat penting untuk menjaga
kelangsungan hidup manusia, karena tubuh manusia memerlukan
energi yang digunakan untuk aktifitas sehari - hari. Unsur gizi yang
perlu ada dalam makanan adalah karbohidrat, protein, mineral,
lemak dan komponen minor lainnya seperti vitamin dan enzim.

Protein adalah zat makanan yang mengandung


nitrogen yang merupakan faktor penting untuk
fungsi tubuh. Di dalam sebagian besar jaringan
tubuh, protein merupakan komponen terbesar
setelah air. Diperkirakan sekitar 50 % berat
kering sel dalam jaringan hati dan daging, berupa
protein.
Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang
dibutuhkan oleh tubuh, dan mengandung asam amino esensial
yang lengkap. Telur banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena
mudah diolah, harganya murah, dan memiliki kandungan zat yang
sempurna (Suryani, 2015).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar


protein yang terkandung di dalam telur ayam ras, telur ayam
kampung, telur bebek, dan telur puyuh yang diuji melalui analisis
nitrogen dengan metode Kjeldahl dan kemudian
membandingkan kadar protein yang terkandung di dalam telur
ayam ras, telur ayam kampung, telur bebek, dan telur puyuh
yang diuji melalui analisis nitrogen dengan metode Kjeldahl.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti melakukan
penelitian terhadap perbedaan kandungan
protein pada telur ayam ras, telur ayam
kampung, telur bebek, dan telur puyuh melalui
analisis nitrogen menggunakan metode
Kjeldahl.
ALAT

Labu Kjeldahl (Iwaki), seperangkat alat destruksi, seperangkat alat destilasi,


labu ukur (Iwaki), oven (Memmert), mikro biuret (Iwaki), gelas ukur (Iwaki),
pipet gondok (Iwaki), erlenmeyer (Iwaki),beaker glas (Iwaki), timbangan
analitik (Denver), batang pengaduk (Iwaki), tabung reaksi (Iwaki), labu
semprot.

BAHAN

Telur ayam ras telur ayam kampung, telur bebek, dan telur
puyuh.aquadestilata, asam sulfat pekat (H₂SO₄) p.a (Merck), natrium
hidroksida (NaOH) p.a (Merck), selenium p.a (Merck), cupri sulfat (CuSO₄)
p.a (Merck), etanol 96 % (PT Brataco), indikator metil merah(Merck),
indikator fenolftalein (Merck), asam klorida pekat (HCl) p.a (Merck).
PROSEDUR KERJA

A. Pembuatan Reagen

• Ditimbang 0,8 gram natrium


hidroksida padat dengan
menggunakan kaca arloji, dimasukkan
Larutan Natrium ke dalam beaker glass, ditambahkan
hidroksida 0,1 air sedikit diaduk sampai larut.
dimasukkan ke dalam labu ukur 200
mL, dan ditambahkan aquadest
sampai tanda batas. (Mulyono, 2006).

• Natrium hidroksida ditimbang 10


gram, kemudian dimasukkan ke
Larutan Natrium dalam labu ukur 100 mL,
hidroksida 10 % ditambahkan aquadest dan
dilarutkan sampai 100 mL
(Mulyono, 2006).
• Natrium hidroksida ditimbang 33 gram,
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur
Larutan Natrium 100 mL yang telah dialasi dengan sedikit
hidroksida 33 % aquadest, ditambahkan sisa aquadest dan
dikocok sampai larut dan homogen,
cukupkan sampai 100 mL (Mulyono, 2006).

• Asam klorida pekat dipipet 0,833 ml,


dimasukkan ke dalam labu ukur 100
ml yang telah dialasi dengan sedikit
Larutan Asam aquadest, ditambahkan sisa aquadest
klorida 0,1 N dan dikocok sampai larut dan
homogen, cukupkan sampai 100 mL
(Mulyono, 2006).

• Cupri sulfat ditimbang 0,1 gram,


Larutan Cupri sulfat kemudian dimasukkan ke dalam labu
0,1 % ukur 100 mL, dilarutkan dengan
aquadest sampai 100 mL (Mulyono,
2006)
• Ditimbang 0,1 gram
metil merah dilarutkan
Indikator Metil dengan etanol 96 %
sampai 100 mL
merah 0,1 % (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia,
2014).

• Dtimbang 0,1 gram


fenolftalein dilarutkan
Indikator dengan etanol 96 %
sampai 100 mL
Fenolftalein 0,1 % (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2014).
• Ditimbang seksama lebih kurang
5 gram kalium biftalat P yang
sebelumnya telah dihaluskan dan
dikeringkan pada suhu 120 ºC
selama 2 jam dan dilarutkan
Pembakuan dalam 75 mL air bebas
karbondioksida P. Ditambahkan 2
Larutan tetes indikator fenolftalein LP dan
NaOH titrasi dengan larutan natrium
hidroksida hingga terjadi warna
merah muda yang tetap.
(Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2014)
Analisis Kuantitatif Protein

Metode Kjeldahl

Pada tahap destruksi, sampel telur unggas dipecahkan dan dikeluarkan


dari cangkangnya, kemudian dikocok sampai homogen.

Ditimbang 1 gram sampel, dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, pipet 10


mL H₂SO₄ pekat dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl yang telah
diisi sampel tersebut.

Ditambahkan 1 gram katalisator campuran selenium untuk


mempercepat destruksi.

Kemudian labu Kjeldahl tersebut dipanaskan dalam lemari asam


sampai berhenti berasap
Pemanasan diteruskan sampai mendidih dan cairan sudah menjadi
jernih. Proses pemanasan dihentikan dan labu Kjeldahl dibiarkan
sampai dingin.

Setelah dingin, larutan diencerkan dengan aquadest didalam labu


ukur 100 mL,

Ditambahkan aquadest sampai tanda batas dan dihomogenkan.

Pipet hasil pengenceran sebanyak 10 mL, dimasukkan ke dalam labu


Kjeldahl untuk didestilasi.
Pada tahap ini tambahkan perlahan-lahan 10 mL larutan NaOH 33 %.

Dipasang segera labu Kjeldahl pada alat destilasi.Labu Kjeldahl


dipanaskan perlahan-lahan sampai dua lapisan cairan tercampur,
kemudian dipanaskan dengan cepat sampai mendidih.

Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang telah diisi larutan baku


HCl 0,1 N sebanyak 10 mL.

Cek hasil destilasi dengan kertas lakmus, jika hasil sudah tidak
bersifat basa lagi maka penyulingan dihentikan.
Pada tahap titrasi, destilat ditambahkan
dengan 4 tetes indikator fenolftalein
kemudian dititrasi dengan larutan baku
NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah
muda.

Diulangi prosedur di atas tanpa sampel untuk


blanko.
Hasil dan Pembahasan

Pada penelitian ini, diperoleh hasil


kandungan nitrogen rata-rata dari telur
ayam ras 1,0321 %, telur ayam kampung
1,1056 %, telur bebek 1,0559 %, dan telur
puyuh 1,0485 %. Sedangkan hasil kandungan
protein rata-rata dari telur ayam ras 6,4506
%, telur ayam kampung 6,9102 %, telur
bebek 6,5996 %, dan telur puyuh 6,5532 %.
Ketaren (2007), kadar protein pada telur itik sedikit lebih tinggi dibanding
dengan telur ayam yaitu masing-masing 12,81 % dan 12,14 % akan tetapi
lebih rendah dibandingkan dengan kandungan protein pada telur puyuh
yaitu 13,35 %. Terjadinya perbedaan kadar protein telur pada masing-
masing unggas ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti pengaruh
suhu, lama penyimpanan telur, dan teknologi pakan (Ketaren, 2007).

Uji statistik menggunakan ANOVA satu arah menunjukkan hasil dari nilai
F hitung adalah 94,461 dan signifikansi0,000 (<0,05) maka rata-rata kadar
protein untuk masing-masing telur unggas berbeda secara nyata. Dimana
kadar protein tertinggi terdapat pada telur ayam kampung dan kadar
protein terendah terdapat pada telur ayam ras.
KESIMPULAN

Protein adalah zat makanan yang mengandung nitrogen yang


merupakan faktor penting untuk fungsi tubuh. Di dalam sebagian
besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah
air. Diperkirakan sekitar 50 % berat kering sel dalam jaringan hati dan
daging, berupa protein (Muchtadi et al., 1993). Metode Kjeldahl
merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total
pada protein dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka
konversi 6,25 maka diperoleh kadar protein dalam bahan makanan
itu.
Metode Kjeldahl cocok untuk menetapkan kadar protein yang tidak
larut atau protein yang sudah mengalami koagulasi akibat proses
pemanasan maupun proses pengolahan lain yang biasa dilakukan pada
makanan (Rohman & Sumantri, 2007). Uji statistik menggunakan
ANOVA satu arah menunjukkan hasil dari nilai F hitung adalah 94,461
dan signifikansi 0,000 (<0,05) maka rata-rata kadar protein untuk
masing-masing telur unggas berbeda secara nyata. Dimana kadar
protein tertinggi terdapat pada telur ayam kampung dan kadar protein
terendah terdapat pada telur ayam ras.
JURNAL II

“JURNAL PENELITIAN “PERBANDINGAN ANALISA


KADAR PROTEIN TERLARUT DENGAN BERBAGAI
METODE SPEKTROSKOPI UV-VISIBLE”

Oleh : Maria Goretti M.Purwanto (Fak. Teknobiologi,


Universitas Surabaya)
Pendahuluan
Metode spektrostopi sejauh ini merupakan metode yang umum dipakai dan

dirasa paling memadai serta praktis. Dalam literatur kita sering menemukan

beberapa pernyataan terkait kelemahan dan kelebihan masing-masin

metode dalam menentukan kadar protein terlarut dalam sampel tertentu.

Tulisan ini bertujuan untuk menyumbangkan data-data yang bisa dijadikan

pijakan bagi pihak-pihak yang membutuhkan, sehingga mereka dapat

memutuskan metode mana yang akan dipilih pada keadaan tertentu.

Metode yang akan dibandingkan adalah metode pembacaan absorbansi

langsung, metode Biuret, metode Lowry, metode Bradford dan metode

BCA dalam menentukan kadar protein terlarut dalam sampel.


Alat Bahan
 Alat : spektrofotometer UV-Visible, kuver kuarsa, plastik,
rak tabung reaksi, tabung reaksi, pompa bulp, vorteks,
pipet mikro, tip, manetic stirrer, gelas piala, labu takar,
gelas ukur, dan kertas saring.

 Bahan : Bovine Serum Albumin (BSA) dan bahan-bahan


kimia yang dibeli dari Merck atau Fluka.
Prosedur Kerja
• Larutan protein dibuat dengan BSA pada beberapa konsentrasi, sbb : 600µg/ml,
300µg/ml, 150µg/ml, 75µg/ml dan 37,5µg/ml.
• Disiapkan larutan BSA 600g/ml + Amonium sulfat (1M) dan larutan BSA +
Preparasi detergen (SDS 0,5%) serta larutan Tyrosin (10g/ml)
sampel

• 0,45g Sodium Potasium tartrat; 0,15g CuSO4. 5H2O; 0,25g Potasium Iodide dan
0,4g NaOH dilarutkan dengan aquadest lalu digenapkan sampai 50 ml.
Reagen
biuret

• Lowry-A disiapkan dengan mencampurkan reagen Folin ciocalteau dengan


aquadest (1:1)
• Lowry-B disiapkan dengan mencampurkan 50 ml larutan (2% Na2CO3 + 0,1 N
Reagen NaOH) + 1 ml larutan (1% CuSO4 + 1% Sodium Potasium Tartrat) dalam air.
lowry
Prosedur Kerja

• 10 mg CBB G-250 dilarutkan dalam 5 ml etanol 95%.


• Ditambahkan 10 ml asam fosfat 85%
Reagen • Larutan diencerkan dengan aquadest sampai 100 ml

bradford

• Reagen BCA-A : 0,5 g Sodium hichinconinat (BCA), 1g Na2CO3,


0,08g sodium tartrat, 0,20g NaOH dan 0,48g NaHCO3. Adjust ke
pH 11,25 dengan 10 M NaOH, add sampai 50ml dengan aquadest.
• Reagen BCA-B : 0,04g CuSO4.5H2O dalam 1,0 ml H2O. Reagen
Reagen BCA (Working solution) : campur 50ml reagen BCA-A dengan 1ml
reagen BCA-BReagen lowry
BCA
Prosedur Kerja
Metode absorbansi langsung
• Larutan sampel diukur absorbansinya secara langsung pada 280 nm
(panjang gelombang maksimal protein) dan 260 nm (faktor koreksi untuk
serapan dari asam nukleat).
Metode Biuret
• Tambahkan 1,8 ml reagen biuret dalam 200 µl sampel dalam tabung reaksi
kocok hingga homogen vortex)
• Biarkan pada suhu kamar selama 20 menit.
• Lakukan pembacaan pada panjang gelombang 550 nm .
Metode Lowry
• Masukkan 250 µl larutan protein ke dalam tabung reaksi
• Tambahkan 2 ml reagen Lowry B biarkan selama 10 menit
• Tambahkan 250 µl reagen Lowry-A kocok dan biarkan 20 menit.
• Bacalah OD pada panjang gelombang 600 nm
Prosedur Kerja

Metode Bradford
• Masukkan 50 µl larutan protein dalam tabung reaksi
• Tambahkan 2,5 ml reagen bradford kocok hingga homogen
• Diamkan selama 10 menit

Metode BCA
• Tambahkan 1 ml reagen BCA kedalam 20 µl larutan protein
dalam tabung reaksi
• Inkubasi selama 30 menit pada suhu 600 C
• Biarkan pada suhu kamar (larutan dapat stabil selama 1 jam)
• Lakukan pembacaan gelombang 562 nm.
HASIL PENELITIAN
Perbandingan Sensitivitas

Perbandingan Absorbansi dari Berbagai Metode terhadap Sampel BSA dengan


Keberadaan Zat Pengukur
HASIL PENELITIAN
Data Perbandingan Absorbansi dari Berbagai Metode
terhadap Sampel BSA vs Tyrosin
HASIL PENELITIAN
Data Linerarititas dari Berbagai Metode terhadap Sampel
BSA
PEMBAHASAN
Perbandingan Sensitivitas
Tabel 1 menunjukkan data-data secara keseluruhan terkait
sensitivitas. Dari data yang tertera terbukti bahwa, angka serapan
yang diperoleh dari metode Bradford dan BCA adalah yang
tertinggi, diikuti oleh metode absorbansi langsung. Sementara itu,
metode biuret adalah yang paling tidak sensitif karena menunjukkan
hasil absorbansi paling rendah. Metode Lowry sendiri ternyata
dalam kondisi percobaan ini kurang sensitif.. Nilai absorbansi yang
tertera dalam tabel diambil dari sampel degan konsentrasi BSA
dalam volume akhir campuran assay yang setara.
PEMBAHASAN
Efek Senyawa Lain dalam Larutan
Data menunjukkan bahwa garam ammonium sulfat menjadi
pengganggu yang paling dominan dalam pengukuran kadar protein
pada penelitian ini. Pada konsentrasi ammonium sulfat 1 M,
pengaruh terhadap peningkatan bacaan absorbansi nampak sangat
dominan pada metode Biuret dan Lowry, kemudian efek penurunan
nilai absorbansi yang lebih ringan teramati pada metode BCA.
Bahwa efek yang teramati pada metode Lowry sama besarnya
dengan pengamatan pada metode Biuret, menunjukkan bahwa
kemungkinan besar reaksi pembentukan kompleks ion . Proteinlah
yang utamanya terpengaruh oleh keberadaan ammonium sulfat.
Sementara itu keberadaan surfaktan, dalam hal ini diwakili oleh SDS
5% b/v, terlihat tidak menimbulkan efek peningkatan atau penurunan
nilai absorbsi secara signifikan pada metode Lowry, Bradford dan
BCA. Secara keseluruhan metode Bradford terbukti paling “stabil”
dibandingkan dengan metode lainnya.
PEMBAHASAN
Spesifitas terhadap Ikatan Peptida vs Asam Amino
Pada penelitian ini jnampak bahwa hanya metode biuret dan Bradford
yang mampu secara spesifik mengenali protein dan “mengabaikan”
keberadaan monomer asam amino. Pada metode pembacaan
langsung, bukan hal yang aneh jika nilai absorbsi yang terbaca lebih
besar daripada sampel monomer asam amino, karena memang
secara umum telah dikenal efek hiprokromisitas pada bipolimer,
dimana serapan bipolimer menjadi lebih rendah daripada
monomernya pada konsentrasi setara. Selanjutnya bahwa sementara
metode Biuret mampu “mengabaikan” keberadaan monomer asam
amino, ternyata pada metode Lowry teramati hal yang sangat
berbeda karena nilai absorbansi menjadi signifikan lebih besar
daripada sampel protein. Hal ini kemungkinan mengindikasikan
bahwa monomer asam amino aromatis seperti tyrosin sangat
berperan dalam menunjang reaksi pembentukan kompleks
heteropolymolybdenum blue.
PEMBAHASAN
Linearitas
Pada hasil tabel ke-4 menunjukkan bahwa linearitas terendah
ada pada metode Biuret dan linearitas terbaik teramati pada
metode Biuret. Belum jelas alasan untuk yang terjadi terkait
linearitas dari masing-masing metode dalam mengukur kadar
protein, namun kemungkinan hal ini terkait nilai konstanta
kesetimbangan reaksi-reaksi yang terjadi pada masing-masing
metode yang berbeda-beda.
KESIMPULAN
Untuk keperluan umum, nampak bahwa metode Bradford
cenderung akan lebih disukai karena selain relatif mudah
dan cepat pengerjaannya, juga terbukti sensitif, selektif
dan cukup stabil terhadap keberadaan ammonium sulfat
dan SDS serta menunjukkan linearitas terbaik. Potensi
penerapan yang juga penting dicatat adalah bahwa
metode Bradford (atau mungkin juga Biuret), berpeluang
untuk digunakan merekan kinetika reaksi hidrolisis
protein menjadi monomer-monomernya.
DAFTAR PUSTAKA
 Mardiah, A.dkk. 2016. “Penetapan Kadar Protein Dalam Telur Unggas
Melalui Analisis Nitrogen Menggunakan Metode Kjeldahl”.Padang :
Fakultas Farmasi Universitas Andalas.

 Goretti, M.2014. “Perbandingan Analisa Kadar Protein Terlarut Dengan


Berbagai Metode Spektroskopi UV-VISIBLE”. Jakarta : Fakultas
Teknobiologi Universitas Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai