Disusun Oleh:
KELOMPOK 1 SHIFT 1
DOSEN PEMBIMBING:
Oki Alfernando, S.T., M.T.
Hadistya Suryadri, S.T., M.T.
1
KATA PENGANTAR
Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kami telah menyelesaikan
makalah ini. Makalah yang kami susun berjudul “SAPONIFIKASI
(DETERGENT BUBUK)”.
Makalah ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Oki Alfernando, S.T.,
M.T dan Ibu Hadistya Suryadri, S.T., M.T selaku pengampu mata kuliah
Praktikum Operasi Teknik Kimia II dan kepada teman-teman yang secara
langsung maunpun tidak langsung membantu kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa dalam menulis makalah ini, masih jauh dari
sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun akan sangat berguna bagi penulisan makalah
selanjutnya, semoga makalah ini dapat berguna, khusunya bagi kami dan
umumnya dapat memperluas pengetahuan bagi pembaca.
Kelompok I
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..............................................................................................6
1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................7
1.3. Tujuan............................................................................................................7
1.4. Manfaat..........................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Saponifikasi...................................................................................................8
2.2. Proses Pembuatan Sabun...............................................................................9
2.2.1. Jenis Sabun..............................................................................................9
2.2.2. Minyak dan Lemak...............................................................................11
2.3. Deterjen.......................................................................................................13
2.3.1. Zat-zat yang Terkandung dalam Deterjen............................................13
2.4. Penggolongan Deterjen...............................................................................14
2.4.1. Berdasarkan bentuk fisik......................................................................14
2.4.2. Penggolongan Deterjen Berdasarkan Ion yang Dikandungnya............15
2.5. Proses Pembuatan Detergen........................................................................17
2.5.1. Spray-drying.........................................................................................17
2.5.2. Aglomerasi............................................................................................18
2.5.3. Dry Mixing............................................................................................19
2.6. Daya Pembersih Deterjen............................................................................20
BAB III METODOLOGI
3.1. Alat..............................................................................................................22
3.2. Bahan...........................................................................................................22
3.3. Blok Diagram..............................................................................................23
3.4. Flowsheet.....................................................................................................25
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Raw Material Pembuatan Detergent...........................................................26
3
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan..................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................34
4
DAFTAR GAMBAR
5
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa saja bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan deterjen
bubuk?
2. Bagaimana prinsip dan proses pembuatan deterjen cair ?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas diharapkan mahasiswa dapat
mengetahui bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan deterjen bubuk
serta mengetahui prinsip dan proses pembuatan deterjen bubuk.
1.4. Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah memberi pengetahuan tentang bahan baku
yang digunakan dalam proses pembuatan deterjen bubuk serta mengetahui prinsip
dan proses pembuatan deterjen bubuk.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Saponifikasi
Menurut Tim Penyusun Praktikum Operasi Teknik Kimia (2017),
Saponifikasi adalah proses hidrolisis dari alkali pada lemak yang disengaja,
biasanya dilakukan dengan penambahan basa kuat (kaustik soda) membuat
alcohol dan garam dan sisanya asam. Reaksi tersebut bisa dibuat dimulai dari
menambahkan lemak atau gliserida dan basa kuat menjadi sabun (garam) dan
gliserol atau alkohol, atau secara sederhana kira-kira seperti ini:
Lemak basa kuat sabun gliserol
(gliserida) (garam) (alkohol)
atau secara singkat saponifikasi merupakan suatu reaksi yang terjadi antara lemak
dan kaustik soda atau peristiwa dari ester- ester.
Menurut Spencer et al (2016), saponifikasi memiliki hasil hidrolisis ester. Hal
ini maksudnya adalah saponifikasi menghasilkan pemutusan ikatan ester dan
membentuk alkohol dan asam karboksilat. Namun, tidak seperti hidrolisis ester,
saponifikasi dibentuk dari larutan yang mengandung basa kuat seperti potasium
hidroksida atau sodium hidroksida. Asam karboksilat terkonversi menjadi garam
tergantung pada kondisi umum seperti:
1. Reaksi utama
3
2.2. Proses Pembuatan Sabun
Gliserida atau lemak ketel dipanasi dengan menggunakan pipa uap dan
selanjutnya ditambahkan NaOH sehingga terjadi reaksi penyabunan. Sabun yang
terbentuk (Na-asetat) dapat diambil pada lapisan teratas dari campuran sabun,
gliserol dan sisa basa. Agar sabun mengendap dan dapat dipisahkan dengan cara
penyaringan, NaCl ditambahkan ke dalam campuran.
2.2.1. Jenis Sabun
Jenis sabun yang sering ditemui adalah:
1. Sabun Keras
Sabun keras adalah reaksi antara asam alkanoat suhu tinggi dengan NaOH
yang menghasilkan garam natrium. Menurut Abdullah dkk (2010) dalam optimasi
jumlah katalis KOH dan NaOH pada pembuatan biodiesel dari minyak kelapa
sawit menggunakan kopelarut, Penggunaan katalis yang berlebih dapat
mengurangi yield, karena sebagian minyak sawit akan berubah menjadi sabun
padat, yang akan terpisah pada proses penyaringan.
Sedangkan pada transesterifikasi menggunakan katalis KOH tidak
terbentuk sabun padat, sehingga jumlah yield yang dihasilkan juga tidak
berbeda signifikan. Yield tidak bisa dijadikan acuan untuk menentukan
kualitas biodiesel. Yield tidak menunjukkan konversi dari minyak sawit
menjadi biodiesel, sebab ada kemungkinan sebagian minyak sawit yang tidak
terkonversi menjadi biodiesel masih terkandung dalam produk hasil reaksi.
Oleh karena itu, sangat diperlukan data lain seperti viskositas, berat jenis,
bilangan asam dan kadar air (Abdullah, dkk., 2010).
2. Sabun Lunak
Sabun lunak adalah reaksi antara asam alkanoat dengan KOH yang
menghasilkan garam kalium. Sears (2011) menyatakan bahwa di dunia, produk
sabun lunak berbasis bahan alam masih jarang ditemukan di pasaran.Kebanyakan
masih menggunakan bahan sintetik sebagai bahan aktifnya. Bahan aktif sintetik
ini memiliki efek negatif terhadap kulit manusia, karena berpotensi menimbulkan
iritasi pada konsumen yang memiliki kulit sensitive. Contoh bahan aktif sintetik
yang berbahaya bagi kulit manusia dan banyak disorot saat ini adalah
diethanolamine (DEA), Sodium Lauryl Sulfate (SLS), serta triclosan yang
4
terdapat di hamper semua sabun yang beredar di pasaran. Menurut Mukiy ()
apabila triclosan terakumulasi dalam lemak di tubuh manusia, maka akan
berpotensi menimbulkan disfungsi tiroid. Oleh karena itu, saat ini mulai banyak
produsen sabun yang melirik ke bahan alam untuk dijadikan substitusi bahan aktif
pembuatan sabun. Tujuan digunakannya bahan alam ini tentunya untuk
mengeliminir bahanbahan sintetik, seperti pewarna, parfum, pemutih, anti bakteri,
dan lain-lain.
Sabun lunak (sabun mandi) merupakan garam kalium dari berbagai macam
asam lemak yang kaya akan asam miristat, asam palmitat, asam stearat, asam
oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Sabun transparan memiliki beberapa
kelebihan, terutama dalam hal estetika karena sabun lunak transparan atau sabun
gliserin adalah jenis sabun mandi yang dapat menghasilkan busa lebih lembut di
kulit dan penampakannya berkilau jika dibandingkan dengan jenis sabun yang
lain. Proses pendahuluan pembuatan sabun transparan sama dengan pembuatan
sabun biasa lainnya. Transparansi sabun dihasilkan dengan penambahan alkohol
absolut, sukrosa, dan gliserin sebagai zat aditif pentransparan pada suhu 1000˚C
(Yuliasari, 1997).
Sabun alkali biasanya dibuat dari asam lemak dengan jumlah atom karbon
antara 12 sampai 18 dengan suatu basa monovalen seperti natrium, kalium dan
ammonium. Sabun alkali dapat dibagi dua yaitu sabun keras dan sabun lunak.
Dikatakan sabun keras apabila menggunakan basa natrium dan sabun lunak
apabila menggunakan basa kalium (Martin, et al, 1961).
Pembagian kedua jenis sabun alkali tersebut, yaitu: Natrium karboksilat
(misalnya Na-palmitat dan Na-stearat) yang dibuat dari lemak minyak NaOH.
Sabun yang mengandung logam natrium ini disebut sabun keras dan sering
disebut sabun cuci. Kalium karboksilat (misalnya K-palmitat dan K-starat), yang
dibuat dari lemak minyak dan KOH. Sabun yang mengandung logam kalium ini
disebut sabun lunak dan sering disebut dengan sabun mandi (Robert dan Ribert,
1976).
Sabun lunak yang dibuat dari garam kalium dengan asam lemak biasanya
lebih mudah larut dalam air daripada yang dibuat dari natrium. Sabun kalium
memadat pada suhu rendah dan lebih berwujud larutan kental yang transparan
5
atau bersifat jelly dibandingkan sabun natrium. Pada umumnya sabun lunak dibuat
dari lemak atau minyak yang memilki titik leleh yang rendah dengan KOH tanpa
adanya pemisahan larutan alkali (Fessenden, 1994).
3. Sabun Transparan
Sabun transparan dibuat dengan menambahkan alkohol, larutan gula dan
gliserin untuk menghasilkan kondisi transparan dari sabun. Gliserin baik untuk
kulit karena berfungsi sebagai pelembab pada kulit. Alkohol yang digunakan
dalam pembuatan sabun transparan yaitu alkohol 91-99 %. Semakin besar kadar
air yang terkandung dalam alkohol maka sabun yang dihasilkan lebih lunak.
Semakin banyak alkohol 91-99 % yang digunakan, sabun yang dihasilkan lebih
transaparan. Jika alkohol yang digunakan isopropil alkohol, maka hasil
transparansinya tidaklah sebaik etanol (Yuliasari, 1997).
Semakin tinggi persen etanol yang digunakan, maka semakin besar jumlah
air yang harus ditambahkan dalam basa supaya sabun tetap dalam keadaan cair
dalam fasa gel untuk pengadukan. Penambahan gliserin memberi kecenderungan
membentuk fasa gel pada sabun. Larutan gula yang ditambahkan membantu
perkembangan kristal, sedangkan perkembangan serabut-serabut kristal yang
dapat menyebabkan sabun menjadi sabun biasa (opaque) dihambat oleh gliserin.
Transparansi dan kekerasan sabun transparan diukur secara organoleptik.
Komposisi sabun transparan komersial terdiri dari sodium tallowate, sodium
cocoate, air, gliserin, sukrosa, alkohol, sodium stearat, parfum, madu,
pentasodium pentatrat, dan EDTA (Yuliasari, 1997).
Sabun transparan adalah jenis sabun yang bening sehingga tampak tembus
pandang dan menghasilkan busa yang lebih lembut dan tampak lebih menarik.
Berbeda dengan sabun yang tidak transparan “opaque soap” sabun transparan
dibuat dengan semi boiled process yang menggunakan bantuan panas pada proses
pembuatannyan. Keuntungan dari pembuatan sabun transparan adalah penampilan
transparan yang menawan, mempunyai fungsi pelembab, daya bersih yang efektif
tanpa meninggalkan busa sabun dan lebih terasa lunak (Mabrouk, 2005).
2.2.2. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak merupakan campuran ester-ester gliseril dari asam
lemak (fatty acid) atau trigliserda. Ada bermacam-macam sumber aslinya yang
6
berbeda dan tergantung dari sifat-sifat fisis dan kimia dari campuran ester. Ester-
ester tersebut dapat berbentuk solid (padatan), liquid (cairan), volatile saturated
(uap jenuh yang mudah menguap) dan sebagian senyawa yang unsaturated (tidak
jenuh). Komposisi trigliserida terdiri dari ester 5% gliserida dan 95% fatty acid
(asam lemak) yang merupakan gabungan dari ester-ester (Tim Opetasi Teknik
Kimia, 2019).
H C OOCR
H C OOCR'
H C OOCR"
H
(Tim Opetasi Teknik Kimia, 2019)
Gugus tersebut diatas adalah merupakan ester-ester dari lemak atau gliserida.
Lemak-lemak adalah ester dari gliserol atau asam palmitat atau asam stearat.
Gugus alkyl (R), untuk masing- masing R, R’, R” bisa sama di dalam ikatan
molekulnya dan juga R = R’ = R”. Hal ini tergantung dari ikatan molekul asam
lemak itu sendiri. Ester-ester lemak suku tinggi dari asam lemak jenuh lebih
stabil. Sebagai contoh:
H
H
H C OOC17H35
H C OOC15H31
H C OOC17H35
H C OOC15H31
H C OOC17H35
H C OOC15H31
H
H
(Modul Praktikum OTK II, 2019)
Karena sumber fatty acid merupakan bagian yang penting dari molekul-
molekul gliserida dan merupakan bagian yang aktif maka sifat-sifat fisis dan
kimia dari lemak sebagian besar tergantung dari sifat-sifat fisis dan kimia setiap
komponen fatty acid. Hasil dari hidrolisa lemak akan diperoleh gliserol dan fatty
7
acid. Bila ditambahkan kaustik soda kedalam larutan tersebut akan diperoleh
sabun dari asam lemak.
Reaksinya:
Gliseril tristearat + 3 NaOH Sodium tristearat + Gliserol
(Tim Opetasi Teknik Kimia, 2019)
2.3. Deterjen
Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu
pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding
dengan sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci
yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Deterjen merupakan
garam Natrium dari asam sulfonat. Deterjen digunakan untuk mencuci pakaian.
Untuk menyempurnakan kegunaannya, biasanya pabrik menambahkan natrium
perborat, pewangi, pelembut, naturium silikat, penstabil, enzim, dan zat lainnya
agar fungsinya semakin beragam (Austin, 1984).
Bahan utama deterjen ialah garam natrium yaitu asam organik yang
dinamakan asam sulfonik. Asam sulfonik yang digunakan dalam pembuatan
detergent merupakan molekul berantai panjang yang mengandungi 12 hingga 18 atom
karbon per molekul. Deterjen pertama disintesis pada tahun 1940-an, yaitu garam
natrium dari alkyl hydrogen sulfate. Alkohol berantai panjang dibuat dengan cara
penghidrogenan lemak dan minyak. Alkohol berantai panjang ini direaksikan
dengan asam sulfat menghasilkan alkyl hydrogen sulfate yang kemudian
dinetralkan dengan basa. Natrium lauril sulfat adalah deterjen yang baik, karena
garamnya berasal dari asam kuat, larutannya hampir netral. Garam kalsium dan
magnesiumnya tidak mengendap dalam larutannya, sehingga dapat dipakai
dengan air lunak atau air sadah (Austin, 1984).
2.3.1. Zat-zat yang Terkandung dalam Deterjen
Menurut Austin (1984), zat-zat yang terkandung dalam deterjen yaitu:
1. Surfaktan, yaitu untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan.
2. Abrasive untuk menggosok kotoran.
3. Substansi untuk mengubah pH yang mempengaruhi penampilan ataupun
stabilitas dari komponen lain.
4. Water softener untuk menghilangkan efek kesadahan.
8
5. Oxidants untuk memutihkan dan menghancurkan kotoran.
6. Material lain selain surfaktan untuk mengikat kotoran didalam suspensi.
7. Enzim untuk mengikat protein, lemak, ataupun karbohidrat didalam kotoran.
9
pencampuran kering (dry mixing). Proses dry mixing dapat dibagi menjadi dua,
yaitu dry mixing granulation (DMG process) dan simple dry mixing (metode
campur kering sederhana=CKS). Metode CKS termasuk cara pembuatan deterjen
bubuk yang mudah dipraktekkan. Kelebihan deterjen bubuk padat, yaitu untuk
membuatnya tidak diperlukan modal besar karena alatnya termasuk sederhana dan
berharga murah. Kekurangannya adalah karena bentuknya padat maka volumenya
tidak besar sehingga jumlahnya terlihat sedikit (Iskandar, 1974).
2.3.3. Penggolongan Deterjen Berdasarkan Ion yang Dikandungnya
Berdasarkan ion yang dikandungnya, deterjen dibedakan atas :
a. Cationic detergents
Deterjen yang memiliki kutub positif disebut sebagai cationic detergents.
Sebagai tambahan, selain adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga
mengandung sifat antikuman yang membuat mereka banyak digunakan di rumah
sakit. Kebanyakan deterjen jenis ini adalah turunan dari ammonia (Ophardt,
2003).
10
Gambar 4. Deterjen anionik
(Ophardt, 2003)
c. Neutral atau Non-Ionic Detergents
Nonionic detergent banyak digunakan untuk keperluan pencucian piring.
Karena deterjen jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun, deterjen jenis
ini tidak bereaksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah. Nonionic detergents
kurang mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic detergents (Ophardt,
2003).
11
2.4. Proses Pembuatan Detergen
Menurut Iskandar (1974), proses pembuatan deterjen secara umum terdiri atas
3 bagian yaitu:
1. Spray-drying
2. Agglomerasi
3. Dry-mixing
2.4.1. Spray-drying
Spray-drying merupakan proses modern dalam pembuatan deterjen bubuk
sintetik dimana dalam spray-drying terjadi proses pengabutan dan dilanjutkan
proses pengeringan. Tahap-tahap dalam proses spray-drying dapat diperlihatkan
pada gambar berikut:
To atmosphere
To atmosphere
Dedusting
filter
Spray drying
tower
Air lift
Detergent slurry
Hoist
Exhaust gas
Dedusting filter
Detergent powder
Vibrating system
Gas turning
Power Cleaning ring Fan
generator Static
Air Mouisture perfumer
analyzer
Fines
Extraction perfume
screw pump
Density Traditional powder
Analyzer To packaging
controller To concentratied
Ejector Fan
Powder prosessing
Fuel
Air
12
spray (disemprotkan) melalui alat penyemprot khusus (nozzles) ke dalam menara
berbentuk silinder (spray–drying tower) seperti yang ditunjukkan pada gambar di
atas, dimana aliran dari udara panas terbawa. Dalam beberapa kasus aliran udara
mengalir menuju produk untuk memastikan efisiensi termalnya tinggi dan proses
drying terkontrol (Iskandar, 1974).
Pilihan drying co-current pada dasarnya dibatasi oleh perbedaan proses
drying yang mana hasilnya lebih tetap dan tahan terhadap hollow beads yang
berasal dari ekspansi mula–mula dan drying permukaan ketika slurry menurun
pada saat suhu udara tinggi pada bagian atas menara (spray-drying tower). Dalam
kasus ini ketika meneruskan arus aliran turun,pengeringan produk diproses yang
dihubungkan dengan menurunkan suhu udara. Drying co-current menurunkan
efisiensi kalor dan sebagian besar digunakan untuk pengeringan produk yang
sensitif terhadap suhu tinggi dari bulk dengan densitas yang rendah (Iskandar,
1974).
Produk yang dikeringkan dalam bentuk hollow bead dikumpulkan pada
bagian atas menara spray drying dan didinginkan serta dikristalisasikan melalui
sistim pembawa airlift dengan aliran udara dingin.setelah pengankutan udara
bubuk dasar disaring dan diberikan pengharum dan akhirnya dicampur dengan
komponen-komponen yang sensitif terhadap suhu atau zat adiktif yang kemudian
di simpan dalam silos dan akhirnya di bawa ke mesin pengepak poduk (Iskandar,
1974).
2.4.2. Aglomerasi
Proses aglomerasi merupakan proses pembuatan deterjan bubuk sintesis
yang memiliki densitas yang tinggi dengan cara pencampuran material-material
kering dengan bahan-bahan cairan yang dibantu dengan adanya bahan pengikat
cairan yang kemudian bercampur yang menyebabkan bahan-bahan tadi bergabung
satu sama lain yang membentuk partikel-partikel berukuran besar (Iskandar,
1974).
13
Gambar 7. Blok diagram aglomerasi
(Iskandar, 1974)
Proses aglomerasi dapat digambarkan seperti proses penimbunan atau
penumpukan dari komponen dari bubuk menjadi cairan dan menjadi butir atau
granula. Tahap-tahap pemprosesan non tower balestra untuk produksi deterjen
bubuk berdasarkan pada proses aglomerasi. Diantara berbagai tahap proses
tersebut, aglomerasi memperlihatkan operasi yang sangat penting dan kritis,
karena proses tersebut dihubung kan ke struktur fisik dan pada saat yang sama di
hubungkan ke komposisi kimia dari produk. Proses aglomerasi juga merupakan
proses spray-drying dengan dry mixing atau blending. Konsentasi air proses yang
digunakan anatara 35-40% dalam crutcher slurry. Dalam aglomerasi cairan
disemprotkan keatas secara continue. Komponen-komponen atau bahan yang
digunakan dalam aglomerasi meliputi slikat deterjen aktif dan air yang digunakan
sebagai cairan dalam aglomerasi (Iskandar, 1974).
2.4.3. Dry Mixing
Material kering (dry material) yang digunakan untuk membuat deterjen
bubuk ditimbang dan selanjutnya dimasukkan kedalam mixer, pencampuran
dilanjutkan selama 1-2 menit dan ditambahkan slurry selama 3-4 menit.
14
Gambar 8. Proses dry mixing
(Iskandar, 1974)
Setelah semua slurry dimasukkan kedalam mixer, pencampuran dilanjutkan
selama 1-2 menit agar menjadi homogen. Sebagian besar dari bubuk yang
terbentuk dapat dikemas dengan segera setelah selesai atau setelah 30 menit
penyimpanan (Iskandar, 1974).
15
menggulung, lama kelamaan menjadi besar, kemudian lepas ke dalam air cucian
dalam bentuk butiran. Agar butiran ini tidak pecah kembali dan menempel di kain,
perlu ditambahkan jenis surfaktan lain yang akan membungkus butiran tersebut
dan membuatnya tolak menolak dengan air, sehingga posisinya mengambang. Ini
untuk memudahkannya terbuang bersama air cucian (Iskandar, 1974).
Pada umumnya kotoran yang dapat dihilangkan surfaktan adalah yang berasal
dari debu atau tanah. Bila kotoran lebih berat seperti noda makanan dan noda
darah, perlu ditambahkan enzim tertentu seperti enzim pengurai protein atau
lemak. Namun, jika nodanya sudah lama, akan sukar sekali dihilangkan karena
antara noda dan serat kain dapat terjadi reaksi polimerisasi yang menyatukan noda
dengan kain. Selain itu, daya pembersih deterjen juga tergantung pada bahan
pengisi. Bahan pengisi ini berfungsi menetralisir kesadahan air atau melunakkan
air, mencegah menempelnya kembali kotoran pada bahan yang dicuci dan
mencegah terbentuknya gumpalan dalam air cucian. Tetapi jika air terlalu sadah,
seperti yang terdapat di beberapa tempat di Jakarta, maka daya pembersih deterjen
apa pun tidak akan optimal (Iskandar, 1974).
Kemampuan daya pembersih deterjen ini dapat ditingkatkan jika cucian
dipanaskan karena daya kerja enzim dan pemutih akan efektif. Tetapi, mencuci
dengan air panas akan menyebabkan warna pakaian memudar. Jadi untuk pakaian
berwarna, sebaiknya jangan menggunakan air hangat/panas. Sedangkan hubungan
antara daya pembersih deterjen dengan bahan penimbul busa sama sekali tidak
signifikan. Busa dengan luas permukaannya yang besar memang bisa menyerap
kotoran debu, tetapi dengan adanya surfaktan, pembersihan sudah dapat dilakukan
tanpa perlu adanya busa. Jadi, opini yang sengaja dibentuk bahwa busa yang
melimpah menunjukkan daya kerja deterjen adalah menyesatkan (Iskandar, 1974).
16
BAB III
METODOLOGI
3.1. Alat
Berdasarkan patent, alat-alat yang digunakan pada proses pembuatan
Detergent Bubuk ini adalah:
1. Tangki
2. Raktor
3. Evaporator
4. Conveyor
3.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan Detergent Bubuk ini
adalah:
1. Coconut Oil
2. Oleic Fatty Acid
3. Olive Oil
4. Potassium Hydroxide (25%)
5. City Water
6. Potassium HydroxideH (45%)
7. Citric Acid
8. Power Laundry Enzime LC#16-T0168
17
3.3. Blok Diagram
Dalam proses pembuatan Detergent Bubuk ini terdapat 4 proses utama yang
akan dijabarkan dalam blok diagram dibawah ini, yaitu:
18
Close mixing container if needed. Mix
by shaking or stirring.
3.4. Flowsheet
Secara garis besar proses pembuatan Detergent Bubuk ini disajikan dalam
flowsheet dibawah.
P-01
T-01
T-02 P-02
KETERANGAN :
T = Tangki
R = Reaktor
EV = Evaporator
CV = Conveyor
P-04
T-04
20
21
BAB IV
PEMBAHASAN
4.2.1. Surfaktan
Klasifikasi surfaktan :
22
1. Hydrofobik merupakan hidrokarbon dengan jumlah 8 hingga 18 atom
karbon yang berbentuk lurus ataupun bercabang. Ada juga benzena yang
mengganti ikatan atom karbon tersebut, contohnya C12H25-, C9H19.C6H4- (Austin,
1984).
2. Hydrofilik dapat berupa anionik, contohnya –OSO4- atau SO32-, kationik,
contohnya –N(CH3)3+ atau C5H5N+, atau nonionik –(OCH2CH2)nOH. Pada senyawa
anionik, senyawa yang paling banyak dipakai adalah linear alkylbenzene
sulfonate (LAS) dari minyak bumi dan alkyl sulfates dari lemak hewan dan
tumbuhan. Anionik dan kationik tidak cocok untuk sabun. Kondensasi etilen
oksida dari fatty alkohol adalah contoh non-ionik surfaktan. Non-ionik lebih
efektif dari anionik dalam mengangkat kotoran pada temperatur yang lebih rendah
untuk serat kain (Austin, 1984).
23
alkylate benzena melalui reaksi Friedel-Crafts dengan memperkerjakan asam
hidrofluorik atau aluminum florida sebagai katalis (Austin, 1984).
Adalah zat tambahan untuk membuat kerja surfaktan efektif pada mesin
pencuci pakaian (Austin, 1984).
4.2.4. Builders
24
Peningkatan cepat produksi detergen dikarenakan penggunaan polifosfat. Selama
tahun 1960-an, pertumbuhan alga dan eutrofikasi di danau berhubungan dengan
adanya fosfat di detergen sehingga banyak negara menganjurkan zat pengganti
fosfat. Senyawa yang pertama kali disarankan untuk mengganti fosfat adalah
nitrilotriacetic acid (NTA), tetapi senyawa tersebut dinyatakan karsinogen pada
tahun 1970. Builders lainnya aalah sitrat, karbonat, dan silikat. Pengganti fosfat
terbaru yang menjanjikan adalah zeolit. Di tahun 1982, 136 kt/tahun zeolit
digunakan sebagai builders detergen. Di tahun 1980, builder mengandung 50%
fosfat, 12% zeolit, 13% silikat, 12% karbonat, serta NTA dan sitrat masing-
masing 2% (Austin, 1984).
4.2.5. Aditif
Penghambat korosi, seperti natrium silikat melindungi logam dan alat
pencuci dari kerja deterjen dan air. Karboksimetil selulosa digunakan sebagai
antiredeposition. Penghilang noda, contohnya benzotriazole bekerja bersama
penghambar korosi untuk melindungi logam seperti stainless steel. Zat untuk
membuat serat kain lebih bercahaya adalah pewarna fluorescent karena memiliki
kemampuan untuk mengubah sinar ultraviolet ke cahaya tampak. Bluings
meningkatkan putihnya kain dengan menangkal kencenderungan kain untuk
menjadi kuning secara alami. Agen antimikroba meliputi carbanilides,
salicylanilides, dan kationik. Tipe pemutih peroksigen (sejenis enzim) digunakan
untuk menguraikan kotoran dan membuat partikel kotoran tersebut lebih mudah
untuk terangkat dari serat pakaian (Austin, 1984).
1. Sulfonasi Alkylbenzene
a. Reaksi utama
25
Alkylbenzene oleum alkylbenzene sulfonat asam sulfat
(Austin, 1984)
SO3
b. Reaksi kedua H
(Austin, 1984)
Alkylbenzene
sulfonate
Alkyl benzene sulfone 1% water
(Austin, 1984)
Proses pembuatan detergen dapat dijelaskan melalui gambar berikut ini.
26
P-01
T-01
T-02 P-02
KETERANGAN :
T = Tangki
R = Reaktor
EV = Evaporator
CV = Conveyor
P-04
T-04
G
ambar 14. Proses pembuatan detergen
(Austin, 1984)
b. Reaksi sekunder
27
R-CH2OH + SO3 RCHO + H2O + SO2
1. Sulfonation-sulfation
2. Netralization
Produk hasil dari sulfonasi-sulfasi dinetralisasi dengan larutan NaOH
dibawah temperature yang terkontrol untuk menjaga fluiditas bubur surfaktan.
Surfaktan dimasukkan dalam penyimpanan (Austin, 1984).
28
Gambar 15. Pembuatan surfaktan
(Austin, 1984)
Bubur surfaktan, sodium tripolipospat , dan bermacam-macam bahan aditif
masuk ke dalam crutcher. Sejumlah air dipindahkan, dan pasta campuran ini
menebal oleh tripolipospat yang terhidrasi (Austin, 1984).
29
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah:
1. Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu
pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi.
2. Raw Material Pembuatan Detergent meliputi: Surfaktan, Fatty Alcohol, Suds
Regulator, Builders dan Aditif.
3. Proses Pembuatan Detergent melalui dua proses yaitu, Sulfonasi
Alkylbenzene Fatty Alcohol Sulfonation.
30
DAFTAR PUSTAKA
31