Minyak atsiri atau yang biasa disebut dengan essential oils, etherial oils, atau volatile oils
adalah komoditi ekstrak alami dari jenis tumbuhan yang berasal dari daun, bunga, kayu, biji-
bijian bahkan putik bunga. Minyak atsiri memiliki banyak kegunaan, tergantung dari jenis
tumbuhan yang diambil hasil sulingannya. Biasanya minyak atsiri digunakan sebagai bahan
baku dalam perisa maupun pewangi (flavour and fragrance ingredients), contohnya
kosmetik, bahan pewangi pembuatan sabun, pasta gigi, samphoo, lotion dan parfum. Industri
makanan menggunakan minyak atsiri setelah mengalami pengolahan sebagai perisa atau
menambah cita rasa. Industri farmasi menggunakannya sebagai obat anti nyeri, anti infeksi,
pembunuh bakteri. Fungsi minyak atsiri sebagai fragrance juga digunakan untuk menutupi
bau tak sedap bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri
bahan pengawet dan bahan insektisida.
Di Indonesia minyak atsiri sebagian besar masih diproduksi oleh masyarakat yang kurang
mengerti tentang minyak atsiri itu sendiri, sehingga rata-rata minyak yang dihasilkan pun
tidak sesuai dengan standarisasi mutu yang telah ditentukan baik oleh Food Chemical Codex,
ISO maupun Standart Nasional minyak atsiri di Indonesia. Mutu minyak atsiri ditentukan
oleh komponen kandungan minyak atsiri dan bahan-bahan asing yang tercampur di dalamnya.
Jika minyak atsiri tidak memenuhi standarisasi yang telah ditentukan maka nilai jualnya pun
rendah pula. Untuk meningkatkan mutu dan nilai jual minyak atsiri perlu dilakukan perlakuan
yang sesuai yaitu dengan proses pemurnian baik secara fisika maupun kimia.
Minyak atsiri merupakan minyak yang mengandung komponen-komponen volatil yang
terdapat dalam tanaman maupun hewan. Karakteristik minyak atsiri ditentukan berdasarkan
karakteristik sumber bahannya. Sehingga setiap jenis minyak atsiri memiliki sifat khas
tersendiri tergantung dari persenyawaan kimia yang menyusunnya. Sifat-sifat khas dan mutu
minyak atsiri dapat berubah mulai dari selama proses ekstraksi, pemurnian, penyimpanan,
dan pemasaran. Untuk itu dibutuhkan pengujian mutu minyak atsiri dengan cara menganalisa
sifat fisikokimiaminyak tersebut.
Mutu minyak atsiri didasarkan atas kriteria atau batasan yang dituangkan di dalam standar
mutu. Melalui analisis sifat fisik, dapat diketahui keaslian minyak atsiri tersebut, sedangkan
melalui analisis sifat kimia, dapat diketahui secara umum komponen kimia yang terdapat di
dalamnya. Komponen kimia minyak atsiri akan menentukan nilai (harga) dan kegunaan
minyak atsiri tersebut.
Adapun faktor-faktor yang menentukan mutu minyak atsiri yaitu jenis tanaman dan umur
panen, perlakuan bahan sebelum ekstraksi, sistem, jenis peralatan dan kondisi proses
ekstraksi minyak, perlakuan terhadap minyak atsiri setelah ekstraksi serta pengemasan dan
penyimpanan.
Selain karena faktor lingkungan, minyak atsiri juga dapat mengalami perubahan sifat kimia
atau dengan kata lain dapat mengalami kerusakan selama proses pengolahan, proses
pengolahan yang berpengaruh terhadap perubahan sifat kimia minyak atsiri adalah sebagai
berikut
1. Proses Ekstraksi
Proses ekstraksi adalah proses yang dilakukan untuk mengambil ekstrak atau sari yang
terdapat dalam suatu bahan dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Suhu yang
digunakan selama proses ekstraksi ini dapat melebihi 100˚C. Suhu yang terlalu tinggi
pada saat proses ekstraksi tersebut dapat membuat minyak atsiri mengalami perubahan
sifat kimia
2. Proses Pengepresan
Pada proses pengepresan ini perubahan kimia yang terjadi pada minyak atsiri terutama
adalah karena minyak atsiri mengalami kontak langsung dengan udara. Sehingga
nantinya rentan untuk terjadi reaksi oksidasi yang menyebabkan terjadinya perubahan
bau atau menyebabkan ketengikan pada minyak atsiri.
2. Warna
Sesuai dengan SNI 06-2385-2006, minyak atsiri berwarna kuning muda hingga coklat
kemerahan, namun setelah dilakukan penyimpanan minyak berubah warna menjadi
kuning tua hingga coklat muda. Guenther (1990) mengatakan bahwa minyak akan
berwarna gelap oleh aging, bau dan flavornya tipikal rempah, aromatik tinggi, kuat dan
tahan lama.
3. Berat Jenis
Berat jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu dan kemurnian
minyak atsiri. Nilai berat jenis minyak atsiri didefinisikan sebagai perbandingan antara
berat minyak dengan berat air pada volume air yang sama dengan volume minyak pada
yang sama pula. Berat jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-
komponen yang terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung
dalam minyak, maka semakin besar pula nilai densitasnya. Biasanya berat jenis
komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tak
teroksigenasi.
Prinsip dari pengukuran bobot jenis adalah membandingkan antara kerapatan minyak
pada suhu 250C terhadap kerapatan air pada suhu yang sama. Bobot jenis ditentukan
dengan menggunakan piknometer. Piknometer sering digunakan dalam penetapan bobot
jenis karena selain praktis dan tepat penggunaannya juga hanya menggunakan sejumlah
kecil contohminyak. Bobot jenis suatu senyawa organik dipengaruhi oleh bobot molekul,
polaritas, suhu, dan tekanan (Guenther, 1987).
Bobot jenis minyak umumnya berkisar antara 0.696-1.119 dan kebanyakn bobot jenis
minyak tersebut tidak melebihi nilai 1.000. Penentuan bobot jenis minyak adalah salah
satu cara analisa yang dapat menggambarkan kemurnian minyak. Bobot jenis merupakan
salah satu indikator untuk menentukan adanya pemalsuan minyak atsiri yang merupakan
analisis untuk menggambarkan kemurnian minyak. Penambahan dengan bahan
pencampur lain yang mempunyai bobot molekul besar dapat menaikkan bobot jenisnya
(Ketaren, 1985).
( )
4. Indeks Bias
Indeks bias merupakan perbandingan antara kecepatan cahaya di dalam udara dengan
kecepatan cahaya didalam zat tersebut pada suhu tertentu. Indeks bias minyak atsiri
berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang
dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri
dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya. Semakin banyak komponen berantai panjang
seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen ikut tersuling, maka kerapatan
medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar
untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan indeks bias minyak lebih besar.
Menurut Guenther, nilai indeks juga dipengaruhi salah satunya dengan adanya air dalam
kandungan minyak jahe tersebut. Semakin banyak kandungan airnya, maka semakin
kecil nilai indek biasnya. Ini karena sifat dari air yang mudah untuk membiaskan cahaya
yang datang. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang besar lebih bagus
dibandingkan dengan minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil.
Indeks bias minyak atsiri adalah perbandingan antara sinus sudut jatuh dan sinus sudut
bias jika seberkas cahaya dengan panjang gelombang tertentu jatuh dari udara ke minyak
dengan sudut tertentu. Alat untuk mengukur indeks bias adalah refraktometer (Guenther,
1987).
Refraksi atau pembiasan ini disebabkan adanya interaksi antara gaya elektrostatik dan
gaya elektromagnet dari atom-atom di dalam molekul cairan. Pengujian indeks bias dapat
digunakan untuk menentukan kemurnian minyak (Ketaren, 1985).
Penetapan indeks bias dilakukan ketika adanya cahaya yang melewati media kurang
padat ke media padat kemudian sinar tersebut akan membelok atau membias menuju
garis normal. Refraktometer adalah alat yang tepat dan cepat untuk menetapkan nilai
indeks bias (Ketaren, 1985).
Menurut Rusli et al (1985), indeks bias berkorelasi positif dengan bobot jenis. Besar
kecilnya indeks bias dan bobot jenis berhubungan dengan perbandingan komponen-
komponen senyawa yang terkandung di dalamnya. Indeks bias dipengaruhi oleh
panjangnya rantai karbon dan banyaknya ikatan rangkap. Semakin banyak minyak
mengandung senyawa dengan ikatan rangkap atau fraksi-fraksi berat, maka kerapatan
minyak akan bertambah besar. Jika kerapatan minyak semakin besar, maka akan sulit
membiaskan cahaya yang datang dan akan menyebabkan indeks bias bertambah besar
karena indeks bias merupakan perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dengan
kecepatan cahaya dalam zat bersangkutan.
Cahaya merupakan suatu gelombang. Peristiwa yang dialami suatu cahaya juga dialami
oleh cahaya, termasuk peristiwa pembiasan. Berkas sinar yang datang disebut sebagai
sinar datang. Sudut yang dibentuk antara sinar datang dengan garis normal permukaan
disebut sudut datang (i). Berkas isnar yang dibentuk setelah pembelokan dalam air
disebut sinar bias. Sudut yang dibentuk oleh perpanjangan sinar datang dengan garis
normal disebut sudut bias (r), dan sudut yang dibentuk dari perpanjangan sinar datang
dengan garis normal disebut sudut deviasi. Konsep dasar pembiasan cahaya didasarkan
pada hukum-hukum Snellius :
a. Hukum I Snellius : sinar datang, sinar bias dan garis normal terletak pada satu bidang
datar.
b. Hukum II Snellius : jika sinar datang dari medium kurang rapat ke medium yang
rapat (N<n), sinar akan dibelokan mendekati garis normal. Sebaliknya, jika sinar
datang dari medium yang rapat ke medium yang kurang rapat (N>n), sinar dibelokan
menjauhi garis normal. Maka persamaan pembiasan menjadi [N sin r = n sin i].
Prinsip indeks bias minyak atsiri di dasarkan pada pengukuran langsung sudut bias
minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap. Indeks bias minyak atsiri
berhubungan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri yang
dihasilkan. Sama halnya dengan berat jenis dimana komponen penyusun minyak atsiri
dapat mempengaruhi nilai indeks biasnya.Cara penentuan indeks bias minyak atsiri
menggunakan alat refraktometer. Cara penggunaannya pun mudah, karena cukup dengan
menaruh sampel yang akan diuji pada tempat yang disediakan di refraktometer. Secara
otomatis nilai indeks bias akan muncul pada refraktometer, seperti contoh dibawah ini :
5. Putaran optik
Sifat optik dari minyak atsiri ditentukan menggunakan alat polarimeter yang nilainya
dinyatakan dengan derajat rotasi. Sebagian besar minyak atsiri jika ditempatkan dalam
cahaya yang dipolarisasikan maka memiliki sifat memutar bidang polarisasi ke arah
kanan (dextrorotary) atau ke arah kiri (laevorotary). Pengukuran parameter ini sangat
menentukan kriteria kemurnian suatu minyak atsiri.
Setiap jenis minyak atsiri mempunyai kemampuan memutar bidang polarisasi cahaya ke
arah kanan (dxtro rotary) dengan tanda (+) atau ke arah kiri (levo rotary) dengan tanda (-
). Besarnya perputaran bidang polarisasi ini ditentukan oleh jenis minyak, suhu, panjang
kolom yang berisi minyak, dan panjang gelombang cahaya yang dipakai. Minyak atsiri
yang akan dianalisa harus bebas dari endapan dan suspensi (Ketaren, 1985). Atom C
pada senyawa penyusun minyak atsiri mengikat empat gugus berbeda yang disebut
sebagai atom C asimetri atau atom C kiral. Penandaan D (dextro) dan L (levo)
menunjukkan konfigurasi gugus yang terikat pada atom C asimetri,sedangkan tand (+)
dan (-) menunjukkan arah rotasi cahay terpolarisasi (Nur et al., 2002).
Putaran optik diukur dengan menggunakan alat polarimeter yang mempunyai tabung
polarimeter 10 mm yang berisi minyak atau cairan yang diperiksa dibawah alat
pemeriksa di antara polariser dan analiser. Secara perlahan-lahan analiser diputar sampai
setengahnya yang dapat dilihat melalui teleskop, dan intensitas sinarnya sama
denganpenerangannya. Pada pengaturan yang sesuai, akan dapat dilihat arah rotasi ke
kanan atau ke kiri berdasarkan intensitas penerangan dari kedua bagian bidang.
Penentuan arah rotasi yaitu apabila analiser berputar berlawanan arah dengan jarum jam
dari titik nol tersebut levo, sedangkan jika searah dengan jarum jam disebut dextro.
Sesudah arah rotasi ditentukan, dengan hati-hati analiser diatur kembali sampai
didapatkan intensitas penerangan yang sama dari kedua bagianbidang. Kemudian dengan
mengamatinya lewat teleskop sambil memutar tombol analiser, maka garis diantara
kedua bidang itu menjadi jelas atau tajam dan selanjutnya dapat dibaca nilai derajat dan
menitnya.
2. Bilangan Ester
Bilang ester merupakan banyaknya jumlah alkali yang diperlukan untuk penyabunan
ester. Adanya bilangan ester pada minyak dapat menandakan bahwa minyak tersebut
mempunyai aroma yang baik.
3. Kandungan komponen
Untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri
umumnya menggunakan Gas Chromatography and Mass Spectrometry (GC-MS).
Kromatografi gas dan spektrometer massa merupakan dua alat terpisah namun seringnya
digunakan bersamaan.
Cara kerja kromatografi gas berlangsung dalam mesin kromatograf gas. Minyak atsiri
menguap gas carrier intert (misal, helium) dan mengalir melalui tabung berlapis senyawa
kimia dengan sifat khusus. Minyak atsiri tersusun dari beberapa komponen aromatik, tiap
senyawa berinteraksi dengan bahan senyawa kimia pada dinding tabung dengan berbagai
cara. Sehingga, masing-masing senyawa akan ter-elusi atau bergerak melalui tabung
dengan kecepatan yang berbeda-beda. Suatu senyawa bergerak lebih cepat jika memiliki
interaksi yang sedikit dengan senyawa yang melapisi tabung dan sebaliknya. Sebuah
detektor pada ujung tabung mengukur kapan dan seberapa banyak senyawa yang keluar
tabung.
Spektrofotometri massa memiliki 3 bagian dasar yakni sumber ion, detektor massa, dan
sebuah analyzer. Setelah sampel minyak atsiri terpisah per-senyawa selama kromatografi
gas, senyawa akan ter-ionisasi. Senyawa tertabrak aliran elektron yang menyebabkan
molekul netral terpecah dan menjadi ion. Ion-ion tersebut akan terkirim ke beberapa seri
medan magnet, dimana mereka akan berinteraksi berdasar berat molekul dan muatannya.
Pada pembacaan spektrometer massa, tiap senyawa muncul sesuai masing-masing
puncaknya (“peak”) berdasarkan kuantitas, massa dan muatannya. Seperti halnya sidik
jari, puncak-puncak tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa aromatik
pada minyak atsiri tertentu. (St-Gelais, 2019)
Parameter Mutu
Bobot Indeks
Jenis Putaran Tambahan
Warna jenis bias Kelarutan
optik
250C 0
25 C
Minyak adas Tak berwarna 0,978- 1,550- (-2o)-(+1o) Dalam etanol
Food Chemial kuning pucat 0,988 1,550 90% 1:3 jernih
Codex (FCC)
edisi IV
Minyak akar Cokelat 0,9765- 1,5180- 17o-32o Dalam etanol Bilangan asam: 10-35
wangi kekuningan- 1,0345 1,5280 95% 1:1 jernih, Bilangan ester: 5-25
International cokelat seterusnya jernih Bilangan ester setelah
Standard (ISO) kemerahan asetilasi: 100-150
4716:2002 (E) Kadar kusimol: 6-
11%
Minyak cendana Kuning pucat- 0,9630- 1,480- (-15o)-(20o) Santalol total (b/b):
Food Chemical kuning 0,9760 1,508 Dalam metanol minimal 90%
Codex (FCC) 70% 1:5
Edisi IV jernih,seterusnya
jernih
Minyak bunga Tidak 1030- 1,527- 0o-1o35’ Dalam etanol70% Eugenol total (v/v):
cengkeh berwarna - 1,060 1,535 1:2 80-95%
SNI: 06-4267- kuning muda jernih,seterusnya Minyak pelikan:
1996 jernih negatif
Lemak: negatif
Minyak daun Tidak 1,0355- 1,526- (-2o)—0o Dalam etanol70% Eugenol total (v/v):
cengkeh Berwarna- 1,0455 1,5330 1:2 jernih, minimal 82%
International kuning muda seterusnya jernih Analisis kromatografi
standard (ISO) gas:
3141:1997(E) Eugenol 80—82%
dan Food β-Caryofilen 4—17%
Chemical Codex
Edisi IV
Minyak gagang Tidak 1,033- 1,510- 0o-1o30’ Dalam etanol Eugenol total (v/v):
cengkeh berwarna- 1,063 1,520 70% 1:2 jernih, 78—95%
SNI: 06-4374- kuning muda seterusnya jernih Minyak pelikan:
1996 negatif
Lemak: negatif
Minyak jahe Kuning muda- 0,8720- 1,485- (-14o)—(- Bilangan asam:
SNI 06-1312- kuning 0,8890 1,4920 32o) maksimal 2
1998 Bilangan ester:
maksimal 15
Bilangan ester setelah
asetilasi: maksimal
90
Minyak lemak negatif
Minyak jeringau Kuning- 1,060- 1,547- (-2o)-(+6,5o) Dalam etanol Bilangan asam :
tipe india cokelatmuda 1,080 1,549 90% maksimal 4
EOA No. 101 larut 1:5
Minyak kayu Kuning 1,010- 1,570- 0o-(-2o) Dalam etanol Kadar
manisEOA No. 1,030 1,590 70% sinnamaldehida 55-
87 larut 1:3 jernih, 78%
seterusnya jernih
Minyak daun Kuning- 1,030- 1,526- 1o-(-2o) Dalam etanol Kadar eugenol 80-
kayu manis cokelat 1,050 1,534 70% 88%
EOA No. 56 larut 1:2
Minyak Kuning muda- — 0,898- 1,492-1,502 Dalam etanol Bilangan asam 1:1
kemukus hijau kebiruan 0,928 90% jernih, seterusnya
Food Chemical (-12o)-(-43o) jernih
Codex (FCC) Bilangan penyabunan
Edisi IV maksimal 2,0
Minyak kenanga Kuning muda- 0,904- 1,493- (-15o)-(-30o) Dalam etanol Bilangan penyabunan
Food Chemical kuning tua 0,920 1,503 95% 1:0,5 jernih, 10-40
Codex (FCC) seterusnya jernih
Edisi IV.
Minyak nilam Kuning- 0,9485- 1,503- (-40o)-(-60o) Dalam etanol Bilangan asam
International cokelat 0,9715 1,5130 90% larut jernih maksimal 5,0
standard (ISO) kemerahan perbandingan Bilangan ester
3757:2002 1:10 maksimal 10,0
Analisis kromatografi
gas 27-35%
Minyak pala Hampir tidak 0,8815- 1,473- 6o-18o Dalam etanol Sisa penguapan
International berwarna- 0,9035 1,4830 90% maksimal 2%
standard (ISO) kuning muda 1:1-5 jernih, Kadar miristin 5-12%
3215:1998 (E) seterusnya jernih
Minyak fuli pala Tidak 0,880- 1,474- +2o-30o Dalam etanol
EOA No. 182 berwarna- 0,930 1,488 90%
kuning pucat larut 1:3
Minyak ylang- Kuning- 0,939- 1,500- (-35o)-(-50o) Dalam etanol Bilangan penyabunan
ylang kuning 0,950 1,508 90% 110-140
EOA No. 200 larut 1:0,5
Fraksi I
Minyak ylang- Kuning- 0,920- 1,505- (-40o)-(-65o) Dalam etanol Bilangan penyabunan
ylang kuning 0,935 1,511 90% 65-95
EOA No. 200 larut 1:0,5
Fraksi II
Minyak ylang- Kuning- 0,906- 1,506- (-48o)-(-67o) Dalam etanol Bilangan penyabunan
ylang kuning 0,920 1,514 90% 45-65
EOA No. 200 larut 1:0,5
Fraksi III