Disusun oleh :
JAKARTA
2019
DAFTAR ISI
i
5.2 Saran ....................................................................................................... 18
LAMPIRAN ......................................................................................................... 21
ii
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR LAMPIRAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting adalah pangan. Dalam
kehidupan sehari-hari kita melakukan aktivitas.Untuk melakukan itu kita
memerlukan energi, seperti halnya karbohidrat, protein, dan lemak merupakan
sumber energi bagi tubuh (Budiyanto, 2004). Selain itu lemak dan minyak juga
merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan
protein. Satu gram lemak dan minyakdapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan
karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal setiap gram (Winarno, 1989).
Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. World Health Organization
(1990) menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 15-30 % kebutuhan energi total
dianggap baik untuk kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam lemak
esensial dan untuk membantu penyerapan vitamin larut lemak.
1
popular. Selama penggorengan akan terjadi oksidasi dari dekomposisi minyak
yang dipengaruhi oleh bahan pangan dan kondisi penggorengan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Minyak termasuk salah satu anggota dari golongan lipid, yaitu merupakan
lipid netral. Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam
lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25˚C) dan lebih banyak mengandung
asam lemak tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Sedangkan lemak
adalah gliserida yang berbentuk padat pada suhu kamar (Fistone, 1984 ). Minyak
goreng adalah minyak pangan yang terdiri dari asam lemak dan gliserol yang
berfungsi sebagai media penghantar panas. Asam lemak yang terkandung dalam
minyak goreng ada yang bersifat jenuh dan ada yang bersifat tidak jenuh. Asam
lemak tidak jenuh yaitu asam lemak yang mempunyai ikatan tidak jenuh
(rangkap) baik tunggal maupun ganda. Asam lemak tidak jenuh bersifat mudah
rusak apabila terkena panas. Asam lemak yang bersifat jenuh yaitu asam lemak
dengan rantai tunggal. Asam lemak jenuh biasanya terdapat dalam minyak atau
lemak yang berasal dari hewan (Sjahmien,1992) Di Indonesia minyak pangan
yang banyak digunakan adalah minyak nabati. Secara umum, di pasaran
ditawarkan dua macam minyak goreng yaitu minyak goreng yang berasal dari
tumbuhan (minyak nabati) dan minyak goreng yang berasal dari hewan yang
terkenal tallow (minyak atau lemak berasal dari sapi) dan lard (minyak atau lemak
berasal dari babi). Minyak goreng nabati contohnya minyak sawit, minyak kelapa,
minyak jagung, minyak kedelai, minyak zaitun, dan lain-lain.
Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya
matahari, tidak merusak flavor hasil gorengan, sediki gum, menghasilkan tekstur
dan rasa yang bagus, asapnya sedikit setelah digunakan berulang-ulang, serta
menghasilkan warna keemasan pada produk. (Rasyaf, 1994) Minyak goreng
biasanya bisa digunakan hingga 3-4 kali penggorengan. Jika digunakan berulang
3
kali, minyak akan berubah warna. Saat penggorengan dilakukan, ikatan rangkap
yang terdapat pada asam lemak tak jenuh akan putus membentuk asam lemak
jenuh. (Sjahmien,1992)
Minyak yang baik adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh
lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya. Minyak
goreng dikatakan berkualitas apabila mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap
panas. Selain itu, mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu
pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat
menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Makin tinggi titik asap makin baik
mutu minyak goreng tersebut. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari
kadar gliserol bebas. Akibat penggorengan berkali-kali asam lemak yang
terkandung dalam minyak akan semakin jenuh dan membuat ikatan rangkap
minyak teroksidasi. Hal ini akan mengakibatkan makanan yang digoreng menjadi
berbahaya bagi kesehatan Dalam pengolahan makanan, minyak berfungsi sebagai
(Hambali et al., 2007) :
4
hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut
juga ikut terhidrogenasi, sehingga intensitas warna kuning berkurang.
Karotenoid bersifat tidak stabil pada suhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap
panas, maka warna kuning akan hilang. Karotenoid tersebut tidak dapat
dhilangkan dengan proses oksidasi. (Winarno, 1989).
2. Zat Warna Hasil Degradasi Zat Warna Alamiah
A. Warna Gelap
Disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E).
Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat klorofil yang
berwarna hijau turut terekstrak bersama minyak, dan klorofil tersebut
sulit dipisahkan dari minyak. Warna gelap ini dapat terjadi selama proses
pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu :
a. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu pengepresan
dengan cara hidraulik atau expeller, sehingga sebagian minyak
teroksidasi. Di samping itu minyak yang terdapat dalam suatu
bahan, dalam keadaan panas akan mengekstraksi zat warn yang
terdapat dalam bahan tersebut.
b. Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan
suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna
yang lebih gelap
c. Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu,
misalnya campuran pelarut petroleum-benzena akan menghasilkan
minyak dengan warna lebih cerah jika dibandingkan dengan
minyak yang diekstraksi dengan pelarut trichlor etilen, benzol dan
heksan.
d. Logam seperti Fe,Cu dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak
diingini dalam minyak.
e. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak
menghasilkan warna kecoklat-coklatan.
5
B. Warna Cokelat
Pigmen cokelat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak
yang berasal dari bahan yang telah busuk atau memar.
C. Warna Kuning
Hubungan yang erat antara proses absorbsi dan timbulnya warna
kuning dalam minyak terutama terjadi dalam minyak atau lemak tidak
jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna
berasal dari kuning sampai ungu kemerah-merahan (Winarno, 1989).
1. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang
dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena
terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi
ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan
flavor dan bau tengik pada minyak tersebut (Hartadi, 2002).
2. Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara
sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi
oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak.
Faktor-faktor yang menyebabkan minyak goreng teroksidasi dengan
cepat diantaranya : pemanasan berulang, cahaya, katalis logam
seperti besi dan tembaga, senyawa oksidator pada bahan pangan
yang digoreng, jumlah oksigen, dan derajat ketidakjenuhan asam
lemak dalam minyak. Oksidasi selanjutnya ialah terurainya asam-
asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid
dan keton serta asam-asam lemak bebas. Rancidity terbentuk oleh
aldehida bukan oleh peroksida. Jadi, kenaikan Peroxida Value (PV)
hanya indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan
berbau tengik (Hartadi, 2002).
6
3. Polimerisasi
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng
terjadi karena reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh.
Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum (gummy
material) yang mengendap di dasar wadah penggoreng. Proses
polimerisasi ini mudah terjadi pada minyak setengah mengering atau
minyak mengering, karena minyak tersebut mengandung asam lemak
tidak jenuh dalam jumlah besar. Kerusakan lemak atau minyak
akibat pemanasan pada suhu tinggi (200-250˚C) akan mengakibatkan
keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit misalnya
diarrhea, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker dan
menurunkan nilai cerna lemak. Bahan makanan yang mengandung
lemak dengan bilangan peroksida tinggi akan mempercepat
ketengikan, dan lemak dengan bilangan peroksida lebih besar dari
100 dapat meracuni tubuh (Hartadi, 2002).
4. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan
untuk menjenuhkan ikatan rangkap dan rantai karbon asam lemak
pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan
menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai
katalisator (Hartadi, 2002).
Bilangan Peroksida
7
mempunyai fungsi aktif sebagai alat transportasi trigliserida, dan jika lipoprotein
mengalami denaturasi akan mengakibatkan deposisi lemak dalam pembuluh darah
(aorta) sehingga menimbulkan gejala atherosclerosis (Ketaren, 1986).
8
menandakan oksidasi yang berkelanjutan, tetapi rendahnya bilangan peroksida
bukan berarti bebas dari oksidasi. Pada suhu penggorengan, peroksida meningkat,
tetapi menguap dan meninggalkan sistem penggorengan pada temperatur yang
tinggi (Ketaren, 1986).
Produk utama dari oksidasi lipid adalah hidroperoksida yang umu mnya
dikenal dengan istilah peroksida. Peroksida merupakan komponen organik tidak
stabil yang terbentu k dari trigliserida. Metode pengujian bilangan peroksida telah
lama dikembangkan oleh Lawson (1985) dan Rossell (1983). Metode ini
mengukur pembentukan senyawa hidroperoksida intermediat dalam satuan
miliekuivalen oksigen aktif per kilogram sampel. Hidroperoksida yang yang
dihasilkan selama oksidasi minyak akan bereaksi dengan ion iodida membentuk
iodin yang pada akhirnya akan diukur dengan menggunakan titrasi tiosulfat.
(ASA, 2000)
9
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat
Alat yag digunakan dalam percobaan ini adalah erlenmeyer bertutup, gelas
ukur, buret, pemanas, pipet volume, neraca analitik, pipet tetes dan spatula.
3.2 Bahan
- ditimbang 1,25 g
+ 15 mL aquades
10
Ditimbang masing-masing variabel seberat 1,25 g kedalam erlenmeyer.
Kemudian ditambahkan 12,5 g larutan yang terdiri dari asam asetat glasial,
kloroform dan alkohol. Selanjutnya sampel yang telah dicampurkan dengan
larutan ditambahkan larutan KI sebanyak 0,25 mL. Sehabis itu didihkan selama 1
menit diatas penangas dan jika sudah 1 menit ditambahkan aquades 15 mL.
Selanjutnya sampel diteteskan indikator amilum sebanyak 2-3 tetes lalu dititrasi
dengan standar natrium tiosulfat hingga warna kuning hilang.
(𝑉1−𝑉0) 𝑥 𝑁 𝑥 8 𝑥 10
Perhitungan bilangan peroksida (mg/100g) =
𝑤
Keterangan:
V1 = volume larutan natrium tiosulfat untuk minyak (mL)
V0 = volume larutan natrium tiosulfat untuk blanko (mL)
N = normalitas larutan standar natrium tiosulfat
w = berat minyak (gram)
g = ½ bobot atom oksigen
11
BAB IV
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan analisis bilangan peroksida dari sampel
minyak goreng bekas yang sudah dilakukan penggorengan dengan tempe
sebanyak 5 kali, praktikkan menggunakan minyak goreng dari salah satu merk
yaitu Sunco. Tujuan dari percobaan ini adalah `untuk mengetahui kerusakan
minyak berdasarkan bilangan peroksidanya. Bilangan peroksida adalah nilai
terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada lemak dan minyak. Asam
lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga
membentuk peroksida. Peroksida dapat ditentukan dengan metode iodometri. Cara
yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada
12
reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang
dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat (Na 2S2O3).
Penentuan peroksida ini kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun
bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis
lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang
disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Ketaren,
1986).
13
pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Oksidasi dimulai dengan pembentukan
peroksida dan hidroperoksida dengan pengikatan oksigen pada ikatan rangkap
pada asam lemak tidak jenuh. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan
kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.
Dalam praktikum kali ini sampel yang digunakan sebanyak 1,25 gram
dengan 5 kali penggorengan dan dilakukan secara duplo (pengukuran berulang
pada contoh yang sama) bertujuan untuk meningkatkan ketepatan percobaan.
Karena jika suatu pengukuran dilakukan berulang kali sedangkan variasinya kecil
maka dapat dikatakan bahwa kecermatan pengukurannya tinggi. Kecermatan dan
ketepatan tidak bergantung satu dengan lainnya. Suatu hasil analisis bisa saja
terjadi ketepatannya rendah namun kecermatannya tinggi. Hasil analisis yang
ideal mempunyai nilai baik ketepatan maupun kecermatan pengukurann yang
tinggi pula.
14
digunakan larutan asam asetat glasial karena alkali iodida akan bereaksi sempurna
dalam larutan bersuasana asam.
Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada titrasi yan dilakukan oleh blanko
membutuhkan 0,3 ml yang akan dijadikan v0 pada perhitungan bilangan
peroksida. Kemudian pada penggorengan pertama diperoleh bilangan peroksida
sebesar 4,4094 mg/100 g atau 0,44094 mek O2/kg. Dan bilangan peroksida pada
penggorengan kedua, ketiga, keempat, kelima berturut-turut adalah 9,8805
mg/100 g atau 0,98805 mek O2/kg; 5,0593 mg/100 g atau 0,50593 mek O2/kg;
4,7244 mg/100 g atau 0,47244 mek O2/kg; 4,4269 mg/100 g atau 0,44269 mek
O2/kg. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa minyak goreng dari
salah satu merk yaitu Sunco tersebut masih dibawah ambang batas bilangan
peroksida seperti yang tertera pada SNI-3741-2013 tentang standar mutu minyak
goreng yaitu maksimal sebesar 10 mek O2/kg. Hal ini berarti bahwa minyak
goreng Sunco tersebut masih dapat digunakan/dikonsumsi karena bilangan
peroksidanya lebih rendah. Berikut adalah kriteria minyak menurut SNI tahun
2013.
15
Tabel 2. Kriteria Mutu Minyak Menurut SNI (2013)
Peroksida terbentuk karena asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen
pada ikatan rangkapnya membentuk peroksida dan akhirnya membentuk aldehid
yang akan menyebabkan bau tengik pada minyak. Peroksida terbentuk pada tahap
inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa olefin
menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses
pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan
oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari
molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru
(deMan, 1999).
Pada tahap inisiasi oksidasi ini hidrogen diambil dari senyawa asam lemak
tidak jenuh menghasikan radikal bebas. Molekul-molekul minyak yang
mengandung radikal bebas mengalami oksidasi. Kemudian radikal ini bereaksi
16
dengan oksigen membentuk radikal peroksi (peroksida aktif), yang selanjutnya
dapat membentuk hidroperoksida bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah
menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek sehingga dapat
mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan
radikal bebas yang baru. Hal ini dipercepat oleh radiasi energi tinggi, energi
panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa dengan rantai C lebih pendek ini
adalah asam-asam lemak, aldehid-aldehid, dan keton yang bersifat volatil dan
menimbulkan bau tengik pada lemak.
Pada suhu yang terlalu tinggi dan dilakukan secara berulang-ulang, ikatan
gliserin dapat pecah sehingga lepasnya dua molekul air dan membentuk senyawa
akrolein. Senyawa akrolein bersifat volatil dan membentuk asap yang dapat
mengiritasi mata. Pembentukan senyawa ini menyebabkan warna gelap.
17
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. (ed. 4). Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Firestone, D. 1984. Peroxide Value in Oil and Fat. J .A .O.A .C . 28:507. LIPI.
Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-
Press.
Moehji, Sjahmien. 2003. Ilmu Gizi 2: Pananggulangan Gizi Buruk. Jakarta: Papas
Sinar Sinanti.
19
Wildan, Farihan. 2002. Penentuan Bilangan Peroksida dalam Minyak Nabati
dengan Cara Titrasi. Bogor: Balai Penelitian Ternak-Ciawi. Hal 63-69.
Wijana, Susinggih et al. 2005. Mengolah Minyak Goreng Bekas. (ed. 1) Surabaya:
Trubus Agrisarana.
Winamo, F. G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. hal 57-58. Jakarta: Penerbit
Gramedia.
20
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan
(𝑣1−𝑣𝑜)𝑥 𝑁 𝑥 8 𝑥 10
Rumus : Bilangan Peroksida = 𝑤
Blanko
Volume Na2S2O3 pada Blanko : 0,3 mL
Sampel 1
Massa Blanko : 1,27 gram
Volume Na2S2O3 pada Blanko : 1,0 mL
(1,0−0,3)𝑥 0,1 𝑥 8 𝑥 10
Bilangan Peroksida = = 4,4094
1,27
Sampel 2
Massa Blanko : 1,255 gram
Volume Na2S2O3 pada Blanko : 1,85 mL
(1,85−0,3)𝑥 0,1 𝑥 8 𝑥 10
Bilangan Peroksida = = 9,8805
1,255
Sampel 3
Massa Blanko : 1,265 gram
Volume Na2S2O3 pada Blanko : 1,1 mL
(1,1−0,3)𝑥 0,1 𝑥 8 𝑥 10
Bilangan Peroksida = = 5,0593
1,265
Sampel 4
Massa Blanko : 1,27 gram
Volume Na2S2O3 pada Blanko : 1,05 mL
(1,05−0,3)𝑥 0,1 𝑥 8 𝑥 10
Bilangan Peroksida = = 4,7244
1,27
Sampel 5
Massa Blanko : 1,265 gram
Volume Na2S2O3 pada Blanko : 1,0 mL
(1,0−0,3)𝑥 0,1 𝑥 8 𝑥 10
Bilangan Peroksida = = 4,4269
1,265
21
Lampiran 2. Dokumentasi Percobaan
indikator amilum
22