Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA PANGAN

ANALISIS BILANGAN PEROKSIDA

Dosen Pengampu : Anna Muawanah, M.Si dan Tarso Rudiana, M.Si

Disusun oleh :

Fadhilah Restu Pratiwi (11160960000066)


Muhammad Syauqi (11160960000072)
Alda Aissyiyah Putri (11160960000074)
Mutia Nur Fitriani (11160960000080)

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Tujuan Percobaan ..................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3

2.1 Definisi Minyak ........................................................................................ 3

2.2 Kualitas Minyak Goreng .......................................................................... 3

2.3 Sifat Minyak ............................................................................................. 4

2.3.1 Sifat Fisika Minyak ........................................................................... 4

2.3.2. Sifat Kimia Minyak ........................................................................... 6

2.4 Parameter Kualitas Minyak Goreng ......................................................... 7

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ......................................................... 10

3.1 Alat ......................................................................................................... 10

3.2 Bahan ...................................................................................................... 10

3.3 Prosedur Kerja ........................................................................................ 10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 12

4.1 Hasil Pengamatan ................................................................................... 12

4.2 Pembahasan ............................................................................................ 12

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 18

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 18

i
5.2 Saran ....................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

LAMPIRAN ......................................................................................................... 21

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Reaksi Pembentukan Peroksida Pada Minyak Goreng ........................ 8


Gambar 2. Reaksi Titrasi Iodometri ...................................................................... 9

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Analisis Bilangan Peroksida pada Sampel


Minyak ................................................................................................ 12
Tabel 2. Kriteria Mutu Minyak Menurut SNI (2013) ....................................... 16

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Percobaan ................................................................. 22

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting adalah pangan. Dalam
kehidupan sehari-hari kita melakukan aktivitas.Untuk melakukan itu kita
memerlukan energi, seperti halnya karbohidrat, protein, dan lemak merupakan
sumber energi bagi tubuh (Budiyanto, 2004). Selain itu lemak dan minyak juga
merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan
protein. Satu gram lemak dan minyakdapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan
karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal setiap gram (Winarno, 1989).
Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. World Health Organization
(1990) menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 15-30 % kebutuhan energi total
dianggap baik untuk kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam lemak
esensial dan untuk membantu penyerapan vitamin larut lemak.

Salah satu bahan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan lemak


manusia adalah minyak goreng. Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah
dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng
merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh
lapisan masyarakat. Konsumsi minyak goreng biasanya digunakan sebagai media
untuk menggoreng bahan pangan, menambah cita rasa, ataupun shortening yang
membentuk tekstur pada pembuatan roti (Oktaviani, 2009).

Kerusakan minyak atau lemak juga diakibatkan pemanasan pada suhu


tinggi (200-250°C), yang terjadi selama proses penggorengan. Hal ini akan
mempengaruhi kualitas minyak dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng
(Almatsier, 2004). Penggorengan merupakan proses thermal yang menghasilkan
karakteristik makanan gorengan dengan warna coklat keemasan, tekstur renyah
penampakan dan flavor yang diinginkan sehingga makanan gorengan sangat

1
popular. Selama penggorengan akan terjadi oksidasi dari dekomposisi minyak
yang dipengaruhi oleh bahan pangan dan kondisi penggorengan.

Penggunaan minyak jelantah yang berkelanjutan oleh manusia dapat


menyebabkan berbagai macam penyakit diantaranya penyakit kanker, dapat
mengurangi kecerdasan generasi berikutnya, dan pengendapan lemak dalam
pembuluh darah. Selain itu, selama penggorengan akan terbentuk senyawa
akrolein yang bersifat racun dan menimbulkan gatal pada tenggorokan (Wildan,
2002).

Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan


peroksida. Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang
telah mengalami oksidasi angka peroksida sangat penting untuk identifikasi
tingkat oksidasi minyak. Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena
peristiwa oksidasi. Hasil yang diakibatkan oksidasi lemak antara lain peroksida,
asam lemak, aldehid dan keton. Bau tengik terutama disebabkan oleh aldehid dan
keton. Untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai
angka peroksida atau angka asam thiobarbiturat (TBA) (Sudarmadji, 1996).
Senyawa peroksida digunakan sebagai indikator terjadinya oksidasi lemak atau
minyak. Keberadaan senyawa peroksida pada lemak atau minyak dapat ditentukan
dengan metode spektrofotometri maupun titrimetri (Kusnandar, 2011). Semakin
banyak pengulangan penggorengan maka bilangan peroksida semakin meningkat.
Berdasarkan standar mutu minyak goreng di Indonesia yang diatur dalam SNI-
3741-1995 bahwa standar bilangan peroksida untuk minyak goreng adalah
maksimal 2 meq/Kg (Wijana et al., 2005).

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah :

1. Mengetahui kerusakan minyak berdasarkan bilangan peroksidanya.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Minyak

Minyak termasuk salah satu anggota dari golongan lipid, yaitu merupakan
lipid netral. Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam
lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25˚C) dan lebih banyak mengandung
asam lemak tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Sedangkan lemak
adalah gliserida yang berbentuk padat pada suhu kamar (Fistone, 1984 ). Minyak
goreng adalah minyak pangan yang terdiri dari asam lemak dan gliserol yang
berfungsi sebagai media penghantar panas. Asam lemak yang terkandung dalam
minyak goreng ada yang bersifat jenuh dan ada yang bersifat tidak jenuh. Asam
lemak tidak jenuh yaitu asam lemak yang mempunyai ikatan tidak jenuh
(rangkap) baik tunggal maupun ganda. Asam lemak tidak jenuh bersifat mudah
rusak apabila terkena panas. Asam lemak yang bersifat jenuh yaitu asam lemak
dengan rantai tunggal. Asam lemak jenuh biasanya terdapat dalam minyak atau
lemak yang berasal dari hewan (Sjahmien,1992) Di Indonesia minyak pangan
yang banyak digunakan adalah minyak nabati. Secara umum, di pasaran
ditawarkan dua macam minyak goreng yaitu minyak goreng yang berasal dari
tumbuhan (minyak nabati) dan minyak goreng yang berasal dari hewan yang
terkenal tallow (minyak atau lemak berasal dari sapi) dan lard (minyak atau lemak
berasal dari babi). Minyak goreng nabati contohnya minyak sawit, minyak kelapa,
minyak jagung, minyak kedelai, minyak zaitun, dan lain-lain.

2.2 Kualitas Minyak Goreng

Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya
matahari, tidak merusak flavor hasil gorengan, sediki gum, menghasilkan tekstur
dan rasa yang bagus, asapnya sedikit setelah digunakan berulang-ulang, serta
menghasilkan warna keemasan pada produk. (Rasyaf, 1994) Minyak goreng
biasanya bisa digunakan hingga 3-4 kali penggorengan. Jika digunakan berulang

3
kali, minyak akan berubah warna. Saat penggorengan dilakukan, ikatan rangkap
yang terdapat pada asam lemak tak jenuh akan putus membentuk asam lemak
jenuh. (Sjahmien,1992)

Minyak yang baik adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh
lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya. Minyak
goreng dikatakan berkualitas apabila mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap
panas. Selain itu, mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu
pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat
menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Makin tinggi titik asap makin baik
mutu minyak goreng tersebut. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari
kadar gliserol bebas. Akibat penggorengan berkali-kali asam lemak yang
terkandung dalam minyak akan semakin jenuh dan membuat ikatan rangkap
minyak teroksidasi. Hal ini akan mengakibatkan makanan yang digoreng menjadi
berbahaya bagi kesehatan Dalam pengolahan makanan, minyak berfungsi sebagai
(Hambali et al., 2007) :

a. Sebagai media penghantar panas sewaktu menggoreng makanan.


b. Sebagai bahan untuk memperbaiki tekstur dan cita rasa makanan.
c. Sebagai penambah kandungan energi dalam makanan.

2.3 Sifat Minyak

2.3.1 Sifat Fisika Minyak

Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu :

1. Zat Warna Alamiah (Natural Coloring Matter)


Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah didalam
bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada
proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari dan karoten,
xanthofil, klorofil, dan anthosianin. Zat warna ini menyebabkan minyak
berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.
Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang
bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan

4
hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut
juga ikut terhidrogenasi, sehingga intensitas warna kuning berkurang.
Karotenoid bersifat tidak stabil pada suhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap
panas, maka warna kuning akan hilang. Karotenoid tersebut tidak dapat
dhilangkan dengan proses oksidasi. (Winarno, 1989).
2. Zat Warna Hasil Degradasi Zat Warna Alamiah
A. Warna Gelap
Disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E).
Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat klorofil yang
berwarna hijau turut terekstrak bersama minyak, dan klorofil tersebut
sulit dipisahkan dari minyak. Warna gelap ini dapat terjadi selama proses
pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu :
a. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu pengepresan
dengan cara hidraulik atau expeller, sehingga sebagian minyak
teroksidasi. Di samping itu minyak yang terdapat dalam suatu
bahan, dalam keadaan panas akan mengekstraksi zat warn yang
terdapat dalam bahan tersebut.
b. Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan
suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna
yang lebih gelap
c. Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu,
misalnya campuran pelarut petroleum-benzena akan menghasilkan
minyak dengan warna lebih cerah jika dibandingkan dengan
minyak yang diekstraksi dengan pelarut trichlor etilen, benzol dan
heksan.
d. Logam seperti Fe,Cu dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak
diingini dalam minyak.
e. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak
menghasilkan warna kecoklat-coklatan.

5
B. Warna Cokelat
Pigmen cokelat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak
yang berasal dari bahan yang telah busuk atau memar.
C. Warna Kuning
Hubungan yang erat antara proses absorbsi dan timbulnya warna
kuning dalam minyak terutama terjadi dalam minyak atau lemak tidak
jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna
berasal dari kuning sampai ungu kemerah-merahan (Winarno, 1989).

2.3.2. Sifat Kimia Minyak

1. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang
dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena
terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi
ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan
flavor dan bau tengik pada minyak tersebut (Hartadi, 2002).

2. Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara
sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi
oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak.
Faktor-faktor yang menyebabkan minyak goreng teroksidasi dengan
cepat diantaranya : pemanasan berulang, cahaya, katalis logam
seperti besi dan tembaga, senyawa oksidator pada bahan pangan
yang digoreng, jumlah oksigen, dan derajat ketidakjenuhan asam
lemak dalam minyak. Oksidasi selanjutnya ialah terurainya asam-
asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid
dan keton serta asam-asam lemak bebas. Rancidity terbentuk oleh
aldehida bukan oleh peroksida. Jadi, kenaikan Peroxida Value (PV)
hanya indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan
berbau tengik (Hartadi, 2002).

6
3. Polimerisasi
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng
terjadi karena reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh.
Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum (gummy
material) yang mengendap di dasar wadah penggoreng. Proses
polimerisasi ini mudah terjadi pada minyak setengah mengering atau
minyak mengering, karena minyak tersebut mengandung asam lemak
tidak jenuh dalam jumlah besar. Kerusakan lemak atau minyak
akibat pemanasan pada suhu tinggi (200-250˚C) akan mengakibatkan
keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit misalnya
diarrhea, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker dan
menurunkan nilai cerna lemak. Bahan makanan yang mengandung
lemak dengan bilangan peroksida tinggi akan mempercepat
ketengikan, dan lemak dengan bilangan peroksida lebih besar dari
100 dapat meracuni tubuh (Hartadi, 2002).

4. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan
untuk menjenuhkan ikatan rangkap dan rantai karbon asam lemak
pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan
menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai
katalisator (Hartadi, 2002).

2.4 Parameter Kualitas Minyak Goreng

Bilangan Peroksida

Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas,


sehingga lemak yang telah dipanaskan hanya mengandung sejumlah kecil
peroksida. Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan
destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya
vitamin A,C,D,E,K, dan sejumlah kecil vitamin B). Peroksida akan membentuk
persenyawaan lipoperoksida secara non enzimatis dalam otot usus dan
mitochondria. Lipoperoksida dalam aliran darah mengakibatkan denaturasi
lipoprotein yang mempunyai kerapatan rendah. Lipoproein dalam keadaan normal

7
mempunyai fungsi aktif sebagai alat transportasi trigliserida, dan jika lipoprotein
mengalami denaturasi akan mengakibatkan deposisi lemak dalam pembuluh darah
(aorta) sehingga menimbulkan gejala atherosclerosis (Ketaren, 1986).

Gambar 1. Reaksi Pembentukan Peroksida Pada Minyak Goreng

Bilangan peroksida didefinisikan sebagai jumlah miliequivalen peroksida


dalam setiap 1000 g minyak atau lemak. Bilangan peroksida >20 menunjukkan
kualitas minyak yang sangat buruk, biasanya teridentifikasi dari bau yang tidak
enak. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat
oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida (Ketaren,1986).
Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan setelah
lemak atau minyak ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI dalam
Universitas Sumatera Utara pelarut asam asetat dan kloroform, kemudian iodin
yang terbentuk ditentukan dengan titrasi memakai Na2S2O3 (Winarno,1989).
Secara umum reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai berikut :

Bilangan peroksida menyatakan terjadinya oksidasi dari minyak. Bilangan


peroksida berguna untuk penentuan kualitas minyak setelah pengolahan dan
penyimpanan. Peroksida akan meningkat sampai pada tingkat tertentu selama
penyimpanan sebelum penggunaan, yang jumlahnya tergantung pada waktu,suhu,
dan kontaknya dengan cahaya dan udara. Tingginya bilangan peroksida

8
menandakan oksidasi yang berkelanjutan, tetapi rendahnya bilangan peroksida
bukan berarti bebas dari oksidasi. Pada suhu penggorengan, peroksida meningkat,
tetapi menguap dan meninggalkan sistem penggorengan pada temperatur yang
tinggi (Ketaren, 1986).

Produk utama dari oksidasi lipid adalah hidroperoksida yang umu mnya
dikenal dengan istilah peroksida. Peroksida merupakan komponen organik tidak
stabil yang terbentu k dari trigliserida. Metode pengujian bilangan peroksida telah
lama dikembangkan oleh Lawson (1985) dan Rossell (1983). Metode ini
mengukur pembentukan senyawa hidroperoksida intermediat dalam satuan
miliekuivalen oksigen aktif per kilogram sampel. Hidroperoksida yang yang
dihasilkan selama oksidasi minyak akan bereaksi dengan ion iodida membentuk
iodin yang pada akhirnya akan diukur dengan menggunakan titrasi tiosulfat.
(ASA, 2000)

Gambar 2. Reaksi Titrasi Iodometri

9
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat

Alat yag digunakan dalam percobaan ini adalah erlenmeyer bertutup, gelas
ukur, buret, pemanas, pipet volume, neraca analitik, pipet tetes dan spatula.

3.2 Bahan

Sampel minyak goreng yang telah mengalami perlakuan sebelumnya


dalam 5 variabel, asam asetat glasial, kloroform, alkohol, larutan jenuh KI,
aquades, natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N dan indikator amilum.

3.3 Prosedur Kerja

Sampel Minyak Goreng

- ditimbang 1,25 g

+ 12,5 mL larutan (asam asetat glasial,


kloroform, alkohol)

+ 0,25 mL larutan KI jenuh

- didihkan selama 1 menit

+ 15 mL aquades

+ 2-3 tetes indikator amilum (kanji)

- dititrasi dengan latutan natrium tiosulfat


0,1 N hingga warna kuning hilang

Dihitung kadar bilangan


peroksidanya

10
Ditimbang masing-masing variabel seberat 1,25 g kedalam erlenmeyer.
Kemudian ditambahkan 12,5 g larutan yang terdiri dari asam asetat glasial,
kloroform dan alkohol. Selanjutnya sampel yang telah dicampurkan dengan
larutan ditambahkan larutan KI sebanyak 0,25 mL. Sehabis itu didihkan selama 1
menit diatas penangas dan jika sudah 1 menit ditambahkan aquades 15 mL.
Selanjutnya sampel diteteskan indikator amilum sebanyak 2-3 tetes lalu dititrasi
dengan standar natrium tiosulfat hingga warna kuning hilang.

(𝑉1−𝑉0) 𝑥 𝑁 𝑥 8 𝑥 10
Perhitungan bilangan peroksida (mg/100g) =
𝑤

Keterangan:
V1 = volume larutan natrium tiosulfat untuk minyak (mL)
V0 = volume larutan natrium tiosulfat untuk blanko (mL)
N = normalitas larutan standar natrium tiosulfat
w = berat minyak (gram)
g = ½ bobot atom oksigen

11
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Analisis Bilangan Peroksida pada Sampel


Minyak

Volume Bilangan Peroksida


Sampel Massa (g)
Na2S2O3 (mL) (mg/100 g)
Blanko - 0,3 -
Simplo 1 1,27 0,9
Duplo 1 1,27 1,1 4,4094
Rata-rata 1,27 1
Simplo 2 1,25 2,3
Duplo 2 1,26 1,4 9,8805
Rata-rata 1,255 1,85
Simplo 3 1,26 1,2
Duplo 3 1,27 1 5,0593
Rata-rata 1,265 1,1
Simplo 4 1,28 1
Duplo 4 1,26 1,1 4,7244
Rata-rata 1,27 1,05
Simplo 5 1,27 1
Duplo 5 1,26 1 4,4269
Rata-rata 1,265 1

4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan analisis bilangan peroksida dari sampel
minyak goreng bekas yang sudah dilakukan penggorengan dengan tempe
sebanyak 5 kali, praktikkan menggunakan minyak goreng dari salah satu merk
yaitu Sunco. Tujuan dari percobaan ini adalah `untuk mengetahui kerusakan
minyak berdasarkan bilangan peroksidanya. Bilangan peroksida adalah nilai
terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada lemak dan minyak. Asam
lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga
membentuk peroksida. Peroksida dapat ditentukan dengan metode iodometri. Cara
yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada

12
reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang
dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat (Na 2S2O3).
Penentuan peroksida ini kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun
bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis
lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang
disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Ketaren,
1986).

Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar


peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi
lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah
mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti
menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa
disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju
degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami
degradasi dan bereaksi dengan zat lain. Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara
spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan
proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan.

Praktikkan menggunakan minyak goreng bekas sebagai sampel


dikarenakan untuk memacu terjadinya proses oksidasi pada minyak dengan
penggunaan suhu yang tinggi. Pemanasan pada suhu yang tinggi mengakibatkan
terjadinya beberapa reaksi penyebab kerusakan minyak. Reaksi-reaksi yang terjadi
adalah hidrolisa, oksidasi dan polimerisasi. Kandungan asam lemak bebas minyak
meningkat selama pemanasan, disebabkan peristiwa oksidasi dan hidrolisis. Pada
proses ini terjadi pemutusan rantai triglesirida menjadi asam-asam lemak bebas
dan gliserol. Reaksi oksidasi oleh oksigen terhadap asam lemak tidak jenuh akan
menyebabkan terbentuknya peroksida, aldehid, keton serta asam-asam lemak
berantai pendek yang dapat menimbulkan perubahan organoleptik yang tidak
disukai seperti perubahan bau dan flavor (ketengikan). Oksidasi disebabkan oleh
udara yang ada disekitar saat pemanasan atau penggorengan, umumnya proses ini
berjalan lambat. Derajat oksidasi ditandai dengan penyerapan oksigen, semakin
lama dan tinggi suhu pemanasan, proses oksidasi berjalan cepat. Oksidasi terjadi

13
pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Oksidasi dimulai dengan pembentukan
peroksida dan hidroperoksida dengan pengikatan oksigen pada ikatan rangkap
pada asam lemak tidak jenuh. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan
kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.

Dalam penentuan jumlah senyawa peroksida dapat ditentukan dengan cara


iodometri, yaitu senyawa dalam lemak (minyak) akan dioksidasi oleh kalium
iodida (KI) dan iod yang dilepaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat (Na2S2O3).
Metode iodometri yang paling banyak digunakan untuk menentukan angka
peroksida umumnya ditentukan dengan pengukuran banyaknya iod bebas dari
larutan kalium iodida jenuh pada suhu ruang dari lemak atau minyak yang
dipisahkan dalam pencampuran asam asetat dan kloroform. Iod bebas ditritasi
dengna natrium thiosulfat standar. Angka peroksida sebagai indikator produk
dasar oksidasi. Angka ini menyatakan milimol oksigen peroksida per kilogram
lemak.

Dalam praktikum kali ini sampel yang digunakan sebanyak 1,25 gram
dengan 5 kali penggorengan dan dilakukan secara duplo (pengukuran berulang
pada contoh yang sama) bertujuan untuk meningkatkan ketepatan percobaan.
Karena jika suatu pengukuran dilakukan berulang kali sedangkan variasinya kecil
maka dapat dikatakan bahwa kecermatan pengukurannya tinggi. Kecermatan dan
ketepatan tidak bergantung satu dengan lainnya. Suatu hasil analisis bisa saja
terjadi ketepatannya rendah namun kecermatannya tinggi. Hasil analisis yang
ideal mempunyai nilai baik ketepatan maupun kecermatan pengukurann yang
tinggi pula.

Sampel yang sudah ditimbang sebanyak 1,25 gram kemudian dimasukkan


ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan campuran larutan asam asetat glasial,
kloroform, dan alkohol. Fungsi penambahan kloroform tersebut adalah sebagai
pelarut. Karena minyak merupakan kelompok yang masuk pada golongan lipid,
yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi
larut dalam pelarut organik non-polar misalnya, kloroform (CHCl3), benzena dan
hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut tersebut karena
minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut. Sedangkan

14
digunakan larutan asam asetat glasial karena alkali iodida akan bereaksi sempurna
dalam larutan bersuasana asam.

Kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan KI jenuh yang berwujud cair,


kuning jernih dan larutan menjadi kuning jernih. Fungsi dari penambahan KI
adalah untuk membebaskan iodin yang ditandai terbentuknya warna kuning pada
sampel. Pada tahap ini, terjadi reaksi sebagai berikut:

R-OOH + 2KI + H2O  R-OH + I2 + 2KOH

Kemudian dididihkan larutan selama 1 menit lalu ditambah 30 mL aquades.


Sebelum melakukan titrasi dengan Na2S2O3, larutan ditambahkan larutan amilum
terlebih dahulu. Penambahan amilum berfungsi sebagai indikator adanya I2.
Dilakukan titrasi iodometri sampai titik ekivalen yaitu tepat saat warna kuning
hilang. Pada tahap ini terjadi reaksi :

I2 + 2Na2S2O3  2NaI + Na2S4O6

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada titrasi yan dilakukan oleh blanko
membutuhkan 0,3 ml yang akan dijadikan v0 pada perhitungan bilangan
peroksida. Kemudian pada penggorengan pertama diperoleh bilangan peroksida
sebesar 4,4094 mg/100 g atau 0,44094 mek O2/kg. Dan bilangan peroksida pada
penggorengan kedua, ketiga, keempat, kelima berturut-turut adalah 9,8805
mg/100 g atau 0,98805 mek O2/kg; 5,0593 mg/100 g atau 0,50593 mek O2/kg;
4,7244 mg/100 g atau 0,47244 mek O2/kg; 4,4269 mg/100 g atau 0,44269 mek
O2/kg. Berdasarkan nilai tersebut, dapat dinyatakan bahwa minyak goreng dari
salah satu merk yaitu Sunco tersebut masih dibawah ambang batas bilangan
peroksida seperti yang tertera pada SNI-3741-2013 tentang standar mutu minyak
goreng yaitu maksimal sebesar 10 mek O2/kg. Hal ini berarti bahwa minyak
goreng Sunco tersebut masih dapat digunakan/dikonsumsi karena bilangan
peroksidanya lebih rendah. Berikut adalah kriteria minyak menurut SNI tahun
2013.

15
Tabel 2. Kriteria Mutu Minyak Menurut SNI (2013)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Bilangan asam mg KOH/g maks. 0,6


2. Bilangan peroksida mek O2/kg maks. 10
3. Minyak pelikan - negatif
Asam linolenat (C18:3) dalam
4.
komposisi asam lemak minyak % maks. 2
5. Cemaran logam
5.1 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2
5.2 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,1
5.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0/250,0
5.4 Merkuri (Hg) mg/kg maks.0,05
8 Cemaran Arsen (As) mg/kg maks. 0,1

Peroksida terbentuk karena asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen
pada ikatan rangkapnya membentuk peroksida dan akhirnya membentuk aldehid
yang akan menyebabkan bau tengik pada minyak. Peroksida terbentuk pada tahap
inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa olefin
menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses
pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan
oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari
molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru
(deMan, 1999).

Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi. Menurut (Winarno, 1997)


sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya di
sebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh
suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas.

Pada tahap inisiasi oksidasi ini hidrogen diambil dari senyawa asam lemak
tidak jenuh menghasikan radikal bebas. Molekul-molekul minyak yang
mengandung radikal bebas mengalami oksidasi. Kemudian radikal ini bereaksi

16
dengan oksigen membentuk radikal peroksi (peroksida aktif), yang selanjutnya
dapat membentuk hidroperoksida bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah
menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek sehingga dapat
mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan
radikal bebas yang baru. Hal ini dipercepat oleh radiasi energi tinggi, energi
panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa dengan rantai C lebih pendek ini
adalah asam-asam lemak, aldehid-aldehid, dan keton yang bersifat volatil dan
menimbulkan bau tengik pada lemak.

Pada suhu yang terlalu tinggi dan dilakukan secara berulang-ulang, ikatan
gliserin dapat pecah sehingga lepasnya dua molekul air dan membentuk senyawa
akrolein. Senyawa akrolein bersifat volatil dan membentuk asap yang dapat
mengiritasi mata. Pembentukan senyawa ini menyebabkan warna gelap.

Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor


yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100
meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang
tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak
akan berbau tengik, dan jika bilangan peroksidanya terlalu tinggi maka minyak
tersebut akan sangat berbahaya untuk dikonsumsi karena beracun.

17
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa


sampel minyak goreng yang digunakan memiliki batas bilangan peroksida yang
masih dibawah ambang batas normal yang telah ditentukan oleh SNI 3741:2013
yakni sebesar 10 mg/100g. Selain itu, jika mengacu pada hasil percobaan yang
kami lakukan dari kelima variabel didapatkan hasil bilangan peroksida masing-
masing sebesar 4,4; 9,8; 5,0; 4,7; 4,4 mg/100g.

5.2 Saran

Dalam praktikum kali ini diperlukan ketelitian dan kehati-hatian dalam


memperlakukan sampel minyak goreng karena seharusnya angka bilangan
peroksida yang dihasilkan akan meningkat dari tiap variabel yang telah
dikerjakan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. (ed. 4). Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.

ASA. 2000. Feed Quality Management Workshop: Penentuan Bilangan


Peroksida. Ciawi.

Budiyanto, Moch.Agus Krisno. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Gizi Edisi 3. Malang:


Universitas Muhammadiyah-Press.

deMan, M. 1999. Principles of Food Chemistry. Third Edition. Aspen Publicher,


Inc. Gaithersburg, Maryland.

Firestone, D. 1984. Peroxide Value in Oil and Fat. J .A .O.A .C . 28:507. LIPI.

Hambali, E. 2007. Teknologi Bioenergi. Bogor: PT. Agromedia Pustaka.

Hartadi, H. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: UGM-Press.

Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI-
Press.

Kusnandar, Feri. 1991. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta: PT Dian


Rakyat.

Moehji, Sjahmien. 2003. Ilmu Gizi 2: Pananggulangan Gizi Buruk. Jakarta: Papas
Sinar Sinanti.

Oktaviani, Dwi Nita. 2009. Hubungan Lamanya Pemanasan dengan Kerusakan


Minyak Goreng Curah Ditinjau dari Bilangan Peroksida. Jurnal
Biomedika. 1(1) : 31-35.

Rasyaf, H. M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Yogyakarta: Kanisius.

Sudarmadji, Slamat et al. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian


Yogyakarta: Liberty.

19
Wildan, Farihan. 2002. Penentuan Bilangan Peroksida dalam Minyak Nabati
dengan Cara Titrasi. Bogor: Balai Penelitian Ternak-Ciawi. Hal 63-69.

Wijana, Susinggih et al. 2005. Mengolah Minyak Goreng Bekas. (ed. 1) Surabaya:
Trubus Agrisarana.

Winamo, F. G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. hal 57-58. Jakarta: Penerbit
Gramedia.

20
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan

(𝑣1−𝑣𝑜)𝑥 𝑁 𝑥 8 𝑥 10
Rumus : Bilangan Peroksida = 𝑤

 Blanko
Volume Na2S2O3 pada Blanko : 0,3 mL
 Sampel 1
Massa Blanko : 1,27 gram
Volume Na2S2O3 pada Blanko : 1,0 mL
(1,0−0,3)𝑥 0,1 𝑥 8 𝑥 10
Bilangan Peroksida = = 4,4094
1,27

 Sampel 2
Massa Blanko : 1,255 gram
Volume Na2S2O3 pada Blanko : 1,85 mL
(1,85−0,3)𝑥 0,1 𝑥 8 𝑥 10
Bilangan Peroksida = = 9,8805
1,255

 Sampel 3
Massa Blanko : 1,265 gram
Volume Na2S2O3 pada Blanko : 1,1 mL
(1,1−0,3)𝑥 0,1 𝑥 8 𝑥 10
Bilangan Peroksida = = 5,0593
1,265

 Sampel 4
Massa Blanko : 1,27 gram
Volume Na2S2O3 pada Blanko : 1,05 mL
(1,05−0,3)𝑥 0,1 𝑥 8 𝑥 10
Bilangan Peroksida = = 4,7244
1,27

 Sampel 5
Massa Blanko : 1,265 gram
Volume Na2S2O3 pada Blanko : 1,0 mL
(1,0−0,3)𝑥 0,1 𝑥 8 𝑥 10
Bilangan Peroksida = = 4,4269
1,265

21
Lampiran 2. Dokumentasi Percobaan

Sampel setelah ditambahkan larutan Sampel setelah ditambahan aquades

indikator amilum

Sampel yang sedang didihkan

22

Anda mungkin juga menyukai