Anda di halaman 1dari 54

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI

PROFESI APOTEKER KELAS A

PRODUKSI SEDIAAN TABLET AMOKSILIN


YANG BAIK

Dosen : Prof. Dr. Teti Indrawati, MSi., Apt

Disusun Oleh :
Kelompok II A
Yuvita Sari (20340004)
Davit Muhamad Muslim (20340005)
Endang Sari (20430006)

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
OKTOBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan bimbinganNya akhirnya kami dapat menyusun makalah ini. Makalah ini kami
susun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Sediaan Farmasi
mengenai “Produksi Sediaan Tablet Amoksilin yang Baik”.
Sehubungan dengan terselesaikannya penulisan makalah ini, kami penulis
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Prof. Dr Teti Indrawati,MS.,Apt selaku dosen mata
kuliah Teknologi Sediaan Farmasi yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan
kesempatan sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Kami penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih mempunyai beberapa
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan. Semoga makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat.

Jakarta, 06 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL MAKALAH................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1. 1. Latar Belakang.............................................................................................1
1. 2. Rumusan Masalah........................................................................................2
1. 3. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2. 1 Amoksilin .....................................................................................................3
2.1.1. Indikasi...............................................................................................3
2.1.2. Efek samping......................................................................................3
2.1.3. Kontraindikasi....................................................................................4
2.1.4. Peringatan...........................................................................................4
2.1.5. Interaksi Obat.....................................................................................4
2.1.6. Penyimpanan......................................................................................5
2.1.7. Sifat Fisika Kimia...............................................................................5
2.1.8. Farmakologi........................................................................................5
2. 2 Tablet.............................................................................................................7
2.2.1. Karakteristik Tablet yang Baik...........................................................7
2.2.2. Komponen Tablet...............................................................................8
2.2.3. Metode Pembuatan Tablet..................................................................9
2.2.4. Evaluasi Sediaan Tablet.....................................................................11
2.2.5. Permasalahan dalam Pencetakan Tablet.............................................18
2. 3 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)................................................18
2.3.1 Aspek-Aspek CPOB...........................................................................18
2. 4 Praformulasi.................................................................................................24
BAB III PEMBAHASAN .......................................................................................31
3. 1. Produksi Sediaan Tablet Amoksilin dengan Cara yang Baik..................31
3. 2. Komponen Sediaan dan Rancangan Sediaan Tablet Amoksilin..............32
3. 3. Pengadaan dan Alur Pengadaaan Bahan Baku.........................................34
3.3.1 Pengadaan Bahan Baku..................................................................................34

iii
3.3.2 Alur Pengadaan Bahan Baku..........................................................................35
3. 4. Alur Produksi, Evaluasi, Pengemasan, Penyimpanan dan Distribusi.....36
3.4.1 Alur Produksi dan Evalusi..................................................................36
3.4.2 Pengemasan........................................................................................39
3.4.3 Penyimpanan......................................................................................40
3.4.4 Pendistribusisan..................................................................................41
BAB IV PENUTUP..................................................................................................43
4.1. Kesimpulan...................................................................................................43
4.2. Saran..............................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................46
DISKUSI KELOMPOK..........................................................................................49

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat, semakin tinggi
pula kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan. Kesehatan telah menjadi salah
satu kebutuhan pokok individu yang dinilai sangat berpengaruh pada kualitas diri dalam
rangka mencari kualitas. Kesehatan berperan penting dalam pelaksanaan pembangunan
nasional yang berusaha mewujudkan masyarakat yang sehat dan sejahtera. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas produk-produk farmasi pada
industri farmasi.
Industri farmasi merupakan salah satu sarana yang dapat membantu meningkatkan
kesehatan secara tidak langsung melalui produksi dan menyalurkan obat-obatan maupun
perbekalan farmasi lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan kualitas yang baik.
Dalam memproduksi sediaan obat, industri farmasi dituntut untuk dapat menghasilkan obat
yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety), dan mutu (quality)
dalam dosis terapeutik. Pemerintah menerapkan guideline untuk industri farmasi yang
mengacu pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pedoman CPOB yang mengacu
pada Good Manufacturing Practice (GMP) dibuat untuk memberikan jaminan bahwa obat
yang diproduksi secara konsisten dapat memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dan
sesuai dengan tujuan penggunaannya yang mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu.
Proses pembuatan obat tidak hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi
yang sangat penting adalah mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Industri farmasi
dapat memenuhi ketersediaan obat yang berkualitas, aman, dan berkhasiat dengan cara
mengikuti serta menerapkan ketentuan yang berlaku yaitu menerapkan Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB).
Salah satu produk dari industri farmasi yang dapat membantu meningkatkan kesehatan
adalah Amoksilin. Amoksilin adalah antibiotika yang termasuk kedalam golongan penisilin.
Amoksilin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk mengatasi infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Haemophilus Influenza, Escherichia coli,
Proteus mirabilis, Salmonella. Amoksisilin juga dapat digunakan untuk mengatasi infeksi
yang disebabkan oleh bakteri Gram positif seperti: Streptococcus pneumoniae, enterococci,
nonpenicilinase-producing staphylococci, Listeria. Tetapi walaupun demikian, amoksilin

1
secara umum tidak dapat digunakan secara sendirian untuk pengobatan yang disebabkan oleh
infeksi streprtococcus dan staphilococcal. amoksilin diindikasikan untuk infeksi saluran
pernapasan, infeksi saluran kemih, infeksi klamidia, sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses
gigi dan infeksi rongga mulut lainnya (Siswandono, 2000). Sediaan amoksilin yang beredar
dipasaran antara lain: kapsul, kaplet, serbuk injeksi, syrup kering, tablet dispersibel, drops,
tablet salut selaput (IONI, 2017).
Tablet berupa sediaan oral dalam bentuk padat yang mengandung bahan aktif dengan
atau tanpa bahan tambahan yang sesuai. Tablet terdapat dalam berbagai macam ukuran,
bentuk, bobot, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan aspek lainnya tergantung penggunaan
tablet dan metode pembuatannya. Pembuatan obat amoksilin dalam bentuk sediaan tablet
karena amoksilin tidak stabil dengan air dan mudah terurai serta sediaan tablet memilki
beberapa keuntungan dibandingkan sediaan lainnya meliputi ketepatan dalam pemberian
dosis sehingga obat dapat didistribusikan secara seragam, dapat digunakan untuk zat aktif
yang sukar larut dalam air, menutup rasa dan bau, stabil selama penyimpanan, ekonomis dan
praktis. Keuntungan inilah yang membuat sediaan tablet semakin banyak di kembangkan oleh
pabrik-pabrik farmasi karena lebih umum digunakan oleh masyarakat.

1. 2. RumusanMasalah
1. Bagaimana cara memproduksi sediaan obat amoxillin yang baik?
2. Apa komponen sediaan amoxillin dan bagaimana rancangan formulasi sediaan
amoxillin?
3. Bagaimana pengadaan amoxillin dan alurnya?
4. Bagaimana memproduksi sediaan amoxillin yang baik (alur proses produksi,
evaluasi, pengemasan, penyimpanan dan distribusi)?

1. 3. Tujuan
1. Untuk memahami cara memproduksi sediaan obat amoxillin yang baik
2. Untuk memahami komponen sediaan amoxillin dan rancangan formulasi sediaan
amoxillin
3. Untuk memahami cara pengadaan amoxillin dan alurnya
4. Untuk memahami memproduksi sediaan amoxillin yang baik (alur proses
produksi, evaluasi, pengemasan, penyimpanan dan distribusi)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Amoksilin
Amoksilin merupakan suatu antibiotik semisintetik penicillin yang memiliki cincin β-
laktam memiliki aktivitas sebagai antibakteri yang disebabkan oleh mikroorganisme yang
rentan. Amoksilin merupakan antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk mengatasi
infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Haemophilus Influenza,
Escherichia coli, Proteus mirabilis, Salmonella. Amoksilin juga dapat digunakan untuk
mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri Gram positif seperti: Streptococcus
pneumoniae, enterococci, nonpenicilinase-producing staphylococci, Listeria. Tetapi
walaupun demikian, amoksisilin secara umum tidak dapat digunakan secara sendirian untuk
pengobatan yang disebabkan oleh infeksi streprtococcus dan staphilococcal. Amoksilin
diindikasikan untuk infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran kemih, infeksi klamidia,
sinusitis, bronkitis, pneumonia, abses gigi dan infeksi rongga mulut lainnya (Siswandono,
2000).

2.1.1. Indikasi
Infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, infeksi pada mulut (lihat keterangan di
atas), bronkitis, uncomplicated community- acquired pneumonia, infeksi Haemophillus
influenza, salmonellosis invasif; listerial meningitis. juga untuk profilaksis endokarditis;
terapi tambahan pada listerial meningitis, eradikasi Helicobacter pylori (IONI, 2017).

2.1.2. Efek Samping


a. Hipersensitivitas merupakan efek amoksilin yang paling penting. Determinan
antigenik utama dari hipersensitivitas amoksilin adalah metabolitnya yaitu asam
penisiloat yang dapat menyebabkan reaksi imun. Sekitar 5% pasien mengalami
hal ini, berkisar dari kulit kemerahan berupa makulopapular sampai dengan
angioderma (ditandai dengan bengkak di bibir, lidah, areaperiorbital) serta
anapilaktik. Reaksi alergi silang terjadi diantara sesama antibiotika β-laktam
(Mycek et al., 2001).
b. Diare disebabkan oleh ketidakseimbangan mikroorganisme intestinal dan sering
terjadi (Mycek et al., 2001).

3
2.1.3. Kontra Indikasi
Obat ini hipersensitifitas terhadap penisilin, serta hati-hati pada penderita yang
memiliki gangguan ginjal, hati dan sistem hematologi (Lasy et al., 2004). Selain itu, dapat
menyebabkan ruam pada penderita dengan infeksi mononukleus sehingga tidak baik
diberikan pada penderita penyakit ini (McEvoy and Gerald, 2002).

2.1.4. Peringatan
Meskipun belum ada penelitian mengenai pemberian amoksilin pada ibu hamil,
penggunaan amoksilin ternyata tidak berpengaruh terhadap perkembangan janin. Amoksilin
pada ibu hamil diberikan jika benar-benar diperlukan saja. Karena amoksilin terdistribusi
pada ASI sehingga menyebabkan reaksi sensitivitas pada bayi. Dengan demikian penggunaan
amoksilin tidak dianjurkan pada ibu menyusui (McEvoy and Gerald, 2002).
Hati-hati pada pasien dengan kelainan Phenylketonuria (defisiensi genetic homozigot
dari Phenylalanin hidroksilase) dan kelainan lain yang intake Phenylalanin dalam tubuh perlu
dibatasi. Formula amoksilin dengan rute per oral yang mengandung aspartam akan di
metabolisme di dalam saluran pencernaan menjadi phenylalanine. Sehingga formulasi serbuk
amoksilin untuk suspensi oral tidak seharusnya menggunakan aspartam. Selain itu juga perlu
diwaspadai penggunaan pada penderita mononukleosis. (McEvoy and Gerald, 2002).
Berdasarkan undang–undang mengenai obat dan makanan, amoksilin tergolong dalam
golongan obat keras. Obat keras hanya dapat dapat diperoleh dengan resep dokter di apotek,
apotek RS, puskesmas, dan balai pengobatan. Tanda khusus untuk obat keras yaitu lingkaran
berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis
tepi. Selain itu pada obat keras wajib mencantumkan kalimat “Harus dengan resep dokter”.

2.1.5. Interaksi Obat


a. Kombinasi dengan asam klavulanat (inhibitor kuat bagi beta-laktamase bakterial)
membuat amoxicilin ini menjadi lebih efektif terhadap kuman yang memproduksi
penisilinase. Terutama digunakan terhadap infeksi saluran kemih dan saluran
nafas yang resisten terhadap amoksilin (Tjay dan Rahardja, 2008).
b. Disulfiram dan probenesid memiliki aktifitas dalam meningkatkan efek
Amoksilin. Amoksilin meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin (Lasy et al.,
2004).
c. Efektivitas tetracycline, chlorampenicol, serta sediaan kontrasepsi oral dihambat
oleh golongan penicillin (Lasy et al., 2004).

4
2.1.6. Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Anonim a, 1995).

2.1.7. Sifat Fisika Kimia


Amoksilin atau Asam (2S,5R,6R)-6-[(R)-(-)-2-amino-2-(p-hidroksifenil) asetamido]-
3,3-dimetil-7-okso-4-tia-1-azabisiklo[3,2,0]-heptana-2-karboksilat trihidrat [61336-70-7],
dengan rumus kimia C16H19N3O5S.3H2O dengan BM (419,45). Amoksilin mengandung tidak
kurang dari 90,0% C16H19N3O5S, dihitung terhadap zat anhidrat. Mempunyai potensi setara
dengan tidak kurang dari 900μg dan tidak lebih dari 1050 μg per mg, C 16H19N3O5S, dihitung
terhadap zat anhidrat. Pemeriannya berupa serbuk hablur, putih; praktis tidak berbau.
Kelarutannya yaitu sukar larut dalam air dan methanol; tidak larut dalam benzena, dalam
karbon tetraklorida dan dalam kloroform. pH (3,5- 6,0) (F.I, 1995)

2.1.8. Farmakologi
Farmakodinamika
Amoksilin adalah bakterisidal yang rentan terhadap organisme melalui penghambatan
biosintesis dinding sel mukopeptida selama tahap penggandaan bakteri (Imoisili, 2008).
Amoksisilin lebih efektif melawan mikroorganisme gram positif dibanding gram negatif, dan
mendemonstrasikan efikasi lebih baik dibanding penisillin, penisillin V dan dibanding
antibiotik lain dalam pengobatan penyakit atau infeksi yang beragam (Kaur et al., 2011).
Amoksilin bekerja dengan mengikat pada ikatan penisilin protein 1A (PBP-1A) yang
berlokasi didalam dinding sel bakteri. Penisillin (amoksisilin) mengasilasi penisilin-
mensensitifkan transpeptidase C-terminal domain dengan membuka cincin laktam
menyebabkan inaktivasi enzim, dan mencegah pembentukan hubungan silang dari dua untai
peptidoglikan linier, menghambat fase tiga dan terakhir dari sintesis dinding sel bakteri, yang
berguna untuk divisi sel dan bentuk sel dan proses esensial lain dan lebih mematikan dari
penisillin untuk bakteri yang melibatkan mekanisme keduanya litik dan non litik (Kaur et al.,
2011).

Farmakokinetika
Absorpsi : Amoksilin hampir lengkap diabsorbsi sehingga konsekuensinya amoksilin
tidak cocok untuk pengobatan shigella atau enteritis karena salmonella, karena kadar efektif
secara terapetik tidak mencapai organisme dalam celah intestinal (McEvoy and Gerald,

5
2002). Amoksilin stabil pada asam lambung dan terabsorpsi 74-92% di saluran pencernaan
pada penggunaan dosis tunggal secara oral. Nilai puncak konsentrasi serum dan AUC
meningkat sebanding dengan meningkatnya dosis. Efek terapi Amoksilin akan tercapai
setelah 1-2 jam setelah pemberian per oral. Meskipun adanya makanan di saluran pencernaan
dilaporkan dapat menurunkan dan menunda tercapainya nilai puncak konsentrasi serum
amoksilin, namun hal tersebut tidak berpengaruh pada jumlah total obat yang diabsorpsi
(McEvoy and Gerald, 2002).
Distribusi : obat bebas ke seluruh tubuh baik. Amoksilin dapat melewati sawar
plasenta, tetapi tidak satupun menimbulkan efek teratogenik. Namun demikian, penetrasinya
ke tempat tertentu seperti tulang atau cairan serebrospinalis tidak cukup untuk terapi kecuali
di daerah tersebut terjadi inflamasi. Selama fase akut (hari pertama), meningen terinflamasi
lebih permeable terhadap amoksilin, yang menyebabkan peningkatan rasio sejumlah obat
dalam susunan saraf pusat dibandingkan rasionya dalam serum. Bila infefksi mereda,
inflamasi menurun maka permeabilitas sawar terbentuk kembali (Mycek et al., 2001).
Mekanisme : amoksilin mempengaruhi langkah akhir sintesis dinding sel bakteri
(transpeptidase atau ikatan silang) sehingga membran kurang stabil secara osmotik. Lisis sel
dapat terjadi, sehingga amoksilin disebut bakterisida. Keberhasilan aktivitas amoksilin
menyebabkan kematian sel berkaitan dengan ukurannya. Amoksilin hanya efektif terhadap
organisme yang tumbuh secara tepat dan mensintesis peptidoglikan dinding sel.
Konsekuensinya, obat ini tidak efektif terhadap organisme yang tidak mempunyai struktur ini
seperti mikobakteria, protozoa, jamur, dan virus (Mycek et al., 2001).

Mekanisme amoksilin dibagi menjadi dua yaitu:


a. Penisilin pengikat protein: amoksilin menginaktifkan protein yang berada pada
membran sel bakteri. Amoksilin tersebut yang mengikat protein merupakan enzim
bakteri yang terlibat dalam sintesis dinding sel serta menjaga gambaran morfologi
bakteri. Pejanan terhadap antibiotika ini tidak hanya dapat mencegah sintesis dinding
sel tetapi juga menyebabkan perubahan morfologi atau lisisnya bakteri yang rentan.
Perubahan pada beberapa molekul target ini menimbulkan resistensi pada organisme
(Mycek et al., 2001).
b. Autolisin: kebanyakan bakteri terutama kokus gram positif memproduksi enzim
degradatif (autolisin) yang berpartisipasi dalam remodelling dinding sel bakteri normal.
Dengan adanya amoksilin, aksi degradatif autolisin didahului dengan hilangnya sintesis
dinding sel. Mekanisme autolisis yang sebenarnya tidak diketahui kemungkinan adanya

6
penghambatan yang salah satu dari autolisin. Sehingga efek anti bakteri amoksilin
merupakan hasil penghambatan sintesis dinding sel bakteri dan destruksi keberadaan
dinding sel oleh autolisin (Mycek et al., 2001).
Eliminasi : jalan utama eliminasi melalui system sekresi asam organik (tubulus) di
ginjal, sama seperti melalui filtrat glomerulus. Penderita dengan gangguan fungsi ginjal, dosis
obat yang diberikan harus disesuaikan (Mycek et al., 2001).

2.2. Tablet
Tablet adalah sediaan oral dalam bentuk padat yang mengandung bahan aktif dengan
atau tanpa bahan tambahan yang sesuai. Tablet terdapat dalam berbagai macam ukuran,
bentuk, bobot, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan aspek lainnya tergantung penggunaan
tablet dan metode pembuatannya.
Tablet merupakan bentuk sediaan farmasi yang mempunyai beberapa keuntungan,
antara lain mudah digunakan oleh pasien, ketepatan dalam pemberian dosis sehingga obat
dapat didistribusikan secara seragam, dapat digunakan untuk zat aktif yang sukar larut dalam
air, menutup rasa dan bau, stabil selama penyimpanan, ekonomis dan praktis, tablet bisa
dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus seperti pelepasan di usus atau produk lepas
lambat, dan tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling kompak.
Disamping itu tablet mempunyai beberapa kerugian, antara lain beberapa obat tidak
dapat dikempa menjadi padat dan kompak tergantung pada keadaan amorfnya, tidak dapat
diberikan pada pasien yang tidak dapat menelan tablet atau kondisi yang tidak sadar, zat aktif
yang kurang larut dalam air sulit diformulasi atau memberikan ketersediaan hayati yang
rendah (Lachman, dkk., 1986:645- 646).

2.2.1. Karakteristik Tablet yang Baik


a. Harus mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi persyaratan.
b. Harus mengandung zat aktif yang homogeny dan stabil.
c. Fisik harus cukup kuat terhadap gangguan fisik atau mekanik.
d. Keseragaman bobot dan penampilan harus memenuhi persyaratan.
e. Waktu hancur dan laju disolusi harus memenuhi persyaratan.
f. Harus stabil terhadap udara dan suhu lingkungan.
g. Terbebas dari kerusakan fisik
h. Stabilitas fisik dan kimiawi cukup baik selama penyimpanan
i. Zat aktif dapat dilepaskan secara homogeny dalam waktu tertentu

7
j. Memenuhi persyaratan farmakope yang berlaku

2.2.2. Komponen Tablet


Tablet umumnya disamping zat aktif, juga mengandung zat pengisi, zat pengikat, zat
penghancur, zat pelicin, zat pewarna, zat perasa dan pemanis. Untuk tablet tertentu zat
pewarna, zat perasa, dan bahan-bahan lainnya dapat ditambahkan jika diperlukan. Komposisi
umum dari tablet adalah :
a. Zat berkhasiat/ zat aktif
Zat berkhasiat atau zat aktif jarang diberikan dalam keadaan murni, tetapi harus
dikombinasikan terlebih dahulu dengan zat-zat yang bukan obat yang mempunyai fungsi
khusus agar dapat dibentuk menjadi sediaan tablet (Syamsuni, 2006:172; dan Lachman, dkk.,
1986:698).
b. Zat pengisi
Zat pengisi adalah suatu zat yang ditambahkan ke dalam suatu formulasi tablet
bertujuan untuk penyesuaian bobot dan ukuran tablet sehingga sesuai dengan persyaratan,
untuk memperbesar volume massa agar mudah dicetak atau dibuat, dan meningkatkan mutu
sediaan tablet. Zat pengisi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu harus non-toksik, harus
tersedia dalam jumlah yang cukup, harganya harus cukup murah, tidak boleh saling
berkontraindikasi, secara fisiologis harus inert/netral, harus stabil secara fisik dan kimia baik
dalam kombinasi dengan berbagai obat atau komponen tablet lain, tidak boleh menggangu
warna, tidak boleh mengganggu bioavailabilitas obat. Zat pengisi yang biasa digunakan
adalah pati (amilum), laktosa, manitol, sorbitol dan lain-lain (Syamsuni, 2006:172; dan
Lachman, dkk., 1986:698).
c. Zat pengikat
Zat pengikat berfungsi memberi daya adhesi pada massa serbuk sewaktu granulasi serta
menambah daya kohesi pada bahan pengisi. Bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk
kering atau cairan selama granulasi basah untuk membentuk granul atau meningkatkan
kekompakan kohesi bagi tablet yang dicetak langsung. Misalnya gom akasia, gelatin,
sukrosa, povidon, metilselulosa, CMC Na, pasta pati terhidrolisis, selulosa mikrokristal
(Syamsuni, 2006:172; dan Lachman, dkk., 1986:701).
d. Zat penghancur (disintegran)
Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau hancurnya tablet
ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan. Bahan penghancur memliki beberapa
fungsi antara lain menarik air ke dalam tablet, mengembangkan dan menyebabkan tablet

8
pecah menjadi bagian-bagian. Fragmen-fragmen tablet itu sangat mungkin menentukan
kelarutan selanjutnya dari obat dan tercapainya bioavailabilitas yang diharapkan. Misalnya
pati, pati dan selulosa yang dimodifikasi secara kimia, asam alginate, amprotab, selulosa
mikrokristal, dan povidon sambung silang (Syamsuni, 2006:172; dan Lachman, dkk.,
1986:702).
e. Zat pelicin (lubrikan)
Zat pelicin dapat berfungsi untuk mengurangi gesekan antara dinding tablet dengan die
pada saat tablet ditekan ke luar, untuk mengurangi melekat atau adhesi bubuk atau granul
pada permukaan punch atau dinding die, dan untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan
jalan mengurangi gesekan diantara partikel-partikel. Umumnya lubrikan bersifat hidrofob,
sehingga dapat menurunkan kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet. Misalnya senyawa
asam stearat dengan logam, asam stearat, minyak nabati terhidrogenasi, dan talk. (Syamsuni,
2006:172; dan Lachman, dkk., 1986:703).
f. Zat pewarna, perasa, dan pemanis
Bahan pewarna berfungsi untuk menutupi obat yang kurang baik, identifikasi hasil
produksi dan membuat suatu produk menjadi lebih menarik. Ada dua macam zat warna yang
sudah dipergunakan dalam pembuatan tablet yaitu zat warna FD & C serta zat warna D & C
yang dipergunakan dalam bentuk larutan, yang merupakan jenis warna untuk bahan pembuat
granul. Bahan pemberi rasa biasanya dibatasi pada tablet kunyah atau tablet hisap yang
ditujukan untuk larut didalam mulut. Pada umumnya zat pemberi rasa yang larut dalam air
jarang dipakai dalam pembuatan tablet karena stabilitasnya kurang baik (Lachman, dkk.,
1986:704).

2.2.3. Metode Pembuatan Tablet


Berdasarkan prinsip pembuatannya, metode pembuatan tablet ada tiga macam yaitu
metode granulasi basah, granulasi kering dan cetak langsung.
a. Metode granulasi basah (wet granulation)
Granulasi basah adalah cara pembuatan tablet dengan mencampurkan zat aktif dan
eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dengan
jumlah yang tepat sehingga diperoleh masa lembab yang dapat digranulasi. Metode ini bisa
dilakukan apabila zat aktif tahan lembab dan tahan panas dan sifat alirannya buruk (Ansel,
1989).

9
Keuntungan granulasi basah :
1. Memperoleh aliran yang lebih baik
2. Meningkatkan kompresibilitas
3. Mendapatkan berat jenis yang sesuai
4. Mengontrol pelepasan
5. Mencegah pemisahan komponen selama prose
6. Meningkatkan distribusi keseragaman kandungan

Kekurangan/kerugian granulasi basah :


1. Tahap pengerjaan lebih lama
2. Banyak tahapan validasi yang harus dilakukan
3. Biaya cukup tinggi
4. Zat aktif tidak tahan lembab dan panas tidak dapat dikerjakan dengan metode ini

b. Metode granulasi kering (dry granulation)


Granulasi kering adalah proses pembuatan tablet dengan cara mencampurkan zat aktif
dan bahan dalam keadaan kering, untuk dikempa lalu dihancurkan menjadi partikel yang
lebih besar dan dikempa kembali untuk mendapatkan tablet yang memenuhi persyaratan.
Prinsipnya membuat granul yang baik dengan cara mekanis, tanpa pengikat dan
pelarut. Metode ini boleh digunakan apabila zat aktif memiliki sifat aliran yang buruk (tidak
amorf), zat aktif sensitif terhadap panas dan lembab dan kandungan zat aktif dalam tablet
tinggi (Ansel, 1989).

Keuntungan granulasi kering :


1. Peralatan yang digunakan lebih sederhana
2. Dapat digunakan pada zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab
3. Tahap pengerjaan singkat
4. Biaya lebih efisien
5. Mempercepat waktu hancur obat dalam tubuh

Kerugian/kekurangan granulasi kering :


1. Memerlukan mesin tablet khusus untuk slug
2. Tidak dapat mendistribusikan zat warna dengan seragam
3. Proses banyak menghasilkan debu, sehingga rentan terhadap kontaminasi silang

10
c. Metode cetak langsung (direct granulation)

Kempa langsung adalah proses pembuatan tablet dengan cara pengempaan zat aktif dan
bahan tambahan secara langsung tanpa perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini digunakan
apabila sifat alirannya baik, dosis  kecil, rentang dosis terapi zat tidak sempit,  zat aktif tidak
tahan pemanasan dan lembab. Beberapa zat seperti NaCl, NaBr, dan KCl dapat langsung
dikempa, tetapi sebagian besar zat tidak dapat langsung dikempa. Umumnya pengisi yang
digunakan adalah avicel. Keuntungan penggunaan metode ini adalah waktu produksi yang
lebih singkat, dapat dipakai untuk bahan yang tidak tahan air, tetapi kerugiannya adalah
sering terjadi pemisahan antar partikel (segregation) pada waktu partikel turun di hopper ke
die sehingga terjadi ketidakseragaman bahan aktif (Ansel, 1989).

2.2.4. Evaluasi
a. Evaluasi pada granul
Evaluasi granul perlu dilakukan karena sifat-sifat dari granul yang dihasilkan
akan menentukan kualitas tablet yang dicetak, evaluasi itu meliputi :
a) Ukuran dan bentuk partikel
Ukuran partikel granul dapat mempengaruhi berat rata-rata tablet, variasi
berat tablet, waktu hancur, kerenyahan granul, daya mengalir granul serta
kinetika kecepatan pengeringan dari granulasi basah (Lachman, 2008; 681).
b) Sifat aliran
Sifat-sifat mengalir suatu bahan dihasilkan dari banyak gaya. Partikel-
partikel padat akan saling tarik menarik, dan gaya yang bekerja antara partikel
bila mereka berhubungan terutama gaya permukaan. Metode yang dapat
digunakan untuk mengetahui sifat alir dari granul yaitu sudut istirahat dan
kecepatan aliran.
Tabel 1. Hubungan sudut istirahat dengan sifat alir
 Sifat alir
25-30 Sangat mudah mengalir
30-40 Mudah mengalir
40-45 Mengalir
>45 Kurang mengalir

11
Besar sudut istirahat dapat dihitung dengan :
tan α = 2h/D
Keterangan : α = sudut diam
h = tinggi kerucut tumpukan serbuk
D = diameter tumpukan serbuk
Menggunakan corong yang dipasang pada statif yang diletakkan dengan
ketinggian tertentu. Kemudian granul dialirkan melalui corong dan ditampung
pada bagian bawahnya. Gundukan yang tertampung lalu diukur tinggi (dicatat
sebagai h) dan diameternya (dicatat sebagai d) (Lachman, 2008; 685).

Gambar 1. Alat Uji Sudut Diam

c) Bobot jenis nyata, bobot jenis mampat dan porositas


Pengukuran Bj nyata dan Bj mampat berdasarkan perbandingan bobot
granul terhadap volume sebelum dan setelah dimampatkan. Bobot jenis nyata
merupakan bobot sampel dibagi dengan volume sampel, termasuk didalamnya
ruang antar partikel dan ruang intra partikel. Bobot mampat juga merupakan
ukuran yang digunakan untuk menyatakan segumpalan partikel atau granul
(Lachman, 2008; 683). Porositas tablet dihasilkan dari perbandingan bobot jenis
nyata hasil cetakan terhadap bobot jenis sejati massa tablet dalam bentuk kompak
(R.Voight, 1995; 201).

d) Penetapan bobot jenis (Bj) sejati


Bobot jenis sejati adalah berat jenis sejati adalah perbandingan massa
dengan volume bodi padat tanpa pori dan ruang rongga dan merupakan suatu
karakteristik bahan penting, yang digunakan untuk pengujian identitas dan
kemurnian. Penentuan bobot jenis sejati berlangsung dengan piknometer. Untuk
serbuk yang memiliki pori dan ruang rongga, maka bobot jenis tidak lagi

12
terdefenisi jelas, lebih banyak harus dibedakan antara bobot jenis benar dengan
bobot jenis nyata (R.Voight, 1995: 159).

e) Penentuan Indeks Kompresibilitas dan Rasio Hausner


Indeks kompresibilitas dan rasio hausner merupakan salah satu metode
yang cepat dan popular untuk menentukan karakteristik aliran serbuk. Indeks
kompresibilitas dan rasio Hausner dapat ditentukan denganpengukuran densitas
bulk dan densitas mampat dari suatu serbuk. Indeks kompresibilitas adalah nilai
dari selisih antara densitas mampat dengan densitas bulk dari suatu bahan dibagi
dengan densitas mampat. Sedangkan rasio hausner adalah perbandingan densitas
mampat dan densitas bulk. Interaksi antar partikel dapat diukur dengan penentuan
indeks kompresibilitas. Pada serbuk yang mudah mengalir, interaksi antar partikel
tidak signifikan sehingga nilai indeks kompresibilitas akan semakin kecil. Rasio
Hausner juga berkaitan dengan indeks kompresibilitas, semakin baik aliran suatu
serbuk semakin rendah nilai rasio Hausner (United States Pharmacopeia 30th,
2007: 1173).

Tabel 2. Hubungan indeks kompresibilitas dan rasio hausner dengan sifat alir
Indeks Kompresibilitas (%) Rasio Hausner Sifat alir
<10 1,00-1,11 Istimewa
11-15 1,12-1,18 Baik
16-20 1,19-,25 Cukup baik
21-25 1,26-1,34 Agak baik
26-31 1,35-1,45 Buruk
32-37 1,46-1,59 Sangat buruk
>38 >1,60 Sangat buruk sekali

Gambar 2. Alat Uji Kompresibilitas (tap density tester)

13
f) Penetapan LOD
Banyak teknik yang dapat digunakan untuk mengetahui kandungan lembab
dari granul atau serbuk. Metode standart yang biasa digunakan adalah
menggunakan oven pengering dengan waktu pengeringan tertentu. Kandungan
lembab bisa diukur dengan kehilangan berat dengan adanya pengeringan
menggunakan udara panas hingga didapat berat konstan dari bahan yang
dikeringkan. Kelembaban di dalam zat padat dinyatakan berdasarkan berat basah
atau berat kering. Berdasarkan berat basah, kandungan air dari suatu bahan
dihitung sebagai persen berat dari bahan basah, sedangkan berdasarkan berat
kering, air dinyatakan sebagai persen berat dari bahan kering. Istilah susut
pengeringan umumnya disebut LOD (loss on drying), yaitu suatu pernyataan
kadar kelembaban (Siregar dan Wikarsa, 2010: 72).

Gambar 3. Alat Uji LOD dan MC (moisture content balance)

b. Evaluasi pada tabblet


Untuk memenuhi syarat-syarat baik syarat teknologi maupun syarat biologisnya
maka tablet yang dihasilkan harus dievaluasi terhadap beberapa teknik evaluasi berikut
ini :
a) Bobot rata-rata tablet
Sejumlah 20 tablet yang telah dibersihkan dari debu ditimbang satu per
satu, hitung bobot rata-ratanya maka menurut Farmakope Indonesia III
menyatakan bahwa tidak lebih dari dua tablet mempunyai penyimpangan yang
lebih besar dari kolom A dan tidak boleh ada satu tabletpun yang mempunyai
penyimpangan lebih besar dari kolom B yang tertera pada tabel berikut.

14
Tabel 3. Persentase penyimpangan dari bobot tablet (Dirjen POM, 1979; 7)
Penyimpangan
Bobot tablet (mg)
A B
<25 15% 30%
26-150 10% 20%
151-300 7,5% 15%
>300 5% 10%

b) Keseragaman Ukuran
Ketebalan berhubungan dengan kekerasan tablet. Selama percetakan,
perubahan ketebalan merupakan indikasi adanya masalah pada aliran massa cetak
atau pada pengisian granul ke dalam die. Alat yang digunakan pada uji
keseragaman ukuran adalah jangka sorong. Farmakope Indonesia menyatakan
bahwa kecuali dinyatakan lain, garis tengah tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak
kurang dari 1 1/3 kali tebal tablet. Perbandingan ini ada kaitannya dengan
penampilan yang menarik sebagai hasil perkiraan bobot per tablet sesuai dengan
jumlah bahan obat yang dikandungnya (Dirjen POM, 1979; 7).

c) Kekerasan tablet
Kekerasan tablet mencerminkan kekuatan tablet secara keseluruhan, diukur
dengan cara memberi tekanan terhadap diameter tablet. Alat untuk mengukur
kekerasan yaitu Hardness tester. Kekerasan merupakan parameter yang
menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti
goncangan, benturan dan keretakan selama pengemasan, penyimpanan,
transportasi dan sampai ke tangan pengguna. Peningkatan jumlah bahan pengikat
akan meningkatkan kekerasan tablet meskipun tekanan kompresinya sama
(Lannie, 2013; 116-118).

Gambar 4. Hardness tester

15
d) Kerapuhan
Tes kerapuhan merupakan tes untuk menentukan kemampuan dan daya
tahan tablet terhadap gesekan dan goncangan selama prosesing, packing,
transportasi sampai kepada konsumen. Tes kerapuhan dinyatakan sebagai massa
seluruh partikel, yang dilepaskan dari tablet akibat adanya beban penguji
mekanis. (R. Voigt, 1995; 223). Alat yang digunakan pada uji kerapuhan adalah
friablator tester. Kerapuhan di atas 1% menunjukkan tablet yang rapuh dan
dianggap kurang baik (Lachman, 1994: 654).

Gambar 5. Friability tester

e) Waktu hancur tablet


Waktu hancur tablet adalah waktu yang dibutuhkan untuk hancurnya tablet
dalam medium yang sesuai sehingga tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas
kasa alat pengujian. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur adalah sifat
fisika kimia granul dan kekerasan tablet, kecuali dinyatakan lain, waktu hancur
tablet tidak bersalut tidak boleh lebih dari 15 menit (Dirjen POM, 1979; 7). Uji
ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera
dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet
atau kapsul digunakan sebagai tablet isap atau dikunyah atau dirancang untuk
pelepasan kandungan obat secara bertahap dalam jangka waktu tertentu (Depkes
RI, 1995: 1086).

Gambar 6. Desintegration tester

16
f) Disolusi
Disolusi adalah suatu proses dimana bahan padat melarut ditentukan oleh
laju difusi satu lapisan yang sangat tipis dari larutan jenuh yang terbentuk,
disekeliling bahan padat. Tujuan dari prinsip disolusi secara in vitro yaitu:
1) Untuk meramalkan kecepatan disolusi suatu obat dalam saluran pencernaan
2) Merupakan suatu pegangan dalam pengembangan suatu produk sediaan
obat.
3) Untuk mengawasi keseragaman suatu produk sediaan obat dari “batch ke
batch”
Disolusi merupakan salah satu pendekatan untuk meramalkan ketersediaan
biologis obat dalam tubuh. Cara pengukuran uji disolusi adalah sebagai berikut
(Ansel, 2008; 259).
1) Tablet diletakkan dalam keranjang kawat yang dapat berputar dengan
kecepatan 50, 100, 150 kali per menit.
2) Keranjang dimasukkan kedalam wadah yang berisi medium pada suhu
37°C
3) Putar keranjang dengan kecepatan 50 kali per menit
4) Dalam selang waktu tertentu cairan medium diambil dengan pipet melalui
sampling part, kemudian kedalam wadah ditambahkan larutan medium baru
sebagai penggantian yang telah diambil.
5) Cairan medium yang diambil dalam selang waktu tertentu ditentukan secara
kuantitatif jumlah bahan obat yang larut pada waktu-waktu tertentu.

Gambar 7. Disolution tester

17
2.2.5. Permasalahan Dalam Pencetakan Tablet
Masalah-masalah yang dapat muncul selama proses pencetakan tablet secara umum,
seperti :
a. Capping : pemisahan sebagian atau keseluruhan bagian atas/bawah tablet dari badan
tablet
b. Laminasi : pemisahan tablet menjadi dua bagian atau lebih
c. Chipping : keadaan dimana bagian bawah tablet terpotong
d. Cracking : keadaan dimana tablet pecah, lebih sering di bagian atas-tengah
e. Picking : perpidahan bahan dari permukaan tablet dan menempel pada permukaan
punch
f. Sticking : keadaan dimana granul menempel pada dinding die (ada adhesi)
g. Mottling : keadaan dimana distribusi zat warna pada permukaan tablet tidak merata

2. 3. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)


Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang penerapan pedoman cara pembuatan obat
yang baik, yang dimaksud dengan cara pembuatan obat yang baik (CPOB) adalah cara
pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan
sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan.
Sertifikat CPOB merupakan bukti bahwa industri farmasi telah memenuhi persyaratan
CPOB dalam memproduksi suatu sediaan farmasi, dimana sertifikat ini diterbitkan oleh
Kepala BPOM yang berlaku selama 5 tahun selama yang bersangkutan masih berproduksi
dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. CPOB adalah bagian
dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan dikendalikan secara konsisten
untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan
dalam izin edar dan spesifikasi produk. CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan
Mutu.

2.3.1. Aspek-Aspek CPOB


Konsep CPOB yang bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke
waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Aspek-aspek yang merupakan
cakupan CPOB tahun 2006 meliputi 12 aspek yaitu :

18
a. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi)
dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu
rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat
diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan
secara benar.
Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah bahwa: Sarana dan prasarana yang
memadai, personil yang telah terlatih dan prosedur yang disetujuitersedia untuk pengambilan
sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan
CPOB. Pengambilan sempel bahan awal, bahan pengemasan, produk antara produk ruahan
dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang di setujui oleh Pengawas Mutu.
Metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila Perlu). Produk jadi berisi zat aktif dengan
komposisi secara kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan yang disetujui pada saat
pendaftaran, dengan derajat kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang
sesuai dan diberi label yang benar.
Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga memunyai tugas lain, antara lain
menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu, mengevaluasi,
mengawasi dan menyimpan baku pembandingan, memastikan kebenaraan label wadah bahan
dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan obat jadi dipantau, mengambil
bagian investigasi keluhan yang berkaitan dengan produk dan ikut mengambil bagian dalam
pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan
prosedur tertulis dan jika perlu dicatat.

Mutu suatu produk tergantung pada :


a) Bahan awal
b) Proses pembuatan
c) Pengawasan mutu
d) Bangunan
e) Peralatan yang digunakan
f) Personalia

19
Untuk menjamin mutu produk suatu industri Farmasi, maka tiap industri farmasi selalu
memiliki bagian Quality Managemen. Tugas utama dari bagian Quality Managemen adalah
memastikan bahwa mutu produk obat itu dibangun sejak awal ke dalam produk, dan
memastikan bahwa mutu produk tidak akan berubah hingga ke tangan konsumen.

Bagian Quality Managemen terdiri atas 2 bagian, yaitu :


a) Quality Control (Pengawasan Mutu)
b) Quality Assurance (Pemastian Mutu)

b. Personalia
Kualitas sediaan obat yang dihasilkan ditentukan oleh beberapa faktor penunjang, salah
satu faktor terpenting adalah faktor manusia.Oleh karena itu alur produksi hanya bisa terjadi
bila personel yang mengerjakannya mempunyai kualitas yang sesuai dengan tingkat
pendidikan dan pengalamannya.Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene
yang berkaitan dengan pekerjaannya.

Personel yang bekerja di industri farmasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Sehat
b) Kualifikasi sesuai dengan pendidikan
c) Berpengalaman
d) Jumlah karyawan harus sesuai/memadai
e) Setiap karyawan tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan
f) Harus ada pelatihan secara berkala

c. Bangunan dan Sarana Penunjang


Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancang bangun,
konstruksi serta letak yang memadai sehingga memudahkan dalam pelaksanaan kerja,
pembersihan dan pemeliharaan yang baik, sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan,
pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu oba dapat
dihindarkan dan dikendalikan.

20
Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan :
a) Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana
yang sama atau sarana yang berdampingan.
b) Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil
dan bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain
yang sedang diproses.

d. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancang bangun
dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga
mutu yang dirancang bagi tiap produk obat terjadi secara seragam dari batch ke batch serta
untuk memudahkan pembersihan.
Penataan peralatan di desain sedemikian rupa sehingga dalam satu ruangan hanya
terdapat satu alat, ini bertujuan agar tidak terjadi pencemaran silang. Peralatan yang
digunakan untuk produksi juga harus di desain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.
Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan
dalam keadaan bersih dan kering.

e. Sanitasi dan Higiene


Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan
perlengkapan, alat produksi beserta wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program
sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
Sanitasi merupakan segala usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan
lingkungan sekitar, dengan tujuan agar tidak timbul penyakit yang pada akhirnya akan
merugikan manusia. Higiene merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan individu.

f. Produksi
Produksi obat hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
yang senantiasa dapat menjamin produk obat yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten.
Agar mutu obat selalu terjaga, maka dilakukan IPC (In Process Control) oleh bagian
Quality Control. IPC dilakukan selama proses produksi berlangsung, apabila ditemukan

21
adanya ketidak sesuaian hasil pengujian dengan spesifikasi pabrik. Maka proses dihentikan
sementara dan segera dilakukan pembenahan yang diperlukan.

g. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan obat yang
baik, untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel,
spesifikasi, pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang
memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak
diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah
dibuktikan memenuhi persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat
dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidak tergantungan Pengawasan
Mutu dari Produksi dianggap hal yang penting agar Pengawasan Mutu dapat melakukan
kegiatan dengan memuaskan.

h. Inspeksi Diri dan Audit Mutu


Tujuan inspeksi diri untuk mengetahui apakah seluruh aspek pembuatan produk dan
pengawasan mutu telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan (CPOB), mengidentifikasi
kekurangan-kekurangan yang bersifat kritis, baik yang memberikan dampak kecil atau besar
(minor or major impacts), meninjau adanya kebutuhan bagi tindakan koreksi dan pencegahan
terhadap hal-hal yang belum memenuhi ketentuan, dan memberikan usulan tindakan koreksi
(perbaikan) atau pencegahan (bila perlu) secara berkesinambungan. Dengan kata lain tujuan
inspeksi diri ini untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu
industri farmasi memenuhi kriteria CPOB.
Inspeksi diri dan audit mutu dilakukan setelah proses produksi dan pengawasan mutu
selesai dilalui. Inspeksi diri dilakukan untuk mengevaluasi apakah semua aspek proses
produksi dan pengawasan mutu dari proses pembuatan obatan di sebuah industry farmasi
sudah memenuhi persyaratan CPOB. Sedangkan audit mutu merupakan pelengkap dari
inspeksi diri yaitu meliputi pemeriksaan dan penilaian sistem manajemen mutu dengan tujuan
spesifik untuk meningkatkan mutu. Dengan melakukan inspeksi diri dan audit mutu kita bisa
mengetahui kekurangan atas pemenuhan pelaksanaan CPOB sehingga dapat menetapkan
tindakan perbaikan untuk meningkatkan mutu. Penilaian terhadap kekurangan atas

22
pemenuhan pelaksanaan CPOB bisa berupa yang kritis , berdampak besar maupun
berdampak kecil.

i. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk


Kembalian
Penarikan kembali obat jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa batch. Hal ini
dilakukan bila ada produk yang mengalami masalah medis yang menyangkut fisik, reaksi-
reaksi alergi, efek toksik. Penanganan keluhan dan laporan hendaknya dicatat dan ditangani,
kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi. Tindak lanjut dilakukan berupa tindakan
perbaikan, penarikan obat, dan dilaporkan kepada pemerintah yang berwenang. Obat
kembalian dapat digolongkan sebagai berikut: obat yang masih memenuhi spesifikasi yang
dapat digunakan, yang dapat diolah ulang dan yang tidak dapat diolah ulang.

j. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari manajemen mutu. Setiap hal yang di kerjakan
selalu terdokumentasi. Dan setiap hal yang dikerjakan selalu mengacu pada SOP (Standar
Operating Procedure).

k. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan
dikendalikan untuk menghindari kesalah pahaman yang dapat menyebabkan produk atau
pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. kontrak tertulis antara pembuat kontrak dan
penerima kontrak harus dibuat secara jelas karena menentukan tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing pihak.

l. Kualifikasi dan Validasi


Seluruh kegiatan validasi hendaknya direncanakan. Unsur utama program validasi
hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi
(RIV) atau dokumen yang setara. RIV hendaklah dokumen yang singkat, tepat dan jelas.

23
2. 4. Praformulasi
Tabel 4. Rancangan Formulasi Tabelt Amixicillin 500 mg :
No Nama Bahan Fungsi Bahan
1. Amoxicillin trihidrat Zat aktif
Avicel pH 102
2. Crospovidone Penghancur
Croscarmellose
3. Polivinil pirolidon Pengikat
4. Magnesium stearat Lubrikan
Talk
5. Glidan
Aerosil
Laktosa anhidrat
6. Pengisi
Avicel pH 102

Uraian Bahan
a. Amoxycillin trihidrat
Nama lain :
RM / BM : C16H19N3O5S.3H2O = 419.4
RB :

Pemerian : Putih, serbuk kristal sedikit berbau


Kelarutan : Sedikit larut pada air dan methanol, tidak larut dalam
kloroform, benzene, dan karbon tetraklorida.
Penyimpanan : Dalam wadah kedap udara.
Titik lebur : 194oC
Titik didih : 743.2°C pada 760 mmHg
Stabilitas : Stabil

b. Povidone (Exp 6 : 581 – 585)


Nama lain : Kollidon, polyvinylpyrrolidone
RM / BM : (C6H9N) n / 2500–3 000 000

24
RB :

Pemerian : Berwarna putih – putih krem, tidak berbau atau hampir


tidak berbau, serbuk higroskopis
Kelarutan : Mudah larut dalam asam, kloroform, etanol (95%), keton,
metanol, dan air, praktis tidak larut dalam
eter,hidrokarbon, dan minyak mineral.
Titik lebur : 150oC
Konsentrasi : 0.5 – 5 %
Stabilitas : Povidone menggelap sampai batas tertentu pada
pemanasan pada 150oC, dengan penurunan daya larut air.
Hal ini stabil dengan siklus pendek panas sekitar 110-
130oC, uap sterilisasi dari larutan tidak mengubah sifat-
sifatnya.
Penyimpanan : Dalam wadah kedap udara, kering dan sejuk
Inkompatibilitas : Thimerosal

c. Avicel (Exp 6 : 129 – 133)


Nama lain : Microcrystalline Cellulose
RM / BM : (C6H 10O5)n / ≈36.000. n≈220
RB :

Konsentrasi : 20 – 90%
Pemerian : kristal putih, tidak berbau, hambar,bubuk terdiri dari
partikel berpori
Titik lebur : 260 – 270oC
Kelarutan : Sedikit larut dalam 5% w/v larutan natrium hidroksida;

25
praktis tidak larut dalam air, asam encer, dan beberapa
pelarut organik.
Stabilitas : Stabil walaupun bahan higroskopis
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, kering dan sejuk
Incompabilitas : Agen pengoksidasi kuat

d. Magnesium stearat (Exp 6 : 404 – 407)


Nama lain : Magnesium octadecanoate
RM / BM : C36H 70MgO4/ 591.24
RB :

Pemerian : berwarna putih,memiliki bau samarasam stearat dan rasa


yang khas. Serbuk berminyak dan mudah melekat pada
kulit.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol (95%), eter, danair, sedikit
larut dalam benzena hangat dan etanol hangat(95%).
Titik lebur : 117 –150oC
Stabilitas : Stabil
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, sejuk dan kering
Incompabilitas : asam kuat, basa, dan garam besi. Hindari pencampuran
dengan bahan pengoksidasi kuat. Magnesium stearat tidak
dapat digunakan dalam produk yang mengandung aspirin,
beberapa vitamin, dan beberapa garam alkaloid.
Konsentrasi : 0.25 – 5%

e. Talk (Exp 6 : 728 – 731)


Nama lain : Hydrousmagnesium silicate
RM : Mg6(Si2 O5)4(OH)4
Konsentrasi : 1 – 10%
Pemerian : sangat halus, putih keabu-abuan-putih, tidak berbau,
serbuk kristal.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam asam encer dan basa, pelarut

26
organik dan air.
Stabilitas : Stabil
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, sejuk dan kering.
Incompabilitas : Senyawa ammonium kuartener.

f. Crospovidone (HOPE : 208 - 210)


Nama lain : Crospovidonum; Crospopharm; crosslinked povidone;
E1202; Kollidon CL; Kollidon CL-M; Polyplasdone XL;
PolyplasdoneXL-10; polyvinylpolypyrrolidone; PVPP; 1-
vinyl-2-pyrrolidinone homopolymer.
RM / BM : (C6H9NO)n >1 000 000
RB :

Pemerian : Crospovidone berwarna putih sampai putih krem, terbagi


halus, mengalir bebas, praktis tidak berasa, tidak berbau
atau hampir tidak berbau, higroskopis bubuk.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan sebagian besar pelarut
organik.
Stabilitas : Karena crospovidone bersifat higroskopis, maka harus
disimpan di tempat yang kedap udara wadah di tempat
yang sejuk dan kering.
Inkompatibilitas : Crospovidone kompatibel dengan sebagian besar organik
dan anorganik bahan farmasi. Saat terkena air yang tinggi,
crospovidone dapat membentuk aduk molekuler dengan
beberapa bahan, thimerosal.

g. Croscarmellose Sodium (HOPE : 206 - 208)


Nama lain : Ac-Di-Sol; carmellosum natricum conexum; crosslinked
carboxymethylcellulose sodium; Explocel; modified
cellulose gum; Nymcel ZSX; Pharmacel XL; Primellose;

27
Solutab; Vivasol.
RM / BM : Cellulose, carboxymethyl ether, sodium salt, crosslinked
[74811-65-7]
RB :

Kelarutan : Tidak larut dalam air, meskipun natrium krosarmelosa


membengkak dengan cepat hingga 4–8 kali volume
aslinya saat bersentuhan air. Praktis tidak larut dalam
aseton, etanol dan toluena.
Pemerian : Natrium kroskarmelosa muncul sebagai warna putih tidak
berbau, putih atau keabu-abuan bubuk.
Stabilitas : Natrium kroskarmelosa adalah bahan yang stabil
meskipun higroskopis. Formulasi tablet model disiapkan
dengan kompresi langsung, dengan natrium krosarmelosa
sebagai disintegran, menunjukkan tidak signifikan
perbedaan pelarutan obat setelah penyimpanan pada 308C
selama 14 bulan.
Penyimpanan : Natrium kroskarmelosa harus disimpan di tempat tertutup
dengan baik wadah di tempat yang sejuk dan kering.
Incompabilitas : Kemanjuran disintegran, seperti natrium krosarmelosa,
mungkin sedikit dikurangi dalam formulasi tablet yang
dibuat oleh proses granulasi basah atau kompresi
langsung yang mengandung higroskopis eksipien seperti
sorbitol. Natrium kroskarmelosa tidak kompatibel dengan
asam kuat atau dengan garam terlarut dari besi dan
beberapa logam lain seperti aluminium, merkuri, dan
seng.

h. Aerosil (HOPE :185 – 188)

28
Nama lain : Aerosil; Cab-O-Sil; Cab-O-Sil M-5P; colloidal silica;
fumed silica; fumed silicon dioxide; hochdisperses silicum
dioxid; SAS; silica colloidalis anhydrica; silica sol; silicic
anhydride; silicon dioxide colloidal; silicon dioxide
fumed; synthetic amorphous silica; Wacker HDK.
RM / BM : SiO2 60.08
RB :

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam pelarut organik, air, dan asam,
kecuali asam fluorida; larut dalam larutan panas alkali
hidroksida. Membentuk dispersi koloid dengan air. Untuk
Aerosil, kelarutan dalam air adalah 150 mg / L pada 258C
(pH 7).
Pemerian : Silika berasap submikroskopis dengan ukuran partikelnya
sekitar 15 nm. Warnanya ringan, longgar, berwarna putih
kebiruan, tidak berbau, tidak berasa, bubuk amorf.
Stabilitas : Silikon dioksida koloid bersifat higroskopis tetapi
menyerap dalam jumlah besar air tanpa mencair. Saat
digunakan dalam sistem berair pada Ph 0–7,5, silikon
dioksida koloid efektif dalam meningkatkan viskositas
dari sebuah sistem. Namun, pada pH lebih besar dari 7,5
viskositas meningkat sifat silikon dioksida koloid
berkurang; dan pada pH lebih besar dari 10,7 kemampuan
ini hilang seluruhnya sejak silikon dioksida larut
membentuk silikat.
Konsentrasi : Glidan 0,1 - 1,2 % b/b
Penyimpanan : Silikon dioksida koloid bubuk harus disimpan dalam
wadah tertutup baik.
Incompabilitas : Diethylstillbestrol

i. Laktosa Anhidrat

29
Nama lain : Saccharum Lactis
RM / BM : (C6H10O5)n dimana n = 300–1000.
RB :

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol 95%, larut 1:5 pada air
Pemerian : Serbuk atau partikel kristalin, putih smapai agak putih,
tidak berbau, rasa agak manis
Stabilitas : Stabilitas: Pada kondisi lembab (RH> 80%) dapat terjadi
pertumbuhan kapang. Selama disimpan, laktosa dapat
berubah warna menjadi kecoklatan. Reaksi ini dipercepat
oleh panas dan kondisi lembab. Harus disimpan dalam
wadah tertutup baik pada tempat sejuk dan kering.
Konsentrasi : Pengisi 65-85% b/b
Penyimpanan : Dalam wadah kedap udara, sejuk dan kering
Incompabilitas : Inkompatibilitas: Laktosa dapat berubah warna menjadi
coklat jika bereaksi dengan senyawa yang mengandung
gugus amin primer (rekasi maillard). OTT: asam amino,
aminofilin, amfetamin, lisinopril

30
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Produksi Sediaan Tablet Amoksilin dengan Cara yang Baik


Produksi sediaan tablet Amoksilin yang baik memperhatikan aspek perlindungan baik
dari segi kualitas produk yang akan dihasilkan, operator yang melakukan produksi maupun
lingkungan di mana fasilitas produksi obat tersebut dilakukan. Hal ini dilakukan dalam
produksi sediaan Amoksilin yang baik karena Amoksilin termasuk ke dalam golongan obat
betalaktam yang merupakan obat yang memiliki sifat sangat berbahaya, baik dari segi
toksisitas, adanya sifat hipersensitifitas maupun dari segi paparan terhadap personel maupun
lingkungan. Sehingga fasilitas produksi obat amoksilin yang baik didesain dan dioperasikan
sesuai dengan prinsip-prinsip CPOB dengan memastikan kualitas produk, melindungi
operator dari kemungkinan dampak merusak dari produk yang mengandung bahan Amoksilin
serta melindungi lingkungan dari kontaminasi sehingga melindungi publik dari efek merusak
oleh produk yang mengandung bahan amoksilin. Proses produksi obat Amoksilin dilakukan
pada fasilitas terpisah, tersegregasi, terdedikasi, atau terkungkung (self contained facilities).
Pemisahan fasilitas bisa dilakukan pada bangunan yang berbeda atau di bangunan yang sama
dengan fasilitas yang berlainan tetapi harus tetap terpisah secara fisik antara alur masuk, 
fasilitas personil dan sistem tata udaranya.
Cara memproduksi obat Amoksilin yang baik dimulai dari tahap formulasi dengan
merancang formula sediaan, menentukan metode pembuatan yang paling menguntungkan,
evaluasi yang akan dilakukan, merancang etiket serta kemasan dari produk yang dilakukan
oleh bagian Research and Development (R&D) dengan penanggungjawab seorang Apoteker.
Produk amoksilin yang akan dibuat dapat mulai dicari formula serta metode yang paling tepat
dan menguntungkan untuk produk tersebut, formula dari produk amoksilin dapat mengacu
pada study literatur yang telah terbukti benar secara ilmiah atau melihat produk innovator.
Tahap formulasi yang telah selesai dan baik dapat dilakukan proses produksi oleh
bagian produksi yang dipimpin oleh Apoteker dimana ini dilakukan mulai dari proses sejak
bahan baku mulai ditimbang oleh departemen gudang hingga pengemasan produk ruahan
yang kemudian akan disimpan ke gudang finished good. Proses pengolahan tersebut
dilaksanakan sesuai dengan jadwal produksi bulanan yang telah disusun oleh departemen
PPIC. Selama dan setelah proses produksi akan dilakukan kontrol teradap kualitas produk
untuk selalu memastikan proses produksi berjalan dengan baik serta menghasilkan produk
yang baik.

31
Departemen QC dengan penanggung jawab seorang Apoteker yang terdaftar,
terkualifikasi dan memperoleh pelatihan yang sesuai akan selalu melakukan kontrol atau
pengawasan terhadap mutu suatu produk. Apoteker departemen QC akan dibantu oleh unit-
unit yang dimiliki, terdiri dari beberapa unit yaitu QC bahan awal, QC In Process Control
(IPC) dan QC bahan kemas. Quality Control (QC) bahan awal akan melakukan pemeriksaan
terhadap bahan awal. Bahan awal baik berupa zat aktif amoksilin maupun zat tambahan yang
datang dari pemasok diterima oleh petugas gudang. Pihak gudang akan memeriksa
kelengkapan dokumen, antara lain berupa surat jalan, Purchasing Order (PO), sertifikat
analisis bahan (CoA) dari bahan awal tersebut serta tampilan fisik, kesesuaian label dengan
bahan dan kondisi bahan awal. Bila kelengkapan dokumen telah tersedia dan pemeriksaan
secara fisik telah memenuhi syarat, maka gudang akan membuat BPB (Bukti Penerimaan
Barang). BPB terdiri dari 4 rangkap yang kesemuanya diberikan kepada departemen QC
untuk dilakukan analisa dan untuk setiap bahan awal dibuat nomor kontrol oleh warehouse.
Pengendalian kualitas produk amoksilin dari produk awal (ketika proses produksi
masih berjalan) hingga produk ruahan dilakukan oleh QC IPC. Pada kegiatan ini yang
melakukan sampling pada saat proses produksi adalah operator dari departemen produksi.
Hal ini bertujuan untuk meminimalisir intensitas orang keluar masuk dari ruang produksi
yang dapat menyebabkan cross contamination. Setelah sampel diambil, operator
menyerahkan kepada pihak analis QC IPC yang akan membawanya ke QC untuk dianalisa
lebih lanjut. Unit QC bahan kemas memiliki tanggung jawab yaitu malakukan pelulusan atau
penolakan (disposisi) barang masuk/incoming material, melakukan IPC pengemasan primer
dan sekunder, dan menyimpan retain sample produk jadi.
Departemen QA dengan penanggung jawab seorang apoteker yang terdaftar dan
terkualifikasi akan bertanggungjawab terhadap terhadap pereleasan produk jadi,
penyimpanan dan pemusnahan batchfile, penanganan penyimpangan batch, penanganan
keluhan, barang kembalian dan penarikan kembali produk, pengkajian produk tahunan (PPT),
pembuatan Certificate of Analysis (COA), dan validasi dengan selalalu memastikan quality
(kualitas), efficacy (efektivitas) dan safety (keamanan) dari produk yang telah di buat oleh
bagian produksi dengan menjamin semua produk sesuai dengan ketentuan-ketentuan pada
CPOB.

32
3.2 Komponen Sediaan dan Rancangan Formulasi Sediaan Tablet Amoksilin 500 mg
Tabel 5. Komponen Sediaan dan Rancangan Sediaan Tablet Amoksilin 500 mg
JUMLAH (%) KARAKTERISTIK
KOMPONEN Bahan
F1 F2 F3 BAHAN
Putih, serbuk kristal sedikit
Amoksilin berbau, kelembapan tinggi
Bahan Aktif 500 500 500
Trihidrat dan suhu diatas 37oC dapat
mempengaruhi stabilitas.
Bahan Tambahan
Berwarna putih, putih
Polivinil krem, tidak berbau atau
1 Pengikat - - 2
pirolidon hampir tidak berbau,
serbuk higroskopis.
Berwarna putih sampai
putih krem, terbagi halus,
mengalir bebas, praktis
Crosspovidone 15 3,5 4,6
tidak berasa, tidak berbau
atau hampir tidak berbau,
2 Penghancur
higroskopis bubuk.
Warna putih tidak berbau,
putih atau keabu-abuan
Croscarmellose - 3,5 4,6
bubuk.
kristal putih, tidak berbau,
hambar,bubuk terdiri dari
Avicel pH 102 35 30 -
partikel berpori
Serbuk atau partikel
5 Pengisi
kristalin, putih smapai agak
Laktosa anhidrat - - 20
putih, tidak berbau, rasa
agak manis
berwarna putih,memiliki
bau samarasam stearat dan
7 Pelincir Mg stearat 0,8 0,3 1,5 rasa yang khas. Serbuk
berminyak dan mudah
melekat pada kulit.
Warnanya ringan, berwarna
putih kebiruan, tidak
Aerosil 0,8 2,5 -
berbau, tidak berasa, bubuk
8 Pelicin amorf.
sangat halus, putih keabu-
Talk - - 0,6 abuan-putih, tidak berbau,
serbuk kristal.
Sebuk berwarna putih,
tidak berbau dan
10 Pemanis Aspartam 3 2,5 -
mempunyai rasa manis
yang intensif.
Bubuk warna hitam dan
11 Pewarna Yellow oxide 0,6 - - kuning yang bergantung
pada struktur kristanya.

33
Serbuk kuning pucat
Banana Flavour - 1,1 - sampai kuning pucat
12 Perasa
Serbuk putih pucat sampai
Vanilin - - 3,1
putih.
Karaktersitik F1 : berwarna kuning, ketebalan dan berat rata-rata 3,7 ± 0.1 mm dan
Sediaan 502 ± 5 mg dengan kekerasan berkisar antara 5 ± 0,28 kg / cm2 serta
kerapuhan 0,36 ± 0,02 %. hasilnya penetapan kadar berada dalam batas
keseragaman 99% (95 -100,5%).

F2 : berwarna putih, berat tablet kisaran 607 mg dengan ketebalan tablet


berada kisaran 4,22 mm, kekerasan 6,2 kg, kerapuhan tablet 0,099 % dan
waktu hancur tablet 2,45 menit, dengan kadar zat aktif 90,45%.

F3 : berwarna putih, berat tablet 500-600 mg dengan keseragaman bobot


0.318 ± 0.0021, ketebalan berada dikisaran 4,23  0,08 mm, kerapuhan
tablet <0,650%, kekerasan 6  0,31 kg, kadar berada dalam batas
keseragaman 91,23  0,3% dan waktu hancur <1 menit (38 sec).
Komponen F1 : zat aktif (amoksilin), zat tambahan (crospovidone, avicel, mg stearat
aerosil dan yellow oxide)

F2 : zat aktif (amoksilin), zat tambahan (crospovidone, croscarmellose,


avicel, mg stearat, aerosil dan banan flavour)

F3 : zat aktif (amoksilin), zat tambahan (avicel, mg stearat, talk,


crospovidone, croscarmellose dan laktosa anhidrat.
Metode Kempa Langsung
Evaluasi F1 : granul (sudut diam, bulk density, tapped density, hausner ratio) dan
tablet (keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, ketebalan, waktu
hancur, wetting time, penetapan kadar dan stability studies)

F2 : granul (bulk density, tapped density, sudut diam, kompresibilitas,


hausner ratio) dan tablet (keseragaman bobot, ketebalan, kekerasan,
kerapuhan, disolusi dan waktu hancur)

F3 : granul (sudut diam, bulk density, tapped density, hausner ratio,


distribusi ukuran partikel) dan tablet (keseragaman bobot, kekerasan,
kerapuhan, ketebalan, waktu hancur dan penetapan kadar)

34
3.3 Pengadaan dan Alur Pengadaan Bahan Baku
3.3.1 Pengadaan Bahan Baku
Proses produksi tidak terlepas dari proses pengadaan, produksi akan berjalan dengan
baik jika ditunjang dengan adanya pengadaan yang baik dengan menjamin persediaan bahan-
bahan yang memadai untuk membuat produk yang dikehendaki, termasuk bahan baku.
Departemen Production Planning and Inventory Control (PPIC) yang dikepalai oleh seorang
Apoteker akan bertanggung jawab dalam pengadaan barang yang akan berkoordinasi dengan
departemen lainya seperti departemen marketing dan produksi. Proses pengadaan bahan baku
untuk keperluan proses produksi akan dilakukan oleh Apoteker yang bekerja di unit PPIC
tersebut. Bahan baku yang dibeli harus sesuai dengan persyaratan yang dibuktikan dengan
Certificate of Analysis (CoA) dan sesuai dengan jumlah bahan baku yang dibutuhkan.
Bagian pengadaan dalam melakukan pengadaannya akan mencari sumber bahan yang
akan dibuat untuk produksi melalui pemasok, setelah mengetahui pemasok yang memiliki
bahan yang dicari maka dilakukan pembelian terhadap bahan tersebut. Pembelian barang
bahan baku dilakukan dengan melihat spesifikasi bahan baku tersebut harus sesuai dengan
yang dipersyaratkan. Departemen QC akan bertanggungjawab terhadap pelulusan atau
penolakan bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan. Setelah bahan
baku diterima kemudian disimpan di dalam gudang dan diberi label kuning (karantina).
Beberapa saat kemudian dilakukan pengujian oleh bagian QC terhadap bahan baku tersebut
dengan teknik sampling. Jika bahan baku tidak memenuhi syarat maka dalam satu bets akan
diberi label merah (tolak), namun jika bahan baku tersebut memenuhi syarat maka diberi
label hijau dan disimpan dalam gudang penyimpanan.

35
3.3.2 Alur Pengadaan Bahan Baku

Inventory Non-Inventory
PPIC Involved Departemen

Material Purchase Requisition Purchase Requisition

Purchase Departemen Pemilihan suplier


terkualifikasi dan
Approved penawaran harga
By Manager Purchase Order

Suplier

Penerimaan Bahan Baku

Verifikasi Bahan - Identitas Pemasok


- Jenis dan jumlah kemasan
- kondisi kemasan
Karantina - Sertifikat analisis
Label Kuning

Diambil sampel

Pemeriksaan Kualitas

Diluluskan Tidak diluluskan


(Label Hijau) (Label merah)
Diberi LA
Pencatatan
Dikembalikan kepada Pemusnahan
Disimpan supplier

Gambar 8. Alur Pengadaan Bahan Baku

36
3.4 Alur Produksi, Evaluasi, Pengemasan, Penyimpanan dan Distribusi
3.4.1 Alur Produksi dan Evaluasi
Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi
ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi
persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).

Penimbangan
IPC :
- Homogenitas
Pengayakan - BJ nyata, BJ
mampat dan
Pencampuran akhir Porositas
- Tapped density
- Bulk density
Pencetakan tablet - Kompresibilitas
IPC : - Hausner ratio
- pemerian - Sudut diam
Pengemasan - Distribusi ukuran
- Kekerasan
- Kerapuhan partikel.
- Keseragaman bobot Gudang obat jadi
- Keseragaman ukuran
- Waktu hancur
- Disolusi
- Penetapan kadar

Gambar 9. Alur Produksi Kempa Langsung, Granulasi Kering dan Evaluasi

Tabel . Hasil Evaluasi Tablet F1, F2 dan F3


Formula Kekerasan Kerapuhan Ketebalan Waktu hancur Konsentrasi
(kg/cm2) (%) (mm) (menit) (%)
1 5 ± 0,28 0,36 ± 0,02 3,7 ± 0.1 0,55 99
2 6,2 0,099 4,22 2,45 90,45
3 6  0,31 0,650 4,28  0,08 0,38 91,23  0,3
Kesimpulan :
Dari hasil evaluasi yang dilakukan terhadap tablet, semua parameter tablet telah
terpenuhi dengan hasil yang baik untuk setiap formula yang ada. Akan tetapi, hanya
pada formula 1 yang memenuhi persyaratan konsentrasi untuk tablet amoksilin yang
baik yaitu antara 95 -100,5% dari jumlah yang tertera pada masing-masing etiket,

37
sehingga formula 1 lebih baik dari formula yang ada.

Evaluasi dilakukan selama proses dan setelah proses produksi untuk menjamin
kualitas yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Evaluasi-
evaluasi pada pembuatan ini dapat berupa evaluasi pada campuran granul dan evaluasi
pada tablet jadi sebelum pengemasan. Evaluasi terhadap granul dilakukan sebelum
proses pengempaan tablet untuk memastikan tablet yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan tablet. Berikut merupakan uji yang dilakukan terhadap granul pada proses
produksi tablet amoksilin :
a. Uji waktu alir granul, uji ini dilakukan untuk menjamin keseragaman pengisian
granul ke dalam cetakan. Sifat aliran granul sangat dipengaruhi oleh bentuk
partikel, besar kecilnya ukuran partikel, distribusi ukuran partikel dan kadar air
dari granul. Kadar air yang tinggi mengakibatkan garnul lebihlengket dan
cenderung untuk menempel sehingga sifat alir menjadi buruk. Sifat aliran dapat
diperbaiki melalui penambahan bahan pelicin yang menurunkan gesekan antar
partikel.
b. Pengujian sudut istirahat granul diukur diameter lingkaran gunung serbuk yang
terbentuk, tinggi puncak serbuk dan sudut istirahat baik atau tidak. Tujuan
dilakukannya pengujian ini untuk menjamin sifat alir yang baik.
c. Uji distribusi ukuran partikel dimana ukuran partikel dapat mempengaruhi
kemampuan laju alir suatu serbuk. Semakin halus ukuran partikel maka laju alir
akan berkurang akibat luas permukaan gesek yang besar yang mengakibatkan
gaya tarik menarik (kohesi adhesi) antara partikel semakin besar. Granul yang
terdistribusi lebih banyak pada ukuran tertentu berarti kualitas dari granul
(keseragaman ukuran partikelnya) cukup baik sebagai bahan baku pencetakan
tablet.
d. Uji kompresibilitas akan sangat berpengaruh pada keseragaman bobot pada
sediaan yang akan dibentuk walaupun ukuran sama, apabila keseragaman granul
kurang baik maka sediaan tablet yang dicetak pun akan kurang baik pula.
Sedangkan rasio Hausner juga mempengaruhi sifat alir dari granul, jika nilai rasio
Hausner tinggi maka granul susah mengalir.

Evaluasi yang dilakukan terhadap granul umunya bertujuan untuk memastikan


sifat alir dari granul telah memenuhi atau belum memenuhi persyaratan. Setelah

38
dilakukan uji terhadap granul, jika dinyatakan telah memenuhi persyaratan evalusi
granul maka selanjutnya granul akan dicetak menjadi tablet. Evaluasi terhadap granul
perlu dilakukan karena granul yang baik akan menghasilkan tablet yang baik, jika
karakteristik granul tidak baik maka akan berpengaruh terhadap tablet yang akan
dihasilkan. Tablet-tablet yang telah jadi kemudian akan dilakukan evaluasi sebelum
dilakukan pengemasan untuk memastikan mutu tablet yang dihasilkan. Adapun evalusi
yang dilakukan terhadap tablet jadi amoksilin adalah sebagai berikut :
a. Uji organoleptik, pada uji ini dilihat penampilan fisik secara visual dari tablet
yang telah dihasilkan, apakah terdapat retakan, pecahan pada tepi tablet, atau
bahkan tablet terbelah. Hal ini perlu dilakukan sebelum pengemasan terhadap
tablet agar tablet-tablet yang dikemas merupakan tablet yang baik saja.
b. Keseragaman ukuran berupa uji perbandingan diameter dan tebal tablet.
Dilakukannya pengujian ini untuk menjamin penampilan tablet yang baik. selain
itu, ketebalan berhubungan dengan kekerasan tablet, selain pencetakan,
perubahan ketebalan juga merupakan indikasi adanya masalah pada aliran masa
cetak atau pengisi granul kedalam die oleh karena itu perlu dilakukan pengujian
terhadap keseragaman ukuran tablet.
c. Uji keseragaman bobot dilakukan untuk menjamin keseragaman kandungan zat
aktif. Selain itu, keseragaman bobot juga digunakan sebagai salah satu indikator
homogenitas pencampuran. Keseragaman bobot dipengaruhi oleh sifat alir granul.
Sifat alir granul yang baik mempengaruhi pengisian pada ruang kompresi oleh
hopper dengan volume konstan sehingga diperoleh tablet yang bobotnya seragam.
Semakin mudah mengalir suatu bahan akan semakin baik keseragaman bobotnya.
d. Uji kekerasan tablet, uji ini akan menggambarkan parameter ketahanan tablet
dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadinya
keretakan tablet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Tablet
yang terlalu keras akan berakibat sulitnya melarut dalam tubuh sehingga akan
mempengaruhi bioavabilitas dari zat aktif nya sehingga hal ini menjadi penting
dalam evaluasi tablet. faktor yang dapat mempengaruhi kekerasan dapat berupa
tekanan alat selama proses pengempaan merupakan salah satu faktor yang
menentukan kekerasan suatu tablet. tekanan yang terlalu kuat mengakibatkan
tablet terlalu keras.
e. Kerapuhan tablet berhubungan dengan ketahanan tablet terhadap goncangan dan
abrasi tanpa adanya serpihan selama proses produksi, pengepakan, pengiriman

39
dan pada saat telah digunakan oleh konsumen. Kerapuhan juga merupakan salah
satu cara untuk mengukur kekuatan tablet jadi.
f. Pengujian waktu hancur, prinsipnya uji ini menentukan waktu yang diperlukan
suatu tablet untuk hancur dengan cara menempatkan tablet pada alat penentuan
waktu hancur yang kondisinya sesuai dengan keadaan in vivo dan persyaratan
monografi (amoksilin). Waktu hancur yang tidak memenuhi persyaratan dapat
menjadi indikasi kesalahan dalam proses formulasi misalnya terlalu banyak
menambahkan pengikat, sehingga dapat diatasi dengan mengurangi pengikatnya.
g. Uji disolusi berupa parameter yang menunjukkan kecepatan pelarutan obat dari
tablet. Uji disolusi ini menjadi penting untuk diuji karena dari uji ini dapat
diketahui profil pelepasan obat yang dapat menggambarkan profil
farmakokinetika obat dalam obat dalam tubuh manusia. Uji disolusi dilakukan
berdasarkan metode yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia yang
disesuaikan dengan monografi bahan (amoksilin).

3.4.2 Pengemasan
Proses pengemasan dilakukan untuk mengemas produk ruahan menjadi produk jadi,
pengemasan akan dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas,
keutuhan  dan mutu produk akhir yang dikemas dengan beberapa proses pengemasan.
Pengemasan primer untuk tablet amoksilin dibuat dalam 2 bentuk yaitu strip dan blister.
Bahan kemasan strip adalah alufoil, sedangkan bahan kemasan blister adalah plastik dan
alufoil. Bahan pengemasan yang digunakan adalah bahan pengemas yang sudah dinyatakan
lulus oleh departemen QC. Pengecekan bahan pengemas dilakukan sebelum proses
pengemasan, dengan pengecekan berupa nomor bets dan kualitas pengemas. Pengemas yang
tidak layak pakai tidak digunakan untuk proses pengemasan dan akan dikarantina untuk
dimusnahkan. Pertimbangan pemilihan strip atau blister terletak pada stabilitas bahan yang
dikemas dan permintaan pasar. Bahan yang dikemas dengan strip akan lebih stabil
dibandingkan dikemas dengan blister. Obat–obat yang peka cahaya hanya dapat dikemas
dengan strip, karena blister memiliki bagian transparan yang dapat ditembus cahaya sehingga
obat yang peka cahaya dapat rusak. Kemasan blister lebih mudah dibuka dengan
pendorongan dari belakang (push through pack) dan lebih disukai konsumen.
Pengemasan sekunder dilakukan langsung setelah pengemasan primer, mesin dibuat
model in-line dengan urutan mesin labelling, mesin printing untuk label, mesin printing untuk
kemasan sekunder dan mesin sealing master box. Proses kritis dari pengemasan sekunder

40
sehingga memerlukan perhatian yaitu proses printing. Proses printing dilakukan dengan
printer dengan warna tinta hitam yang tidak mudah terhapus oleh udara atau gesekan, yang
dicetak adalah nomor batch, expired date, dan tanggal produksi. Hasil printing yang tidak
bagus (miring, kabur), dapat dihapus dengan larutan penghapus/semacam thinner kemudian
dilakukan reprinting. Pengemasan sekunder masih dilakukan dengan bantuan tenaga manusia
dengan dimasukkan secara manual dalam dus kemasan. Dus kemasan juga akan diprint
nomor batch, expired date, dan tanggal produksi. Dus kemasan dimasukkan ke dalam master
box dan ditutup dengan lakban. Master box dilabel dan selanjutnya diserah terimakan ke
bagian gudang. Beberapa informasi tercantum pada master box antara lain, terlindung dari
cahaya, cara menyusun, jangan memakai alat pengait, dan maksimal tumpukan, yang
memiliki tujuannya untuk menghindari kerusakan selama penyimpanan atau pendistribusian.
Tahap pengemasan sekunder dilakukan In process control dengan memeriksa hasil dari
printed material.

3.4.3 Penyimpanan
Penyimpanan bahan baku dan produk jadi amoksilin hasil produksi di gudang industri
farmasi salah satu tahapan penting dalam rangka menjaga kualitas produk agar tetap
memenuhi persyaratan sampai produk di tangan konsumen. Hal ini harus dilakukan karena
suhu penyimpanan material dapat mempengaruhi kualitas dari material dan akan berdampak
pada keamanan (safety), efektifitas (eficacy), dan kualitas (quality) dari produk amoksilin
yang dihasilkan. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kondisi penyimpanan
diantaranya yaitu suhu, kelembaban, kebersihan, pencahayaan, ventilasi atau kualitas udara
serta adanya segregasi atau pemisah. Dari beberapa faktor tersebut yang paling dominan
mempengaruhi kualitas material dan produk saat penyimpanan yaitu suhu. Suhu
penyimpanan yang tidak sesuai dapat menyebabkan kerusakan material atau produk.
Sehingga material dan produk amoksilin harus disimpan pada suhu penyimpanan yang sesuai
untuk menjamin keamanan, efektifitas, dan kualitas dari produk amoksilin serta dilakukan
pengendalian atau monitoring suhu penyimpanan agar ketika terjadi ketidak sesuaian dapat
segera ditangani.
Kondisi penyimpanan untuk material dan produk amoksilin akan disesuaikan dengan
sifat material maupun produk amoksilin yang disimpan serta instruksi yang tertera pada label
atau kemasan material maupun produk. Selain itu untuk suhu penyimpanan material dapat
disesuaikan dengan MSDS (Material Safety Data Sheet). Jika diluar kondisi penyimpanan
yang seharusnya maka perlu dilakukan penelusuran dan pemastian bahwa material atau

41
produk yang disimpan tersebut masih memenuhi syarat kualitas yang ditentukan, misalnya
dilihat dari data stabilitasnya. Uji stabilitas dapat menggambarkan pengaruh dari faktor
lingkungan terhadap material ataupun produk amoksilin selama penyimpanan.

3.4.4 Distribusi
Proses distribusi terdiri dari dua bagian yaitu distribusi bahan baku dan bahan kemas
serta distribusi produk jadi. Distribusi bahan baku dan bahan kemas ke lokasi produksi.
Distribusi obat jadi amoksilin untuk market lokal melalui distributor dan distribusi obat jadi
untuk market luar negri dan eksport melalui forwarder. Proses distribusi bahan baku dan
bahan kemas yang akan digunakan untuk produksi dilakukan berdasarkan work order (WO)
picklist yang dikeluarkan oleh bagian PPIC. Picklist berisi jenis dan jumlah bahan baku dan
bahan kemas yang dibutuhkan untuk proses produksi amoksilin, yang telah disesuaikan
dengan forecast marketing. Untuk bahan baku, setelah WO picklist keluar maka petugas
gudang akan menyiapkan bahan baku yang diminta, selanjutnya akan diserahkan ke bagian
dispensing untuk ditimbang. Penimbangan dilakukan oleh 1 orang petugas gudang dan 1
orang dari petugas produksi serta disaksikan oleh seorang dispensing supervisor dari pihak
produksi. Sisa bahan baku akan dikembalikan lagi ke dalam gudang. Untuk bahan kemas,
petugas gudang akan menyiapkan bahan sesuai dengan jumlah yang diminta dan
mengantarkan ke bagian produksi yang meminta. Pada saat serah terima bahan baku maupun
bahan kemas, dilakukan pengecekan ulang oleh bagian produksi terhadap jumlah bahan yang
diterima, jika sesuai, picklist akan ditandatangani. Kemudian picklist tersebut akan
diserahkan kembali ke bagian produksi yang bersangkutan untuk selanjutnya disimpan dalam
job sheet/batch record sebagai dokumen. Setelah proses produksi selesai maka bagian
produksi akan melakukan penerimaan work order (WO receive) ke lokasi “income-fg”
dengan status karantina untuk diperiksa oleh QC. Untuk produk obat yang telah lulus dari
pengujian maka akan dilakukan pemindahan barang dari bagian produksi ke gudang finished
good, kemudian barang diperiksa oleh petugas gudang yang meliputi pemeriksaan fisik,
jumlah serta nomor bets dan setelah cocok maka barang akan diterima dan diletakkan sesuai
dengan spesifikasi penyimpanan dari produk tersebut. Pada saat penerimaan maka akan ada
pencatatan pada log book mengenai produk obat yang diterima serta pemasukan data dalam
sistem Mfg-Pro yang dilakukan oleh pihak produksi saat WO receive. Proses penerimaannya
dilakukan pada loading area yang telah disiapkan.
Proses distribusi produk jadi kepada distributor dilakukan berdasarkan packing list
yang dikeluarkan oleh bagian marketing. Dalam hal ini distributor akan mengirimkan order

42
ke bagian marketing, kemudian marketing akan memasukkan data pesanan dari distributor
(placement order), setelah itu akan dikeluarkan packing list-nya. Packing list ini kemudian
akan dihitung nilai rupiah dari barang yang akan didistribusikan oleh bagian keuangan,
sedangkan dari petugas gudang akan menyiapkan barang yang diminta dan order distributor
harus sudah sesuai dengan multipack berdasarkan packing list yang diterima. Setelah barang
yang diminta sudah siap, maka akan dibuat surat panggilan ke distributor untuk mengambil
barang. Setelah itu, bagian keuangan akan melakukan pemotongan stok barang yang ada di
dalam sistem (shipment) dan mencetak invoice. Kemudian barang tersebut akan diserahkan
kepada distributor sesuai dengan jadwal yang ditentukan dan proses penyerahan barang ke
distributor dilakukan di ruang transito untuk dilakukan crosscheck kesesuaian barang.

43
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Produksi sediaan tablet Amoksilin yang baik memperhatikan aspek perlindungan
baik dari segi kualitas produk, operator maupun lingkungan yang mengacu pada
pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) karena Amoksilin termasuk
ke dalam golongan obat betalaktam yang merupakan obat yang memiliki sifat
sangat berbahaya, baik dari segi toksisitas, adanya sifat hipersensitifitas maupun
dari segi paparan terhadap personel maupun lingkungan sehingga fasilitas dan
ruangan produksi dilakukan terpisah. Cara memproduksi obat yang baik dimulai
dari tahap formulasi dengan merancang formula sediaan, menentukan metode
pembuatan, evaluasi dan merancang etiket serta kemasan dari produk dengan
penanggungjawab seorang apoteker departemen R&D, kemudian dilakukan
produksi dengan penanggungjawab seorang apoteker departemen produksi
dengan dilakukan evaluasi selama proses dan setelah proses oleh departemen QC
dengan penanggungjawab seorang Apoteker yang terdaftar, terkualifikasi dan
memperoleh pelatihan yang sesuai. Tahap akhir departemen QA dengan
penanggung jawab seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi akan
memastikan quality (kualitas), efficacy (efektivitas) dan safety (keamanan) dari
produk dengan menjamin semua produk sesuai dengan ketentuan-ketentuan pada
CPOB.
2. Komponen pembuatan Tablet terdiri dari bahan aktif dan bahan tambahan
(pengisi, pengikat, penghancur, pelincir, pelicin, anti lengket, pemanis, perasa dan
pewarna). Contoh komponen bahan aktifnya yaitu Amoxicillin dan untuk bahan
tambahannya yaitu bahan pengikat (PVP), bahan pengisi (laktosa dan avicel
pH102), bahan penghancur (crospovidone, croscarmellose dan avicel pH102),
bahan pelincir (mg stearat) bahan pelicin (aerosil dan talk), bahan pemanis
(aspartam), bahan pewarna (yellow oxide) dan perasa (banana flavour dan
vanilin) yang akan dibuat dengan metode kempa langsung
3. Pengadaan barang dilakukan oleh departemen Production Planning and Inventory
Control (PPIC) yang dikepalai oleh seorang Apoteker akan berkoordinasi dengan
departemen-departemen lainya seperti departemen marketing dan produksi. Alur
pengadaan bahan baku, bahan baku diterima, karantina (label kuning),

44
pemeriksaan kualitas oleh bagian QC dengan penanggungjawab seoang Apoteker,
jika bahan baku diterima diberi label hijau sedangkan yang ditolak diberi label
merah.
4.a. Alur proses produksi granulasi kempa langsung (penimbangan, pengayakan,
pencampuaran akhir, pencetakan tablet, pengemasan barang, disimpan di ruang
obat jadi).
4.b. Evaluasi yang dilakukan pada campuran granul (uji sifat alir, uji kompresibilitas,
kompresibilitas, tapped density, bulk densiti, sudut diam) dan evaluasi tablet (uji
keseragaman tablet, uji keseragaman ukuran, uji kekerasan, uji kerapuhan, uji
waktu hancur, uji disolusi, penetapan kadar berkhasiat) dengan hasil formula 1
lebih baik dari formula yang ada dengan terpenuhinya semua kriteria uji dan
memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan 95 -100,5%.
4.c. Proses pengemasan terbagi menjadi 2, pengemasan primer dan sekunder.
Pengemasan primer untuk tablet amoksilin dibuat dalam 2 bentuk yaitu strip dan
blister dan pengemasan sekunder dilakukan langsung setelah pengemasan primer
dengan dus.
4.d. Kondisi penyimpanan untuk material dan produk amoksilin disesuaikan dengan
sifat material maupun produk amoksilin serta instruksi pada label atau kemasan
material maupun produk untuk menjamin keamanan (safety), efektifitas (eficacy),
dan kualitas (quality) dari produk amoksilin yang dihasilkan.
4.e. Proses distribusi terdiri dari dua bagian yaitu distribusi bahan baku dan bahan
kemas amoksilin ke lokasi produksi dan distribusi obat jadi amoksilin untuk
market lokal melalui distributor dan distribusi obat jadi untuk market luar negri
dan eksport melalui forwarder.

4.2 Saran
1. Pada proses produksi obat sediaan tablet obat golongan betalaktam, khususnya
Amoksilin perhatikan aspek perlindungan, baik dari segi kualitas produk,
operator maupun lingkungan di mana fasilitas produksi obat tersebut di buat agar
tidak terjadi bahaya yang tidak diinginkan.
2. Penggunaan metode, bahan tambahan dan penyimpanan disesuaikan dengan
karakteristik zat aktif yang akan digunakan agar tidak memperngaruhi stabilitas
obat serta penambahan bahan tambahan dipilih yang sesuai/kompatibel terhadap
zat aktif.

45
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. UI Press, Jakarta.

Anonim, 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta, DepKes RI

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2017. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta

Badan POM RI Tahun 2012, Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik

Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI 1979.

Gerald K. McEvoy. 2011. AHFS Drug Information Essential. American Society of Health
Sytem Pharmacist: Bethesda, Maryland.

Lachman, L., Lieberman H.A., Kanig, J.L. (1986). Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi
ketiga, UI Press, Jakarta.

Markose, Z., & Parthiban, K. G. (2012). Formulation and evaluation of dispersible tablets of
amoxicillin trihydrate and dicloxacillin sodium. International Research Journal of
Pharmacy, 3(6), 112-115.

Mamatha G. T, Pradeepa N., Priyanka Raj G., Vinay Kumar G. V. And Tamizh Mani T.
(2017). Formulation And Evaluation Of Dispersible Tablet Of Amoxicillin Trihydrate.
World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science.Vol 6, Issue 11, 484-491.

Mycek, M. J., Harvey, R. A., dan Champe, P. C. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar 2 nd
ed. H. Hartanto, ed. Jakarta, Widya Medika.

Siregar, C.J.P. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet, Kedokteran EGC, Jakarta

Siswandono dan Soekardjo. 2000. Kimia Medical. Airlangga University Press, Surabaya.

Subbaiah, S., Karuna DS and Ubaidullah U. 2015. Formulation Of Fast Disintegrating


Amoxicillin Tablets: In-Vitro Evaluation And Stability Studies. Acta Biomedica
Scientia, (1), 23-31.

46
DISKUSI KELOMPOK

Nama Penanya NPM Kelompok


Oktaviani 20340008 3
Gerald Amadian Fernandez 20340012 4
Rezza Puspita Sari 20340016 5
Ni Putu Sugi Maharani 20340020 6
Allisya Citra Wahyudi 20340023 7

1. Untuk mendapatkan produk atau sediaan tablet amoksilin yang baik apa saja yg harus
diperhatikan selama proses produksi? (Kelompok 3)
Hal yang harus diperhatikan dalam proses produksi agar dihasilkan produk atau
tablet amoksilin yang baik adalah :
a. Bahan baku yang digunakan
b. Pemilihan bahan tambahan
c. Kondisi ruangan dan area produksi
d. Metode pembuatan

2. Dilihat dari komponen yg ada dalam formulasi 1, 2 dan 3 berikan contoh yang lain?
(Kelompok 4 Gerald )
Contoh komponen lainnya adalah:
a. Untuk komponen bahan dalam pembuatan tablet seperti:
b. Bahan pengikat: CMC, HPMC ,Amilum
c. Bahan penghancur: avicel , amilum, selulosa
e. Bahan pelicin : asam stearat, natrium benzoat, natrium klorida, talk.
f. Bahan anti adheren: talk . magnesium, stearat, coloidal silica,
g. Bahan pemanis : laktosa , sukrosa, mannitol, dextrosa.

3. Dalam proses pengemasan hal-hal apa saja yang harus diperhatikan? (Kelompok 5)
Hal-hal yang harus di perhatikan adalah :
a. Harus selalu mengikuti dan mematuhi prosedur tertulis yang sudah dibuat.
b. Harus selalu mengikuti dan menjalankan in process control.
c. Pra penandaan pada bahan pengemas harus selalu dilakukan.
d. Sebelum melakukan pengemasan, kesiapan jalur pengemasan harus selalu
diperiksa.

47
e. Hanya obat yang berasal dari satu batch saja yang boleh ditempatkan dalam satu
palet.
f.Produk yang rupa dan bentuknya sama tidak boleh dikemas pada jalur yang
berdampingan.
g. Pada jalur pengemasan, nama dan nomer batch harus terlihat jelas.
h. Produk antara dan produk jadi yang masih dalam proses pengemasan harus selalu
diberi label identitas dan jumlah.
i. Produk yang telah diisikan kedalam wadah akhir tapi belum diberi label, harus dipisah
dan diberi tanda.
j. Peralatan pengemasan tidak boleh bersentuhan langsung dengan produk.
k. Bahan untuk pengemasan seperti: pelincir, perekat, tinta, cairan pembersih,
ditempatkan dalam wadah berbeda dari wadah untuk produk 

4. Apa yang menjadi penyebab permasalahan dalam proses produksi tablet? (Kelompok 6)
Secara umum penyebab dalam permasalahan-permasalahan tpada produksi tablet
dapat digolongkan menjadi 4, yaitu :
a. Kerusakan yg berhubungan dg proses pentabletan seperti capping, lamination dan
cracking
b. Kerusakan yg berhubungan dg eksipien seperti chipping, sticking, picking dan
binding
c. Kerusakan yg berhubungan dg mesin seperti doouble impression
d. Kerusakan yg berhubungan dg lebih dari satu faktor seperti mottling

5. Sebutkan masalah-masalah yang mungkin timbul selama proses produksi tablet


amoksilin dan cara mengatasinya? (Kelompok 7)
Masalah-masalah yang dapat muncul selama proses pencetakan tablet secara
umum, seperti :
a. Capping : pemisahan sebagian atau keseluruhan bagian atas/bawah tablet dari
badan tablet
a) Fines terlalu banyak dalam granul  buang semua fines yg melewati
ayakan 100-200 mesh
b) Granul terlalu kering sehingga kehilangan daya ikat  ditambah bahan yg
bersifat higroskopis seperti sorbitol, metil selulose atau PEG 4000

48
c) Granul yg belum kering  Granul dikeringkan sampai kekeringan tertentu
d) Jumlah binder kurang atau tidak berfungsi dengan baik  jumlah binder
ditingkatkan, atau diganti dg binder yg lebih baik spt PVP, Pregelatined
starch
e) Jumlah lubrikan (pelincir) kurang atau tidak berfungsi dg baik  Jumlah
lubrikan ditingkatkan. Atau diganti dg lubrikan yg lebih baik
b. Laminasi : pemisahan tablet menjadi dua bagian atau lebih
a) Adanya minyak atau lemak dlm granul  cara pencampuran dimodifikasi
atau ditambahkan adsorben
b) Terlalu banyak lubrikan yg bersifat hidrofobik, spt Mg stearat  lubrikan
dikurangi atau diganti dg lubrikan jenis lain
c) Terlalu cepat terjadi relaksasi pd bagian tablet pd saat ejection dari die 
digunakan tappered dies yang pada bagian atasnya menonjol keluar 3 - 5°
d) Dekompresi terlalu cepat  gunakan tahap prekompresi
c. Chipping : keadaan dimana bagian bawah tablet terpotong
a) Melekat pd permukaan punch  atur kekeringan granul dan meningkatkan
lubrikasi
b) Granul terlalu kering  menambahkan bahan yg bersifat higroskopis
c) Binder terlalu banyak  optimasi jumlah binder
d. Cracking : keadaan dimana tablet pecah, lebih sering di bagian atas-tengah
a) Ukuran granul terlalu besar  kurangi ukuran granul, tambahkan fines
b) Granul terlalu kering  atur tingkat kekeringan granul dan tambahkan
jumlah binder
c) Tablet mengembang  optimasi granulasi, tambahkan binder kering
d) Granul terlalu dingin  kempa pada suhu ruang
e. Picking : perpidahan bahan dari permukaan tablet dan menempel pada permukaan
punch
a) Granul terlalu lembab  keringkan granul sampai kelembaban tertentu
b) Lubrikasi kurang / tdk tepat  tingkatkan lubrikan
c) Adanya material yg mempunyai titik lebur rendah  gunakan material yg
memp. titik lebih tinggi
f. Sticking : keadaan dimana granul menempel pada dinding die (ada adhesi)

49
a) Binder terlalu banyak  jumlah binder dikurangi atau diganti binder jenis
lain yg lebih baik
b) Material berminyak  digunakan adsorben
c) Granul terlalu lunak dan lembut  optimasi jumlah binder dan teknik
granulasi
g. Mottling : keadaan dimana distribusi zat warna pada permukaan tablet tidak
merata.
a) Zat aktif berwarna sementara eksipien berwarna putih  gunakan pewarna
yg cocok
b) Zat warna bermigrasi pd permukaan granul pd saat proses pengeringan 
ganti sistem pelarut, ganti bahan pengikat, kurangi suhu pengeringan atau
gunakan partikel yg lebih halus.

50

Anda mungkin juga menyukai