Anda di halaman 1dari 17

Mata Kuliah : Manajemen Risiko Lingkungan

Dosen : Hidayat, SKM,M.Kes

MAKALAH

“Manajemen Risiko Lingkungan Industri Penyamakan Kulit”

Oleh :
Muh. Asril S
(PO714221191071)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
DIV SANITASI LINGKUNGAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga diberi kemudahan dalam menyusunan
makalah ini dan mampu menyelesaikan dengan tepat pada waktunya. Tidak lupa juga
shalawat serta salam atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw. serta kepada
keluarga, saudara, sahabat dan kerabatnya.
Dalam penyusunan makalah ini saya selaku mahasiswa banyak mendapatkan
bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan kali ini saya
mengucapkan terimakasih kepada semua yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini.

Makassar, November 2022

Muh. Asril S

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Manfaat ............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Identifikasi Risiko ............................................................................... 3
B. Analisis Risiko ................................................................................... 5
C. Evaluasi Risiko .................................................................................... 8
D. Pengendalian Risiko ........................................................................... 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 13
B. Saran .................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdagangan diera globalisasi ini semakin berkembang pesat, karena seiring
dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat dunia akan berbagai jenis barang dan
jasa. Hal ini karena kebutuhan dan selera konsumen yang berubah, teknologi baru,
daur hidup produk yang pendek dan persaingan yang semakin meningkat sehingga
banyak produsen yang bersaing dalam menciptakan produk baru untuk mengikuti
selera konsumen. Perkembangan pertumbuhan sektor industri mengalami
peningkatan. Khususnya untuk industri kulit. Berdasarkan (Kemenperin dan
APKI), kebutuhan bahan baku untuk industri kulit dalam negeri adalah sebesar 20
juta lembar, sedangkan produksi dalam negeri hanya mampu menyediakan 5 juta
lembar saja.
Salah satu sektor industri yang potensial untuk dikembangkan adalah
industri penyamakan kulit. Industri penyamakan kulit adalah industri yang
mengolah berbagai macam kulit mentah, kulit setengah jadi (kulit pikel, kulit wet
blue, kulit kras) menjadi kulit jadi (Sri Waskito, 1998). Industri penyamakan kulit
merupakan salah satu industri yang didorong perkembangannya sebagai penghasil
devisa non migas.
Industri penyamakan kulit adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan
mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi menjadi bahan
mentah untuk pembuatan barang berbahan kulit (Perda DIY No. 7 tahun 2016).
Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang menghasilkan
limbah cair dalam kuntitas yang besar. Pada penyamakan 1 ton kulit basah
diperlukan air ± 40 m3 dan kemudian dibuang kebadan air sebagai limbah cair
yang tercampur dengan bahan kimia lainnya sisa proses (Paul et al, 2013).
Penyamakan kulit juga merupakan salah satu sumber utama kromium masuk
kedalam lingkungan akuatik (Pawlisz et all, 1993). Kegiatan industri penyamakan
kulit yang menghasilkan bahan pencemar berupa zat – zat yang dapat

1
menyebabkan perubahan kuliatas perairan dan menimbulkan gangguan pada
ekosistem perairan (Catur, 2013)
Selain limbah cair, industri penyamakan kulit juga menghasilkan limbah
padat yang dihasilkan dari aktivitas produksi berupa limbah shaving. Limbah
shaving adalah limbah padat dari kulit tersamak yang berupa serutan kulit. Limbah
tersebut memiliki volume yang cukup besar dalam proses penyamakan kulit,
limbah tersebut bersifat ringan, tidak mudah terdegradasi, tidak mudah rusak
(Sutyasmi, 2012).
Karakteristik limbah cair yang berasal dari industri kulit umumnya
berwarna keruh dan berbau tidak sedap, mengandung sisa-sisa darah, bulu halus,
protein terlarut, bubur kapur, sisa garam, asam, sisa cat dan zat samak krom. Krom
merupakan salah satu logam berat yang berbahaya bagi lingkungan.Maka perlu
adanya Makalah yang membahas tentang “Manajemen Risiko Lingkungan
Industri Penyamakan Kulit”
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas makan rumusan masalah yang akan


dibahas sebagai berikut :

1. Bagaimana Identifikasi Risiko Industri Penyamakan Kulit?


2. Bagaimana Analisis Risiko Industri Penyamakan Kulit?
3. Bagaimana Evaluasi Risiko Industri Penyamakan Kulit?
4. Bagaimana Pengendalian Risiko Industri Penyamakan Kulit?
C. Manfaat
1. Untuk mengetahui Identifikasi Risiko Industri Penyamakan Kulit
2. Untuk mengetahui Analisis Risiko Industri Penyamakan Kulit
3. Untuk mengetahui Evaluasi Risiko Industri Penyamakan Kulit
4. Untuk mengetahui a Pengendalian Risiko Industri Penyamakan Kulit

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Identifikasi Risiko
Industri penyamakan kulit merupakan industri yang menggunakan bahan
kimia dan air dalam jumlah besar. Proses penyamakan kulit dimulai dari proses
pemisahan bahan baku, fleshing (pembuangan daging), penggaraman, soaking
(perendaman), liming (pengapuran), deliming (pembuangan kapur), pickling
(pengasaman), pemberian warna, penyamakan krom, fathening (proses
pelembutan kulit), penetralan, pressing (pengurangan kadar air), shaving
(pengetaman), bleaching (pemucatan), pengecatan warna, oiling (penggemukan),
fat liquoring (peminyakan), drying (pengeringan), penjemuran, pelembaban,
peregangan, pelabelan, dan kemudian siap didistribusikan.
Secara garis besar limbah industri penyamakan kulit dapat dikelompokkan
menjadi limbah padat, gas dan cair. Jenis limbah industri penyamakan kulit
ditentukan oleh penggunaan bahan baku baik kulit besar maupun kulit kecil, bahan
pembantu (obat-obatan kimia) maupun penggunaan teknologi proses dan tahapan
proses, kapasitas sampai kepada jenis produk yang dihasilkan. Sumber utama
limbah industri penyamakan kulit terdiri dari (Dinas Perindustrian, 1998) :
• Bagian-bagian kulit yang harus dibuang (dihilangkan selama proses
penyamakan), termasuk didalamnya rambut dan bulu, berbagai protein dan
minyak, sisa splitting (pemisahan), sisa-sisa pengguntingan kulit, dan bahan-
bahan kimia yang digunakan selama proses penyamakan.
• Kelebihan bahan-bahan kimia dari proses penyamakan. Limbah tersebut
selain berada dalam bentuk padatan, gas dan cairan juga dapat berupa limbah
campuran yang mengandung beberapa substansi.

3
1. Air Limbah Industri Penyamakan Kulit
Dilihat dari asal bahan pencemar, berikut ini merupakan karakteristik air
limbah yang dihasilkan dari proses penyamakan kulit (Bappedal, 2012) :
a. Proses Perendaman (Soaking). Air limbah soaking mengandung sisa
daging, bulu, darah, mineral, garam, debu dan kotoran lain. Pada proses
perendaman, air limbah berbau busuk dan kotor. Volume limbah soaking
berkisar antara 2,5-4 l/kg kulit, dan pH berkisar 7,5-8. Air limbah soaking
juga mengandung garam dan bahan organik lain yang akan
mempengaruhi nilai BOD dan COD.
b. Proses Pembuangan Bulu (Unhairing) dan Pengapuran (Liming). Air
limbah dari proses unhairing dan liming berwarna putih kehijauan, kotor,
bau menyengat, mengandung kalsium, natrium disulfida (Na2S), sisa
daging, bulu, dan lemak. Air limbah pada proses unhairing mengandung
BOD 1.100-2.500 mg/l dan pH berkisar 10-12,5. Dampak yang
ditimbulkan akibat buangan dalam proses tersebut berpengaruh besar
terhadap air, tanah dan udara. Pengaruh terhadap air terutama kadar BOD
dan COD.
c. Proses Pembuangan Kapur (Deliming). Air limbah dari proses
deliming mempunyai beban polutan yang lebih kecil dibanding air limbah
hasil proses unhairing dan liming. Air limbah pada proses tersebut
mempunyai nilai BOD 1.000-2.000 mg/l dan pH berkisar 3-9. Air limbah
tersebut akan menyebabkan pencemaran air dan mempengaruhi nilai
BOD dan COD.
d. Proses Pikel (Pickling) dan Krom (Tanning). Air limbah dari proses
pickling dan tanning mengandung bahan protein, sisa garam, sejumlah
kecil mineral, dan krom valensi III yang apabila tercampur dengan alkali
akan terbentuk krom hidroksida dan pH berkisar 3,5-4. Karakteristik air
limbah proses pikel dengan penyamakan krom terdiri dari :

4
• Air limbah pikel mempunyai volume 2-3 l/kg kulit, BOD 800-22.000
mg/l dan pH sekitar 2,9-4.
• Air limbah samak krom menghasilkan BOD 800-1.200 mg/l dan pH
sekitar 2,6-3,2.
• Air limbah pikel dan krom akan menimbulkan pencemaran air
sehingga mempengaruhi nilai BOD, COD, dan krom.
2. Pengaruh Terhadap Lingkungan
Karakteristik limbah cair yang berasal dari industri kulit umumnya
berwarna keruh dan berbau tidak sedap, mengandung sisa-sisa darah, bulu
halus, protein terlarut, bubur kapur, sisa garam, asam, sisa cat dan zat samak
krom. Krom merupakan salah satu logam berat yang berbahaya bagi
lingkungan. Salah satu jenisnya adalah krom (VI) yang mempunyai kelarutan
dan toksisitas tinggi. Keberadaan limbah krom tidak boleh melebihi nilai
ambang batas yang diperkenankan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sifat kelarutan dan toksisitas krom menentukan
tingkat bahaya pencemaran di lingkungan (Nahadi, 2000).
Keberadaan logam berat di lingkungan dapat menurunkan populasi
mikroba baik dalam jumlah maupun keanekaragaman spesiesnya. Mikroba
jenis tertentu dapat ditemukan resisten atau toleran terhadap pencemaran.
Sifat resisten atau toleran tersebut ditunjukkan dengan kemampuan tumbuh
mikroba dalam berbagai konsentrasi logam berat. Kemampuan mikroba untuk
bertahan terhadap efek toksik logam berat melalui mekanisme detoksifikasi
sebagai respon terhadap jenis logam tertentu. Sifat resisten terhadap krom
telah ditemukan pada spesies Pseudomonas sp, Alcaligenes sp, Salmonella sp,
Streptococcus sp, Aeromonas sp dan Enterobacter sp (Misra, 1992).
B. Analisis Risiko
Perusahaan menyamakan kulit sebagai suatu industri yang membuat limbah
cair dengan jumlah banyak. Dalam satu ton penyamakan kulit basah, dibutuhkan

5
± 40 m3 air serta kemudian dibuang ke badan air sebagai limbah cair yang
bercampur bahan kimia lain yang tersisa dari proses tersebut (Paul et al, 2013).
Aktivitas perusahaan penyamakan kulit membuat bahan cemar berupa zat yang
bisa membuat berubahnya kualitas air serta mengganggu keanekaragaman
kehidupan air (Catur, 2013). Rata-rata buangan dari industri penyamakan kulit
adalah total padatan 800 ppm, protein 1000 ppm, Nacl 300 ppm, kesadahan total
1600 ppm, BOD 1000 ppm. Efluen memiliki pH antara 11-12 serta biasanya
memperoleh konsentrasi lumpur 5%-10% sebab berisi kapur serta natrium sulfida
(Cabeza et al., 1998).
Banyaknya air limbah yang diciptakan dari kegiatan penyamakan, kadang
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) tidak dapat menampung air limbah
tersebut sehingga mengakibatkan limbah cair yang tidak tertampung di IPAL
tersebut langsung keluar dari pipa pembuangan menuju badan air kemudian ke
badan air. sungai. Kondisi ini bisa berpengaruh pada kualitas air sumur secara tidak
langsung karena jarak pemukiman penduduk dengan kawasan industri termasuk
dekat sehingga masyarakat mudah terkena dampak dari limbah industri
penyamakan kulit.
• Parameter Biochemical Oxygen Demand (BOD) Biochemical Oxygen
Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen secara biologis adalah konsentrasi
oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme di dalam air untuk memecah
bahan buangan organik yang ada di dalam air lingkungan. BOD berperan
sangat penting untuk mengetahui kualitas perairan karena semakin tinggi
kadar BOD di suatu perairan maka tingkat kualitas perairan tersebut semakin
buruk (Salmin, 2005).
• Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) Chemical Oxygen Demand
(COD) atau kebutuhan oksigen secara kimia adalah konsentrasi oksigen yang
dibutuhkan agar bahan buangan organik yang ada di dalam air dapat
teroksidasi melalui reaksi kimia. COD digunakan untuk mengukur bahan

6
organik dari limbah domestik maupun industri melalui reaksi kimia. Bahan
organik akan dioksidasi oleh kalium bikromat menghasilkan gas CO2 dan
H2O serta sejumlah ion Cr (III) (Sawyer, dkk., 2003).
• Parameter Total Suspended Solid (TSS) TSS (Total Suspended Solid) adalah
suatu endapan yang dapat disaring dan dapat membentuk sludge yang terdiri
dari bahan-bahan organik.
• Parameter Krom Kromiun merupakan limbah yang berasal dari industri
penyamakan kulit,pelapisan logam,industri cat, industri warna,dan industri
tekstil. Ion kromium dalam bentuk ion Cr (III) dan ion Cr (VI) merupakan
bilangan oksidasi logam Cr yang banyak terdapat di lingkungan. Bentuk
heksavalen dari Cr (VI) merupakan ion logam yang sangat beracun. Logam
ini bersifat toksik untuk kehidupan aquatik pada konsentrasi yang relatif
sangat rendah(Karthardjono dkk,2008). Tingkat toksisitas Cr (VI) sangat
tinggi sehingga bersifat racun terhadap semua organisme. Cr (VI) bersifat
karsinogen dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit manusia. Sedangkan
tingkat toksisitas Cr (III) jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan Cr (VI).
Sehingga untuk mengolah limbah kromium maka Cr (VI) harus direduksi
terlebih dahulu menjadi Cr (III). Cr (III) mudah diendapkan atau diabsorpsi
oleh senyawa-senyawa organik dan anorganik padapH netral (Slamet, 2005).
• Parameter pH Derajat keasaman (pH) digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Keasaman suatu
larutan dapat dilihat jika nilai pH dari tujuh sedangkan kebasaan suatu larutan
memiliki nilai pH lebih dari tujuh. Jika suatu larutan memiliki nilai pH sama
dengan tujuh, maka larutan tersebut bersifat netral. Derajat keasaman
merupakan suatu parameter fisik penting dalam pengendalian air limbah
karena banyak reaksi kimia dan biologis yang melibatkan mikroorganisme
berlangsung dalam pH tertentu. Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh

7
fluktuasi kandungan CO2 dan O2. Tingkat pH lebih kecil dari 4,8 dan lebih
besar dari 9,2 sudah dapat dianggap tercemar. (Sary, 2006)
• Parameter Kekeruhan Menurut Khopkar (1990) dalam Bernadeta (2007),
Tingkat kekeruhan pada air atau turbiditas disebabkan oleh adanya materi
suspensi, seperti endapan lumpur, partikel organik yang koloid, dan
organisme mikroskopis lainnya. Kekeruhan diukur dengan turbidimeter yang
berprinsip pada spektroskopi absorpsi akibat partikel yang tercampur dan
berprinsip pada hamburan sinar dengan peletakan detektor pada suhu 90o dari
sumber sinar. Tingkat kekeruhan ditunjukkan dengan satuan pengukuran yaitu
Nephelometric Turbidy Units (NTU).
• Parameter Total Disolve Solid (TDS) Total Disolve Solid (TDS) atau total
padatan terlarut yaitu ukuran zat terlarut berupa zat organik maupun anorganik
yang terdapat pada sebuah larutan. Total padatan terlarut adalah bahan-bahan
terlarut yaitu dengan diameter kurang dari 10-6 mm dan koloid dengan
diameter kurang dari 10-6 mm yang berupa senyawa kimia dan bahan-bahan
lain yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 µm (Vanho,
2010).
• Parameter Daya Hantar Listrik (DHL) Menurut Effendi (1992) dalam Fendra
(2015), Daya Hantar Listrik (DHL) merupakan ukuran dari kemampuan suatu
larutan untuk menghantarkan arus listrik. Semakin banyak garam terlarut yang
dapat terionisasi, maka nilai DHL akan semakin tinggi. Bilangan valensi dan
konsentrasi ion-ion terlarut pada larutan sangat berpengaruh terhadap nilai
DHL. Asam, basa, dan garam adalah penghantar listrik yang baik, sedangkan
bahan organik yang tidak dapat mengalami disosiasi merupakan penghantar
listrik yang kurang baik
C. Evaluasi Risiko
Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang berbahaya
karena menghasilkan sejumlah limbah, baik berupa padatan maupun cairan yang

8
keduanya menimbulkan dampak pencemaran bagi lingkungan. Air limbah yang
dihasilkan industri penyamakan kulit dapat mempengaruhi nilai TSS, TDS, DHL,
Kekeruhan, BOD, COD, Krom dan pH. (Bappedal, 2012).
Baku mutu limbah industri penyamakan kulit telah diatur dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 mengenai
baku mutu air limbah. Persyaratan mutu limbah cair dapat dinyatakan dengan
debit, kadar dan beban pencemaran, sehingga terdapat kriteria beban pencemaran
maksimum atau beban tertinggi yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 37 Tahun 2003 tentang metode analisis kualitas air
permukaan dan pengambilan contoh air permukaan, maka dibuat Standar Nasional
Indonesia (SNI) untuk metode analisis dan teknik pengambilan air limbah sebagai
sampel. Dalam pengolahan air limbah industri ada beberapa Standar Nasional
Indonesia (SNI) yang dijadikan sebagai acuan yaitu :
• SNI 06- 6989.59-2008, Air dan air limbah bagian 59 mengenai metoda
pengambilan contoh air limbah.
• SNI 06- 6989.1-2004, Air dan air limbah bagian 1 mengenai cara uji Daya
Hantar Listrik (DHL).
• SNI 06- 6989.11-2004, Air dan air limbah bagian 11 mengenai cara uji derajat
keasaman (pH).
• SNI 06- 6989.14-2004, Air dan air limbah bagian 14 mengenai cara uji
oksigen terlarut atau Total Disolve Solid (TDS).
• SNI 06-6989.3-2004, Air dan air limbah bagian 3 mengenai cara uji Total
Suspended Solid (TSS). • SNI 06-6989.72-2009, Air dan air limbah bagian 72
mengenai cara uji Biochemical Oxygen Demand (BOD).
• SNI 06-6989.2-2009, Air dan air limbah bagian 2 mengenai cara uji Chemical
Oxygen Demand (COD). • SNI 06-6989.25-2005, Air dan air limbah bagian
25 mengenai cara uji kekeruhan (NTU).

9
• SNI 06-6989.17-2009, Air dan air limbah bagian 17 mengenai cara uji Krom.
D. Pengendalian Risiko
Industri penyamakan kulit mengelola risiko dengan cara menghindari atau
mengurangi dampak risiko. Hal ini dilakukan agar mampu menghasilkan kualitas
yang diharapkan di tengah-tengah ketidakpastian/ risiko yang ada. Salah satu
metode yang dapat menjadi alternatif atas hal ini adalah Enterprise Risk
Management (ERM). Menurut COSO Standard of Enterprise Risk Management
Integrated Framework (2004), ERM merupakan suatu proses yang dipengaruhi
oleh dewan direksi, manajemen, dan karyawan lainnya, diterapkan dalam
pengaturan strategi mencakup seluruh perusahaan yang dirancang untuk
mengidentifikasi potensi kejadian yang dapat memengaruhi entitas dan mengelola
risiko yang ada, untuk memberikan kepastian terhadap pencapaian tujuan entitas.
Delapan komponen yang saling terkait dalam ERM, yaitu 1) internal environment,
2) objective setting, 3) event identification, 4) risk assessment, 5) risk response, 6)
control activities, 7) information and communication, dan 8) monitoring.
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan sistem pengolahan
yang mampu menurunkan kandungan pencemar air limbah yang berpotensi
mencemari lingkungan sampai batas yang disyaratkan oleh pemerintah yang
bertujuan untuk mengurangi dampak buruk polutan di dalam air limbah dan
mengendalikan pencemaran lingkungan (Kementrian Lingkungan Hidup, 1995).
Terdapat beberapa unit operasi pada Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) industri penyamakan kulit, fungsi dari masing-masing komponen yang ada
pada IPAL adalah sebagai berikut (DPLH Garut, 2012) :
1) Bak Influen, berfungsi untuk mengumpulkan air limbah dari setiap proses
produksi penghasil air limbah dari beberapa industri/pengusaha kulit melalui
pipa pengumpul.
2) Saringan kasar dan saringan halus, berfungsi untuk memisahkan kotoran
padat, sisa daging dan bulu hewan yang terbawah air limbah sehingga tidak

10
memberatkan proses pengolahan selanjutnya dan tidak mengganggu kerja
pompa air limbah.
3) Bak ekualisasi, berfungsi menampung dan mencampur air limbah dengan
variasi zat organik atau an-organik, pH, suhu agar lebih homogen
konsentrasinya.
4) Bak pengaduk cepat, berfungsi untuk mendapatkan campuran yang merata
dengan pembubuhan koagulan sehingga terbentuk flok (proses koagulasi).
5) Bak pengaduk lambat, berfungsi untuk membentuk gumpalan atau flok yang
lebih besar agar lebih mudah diendapkan pada bak pengendap (proses
flokulasi).
6) Bak pengendap berfungsi mengendapkan flok secara gravitasi, flok-flok
tersebut sebelumnya telah terbentuk pada proses koagulasi flokulasi.
7) Bak penampung dan alat ukur debit, berfungsi untuk menampung dan
mengukur aliran limbah yang diolah menggunakan alat ukur debit.
8) Bak filtrasi, berfungsi menyaring partikel halus yang lolos pengolahan
sebelumnya, mereduksi zat organik dan kekeruhan, kemudian media filter
pasir mengabsorpsi zat pencemar.
9) Bak aerasi (activated sludge), berfungsi menguraikan dan mereduksi kadar
organik dalam air limbah dengan memanfaatkan aktifitas mikroorganisme /
bakteri yang pertumbuhannya dibantu suplai oksigen melalui motor surface
aerator dengan oxy turbo jet surface aerator dan blower aerator melalui pipa
aerator & nozel.
10) Bak pengendap (sedimentation), berfungsi mengendapkan lumpur halus-
bakteri sisa proses biologi, mereduksi zat padat tersuspensi dan zat organik.
11) Bak pengering lumpur (sludge drying bed), berfungsi untuk menampung dan
memisahkan lumpur dari cairan diperoleh lumpur padat dan mudah
dikeringkan.

11
12) Bak penampung akhir (conditioning), berfungsi untuk menampung dan
mengkondisikan air limbah hasil proses pengolahan untuk selanjutnya
dialirkan ke suatu badan air penampung (sungai).

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Industri penyamakan kulit adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan
mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi menjadi bahan
mentah untuk pembuatan barang berbahan kulit (Perda DIY No. 7 tahun 2016).
Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang menghasilkan
limbah cair dalam kuntitas yang besar. Pada penyamakan 1 ton kulit basah
diperlukan air ± 40 m3 dan kemudian dibuang kebadan air sebagai limbah cair
yang tercampur dengan bahan kimia lainnya sisa proses (Paul et al, 2013)
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan sistem pengolahan
yang mampu menurunkan kandungan pencemar air limbah yang berpotensi
mencemari lingkungan sampai batas yang disyaratkan oleh pemerintah yang
bertujuan untuk mengurangi dampak buruk polutan di dalam air limbah dan
mengendalikan pencemaran lingkungan (Kementrian Lingkungan Hidup, 1995)

B. Saran
Diharapkan kepada Pembaca dan Pemimpin Industri penyamakan kulit
dapat menerapkan delapan komponen yang saling terkait dalam ERM, yaitu 1)
internal environment, 2) objective setting, 3) event identification, 4) risk
assessment, 5) risk response, 6) control activities, 7) information and
communication, dan 8) monitoring

13
DAFTAR PUSTAKA

Adib dkk. 2018. Analisis Kelayakan Industri Penyamakan Kulit Di Kawasan Industri
Aceh Ladong, Aceh Besar, Aceh. https://media.neliti.com/ media/ public
ations/276259-analisis-kelayakan-industri-penyamakan-k-0fd0ed95.pdf. Di
Akses 30 November 2022

Anonim. Tinjauan Pustaka : Evaluasi Kinerja Unit Koagulasi Flokulasi pada Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) Industri Penyamakan Kulit di Garut.
http://digilib.polban.ac.id/files/disk1/149/jbptppolban-gdl-dininurdia-7410-
3-bab2--5.pdf. Di Akses 30 November 2022

Aptika Gusani, Dela. 2012. Analisis Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di
Penyamakan Kulit X. https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20355961-S-
Dela%20Aptika%20Gusani .pdf . Di Akses 30 November 2022

Castrena Pakci, Indraprasta. 2022. Pengaruh Limbah Industri Penyamakan Kulit


Terhadap Kualitas Air Sumur Di Kabupaten Magetan (studi kasus Desa
Ringinangung Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan).
http://eprints.ums.ac.id/99590/2/ NASKAH%20PUBLIKASI.pdf . Di Akses
30 November 2022

Goworizki, Roddrick. 2019. Menganalisis risiko Terkait Dengan Lingkungan Di


Industri Penyamakan Kulit Magetan. http://repo.poltekkesdepkes-
sby.ac.id/447/. Di Akses 30 November 2022

Wiryani, Helen. 2013. Pemetaan Risiko Di Industri Penyamakan Kulit Dengan


Pendekatan Enterprise Risk Management (ERM).
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jmagr/article/view/8461/6610. Di Akses
30 November 2022

Anda mungkin juga menyukai