Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL

PEMANFAATAN SISA LIMBAH TRIMMING WET


BLUE PENYAMAKAN KULIT UNTUK PEMBUATAN
KERTAS SENI
Pengampu : An Nisa Ega Artemisia, M.Sc.

Disusun oleh :
1. Ferry Aprilianto (1701010)
2. Sekar Arum Kinanti (1701024)
3. Novita Evanti Putri (1701037)
4. Ferdianto Ardiansyah (1701039)

KEMENTRIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA


PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INDUSTRI
POLITEKNIK NEGERI ATK
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri besar di
dunia. Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit
mentah menjadi kulit samak (leather). Industri penyamakan kulit banyak
berkembang di Negara Indonesia walaupun dalam skala menengah ke
bawah berbentuk IKM (Industri Kecil Menengah). Perusahaan
penyamakan kulit berskala besar juga terdapat di Indonesia (beberapa
milik investor luar negeri). Di era modern saat ini, leather merupakan
bahan utama fashion dunia sehingga potensi perkembangan industri
penyamakan kulit akan terus meningkat.
Proses penyamakan kulit tidak akan lepas dari limbah hasil proses.
Industri penyamakan kulit berpotensi menghasilkan limbah baik bebentuk
padat, cair maupun gas yang mana berdampak besar terhadap lingkungan
maupun makhluk hidup. Setiap proses penyamakan kulit membutuhkan
berbagai macam bahan kimia yang jumlahnya sangat banyak dan beberapa
merupakan bahan berbahaya dan beracun. Salah satu limbah yang
dihasilkan yaitu limbah trimming wet blue yang masuk limbah padat
proses penyamakan kulit.
Sifat-sifat itulah yang dijadikan acuan untuk memanfaatkan
limbah shaving menjadi kertas karena merupakan solusi untuk
masalah kekurangan bahan baku pulp yang sekaligus mengurangi
dampak polusi dari industri penyamakan kulit. Alternatif ini
menguntungkan semua pihak baik industri penyamakan kulit
maupun industri kertas mengingat bahan tersebut merupakan
buangan yang tidak mempunyai nilai namun bisa bermanfaat.
Salah satu bentuk pemanfaatan yang mudah dilaksanakan dan
murah biayanya ialah menggunakannya untuk bahan pembuatan
kertas seni. Kertas seni (art paper) merupakan salah satu jenis
produk kertas yang akhir-akhir ini semakin banyak diminati baik
oleh pasar di dalam negeri maupun luar negeri. Pada umumnya
jenis kertas seni merupakan hasil buatan tangan dengan bentuk
desain yang unik dan menarik. Bahan baku yang digunakan sangat
bervariasi mulai dari kertas bekas sampai dengan pulp yang dibuat
dari limbah pertanian seperti merang, jerami, dan lain sebagainya.
Limbah trimming wet blue memiliki konsekuensi dapat mencemari
lingkungan karena sulit untuk terdegradasi dan bila dibiarkan dapat
menghasilkan krom valensi VI yang berbahaya. Krom valensi VI memiliki
toksisitas yang tinggi sehingga dapat menimbulkan kanker pada makhluk
hidup. Berdasarkan latar belakang tersebut pada praktikum mandiri kali ini
kami mengangkat judul “Pemanfaatan Sisa Limbah Trimming Wet Blue
Penyamakan Kulit untuk Pembuatan Kertas Seni”.
B. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum kali ini untuk mengetahui prinsip
pemanfaatan sisa limbah trimming wet blue untuk pembuatan kertas seni
sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan.

C. Ruang Lingkup
Penelitian kali ini diharapkan untuk mengetahui prinsip
pemanfaatan sisa limbah trimming wet blue penyamakan kulit untuk
pembuatan kertas seni. Pemanfaatan dilakukan untuk mengurangi
pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari limbah penyamakan kulit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Industri penyamakan kulit (IPK) merupakan salah satu industri yang


menurunkan limbah dalam jumlah yang cukup besar, yaitu dalam bentuk
padat, cair dan gas. Limbah tersebut berasal dari bahan baku yang
diproses (kulit), bahan untuk proses, dan air. Limbah dari kulit berupa
bulu, sisa-sisa daging dan potongan-potongan kulit, sedangkan limbah
dari bahan proses berupa garam, kapur dan bahan kimia lainnnya. Limbah
yang diturunkan tersebut apabila tidak ditangani dengan tepat, cepat dan
baik akan dapat mencemari lingkungan (Prayitno, 2009). Pencemaran dari
kegiatan IPK dapat melalui berbagai media seperti udara, tanah dan air
(Sugihartono, 2013). Dampak yang ditimbulkan dari cemaran tersebut
pada umumnya dapat mengganggu semua kehidupan seperti manusia,
binatang, biota air, dan tumbuhan.
Menurut Hermawan,dkk., 2014, industri penyamkaan kulit pada dasarnya
adalah industri yang mempunyai struktur proses operassi yang bersifat
“continues” yang tidak dapat dihentikan setiap saat karena basis operasinya adalah
aksi kimia terhadap bahan organik yang rentan terhadap perilaku kimiawi yang
digunakan. Secara umum tahapan proses penyamakan dapat dikelompokkan
dalam 4 (empat) tahapan dan dalam setiap tahapan proses dapat dihentikan dalam
kurun waktu tertentu karena proses belum berakhir.
1. Tahap pertama yaitu BHO (Beam House Operation) yang meliputi
soaking, liming dan unhairing, fleshing, deliming, bating, pickling. Hasil
dari tahapan ini adalah pikle skin atau kulit pikel.
2. Tahap kedua yaitu tanning atau penyamakan, hasilnya merupakan kulit
samak wet blue.
3. Tahap ketiga pasca tanning atau pasca penyamakan yang meliputi
shaving, neutralizing, retanning, dyeing, fatliquoring, fixing. Hasil dari
tahap ini adalah kulit crust.
4. Tahap keempat adalah finishing atau coating. Hasil akhir disebut leather
atau kulit jadi.
Industri penyamakan kulit mengguakan berbagai macam bahan kimia
dalam setiap proses peyamakan kulit. Presentase bahan yag masuk dan terikat
dengan kulit sebesar 70% dan sisanya terdapat pada limbah cair maupun limbah
padat. Limbah cair industri penyamkan kulit sebagian besar berasal dari proses
BHO hingga pasca tanning.
Limbah yang diturunkan dari kulit pada industri penyamakan kulit
berasal dari setiap tahapan proses dapat diklasifikasikan kedalam 3 (tiga)
kelompok (Ozgunay, et al., 2007) sebagai berikut: pertama limbah yang
diturunkan dari kulit yang belum disamak, berupa trimming dan fleshing.
Kedua limbah yang diturunkan dari kulit yang telah disamak, berupa
shaving dan buffing dust. Ketiga limbah yang diturunkan dari pewarnaan
dan finishing, berupa trimming.Sedangkan IUE-2 (2008) mengelompokkan
limbah padat yang diturunkan dari penyamakan kulit menjadi 5 (lima)
kelompok sebagai berikut :
a. Trimming (green and limed) merupakan kulit limbah hasil
samping dari proses perapian (trimming) kulit segar dan proses
pengapuran sebelum disamak. Pemanfaatan Limbah Turunan Industri
Penyamakan Kulit sebagai Upaya untuk Meminimalisir Dampak
Pencemaran Lingkungan
b. Limed splits merupakan kulit limbah hasil samping dari
pembelahan (splitting) kulit pada proses pengapuran.
c. White splitting merupakan kulit limbah hasil samping dari proses
pembelahan (splitting) kulit yang disamak menggunakan bahan penyamak
nabati.
d. White shaving merupakan kulit limbah hasil samping dari
proses shaving (pengetaman) kulit yang disamak menggunakan bahan
penyamak ramah lingkungan ( antara lain aldehid, bahan samak nabati,
dan syntan).
e. Blue splits dan shavings merupakan kulit limbah hasil samping
dari proses splitting (pembelahan) dan shavings (pengetaman) kulit yang
disamak menggunakan bahan penyamak kimia (krom). Limbah yang
berupa white splitting, white shaving dan Blue splits serta shavings
merupakan limbah yang diturunkan dari kulit yang telah disamak, namun
untuk keperluan pengolahan terutama yang berkaitan untuk pangan
penggolongannya dibedakan.
Industri penyamakan kulit menghasilkan limbah padat yang dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik dan
benar. Limbah padat tersebut berupa : bulu, sisa trimming, fleshing, shaving,
buffing, dan lumpur (Supraptiningsih, 2012).
Limbah trimming wet blue merupakan limbah padat hasil sisa potongan
kulit wet blue. Limbah trimming wet blue mempunyai sifat yang sulit
terdegradasi, tidak mudah rusak oleh bahan kimia, mikroorganisme, bahkan oleh
perlakuan fisik (Sutyasmi, 2012).

Gambar 1. Struktur kolagen kulit tersamak krom (Purnomo,2017).

Kulit wet blue adalah kulit hasil proses tanning yang menggunakan bahan
penyamak krom. Wet blue memiliki muatan positif karena atom krom bereaksi
dengan gugus karboksilat pada protein kolagen kulit. Selain itu gugus amina pada
protein kolagen dapat bereksi dengan gugus (-) sehingga nantinya dapat bereaksi
dengan pewarna dan resin (Sutyasmi,2012).
BAB III
METODE

A. Alat dan Bahan


Alat :
 Blender (1)
 Cetakan kertas (1)
 Nampan plastik (1)
 Centong kayu (1)
 Gunting (1)
Bahan :
 Limbah trimming wet blue
 Koran bekas
 Lem fox
 Pewarna
 Air

B. Prosedur Kerja
a. Pembuatan kertas menggunakan limbah trimming wetblue
1. Menimbang 10 g limbah trimming wetblue dan dipotong kecil-kecil
2. Menimbang 25 g kertas Koran bekas dan dipotong kecil-kecil
3. Mencampur limbah dan Koran secara merata dan dibasahi ringan
4. Memasukkan ke dalam blender dan menambah air secukupnya
5. Memblender sampai berbentuk pulp
6. Menambahkan pewarna dan lem secukupnya
7. Melakukan pencetakan dan dikeringkan

b. Pembuatan kertas tanpa menggunakan limbah (blanko)


1. Menimbang 35 g kertas Koran bekas dan dipotong kecil-kecil
2. Mencampur limbah dan Koran secara merata dan dibasahi ringan
3. Memasukkan ke dalam blender dan menambah air secukupnya
4. Memblender sampai berbentuk pulp
5. Menambahkan lem secukupnya
6. Melakukan pencetakan dan dikeringkan
DAFTAR PUSTAKA

Hermawan, Prasetyo, Sofwan Siddiq A.,Eddy Purnomo. 2014. Teknologi


Pengolahan Kulit. Yogyakarta : Puspita Komunikasi.

Purnomo, Eddy. 2016. Bahan Kimia Kulit. Yogyakarta : Politeknik ATK


Yogyakarta.

Supraptiningsih. 2012. “Pemanfaatan Limbah Padat Buffing dari Industri


Penyamakan Kulit untuk Pembuatan Bata Beton (Paving Block)”.
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV.

Sutyasmi, Sri. 2012. “Daur Ulang Limbah Shaving Industri Penyamakan Kulit
untuk Kertas Seni”. Majalah Kulit, Karet dan Plastik. Vol.28. Hlm. 113-
121.

Anda mungkin juga menyukai