Anda di halaman 1dari 25

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah Sejalan dengan konsumsi protein hewani masayarakat yang semakin meningkat, mengakibatkan peningkatan jumlah pemotongan hewan ternak. Dalam pemotongan hewan ternak dihasilkan hasil samping salah satunya berupa kulit yang dapat dimanfaatkan menjadi produk yang memiliki nilai guna dan daya jual tinggi. Produk-produk dengan bahan baku kulit yang sering dijumpai diantaranya tas, dompet, jaket, sepatu dan barang sandang lainnya. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan meningkatan pendapatan perkapita masyarakat, maka kebutuhan barang-barang dari kulit bulu juga meningkat apalagi dengan semakin meningkatnya desain dan teknologi perkulitan dan keinginan kembali ke alam menjadikan barang kulit semakin diminati (Hasym dkk,1997). Komoditas kulit dapat digolongkan menjadi kulit mentah dan kulit samak (Purnomo, 1985). Kulit mentah yang tidak langsung dimanfaatkan biasanya diawetkan untuk disamak dikemudian hari. Kulit mentah disini adalah segala macam kulit dari hewan yang baru ditanggalkan dari tubuh hewan sampai mengalami prosesproses pengawetan atau siap samak (Judoamidjojo,1974). Sedangkan kulit samak merupakan kulit yang telah mengalami proses penyamakan dengan metode yang sesuai dan diperoleh hasil barang setengah jadi. Barang setengah jadi berupa kulit samak dapat diolah menjadi barang jadi yang memilki nilai jual yang sangat tinggi. Menurut Purnomo (1985), kulit mentah dibedakan atas kulit hewan besar (hides) seperti sapi, kerbau, dan kuda serta kulit kelompok hewan kecil (skins) seperti kamibing, domba, dan kelinci termasuk di dalamnya kulit hewan besar yang belum dewasa seperti kulit anak sapi dan kuda.

Kulit bulu mentah dapat dimanfaatkan setelah melalui proses penyamakan sehingga diperoleh kulit yang indah dan menarik. Khusus untuk penyamakan kulit bulu dikenal beberapa metode penyamakan yaitu samak mineral/krom, samak nabati, samak minyak, samak sintan, samak aldehida dan samak sintetis. Tiap metode penyamakan kulit bulu akan menghasilkan kwalitas kulit samak yang berbeda. Metode penyamakan khrom menghasilkan tekstur kulit yang mulur dan lemas. Berdasarkan penelitian metode penyamakan yang paling cocok untuk menyamak kulit bulu domba adalah metode samak khrom. Metode samak khrom menghasilkan kulit bulu yang tahan lama, lembut, tahan kelembaban serta tahan panas. Sifat kulit hasil samak khrom sangat menguntungkan khusus pada bagian pewarnaan, karena dimungkinkan mewarnai segala macam kulit terlebih dahulu dikerjakan dengan khrom (Judoamidjojo, 1980). Kulit bulu domba yang memiliki harga lebih murah dan mudah mendapatkannya dari pengepul. Kulit domba hasil samak biasnya dimanfaatkan untuk bahan baku untuk membuat bahan sandang seperti jaket kulit, tas, pelapis permadani, sarung tangan dan dompet. Tentu setelah menjadi barang jadi seperti produk di atas, nilai guna dan daya jual dari kulit domba sangatlah tinggi. Kegiatan penyamakan kulit domba dilakukan di Laboratorium Penyamakan Kulit Balai Besar Industri Barang Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta sebagai kerjasama pelaksanaan praktik kerja lapangan. B. Rumusan Masalah Bagaimana hasil penyamakan kulit bulu domba metode samak khrom dengan dibandingkan dengan hasil penyamakan kulit domba pada umumnya di Balai Besar Industri Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta. Perbandingan yang diamati meliputi tingkat kepadatan kulit, kelemasan kulit, kilapan kulit, kekuatan kulit serta penampilan fisik kulit.

C. Tujuan PKL Tujuan dari Praktik Kerja Lapangan ini adalah: 1. Untuk mengetahui berbagai proses pada penyamakan kulit yang dilakukan di Balai Besar Industri Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta 2. Untuk membandingkan praktik di lapangan tentang penyamakan kulit dengan teori yang diketahui 3. Mengamati perbandingan kwalitas kulit yang dihasilkan dari proses penyamakn kulit domba yang dilakukan oleh pemula dengan kwalitas kulit hasil penyamakan D. Manfaat PKL Manfaat yang diperoleh dari hasil pelaksanaa Praktik Kerja Lapangan (PKL): 1. Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan tentang proses penyamakan kulit domba dengan metode samak khrom 2. Mengaplikasikan teori-teori tentang penyamakan kulit dan memodifikasi untuk mendapatkan hasil penyamakn terbaik

BAB II KAJIAN PUSTAKA Penyamakan adalah suatu proses untuk merubah kulit mentah (hides atau skins) sehingga menjadi kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak. Kulit mentah (hides/skins) + Bahan penyamak (tanning agent) Kulit tersamak (leather)

Dimana kulit hasil samakan tersebut perbedaannya nyata sekali baik sifat-sifat organoleptis, phisik maupun kimiawi. Yang dimaksud kulit mentah disini adalah segala macam kulit yang berasal dari hewan baik diternakkan maupun hewan liar misalnya sapi, kerbau, domba/kambing, harimau, ular dan lain-lain. Kulit mentah dalam dunia perkulitan dibedakan atas dua kelompok yaitu kelomok kulit yang berasal dari hewan besar seperti sapi, kerbau, dan lain-lain yang dalam istilah asing disebut hides, dan kelompok kulit yang berasal dari hewan kecil seperti kambing/domba, reptile dan lain-lain yang dalam istilah asing disebut skins. Susunan kulit terdiri atas tiga lapisan yaitu lapisan epidermis, lapisan Korium, dan lapisan subkuti/hypodermis. 1. Epidermis merupakan lapisan yang paling atas yang tebalnya 1% dari kulit, terdiri atas sel-sel tua dank eras, dan lapisan ini akan hilang bersama bulunya pada proses pengapuran dan pembuangan bulu 2. Kromium merupakan lapisan yang terdiri dari lapisan papilaris (thermostat) dan lapisan retikularis, lapisan ini bukan terdiri dari sel-sel melainkan serabutserabut yang tersusun sebagai anyaman halus. Kandungan air terbanyak pad kulit adalah dibagian kromium ini.

3. Lapisan subkutis (hypodermis) yang merupakan penghubung antara bagian kulit dengan bagian daging dari binatang, serat-seratnya horizontal dan sedikit sehingga mudah dilepas. Lapisan subkutis terdiri atas jaringan lemak dan dalam penyamakan lapisan ini akan dihilangkan pada proses pengapuran dan buang daging

Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah (hides atau skins) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak. Pada proses penyamakan, semua bagian kulit mentah yang bukan kolagen saja yang dapat mengadakan reaksi dengan zat penyamak. Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit mentah dalam sifat organoleptis, fisis, maupun kimiawi. Dalam Industri penyamakan kulit, ada tiga pokok tahapan penyamatan kulit, yaitu: 1. Proses Pengerjaan basah (Beam house) 2. Proses Penyamakan (Tanning) 3. Penyelesaian akhir (Finishing) 1. Tahapan Proses Pengerjaan Basah (Beam House)1

a. Perendaman (Soaking) Maksud perendaman ini adalah untuk mengembalikan sifat-sifat kulit mentah menjadi seperti semula, lemas, lunak dan sebagainya. Kulit mentah kering setelah ditimbang, kemudian direndam dalam 800-1000 % air yang mengandung 1 gram/liter obat pembasah dan antiseptic, misalnya tepol, molescal, cysmolan dan sebagainya selama 1- 2 hari. Kulit dikerok pada bagian dalam kemudian diputar dengan drum tanpa air selama 1/5 jam, agar serat kulit menjadi longgar sehingga mudah dimasuki air dan kulit lekas menjadi basah kembali. Pekerjaan perendaman diangap cukup apabila kulit menjadi lemas, lunak, tidak

memberikan perlawanan dalam pegangan atau bila berat kulit telah menjadi 220250% dari berat kulit mentah kering, yang berarti kadar airnya mendekati kulit segar (60-65 %). Pada proses perendaman ini, penyebab pencemarannya ialah sisa desinfektan dan kotoran- kotoran yang berasal dari kulit. Untuk kulit mentah yang masih segar belum digaramkan perendaman seperlunya saja dan diputar dengan drum pemutar selama 1 jam. b. Pengapuran (Liming) Maksud proses pengapuran ialah untuk menghilangkan lapisan epidermis, menghilangkan kelenjar keringat dan kelenjar lemak, dan menghilangkan semua zat-zat yang bukan kolagen yang aktif menghadapi zat-zat penyamak. c. Pembelahan (Splitting) Untuk pembuatan kulit atasan dari kulit mentah yang tebal (kerbau/sapi) kulit harus ditipiskan menurut tebal yang dikehendaki dengan jalan membelah kulit tersebut menjadi beberapa lembaran dan dikerjakan dengan mesin belah (Splinting Machine). Belahan kulit yang teratas disebut bagian rajah (nerf), digunakan untuk kulit atasan yang terbaik. Belahan kulit dibawahnya disebut split, yang dapat pula digunakan sebagai kulit atasan, dengan diberi nerf palsu secara dicetak dengan mesin press (Emboshing machine), pada tahap penyelesaian akhir. Selain itu, kulit split juga dapat digunakan untuk kulit sol dalam, krupuk kulit, lem kayu dan lain-lain. Untuk pembuatan kulit sol, tidak dikerjakan proses pembelahan karena diperlukan seluruh tebal kulit. d. Pembuangan Kapur ( Deliming) Oleh karena semua proses penyamakan dapat dikatakan berlangsung dalam lingkungan asam maka kapur didalam kulit harus dibersihkan sama sekali. Kapur yang masih tertinggal akan mengganggu proses- proses penyamakan. Misalnya :

a. Untuk kulit yang disamak nabati, kapur akan bereaksi dengan zat penyamak menjadi Kalsium Tannat yang berwarna gelap dan keras mengakibatkan kulit mudah pecah. b. Untuk kulit yang akan disamak krom, bahkan kemungkinan akan menimbulkan pengendapan Krom Hidroksida yang sangat merugikan. Pembuangan kapur akan mempergunakan asam atau garam asam, misalnya H2SO4, HCOOH, (NH4)2SO4, dekaltal, dan lain-lain. e. Pengikisan Protein (Bating) Proses ini menggunakan enzim protese untuk melanjutkan pembuangan semua zat- zat bukan kolagen yang belum terhilangkan dalam proses pengapuran antara lain: 1. Sisa- sisa akar bulu dan pigment 2. Sisa- sisa lemak yang tak tersabunkan. Sedikit atau banyak zat- zat kulit yang tidak diperlukan artinya untuk kulit atasan yang lebih lemas membutuhkan waktu proses bating yang lebih lama.Sisa kapur yang masih tertinggal f. Pengasaman (Pickling) Proses ini dikerjakan untuk kulit samak dan krom atau kulit samak sintetis dan tidak dikerjakan untuk kulit samak nabati atau kulit samak minyak. Maksud proses pengasaman untuk mengasamkan kulit pada pH 3- 3,5 tetapi kulit kulit dalam keadaan tidak bengkak, agar kulit dapat menyesuaikan dengan pH bahan penyamak yang akan dipakai nanti. Selain itu pengasaman juga berguna untuk menghilangkan sisa kapur yang masih tertinggal dan menghilangkan noda- noda sisa proses pengapuran agar kulit menjadi putih bersih.

2. Tahapan Proses Penyamakan (Tanning) Proses penyamakan dimulai dari kulit pikel untuk kulit yang akan disamak krom dan sintan, sedangkan untuk kulit yang akan disamak nabati dan disamak minyak tidak melalui proses pickling ( pengasaman). a. Penyamakan Pada tahap penyamakan ini ada beberapa cara yang bisa dilakukan, yakni 1. Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Nabati. a. Cara Counter Current Kulit direndam dalam bak penyamakan yang berisi larutan ekstrak nabati + 0,5 0Be selama 2 hari, kemudian kepekatan cairan penyamakan dinaikkan secara bertahap sampai kulit menjadi masak yaitu 3- 4 0Be untuk kulit yang tipis seperti kulit lapis, kulit tas, kuli pakaian kuda, dll sedang untuk kulitkulit yang tebal seperti kulit sol, ban mesin dll a pada kepekatan 6-8 0Be. Untuk kulit sol yang keras dan baik biasanya setelah kulit tersamak masak dengan larutan ekstrak, penyamakan masih dilanjutkan lagi dengan cara kulit ditanam dalam babakan dan diberi larutan ekstrak pekat selama 2-5 minggu. b. Sistem samak cepat. Didahului dengan penyamakan awal menggunakan 200% air, 3% ekstrak mimosa (Sintan) putar dalam drum selam 4 jam. Putar terus tambahkan zat penyamak hingga masak diamkan 1 malam dalam drum. 2. Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Mineral a. Menggunakan bahan penyamak krom Zat penyamak krom yang biasa digunakan adalah bentuk kromium sulphat basa. Basisitas dari garam krom dalam larutan menunjukkan berapa banyak total velensi krom diikat oleh hidroksil sangat penting dalam penyamakan

kulit. Pada basisitas total antara 0-33,33%, molekul krom terdispersi dalam ukuran partikel yang kecil ( partikel optimun untuk penyamakan). Zat penyamak komersial yang paling banyak digunakan memunyai basisitas 33,33%. Jika zat penyamak krom ini ingin difiksasikan didalam substansi kulit, maka basisitas dari cairan krom harus dinaikkan sehingga mengakibatkan bertambah besarnya ukuran partikel zat penyamak krom. Dalam penyamakan diperlukan 2,5- 3,0% Cr2O3 hanya 25 %, maka dalam pemakainnya diperlukan 100/25 x 2,5 % Cromosol B= 10% Cromosol B. Obat ini dilautkan dengan 2-3 kali cair, dan direndam selama 1 malam. Kulit yang telah diasamkan diputar dalam drum dengan 80-100% air, 3-4 % garam dapur (NaCl), selama 10-15 menit kemudian bahan penyamak krom dimasukkan sebagai berikut: 1/3 bagian dengan basisitas 33,3 % putar selama 1 jam 1/3 bagian dengan basisitas 40-45 % putar selama 1 jam 1/3 bagian dengan basisitas 50 % putar selama 3 jam. b. Cara penyamakan dengan bahan penyamak aluminium (tawas putih) Kulit yang telah diasamkan diputar dengan: 40- 50 % air 10% tawas putih 1- 2% garam, putar selama 2-3 jam lu ditumpuk selam 1 malam Esok harinya kulit diputar lagi selama -1 jam, lalu digantung dan dikeringkan pada udara yang lembab selama 2-3 hari. Kulit diregang dengan tangan atau mesin sampai cukup lemas 3. Cara Penyamakan dengan Bahan Penyamakan Minyak Kulit yang akan dimasak minyak biasanya telah disamak pendahuluan dengan formalin. Kulit dicuci untuk menghilangkan kelebihan formalin kemudian dierah unuk mengurangi airnya, diputar dengan 20-30 % minyak ikan, selama 2-3

jam, tumpuk 1 malam selanjutnya digantung dan diangin-anginkan selam 7-10 hari. Tanda-tanda kulit yang masak kulit bila ditarikmudah mulur dan bkas tarikan kelihatan putih. Kulit yang telah masak dicuci dengan larutan Na2CO3 1%.

b. Pengetaman (Shaving) Kulit yang telah masak ditumpuk selama 1-2 hari kemudian diperah dengan mesin atau tangan untuk menghilangkan sebagian besar airnya, lalu diketam dengan mesin ketam pada bagian daging guna mengatur tebal kulit agar rata. Kulit ditimbang guna menentukan jumlah khemikalia yang akan diperlukan untuk proses-proses selanjutnya, dicuci dengan air mengalir jam.

c. Pemucatan ( Bleaching) Hanya dikerjakan untuk kulit samak nabati dan biasanya digunakan asamasam organik dengan tujuan: 1) Menghilangkan noda-noda dari mesin ketam. 2) Menurunkan pH kulit yang berarti memudahkan warna kulit. Cara mengerjakan proses pemucatan, kulit diputar dengan 150-2005 air hangat (36- 40 0C ). 0,5-1,0 % asam oksalat selama - 1 jam.

d. Penetralan ( Neutralizing)

Hanya dikerjakan untuk kulit samak krom. Kulit samak krom dilingkungannya sangat asam ( pH 3-4) maka kulit perlu dinetralkan kembali agar tidak mengganggu dalam proses selanjutnya. Penetralan biasanya mempergunakan garam alkali misalnya NaHCO3, Neutrigan dan lain-lain. Cara melakukan penetralan, kulit diputar dengan 200% air hangat 40-600C. 1-2 % NaHCO3 atau Neutrigan. Putar selama - 1 jam. Penetralan dianggap cukup bila - penampang kulit bagian tengah berwarna kunung terhadap Bromo Cresol Green (BCG) indikator, sedangkan kulit bagian tepi berwarna biru. Kulit kemudian dicuci kembali.

e. Pengecatan dasar ( Dyeing) Tujuan pengecetan dasar ialah untuk memnberikan warna dasar pada kulit agar pemakaian cat tutup nantinya tidak terlalu tebal sehingga cat tidak mudah pecah. Cat dasar yang dipakai untuk kulit ada 3 macam: 1). Cat direct, untuk kulit samak krom. 2). Cat asam, untuk kulit samak krom dan nabati. 3). Cat basa, untuk kulit samak nabati.

f. Peminyakan (Fat liguoring) Tujuan proses peminyakan pada kulit antara lain sebagai berikut: 1). Untuk pelumas serat- serat kulit ag kulit menjadi tahan tarik dan tahan getar.

2). Menjaga serat kulit agar tidak lengket satu dengan yang lainnya. 3). Membuat kulit tahan air. Cara mengerjakan peminyakan, kulit setelah dicat dasar, diputar selama 1jam dengan 150 %- 200% air 40- 60 0C, 4-15% emulsi minyak. Ditambahkan 0,2- 0,5 % asam formiat untuk memecahkan emulsi minyak. Minyak akan tertinggal dalam kulit dan airnya dibuang. Kulit ditumpuk pada kuda- kuda selama 1 malam.

g. Pelumasan (Oiling) Pelumasan hanya dikerjakan untuk kulit sol samak nabati. Tujuan pelumasan ialah untuk menjaga agar bahan penyamak tidak keluar kepermukaan kulit sebelum kulit menjadi kering, yang berakibat kulit menjadi gelap warnanya dan mudah pecah nerfnya bila ditekuk.. Cara pelumasan, kulit sol sebagian airnya diperah kemudian kulit diulas dengan campuran: 1). 1 bagian minyak parafine. 2). 1 bagian minyak sulfonir. 3). 3 bagian air. Kulit diulas tipis tetapi rata kedua permukaannya, kemudian dikeringkan.

h. Pengeringan

Kulit yang diperah airnya dengan mesin atau tangan kemudian dikeringkan. Proses ini bertujuan untuk menghentikan semua reaksi kimia didalam kulit. Kadar air pada kulit menjadi 3-14%.

i. Kelembapan Kulit setelah dikeringkan dibiarkan 1-3 hari pada udara biasa agar kulit menyesuaikan dengan kelembaban udara sekitarnya. Kulit kemudian dilembabkan dengan ditanam dalam serbuk kayu yang mengandung air 50- 55 % selama 1 malam, Kulit akan mengambil air dan menjadi basah dengan merata. Kulit kemudian dikeluarkan dan dibersihkan serbuknya.

j. Peregangan dan Pementangan Kulit diregang dengan tangan atau mesin regang. Tujuan peregangan ini ialah untuk menarik kulit sampai mendekati batas kemulurannya, agar jika dibuat barang kerajinan tidak terlalu mulur, tidak merubah bentuk ukuran. Setelah diregang sampai lemas kulit kemudian dipentang dan setelah kering kulit dilepas dari pentangnya, digunting dibagian tepinya sampai lubang-lubang dan keriputkeriputnya hilang.

3. Tahapan Penyelesaian Akhir (Finishing) Penyelesaian akhir bertujuan untuk memperindah penampilan kulit jadinya, memperkuat warna dasar kulit, mengkilapkan, menghaluskan penampakan rajah kulit serta menutup cacat-cacat atau warna cat dasar yang tidak rata.

BAB III METODE A. Tempat PKL Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan di Laboratorium Penyamakan Kulit Balai Besar Kulit Karet dan Plastik (BBKKP) Yogyakarta yang beralamatkan di Jl. Sukonandi No.9 Yogyakarta 55166. B. Waktu Pelaksanaan PKL dilaksanakan dari tanggal 28 Januari-21 Februari 2014 C. Materi dan Bahan Digunakan satu lembar kulit domba yang masih basah yang dibeli dari pengepul. Digunakan bahan penyamak khrom dengan merk dagang Chromosol B. Bahan pembantu yang digunakan ialah teepol, hypoclorit, soda abu, formalin, asam formiat, asam sulfat, kapur, garam dapur, dan palcobate (enzim).Alat yang digunakan adalah ember, baskom plastic, timbangan mini/timbangan halus, timbangan besar/timbangan kasar, gelas ukur, drum pemutar, pH meter/kertas pH, wadah plastik mini, thermometer, sarung tangan dan mesin pemanas air. D. Metode Metode yang digunakan dalam proses penyamakan kulit bulu domba adalah penyamakan dengan penyamak khrom yang bermerk dagang Chromosol B. Proses penyamakan dilakukan secara manual dan otomatis bantuan mesin. Teknik Pengerjaan Perhitungan pemakaian bahan kimia dan air pada setiap pengerjaan adalah sebagai berikut:

Bobot kulit domba basah sebelum diproses (1 lembar) = 2,8 kg, berat ini selanjutnya disebut berat awal (BA) Bobot kulit domba setelah proses Flashing (setelah bulu dihilangkan) =1.5 kg, berat ini selanjutnya disebut berat basah (BB) Berat kulit domba setelah proses tanning=925 gram, selanjutnya berat ini disebut berat akhir (BC) Berat setelah proses retanning = 1kg, selanjutnya disebut berat retanning (BD) Perlakuan Air Material Persentase 400% dari BA 2% dari BA 0,5% dari BA 8% dari BA 24% dari BA 200% dari BB 2% dari BB 2% dari BB 1% dari BB 100% dari BB 10% dari BB 1% dari BB 8% dari BB 1% dari BB 200% dari BC 4% dari BC 4% dari BC Jumlah material 11,2 lt 56 g 14 g 240 g 720 g 400 ml 5 lt

Soaking

Teepol Soda abu

Leaming Re-leaming

Na2S kapur Kapur Air Air

Deleaming

ZA Teepol Palcobate

Pickling

Air Garam Dapur Asam Formiat ((FA)

Tanning

Khrom Soda kue Air

Retanning

Khrom Sinta Khrom Aluminium

Celatin CF Finishing -

3% dari BC -

Kulit yang dibeli dari pengepul dalam keadaan basah masih segar dan tidak diawetkan. Kulit dibersihkan terlebih dahulu dengan cara direndam dalam air sambil diputar dengan menggunakan drum selama 30 menit.Kemudian kulit diperas dan ditiriskan, dicuci dengan teepol baru kemudian ditimbang sebagai berat awal (BA). Diperoleh berat awal (BA) seberat 2,8 kg Tahap penyamakan kulit domba adalah sebagai berikut: 1. Soaking yaitu merendam kulit dalam larutan teepol dan soda abu selama 3 jam. Tujuan proses perendaman adalah menyiapkan kulit untuk dapat bereaksi dengan bahan kimia yang akan diberikan kemudian. Selain itu untuk kulit yang kering (kulit yang sudah diawetkan dengan garam) proses soaking menjadi sangat penting untuk mengembalikan kadar air dan melemaskan kulit sehingga kondisinya mendekati kulit segar. Pada penyamakan kali ini kami menggunakan kulit basah yang masih segar, sehingga lebih menguntungkan dengan proses saking menjadi lebih mudah. Dengan menggunakan campuran dari air 400% dari BA (11,2 lt), teepol 2% dari BA (56 g), dan soda abu 0,5% dari BA(14 g) dimasukkan ke dalam drum pemutar kemudian kulit domba dimasukkan kedalam drum juga dan diputar selama 3 jam 2. Leaming yaitu pembuangan bulu kulit domba. Pada proses leaming ini bulu-bulu yang tertanam pada kulit domba dirontokkan dengan Na2S. Kombinasi bahan yang dipakai pada proses ini ialah Na2S 8% dari BA (224 g) dan kapur Ca(OH)2 24% dari BA(672 g). Natrium sulfide (Na2S) 224 gram ditambahkan air panas dengan perbandingan 1:1 atau 224 ml air kemudian diaduk sehingga Na2S larut semua baru dilanjutkan dengan penambahan kapur kalsium Ca(OH)2 sebanyak 672 gram. Campuran didiamkan hingga membentuk pasta. Sebaiknya

menggunakan sarung tangan dan masker dalam melakukan proses pengerjaan leaming ini karena bau belerang yang menyengat dan berbahaya bila terkena kulit. Pasta yang terbentuk selanjutnya dioleskan pada kulit domba bagian dalam/bagian daging bukan pada bagian bulu kemudian diidiamkan sampai bulu yang menempel pada kulit domba mudah dirontokkan. Bulu yang rontok kemudian dihilangkan dari kulit dan dibuang ke bagian pembuangan limbah. Sementara itu cairan sisa proses soaking/perendaman pada drum dibuang dan drum dibilas dengan air mengalir. 3. Re-leaming. Pada releaming ini digunakan kapur kalsium Ca(OH)2 240 gram yang dilarutkan dalam air 400ml dan diambil larutannya saja. Kapur sisa yang masih belum terlarut sebaiknya tidak digunakan karena dapat menimbulkan bercak pada kulit yang disamak. Air 5 liter dimasukkan ke drum pemutar yang telah dibersihkan dan ditambahkan larutan kapur kalsium Ca(OH)2. Kulit domba yang telah dirontokkan rambutnya dimasukkan ke drum pemutar juga kemudian diputar 5 menit dan sambil diputar dicek pH. Pada penyamakan ini masih disekitar pH 12. Larutan perendam pada proses re-leaming dibuang, kulit dibilas dengan air mengalir. 4. Flashing Flashing merupakan proses penghilangan lemak yang masih menempel pada bagian dalam kulit domba. Flashing dapat dilakukan dengan cara konvensional atau dengan menggunakan mesin.Di laboratorium tidak tersedia peralatan mesin untuk proses flashing ini sehingga dilakukan secara konvensional dengan menggunakan pisau tajam/serut. Pada proses flashing ini sebaiknya dilakukan dengan hati-hati, jangan sampai kulit yang diserut tembus hingga berlubang. Lakukan pencucian kulit dengan air mengalir sampai bersih dan lakukan penimbangan lagi. Berat yang diperoleh pada penimbangan ke-2 ini ini disebut berat basah (BB). 5. Deleaming Deleaming merupakan proses pengapuran yang bertujuan agar sisa sisa kotoran hilang dan kulit menjadi lebih lentur. Pengapuran menggunakan 200% air dari berat basah kulit yang diketahui, ditambahkan 2% ZA , 2% teepol

dan 1% palcobate (sejenis enzim). Pada penyamakan kulit domba ini dari 1,5 kg berat basah (BB) digunakan 3 lt air, 30 gram ZA, 30 gram teepol dan 15 gram enzim palcobate. Semua bahan dilarutkan dengan air dan dicampurkan di drum pemutar. Kulit dimasukkan ke drum pemutar juga dan diputar selama 1 jam. Bila pemutaran sudah satu jam periksa permeabilitas air dan pH-nya. Ph yang diharapkan dalam proses pengapuran adalah 7. Diperoleh pH 9. pH yang diperoleh masih terlalu basa sehingga diatasi dengan menambahkan asam formiat (FA) 0,5% atau 7,5 gram. Kemudian campuran bahan dan kulit di drum diaduk dengan drum pemutar kembali selama 50 menit. Setelah 50 menit pemutaran dilakukan pengecekan permeabilitas air dan pH. Pengecekan permeabilitas air dilakukan dengan cara membuat balon dengan kulit sehingga teramati keluar cairan dari kulit. Hasil periksa permeabilitas air menunjukkan hasil yang baik. Pengecekan pH menunjukkan pH 6 sedikit asam karena pH yang diharapkan adalah pH 7. 6. Pickling Proses ini dimaksudkan untuk membuat kulit dalam keadaan asam, sehingga pH kulit sesuai dengan pH zat penyamak yang digunakan (khrom). Pengasaman menggunakan 100% air dari berat kulit yang diketahui (BB), 10 % garam dapur NaCl dan 1% asam formiat (FA). Fungsi garam dapur adalah sebagai buffer dan menahan laju reaksi. Mula-mula air 1,5 liter dimasukkan di wadah/gelas ukur ukuan jumbo kemudian kedalam wadah tersebut ditambahkan 150 gram garam dapur NaCl yang telah diencerkan dengan air. Kemudian campuran bahan dan kulit diaduk dalam drum pemutar selama 10 menit. Selanjutnya setelah 10 menit pemutaran tambahkan asam formiat (FA) sebanyak 1% dari BB (15 gram) yang telah diencerkan terlebih dahulu dengan air, dengan perbandingan pengenceran 1:10, penambahan asam formiat (FA) dilakukan secara bertahap sebanyak tiga kali dengan selang waktu tiap penambahan 10 menit. Artinya asam formiat yang ditambahkan sebanyak 1/3 bagian dari resep, setelah penambahan asam formiat pertama kulit diaduk/diputar dalam drum selama 10 menit, ditambahkan lagi asam formiat sebanyak 1/3 bagian kemudian

diaduk/diputar dalam drum lagi begitu seterusnya. Penambahan asam formiat ini dilakukan dalam keadaan drum masih berputar dan pemasukan bahan dengan menggunakan corong lewat sebuah lubang di poros drum. Setelah proses pickling kulit domba menjadi berwarna putih. Kulit dibiarkan terendam seelama 3 hari. Campuran sisa proses pickling jangan sampai terbuang karena digunakan pada proses berikutnya, tanning . 7. Tanning (Penyamakan) Setelah dibiarkan terendam dalam drum pemutar selama 3 hari kulit menjadi lebih lembut dan lebih bersih. Dilakukan pengecekan pH dan diperoleh pH 4, padahal pH yang optimum untuk proses penyamakan adalah pH 3. Untuk mengatasi hal ini dilakukan penambahan asam sulfat encer sebanyak 0,5% dari BB atau sekitar 8 ml asam sulfat encer. Terakhir diperoleh pH tepat 3. Kemudian dilanjutkan dengan proses tanning atau penyamakan. Maksud dari proses penyamakan adalah agar kulit menjadi masak, sehingga zat-zat kulit yang mudah rusak menjadi tahan terhadap mikroorganisme. Ada berbagai macam teknik proses tanning dalam penyamakan kulit diantaranya tanning mineral, tanning nabati, tanning sintan, tanning minyak dan tanning dengan aldehida. Tanning mineral cenderung menghasilkan kulit yang lemas dan mulur sedangkan tanning nabati cenderung menghasilkan kulit yang keras dan padat. Adapun tanning sintan dipakai untuk penyamakan yang mengharapkan kulit tidak terlalu kasar dan tidak terlalu lemas. Untuk yang menginginkan hasil kulit yang lembut dan menimbulkan efek berbusa (spons)pada kulit maka sebaiknya menggunakan tanning aldehida. Ada banya pilihan bahan yang dapat digunakan untuk tanning mineral diantaranya khrom, aluminium, titanium, atau bahan mineral ziroo. Pada penyamakan kulit domba digunakan tanning mineral khrom sehingga diharapkan kulit yang dihasilkan lemas dan mulus. Bahan penyamak utama berupa Khromosal B sebanyak 8% dari BB atau sekitar 120 gram dan cairan sisa pickling (air pickle) 100% dari BB atau sekitar 1,5 lt. Semua bahan utama proses tanning dimasukkan ke drum pemutar bersama

kulit dan diputar selama 3 jam. Bila sudah 3 jam, pemutaran diberhentikan dan diperiksa apakah bahan kimia khrom sudah masuk ke dalam kulit atau belum. Pastikan pH tetap terjaga dikisaran 3. Penyamak khrom di drum pemutar dibuang sebagian (setengahnya) kemudian diganti dengan air. Tujuan dari proses penggantian khrom dengan air ini ialah supaya soda kue yang ditambahkan berikutnya bereaksi dengan asam sulfat yang terdapat dalam campuran khrom bukan dengan bahan khrom itu sendiri sehingga keasaman berkurang. Selanjutnya penambahan soda kue NaHCO3 1% dari BB atau sekitar 15 gram yang telah diencerkan dengan air dengan perbandingan 1:5. Penambahan dilakukan sebanyak tiga kali dengan selang waktu setiap penambahan 15 menit. Pada penambahan soda kue pertama sebanyak 1/3 bagian dari resep, kemudian kulit diaduk dalam drum pemutar selama 15 menit, tambahkan lagi soda kue 1/3 bagian, aduk selama 15 menit, dan tambahkan lagi 1/3 bagian terakhir soda kue. Penggunaan soda kue NaHCO3 bertujuan untuk meningkatkan basisitas supaya mencapai 55%-66%. Pemutaran dihentikan bila pH menunjukkan pH 4. Terakhir pengukuran pH menunjukkan pH naik menjadi 4. Selanjutnya dilakukan uji kemasakan yaitu uji boiling test. Uji ini dengan memotong bagian kulit yang paling tebal sedikit saja, rebuslah air sampai 100oC dan kulit diberi lubang tembus ditepi atas dan tepi bawah potongan kulit tempat mengaikan jarum pengukur dari penyusut meter. Kulit sudah masak bila penyusutan kurang dari 10%. Hasil pengukuran menunjukan kulit hasil penyamakan sudah masak bagus dengan penyusutan 5%. Apabila penyamakan sudah cukup, kulit didiamkan dalam drum selama semalaman. Esoknya diputar 30 menit, kemudian dicuci dengan air mengalir hingga bersih. 8. Netralisasi Proses ini dimaksudkan untuk menjadikan kulit dalam keadaan netral, karena kemungkinan masih adanya sisa asam yang terdapat pada serat serat kulit atau asam bebas lain yang belum hilang saat pencucian, sedangkan proses selanjutnya harus dikerjakan dalam suasana netral. Kulit yang masih lembab ditimbang dan

berat yang diperoleh disebut berat akhir (BC) sebesar 925 gram. Bahan yang digunakan dalam proses netralisasi meliputi air 200% dari BC atau sekitar 2 liter dan soda kue NaHCO3 0.5 % atau sekitar 5 gram. Kulit direndam dalam air 2 liter sambil diaduk/diputar dalam drum pemutar selama 1 jam. Kemudian ditambahkan soda kue 5 gram yang telah diencerkan dengan air dengan perbandingan 1:5. Penambahan soda kue sebanyak bagian dari resep atau dilakukkan dua kali penambahan dengan selang waktu 15 menit. Proses netralisasi dianggap sempurna bila pH kulit mencapai 5.5 7.0. Pada pengukuran pH terakhir diperoleh pH 6. Air rendaman dibuang, kulit diperas, dicuci dalam air mengalir selama 30 menit hingga bersih. 9. Retanning (Penyamakan ulang). Proses ini dimaksudkan agar kulit jadi yang dihasilkan keadaannya lebih padat. Bahan yang digunakan adalah air panas 200% dari BC atau 2 liter dan syntan (synthetic tanning agent) yaitu khrom syntan 4% dari BC, khrom aluminum 4% dari BC, dan 3% Celatin CF. Air yang sebelumnya telah dipanaskan pada temperature 40oC 2 lt , 37 g khrom syntan (Chromosal B) dan 37 gram aluminium dimasukkan ke dalam drum pemutar bersama kulit diaduk dengan drum pemutar selama 1 jam. Kemudian ditambahkan 30 gram Celatin CF sebanyak dua kali atau bagian dari resep setiap penambahan dengan selang waktu 15 menit. Sebelumnya semua bahan yang berbentuk padatan harus dilarutkan dengan air sehingga berbentuk cairan. 10. Dyeing (Pewarnaan) Proses pewarnaan sebenarnya hanya opsi, boleh tidak dilakukan. Karena menginginkan warna kulit yang dihasilkan bewarna coklat sehingga proses ini dilakukan. Bahan yang digunakan dalam proses pewarnaan meliputi air 200% dari BD atau 2 liter dan pewarna dyestuff cokelat sebanyak 1% atau 10 gram. Semua bahan dicampurkan dalam drum pemutar bersama kulit dan diputar selama 60 menit. Apabila pemutaran sudah 60 menit, dilanjutkan dengan cek tembus warna. Dipastikan zat pewarna tembus dan terserap oleh seluruh bagian kulit hingga kulit terdalam.

11. Fat liquoring (Perminyakan) Proses selanjutnya adalah peminyakan, dimaksudkan untuk melemaskan kulit. Air hangat 50% dari BD atau 500 ml dan SPE (minyak sulfonasi) 7% dari BD atau 70 ml dimasukkan ke dalam drum pemutar bersama kulit dan diputar selama satu jam. Setelah pemutaran satu jam diteruskan dengan penambahan asam formiat (FA) 1% dari BD atau sebanyak 10 ml dan pemutaran dilanjutkan 20 menit lagi. Selanjutnya tambahkan anti jamur (anti mold) 0.02 % dari BD atau sekitar 5 tetes dan putar selama 15 menit. Kontrol pH bila mencapai 3,7 hentikan pemutaran drum. Cuci bersih dengan air mengalir, kemudian kulit disampirkan di atas kuda-kuda bambu untuk dikeringkan. 12. Perentangan Dilakukan pada bingkai ram kawat yang bertujuan untuk mengeringkan kulit. Ujung ujung kulit ditarik dengan kawat berbentuk S, kemudian dikaitkan pada kisi-kisi kawat sedemikian rupa sehingga kulit terbentang rata dan cukup kencang. Proses ini dilakukan di Laboratorium Finishing Penyamakan Kulit 13. Staking (Pelemasan kulit) Setelah kulit kering perlakuan selanjutnya adalah pelemasan kulit dengan menggunakan mesin staking. Tujuan dari perlakuan ini adalah agar kulit lemas dan kerut-kerut pada kulit hilang. Proses pelemasan kulit dilakukan di Laboratorium Finishing Penyamakan Kulit BBKKP Yogyakarta.

BAB IV HASIL PKL DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Anda mungkin juga menyukai