Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENGUJIAN dan EVALUASI TEKSTIL

SNI KULIT DOMBA UNTUK JAKET KULIT

 Nama : Evangelista Felicia

 NPM / Grup : 16020120 / 2K4

Dosen : Nyi Mas Susyami H., S.ST., M.T

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Kulit merupakan salah satu hasil sampingan yang banyak digunakan oleh masyarakat,
 baik sebagai bahan pangan ataupun bahan sandang yang sampai saat ini masih dijadikan
sebagai suatu komoditi perdagangan dengan harga yang cukup tinggi. Produk sandang
yang biasa dibuat dari bahan kulit adalah jaket kulit, sepatu kulit dan sebagainya. Jaket
kulit di Indonesia berkembang secara pesat dan sudah menjadi tren masyarakat dalam
 penggunaan sehari –  hari. Kulit mentah adalah bahan baku kulit yang baru ditanggalkan
dari tubuh hewan sampai kulit yang mengalami proses  –   proses pengawetan atau siap
masak, kulit mentah dibedakan atas kulit hewan besar dan kulit hewan kecil. Berat kulit
mentah akan berpengaruh terhadap kekuatan tarik kulit. Di dalam makalah ini, akan
dibahas tentang pengujian kulit domba dan standarisasi kulit domba untuk dijadikan
salah satu produk pakaian yaitu jaket kulit menurut SNI. Jaket kulit yang terbuat dari
domba mempunyai standar mutu yang telat ditetapkan oleh badan standarisasi nasional
(BSN). Dengan nomor SNI 06-4593-2011 yang berisi tentang penetapan persyaratan
mutu dan cara uji jaket kulit domba/kambing. Standar tersebut merupakan hasil revisi
dari SNI 06-4593-1998.

II. Tujuan
Untuk mengetahui standa mutu kulit domba yang akan dibuat menjadi produk pakaian
yaitu jaket kulit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kulit jadi (tersamak) berasal dari kulit mentah yang sebelumnya telah diawetkan lalu
diolah melalui proses yang bertahap mulai dari proses soaking (perendaman) sampai
 proses Finishing (penyelesaian). Dimana kesemua proses tersebut pada akhirnya
memberikan karakter tertentu pada kulit jadinya yang disesuaikan dengan tujuan
 peruntukannya dengan cara penambahan bahan –  bahan tertentu pada saat proses.
Pada akhirnya kulit jadi akan dijual ke pasaran. Tentunya pasar menginginkan kulit
 jadi yang terbaik agar kulit jadi tersebut dapat digunakan sesuai dengan fungsi dari jenis
artikelnya masing –  masing. Misalnya kulit sarung tangan (glove) harus sesuai dengan arah
gerak dari jari tangan. Dengan adanya Standar Industri Indonesia (SII) dan SNI, maka dapat
diketahui kriteria kulit jadi yang memenuhi standar baik itu ditinjau dari segi fisik maupun
kimiawinya yang tentunya disesuaikan dengan jenis artikelnya. Sebab setiap artikel
mempunyai standar yang berbeda  –   beda. Analisa diperlukan untuk mengetahui kualitas
kulit apakah kulit tersesbut sudah sesuai denagn Standar Industri Indonesia (SII) dan SNI
atau belum.
Kulit merupakan kulit samak khrom yang berasal dari kulit kambing atau kulit anak
sapi yang biasanya dibuat untuk bahan pembuatan produk sandang, kulit boks harus
memiliki syarat-syarat tertentu agar memenuhi standar mutu perdagangan. Analisa
diperlukan untuk mengetahui kualitas kulit apakah kulit tersebut sudah sesuai dengan SNI,
SSI dan standar mutu perdangan. Menurut Jayusman dalam diktat penuntun praktikum ilmu
 bahan II secara garis besar tujuan dilakukannya pengujian terhadap suatau kulit samak
adalah:
1. Untuk menentukan mutu atau kualitas kulit secara umum, karena melalui suatu analisa
atau pengujian dapat disimpulan bahwa kulit tersebut bermutu baik, sedang atau kurang.
2. Untuk mencari kesalahan atau kekurangan dalam proses penyamakan kulit karena dari
hasil uji ini dapat dilihat kekurangan yang terdapat pada hasil penyamakan kulit sehingga
dapat diketahui pada proses apa saja yang mengalami kesalahan sehingga dapat dilakukan
 perbaikan pada proses berikutnya dengan harapan kulit yang dihasilkan akan berkualitas
 baik.
3. Untuk mengikuti proses produksi kulit yang berkualitas baik.
Pengujian terhadap kulit samak secara umum di bagi menjadi 4, yaitu pengujian
organoleptis, fisis, kimiawi, dan mikrobiologis. Namun yang sering digunakan di Indonesia
hanyalah 3 pengujian yaitu organoleptis, fisis, dan kimiawi. Hal ini disebabkan karena ketiga
syarat pengujian tersebut saling berhubungan dan saling mendukung satu sama lain.

Pengujian organoleptis merupakan pengujian menggunakan pancaindra dan sering


dilakukan secara visual. Dalam pengujian ini sering di gunakan alat bantu sederhana seperti
mistar, cutter, dan silverpen. dalam pengujian ini sifat-sifat yang diuji meliputi kelepasan
nerf, keadaan kulit,keadaan cat, kelentingan dan ketahanan sobek.Pengujian fisis merupakan
 pengujian yang dilakukan dengan menggunakan alat-alat mekanis tensil strenght, stiknes,
crokmeter dan lain sebagainya, hal-hal yang diujidalam pengujian fisis meliputi; tebal kulit,
kondisi penyamakan, ketahanan gosok cat kering maupun basah, ketahanan zwick,
ketahanan tarik, ketahanan regang, ketahanan bengkuk, penyearapan air, dan ketahan let up.
Pengujian kimia merupakan pengujian yang dilakukan dengan cara kimiawi yang bertujuan
untuk mengetahui kadar bahan-bahan kimia yang terdapat pada kulit seperti kadar air, pH,
kadar abu, kadar zat penyamak, dan kadar lemak atau minyak.
Persyaratan kulit menurut SII (Standar Industri Indonesia) 0018 –  79 adalah sebagai berikut:
1. Organoleptis
Kelepasan nerf : Tidak lepas
Keadaan kulit : Berisi, liat, dan lemas
Cat : Rata dan meengkilap
Ketahanan sobek : Kuat
Kelentingan : Lenting
2. Kimiawi
Kadar air : maks 20%
 pH : 3,5 - 7
Kadar abu jumlah : maks 2% di atas Cr2O3
Kadar Cr2O3 : maks 3%
Kadar minyak atau lemak : 2 –  6%
Pada pengujian kimia bagian kulit yang akan diambil sebagai sampel yaitu bagian leher,
croupon, dan perut. Hal ini dikarenakan setiap bagian tersebut memiliki karakteristik yang
 berbeda satu sama lain. Sampel yang telah diambil kemudian dipotong kecil-kecil sekitar 1
x 1 cm. Kulit tersebut selanjutnya dijadikan satu.

Kadar air dalam kulit tersamak adalah jumlah air yang terdapat dalam kulit mentah, setengah
 jadi, atau kulit jadi yang dinyatakan dalam persen berat. Pengukuran kadar air pada
umumnya dilakukan dengan menguapkan air yang terkandung dalam kulit menggunakan
alat pengering (oven). Cara ini sering disebut dengan metode pengeringan (drying). Uji
kadar air dengan metode pengeringan pada dasarnya adalah menguasahakan penguapan air
dari sampel kulit denagn cara memberikan energi panas pada suhu 1000C untuk
menghilangkan kadar air pada kulit sehingga berat sampel kulit berkurang. Pengurangan
 berat ini dipakai sebagai berat air pada kulit. Faktor yang mempenagruhi proses pengeringan
ada dua yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering faktor yang berhubungan
dengan sifat bahan yang dikeringkan. Faktor yang termasuk dalam faktor pertama adalah
suhu, kecepatan volumetrik, aliran udara pengering dan kelembababan udara. Faktor faktor
golongan kedua adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial di dalam bahan.
Kelemahan menggunakan metode pengeringan diantaranya adalah bahan organik yang
mudah menguap akan ikut menguap sehingga dapat mengurangi keteliti an.
Yang dimaksud pH dari kulit tersamak adalah negatip logaritma dari konsentrasi ion
hidrogen larutan dari kulit dalam air suling. Pengujian pH kulit tersamak dilakukan dengan
 penyarian zat-zat yang terdapat dalam kulit tersamak dengan air suling kemudian di ukur
 pHnya.
Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran dari senyawa organik ( Sudarmadji, 1989). Kadar
abu adalah kadar sisa pembakaran dari kulit, dihitung berdasarkan berat cuplikan. Pengujian
kadar abu dilakukan dengan berbagai metode diantaranya adalah metode pengabuan kering.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui bahan organik yang terdapat dalam kulit.
Pengujian dilakukan dengan memanaskan sampel kulit dalam tungku pemanas hingga suhu
1000 0C dalam waktu tertentu hingga menjadi abu. Jumlah abu yang dihasilkan ditimbang
sehinggan diperoleh kadar abu yang dinyatakan dalam persentase kadar abu.
Kelemahan menggunakan metode pengabuan kering diantaranya adalah:
1. Memerlukan waktu lama.
2. Biaya listrik yang lebih tinggi untuk memanaskan tanur.
3. Kehilangan mineral yang dapat menguap pada suhu tinggi.
Sedangkan keuntungan dari metode pengabuan kering adalah sebagai berikut:
1. Aman.
2. Hanya membutuhkan reagen dalam jumlah sedikit.
3. Beberapa sampel dapat dianalisis secara bersamaan.
4. Tidak memerlukan tenaga kerja yang intensif.
5. Abu yang dihasilkan dapat dianalisis untuk penentuan kadar mineral.
Kadar krom oksida kulit tersamak adalah jumlah senyawa krom ditetapkan sebagai
Cr2O3 yang terdapat dalam kulit tersamak yang dinyatakan dalam persen berat. Pengujian
kadar krom dalam kulit bertujuan untuk mengetahui jumlah krom pada kulit tersamak yang
menyebabkan kulit tersebut menjadi matang.
Pengujian kadar krom dilakukan dengan menggunakan abu pada pengujian kadar abu.
Larutan abu dioksidasi dengan HNO3 pekat, HClO4, dan H2SO4 pekat dipanaskan hingga
warna larutan menjadi bikromat. Larutan didinginkan kemudian ditambah dengan air suling
dan dipanaskan kembali sampai klor bebasnya hilang. Selanjutnya kadar krom oksidnya
ditetapakan dengan iodometri. Reaksi yang terjadi adalahsebagai berikut;
Cr2O7 + H++ I- Cr3+ + I2 + H2O
I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI
Kadar krom oksida dinyatakan sebagai persen dari berat contoh kulit, yang dinyatakan
sebagai berikut 1ml Thio Sulfat setara dengan 0,0253 gram krom oksida.
Pada proses pengolahan kulit, minyak atau lemak tetap dipertahankan pada kadar tertentu,
 bahkan pada tahap peminyakan kandungan minyak dalam kulit ditambah yang bertujuan
untuk membuat kulit menjadi lemas sehingga kulitmenjadi lemas tidak kaku.
Minyak didalam kulit akan sangat mengganggu, terutama jika minyak berlebihan maka kulit
akan sukar direkatkan menggunakan lem dan akan mudah ditumbuhi jamur, sedangkan
apabila minyak sangat sedikit didalam kulit maka kulit akan menjadi kaku dan mudah retak.
Kadar minyak atau lemak dalam kulit tersamak adalah kadar zat yang larut dalam
CCl4 (Carbon Tetra Chlorida), Petroleum Ether, Ethyl Ether, Xylol yang dihitung dalam
 berat cuplikan. Dalam pengujian ini cuplikan contoh kulit dimasukkan dalam selongsong uji
lemak. Selongsong selanjutnya disarikan terus menerus dengan pelarutnya, kemudian
 pelarut dipisahkan denagn cara destilasi. Lemak atau lemak yang diperoleh dikeringkan pada
suhu 100 0C sampai berat tetap. Selanjutnya kadar minyak atau lemak dihitung dan
dinyatakan dalam persen berat cuplikan.
SNI Mutu Kulit Domba untuk Jaket Kulit

 jumlah air maksimum 8 %


PERSYARATAN
 jumlah abu maksimum 2%

MUTU Cr2O3 minimal 2.5%

kandungan minyak/lemak 6  – 12%


KIMIAWI pH 3.5 – 7.0

PERSYARATAN ketebalan antara 0.5 mm – 0.8 mm harus rata

MUTU FISIK penyamakan sampai masak

ketahanan gosok cat tutup bila kondisi kering tidak


luntur
kondisi basah boleh sedikit luntur

grey scale pada skala ¾

kekuatan tarik minimal 1200 N/cm

kemuluran maksimum 60 %

kekuatan jahit minimum 500 N/cm

kekuatan sobek minimum 125 N/cm

tembus uap air minimum 250 mg/cm dalam waktu 2 jam

PERSYARATAN warna yang rata


MUTU
keadaan kulit tidak gembos serta lemas
ORGANOLEPTIK
ketahanan sobek = kuat

elastisitas = elastic atau lenting sedikit


BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Persiapan dan Pembuatan Contoh Uji
Alat
 Gunting stainles steel  Talenan
 Frame  Cutter
 Timbangan  Silverpen
 Penggaris
Bahan
 1 seed kulit box dari sapi

3.1.2 Pengujian Kadar Air, Pengujian pH Kulit Boks dan Pengujian Kadar Abu
Alat
 Cawan porselen  Pengaduk
 Corong  Penjepit
 Desikator  Pipet tetes
 Erlenmeyer  Pipet volume
 Gelas arloji  Propipet
 Gelas beker  Oven
 Labu ukur  Timbangan
Bahan
 Air bebas CO2
 Kertas pH
 Kulit

3.1.3 Pengujian Kadar Krom


Alat
 Corong  Pengaduk kaca
 Erlenmeyer  Pipet tetes
 Gelas arloji  Pipet ukur
 Gelas beker  Pipet volume
 Labu ukur  Propipet

Bahan
 20 ml HNO3 pekat  10 ml KI 20%
 15 ml HCLO pekat  Tiosulfat 0,1 N
 10 ml H2SO4 pekat  Indikator amilum
 125 ml aquades
3.1.4 Pengujian Minyak/Lemak
Alat
 Cawan porselen  Oven
 Desikator  Pendingin balik
 Elektrothermal  Pipet ukur
 Ember  Selang
 Kertas saring  Statif
 Labu didih  Soklet

Bahan
 Air
 Kulit boks
 Xylol

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Pengujian Kadar Air
 Memasukkan cawan porselen dalam oven 100oC selama 15 menit
 Dinginkan dalam desikator selama 15 menit
 Menimbang cawan porselen sebagai berat cawan kosong
 Menimbang kulit boks 3 gram
 Memasukan kulit boks tersebut dalam cawan porselen kemudian di oven pada
suhu 100℃ selama 60 menit
 Dinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang
 Memasukkan dalam oven kembali dengan suhu 100oC selama 30 menit
 Dinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang
 Menghitung kadar airnya

3.2.2 Pengujian pH Kulit


 Menimbang kulit sebanyak 3 gram
 Memasukkan dalam erlenmeyer dan menambah dengan air bebas
CO2sebanyak 100 ml
 Menutup erlenmeyer dengan plastik
 Mengocok erlenmeyer selama 30 menit hingga kulit semua basah
 Pengocokan dilanjutkan dengan shaker selama 4 jam
 Kemudian tiriskan (dipisahkan antara kulit dengan air) menggunakan kertas
saring
 Mengecek pH air tirisan sebagai pH awal
 Mengambil 10 ml air tirisan di encerkan menjadi 100 ml dengan labu takar
 Mengecek pH setelah pengenceran (cek pH bisa menggunakan pH stick dan
 pH meter)
3.2.3 Pengujian Kadar Abu
 Memanaskan krus porselen dalam oven pada suhu 100oC selama 15 menit
 Dinginkan dalam desikator selama 15 menit
 Menimbang sebagai berat krus porselen kosong
 Menimbang kulit boks sebanyak 3 gram kemudian masukkan dalam krus
 porselen
 Melakukan pengabuan pada furnish dengan suhu 900oC selama 15 menit
 Dinginkan selama 24 jam
 Menimbang berat krush dan abu tersebut
 Menghitung % kadar abu jumlah
 Abu tidak boleh dibuang untuk digunakan pada uji kadar khrome

3.2.4 Pengujian Kadar Khrome


 Menimbang abu kemudian memasukkan kedalam erlenmeyer
 Menambahkan HNO3 pekat sebanyak 20 ml, HclO sebanyak 10 ml,
H2SO4pekat sebanyak 10 ml dan batu didih
 Menutup erlenmeyer dengan corong dan memanaskan dalam almari asam
 Mendinginkan larutan
 Menambahkan aquades bebas CO2 sebanyak 125 ml kemudian memanaskan
lagi hingga mendidih
 Mendinginkan larutan
 Memindahkan larutan kedalam labu 500 ml kemudian menambahkan aquades
 bebas CO2
 Mengambil 200 ml larutan dan memasukkan dalam erlenmeyer dengan
menambah HCl pekat sebanyak 10 ml dan larutan KI 20% sebanyak 10 ml
 Menutup rapat larutan dan menyimpan selama 2 menit
 Menitrasi larutan dengan Tiosulfat 0,1 N dan menambahkan indikator amilum
 Menghitung Kadar Khrome

3.2.5 Pengujian Kadar Minyak/Lemak


 Menimbang potongan kulit sebanyak 10 gram
 Meletakkan kulit pada kertas saring lalu bungkus
 Meletakkan labu didih yang telah dicuci bersih pada oven hingga kering
setelah kering ambil dan memasukkan pada desikator hingga labu didih dingin
 Meletakkan cawan porselen pada oven selama 30 menit
 Setelah 30 menit ambil cawan porselen dan memasukkannya pada desikator
hingga dingin
 Mengambil cawan porselen dan mengambil batu didih satu buah dan
meletakkan batu didih tersebut pada cawan porselen
 Mengambil pelarut xylol sebanyak 2/3 ml (166 ml) masukkan dalam labu didih
dan meletakkan di atas kompor
 Masukkan bungkusan kertas saring dalam rangkaian alat soklet
 Alirkan pendingin
 Hidupkan kompor
 Melaksanakan pelarutan hingga selongsong naik turun sebanyak 15 kali
 Matikan kompor
 Mengambil kulit dari rangkaian soklet
 Melakukan destilasi, memisahkan larutan lemak menjadi lemak murni dan
 pelarut dikumpulkan
 Menghentikan pemanas sampai labu hampir kering
 Memasukkan minyak/lemak pada cawan porselen kemudian memasukkan pada
oven
 Dinginkan dalam desikator
 Menimbang sebagai berat lemak
 Menghitung kadar lemak
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Persiapan Pengujian


Artikel kulit yang diguanakan pada praktikum kali ini adalah kulit box yang berasal
dari kulit sapi. Sebelum dilakukan pengambilan sampel pada kulit dilakukan uji
organoleptis terlebih dahulu pada kulit untuk mengetahui sifat-sifat kulit tersebut. Uji
ini meliputi uji lossgrain, kepecahan nerf, kelentingan, dan ketahanan sobek.
Pengujian lossgrain dilakukan dengan melipat kulit kemudian ditekan menggunakan
ibu jari. Dari uji tersebut dapat diketahui bahwa kulit tersebut tidak mengalami
lossgrain karena dalam 1 cm kulit kerutan yang dihasilkan banyak dan halus.
Pengujian kepecahan nerf dilakukan melipat kulit kemudian menenkan dengan ibu
 jari jika grain pecah maka kulit yang tersebut berkualitas buruk. Pada pengujian ini
kulit yang diuji tidak mengalami kepecahan nerf. Uji kelentingan di lakukan dengan
menekan kilit dengan ibu jari untuk mengetahui daya letup kulit. Kulit yang diuji
memiliki daya lenting yang cukup baik. Uji ketahananan sobek dilakukan dengan
mengiris bagian tepi perut kulit sepanjang 4 cm menggunakan cutter kemudian kulit
disobek menggunakan tangan jika kulit mudah sobek maka ketahan sobek kulit
 buruk. Pada pengujian ini daya sobek kulit cukup baik, jadi dari berbagai pengujian
organoleptis dapat disimpulkan bahwa kulit yang diuji memiliki kualitas yang baik.
Sebagai persiapan pengujian kimia, kulit yang akan diuji diukur luasnya
menggunakan frame sehingga diketahui luas kulit sebesar.... sequerfeed. Kulit yang
telah di ukur kemudian dipotong pada bagian croupon 20 x 20 cm, bagian perut 5 x
7,5 cm, bagian leher 5 x 7,5 cm. Potongan kulit selanjutnya dipotong kecil kecil
sebesar 0,5 x 0,5 cm dan ditimbang sampai diperoleh berat potongan 50 gram sebagai
sampel. Potongan kuit tersebut akan digunakan pada proses pengujian berikutnya.

4.2 Pengujian Kadar Air


Pengujian kadar air dilakukan untuk mengetahui kadar air dalam kulit. Pengujian ini
menggunakan metode kering dimana digunaka oven sebagai media pengeringnya.
Langkah awal praktikum ini adalah mencuci dan mengeringkan cawan porselen
menggunakan oven pada suhu 100 0C selama 15 menit. Hal ini dilakukan untuk
menghilangkan kadar air dalam cawan sehingga diperoleh berat cawan yang bersih
dan benar-benar kering. Selanjutnya cawan di masukkan kedalam desikator selam 15
menit untuk menstabilkan berat cawan, karena cawan yang bersuhu tinggi akan
sangat mudah menyerap uap air dari udara. Sehingga akan menambah berat cawan
kosong yang akan digunakan. Cawan selanjutnya dit imbang untuk mengetahui berat
kosong cawan yang selanjutnya akan digunakan dalam perhitungan kadar air.
Sampel kulit box ditimbang sebanyak 3 gram kemudian dimasukkan kedalam cawan
 porselen dan dioven pada suhu 100 0C selama 60 menit. Proses ini bertujuan untuk
menguapakan kadar air yang terdapat dalam kulit, sehingga diperoleh kulit yang
kering yang akan menyebabkan berat kulit akan berkurang. Berat yang hilang
tersebut merupakan berat air yang terkandung dalam kulit. Selanjutnya cawan yang
 berisi kulit tersebut didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya sehingga
diketahui berat setelah pengeringan cawan + kulit yang akan digunakan dalam
 perhitungan kadar air. Selain menggunakan metode pengeringan analisa kadar air
 juga dapat dilakukan dengan cara penyaringan dan penyulingan.Kelemahan
menggunakan metode pengeringan diantaranya adalah bahan organik yang mudah
menguap akan ikut menguap sehingga dapat mengurangi ketelitian. Faktor yang
mempenagruhi proses pengeringan ada dua yaitu faktor yang berhubungan dengan
udara pengering faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan.
Faktor yang termasuk dalam faktor pertama adalah suhu, kecepatan volumetrik,
aliran udara pengering dan kelembababan udara. Faktor faktor golongan kedua
adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial di dalam bahan.

4.3 Pengujian pH
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pH kulit box yang diuji sehingga dapat
diketahui ketahanan kulit terhadap asam maupun basa. Kulit box dengan pH di bawah
3,5 tanpa buffer akan mudah rusak bila terkenan larutan asam sedangkan kulit
 boxdengan pH di atas 7 akan mudah rusak jika terkena larutan basa. Keadaan pH
 juga akan mempengaruhi kenyamanan pada hasil kulit samak tersebut apabila
dipakai oleh manusia. Yang dimaksud pH dari kulit tersamak adalah negatip
logaritma dari konsentrasi ion hidrogen larutan dari kulit dalam air suling. Pengujian
 pH kulit tersamak dilakukan dengan penyarian zat-zat yang terdapat dalam kulit
tersamak dengan air suling kemudian di ukur pHnya.

4.4 Pengujian Kadar Abu Jumlah


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui bahan organik yang terdapat dalam
kulit.Kadar abu adalah kadar sisa pembakaran dari kulit, dihitung berdasarkan berat
cuplikan.Pengujian kadar abu dilakukan dengan berbagai metode diantaranya adalah
metode pengabuan kering. Langkah awal praktikum ini adalah mencuci dan
mengeringkan krush porselen menggunakan oven pada suhu 100 0C selama 15
menit. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan kadar air dalam krush sehingga
diperoleh berat krush yang bersih dan benar-benar kering. Selanjutnya krush di
masukkan kedalam desikator selam 15 menit untuk menstabilkan berat krus h, karena
crush yang bersuhu tinggi akan sangat mudah menyerap uap air dari udara. Sehingga
akan menambah berat krush kosong yang akan digunakan. Krush selanjutnya
ditimbang untuk mengetahui berat kosong krush yang selanjutnya akan digunakan
dalam perhitungan kadar abu kulit box.

4.5 Pengujian Kadar Krom


Krom adalah bahan utama yang digunakan dalam penyamakan terutama untuk
menyamak kulit box, dimana krom ini akan mematangkan kulit sehingga kulit yang
awalnya bersifat labil menjadi lebih stabil. Bahan penyamak krom akan memberikan
sifat-sifat tertentu pada artikel kulit seperti kelemasan dan ketahanan panas. Tingkat
kematangan suatu kulit yang disamak menggunakan krom dilihat menggunakan
 boiling test. Saat kulit belum matang atau kadar krom dalam kulit kurang maka kulit
akan mengalami pengerutan lebih dari 10% sehingga ketahanan panas kulit kurang
 baik. Menurut standar SII (Standar Industri Indonesia) jika kadar krom dalam kulit
kurang dar 3 maka kulit tersebut diasumsikan belum matang dalam proses
 penyamakannya sehingga kestabilannya kurang dan akan mudah sekali mengalami
kerusakan serta kurang memenuhi standar.
Kadar krom oksida kulit tersamak adalah jumlah senyawa krom ditetapkan sebagai
Cr2O3 yang terdapat dalam kulit tersamak yang dinyatakan dalam persen berat.
Pengujian kadar krom dalam kulit bertujuan untuk mengetahui jumlah krom pada
kulit tersamak yang menyebabkan kulit tersebut menjadi matang.

4.6 Pengujian Minyak/Lemak


Pengujian kadar lemak, bertujuan untuk mengetahui kadar minyak / lemak yang
terdapat pada kulit. Menurut SNI kadar minyak / lemak untuk kulit boks adalah 2,0
% - 6,0 %. Langkah awal praktikum yaitu memanaskan labu didih berukuran 250 mL
 pada lemari pengering dengan suhu 1000Celcius selama ± 30 menit. Tujuan
 pengovenan sebelum penimbangan ini yaitu agar labu didih dalam kondisi benar-
 benar kering. Sehingga hasil dari penimbangan merupakan berat labu didih murni
tanpa adanya materi lain (seperti air, debu, dll) yang mungkin menempel pada labu
tersebut. Langkah kedua yaitu mendinginkan labu didih di dalam deksikator selama
15 menit atau hingga benar –  benar dingin. Tujuannya yaitu agar labu tersebut pada
saat ditimbang dalam keadaan tidak panas sehingga beratnya valid. Banyak faktor
yang mempengaruhi kecepatan dari siklus itu sendiri, diantaranya yaitu diameter
soxlet yang digunakan kecil, karena semakin kecil diameter soxlet maka siklus bisa
semakin cepat.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkah hasil praktikum yang kami lakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Secara organoleptis, kulit boks yang diuji sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia
(SNI)
2. Kadar air pada sampel kulit boks sebesar 4,0745% yang menunjukkan kadar air kulit
 boks telah memenuhi Standar Nasional Indonesia(SNI)
3. Kadar abu jumlah pada kulit boks sebesar 2,99% yang menunjukkan kadar abu jumlah
 pada sampel kulit boks tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia(SNI)
4. Kadar krom oksida pada kulit boks sebesar 1,8822% yang menunjukkan kadar krom
oksida sampel kulit boks tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia(SNI)
5. Kadar minyak/lemak pada sampel kulit boks sebesar 0,48% yang menunjukkan kadar
minyak/lemak sampel kulit boks tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia(SNI)
6. Nilai pH pada kulit boks adalah 3,5 dan pH setela pengenceran adalah 5.5 yang
menunjukkan kulit bersifat asam dan sesuai Standar Nasional Indonesia(SNI)
7. Hasil pengujian dan analisa secara kimiawi pada sampel kulit boks yang tidak sesuai
dengan SNI dapat disebabkan karena proses pada kulit yang kurang tepat dan dapat pula
disebabkan oleh praktikan yang kurang teliti dan kurang hati-hati pada saat praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Hermiyati, Indri. 2009. “PetunjukPraktikumAnalisa Kimia Kulit”. Yogyakarta: Akademi


Teknologi Kulit.

Jayusman.“PenuntunPraktikumIlmuBahan II Analisa/UjiKulit”. Yogyakarta:


AkademiTeknologiKulit

Purnomo, Edy. 1997. Teknologi Tanning. Yogyakarta :AkademiTeknologiKulit

SNI.06-0234-89. “Mutu dan Cara Uji Kulit Boks”. Jakarta: Departemen Perindustriandan


Perdagangan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai