2018
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Kulit merupakan salah satu hasil sampingan yang banyak digunakan oleh masyarakat,
baik sebagai bahan pangan ataupun bahan sandang yang sampai saat ini masih dijadikan
sebagai suatu komoditi perdagangan dengan harga yang cukup tinggi. Produk sandang
yang biasa dibuat dari bahan kulit adalah jaket kulit, sepatu kulit dan sebagainya. Jaket
kulit di Indonesia berkembang secara pesat dan sudah menjadi tren masyarakat dalam
penggunaan sehari – hari. Kulit mentah adalah bahan baku kulit yang baru ditanggalkan
dari tubuh hewan sampai kulit yang mengalami proses – proses pengawetan atau siap
masak, kulit mentah dibedakan atas kulit hewan besar dan kulit hewan kecil. Berat kulit
mentah akan berpengaruh terhadap kekuatan tarik kulit. Di dalam makalah ini, akan
dibahas tentang pengujian kulit domba dan standarisasi kulit domba untuk dijadikan
salah satu produk pakaian yaitu jaket kulit menurut SNI. Jaket kulit yang terbuat dari
domba mempunyai standar mutu yang telat ditetapkan oleh badan standarisasi nasional
(BSN). Dengan nomor SNI 06-4593-2011 yang berisi tentang penetapan persyaratan
mutu dan cara uji jaket kulit domba/kambing. Standar tersebut merupakan hasil revisi
dari SNI 06-4593-1998.
II. Tujuan
Untuk mengetahui standa mutu kulit domba yang akan dibuat menjadi produk pakaian
yaitu jaket kulit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit jadi (tersamak) berasal dari kulit mentah yang sebelumnya telah diawetkan lalu
diolah melalui proses yang bertahap mulai dari proses soaking (perendaman) sampai
proses Finishing (penyelesaian). Dimana kesemua proses tersebut pada akhirnya
memberikan karakter tertentu pada kulit jadinya yang disesuaikan dengan tujuan
peruntukannya dengan cara penambahan bahan – bahan tertentu pada saat proses.
Pada akhirnya kulit jadi akan dijual ke pasaran. Tentunya pasar menginginkan kulit
jadi yang terbaik agar kulit jadi tersebut dapat digunakan sesuai dengan fungsi dari jenis
artikelnya masing – masing. Misalnya kulit sarung tangan (glove) harus sesuai dengan arah
gerak dari jari tangan. Dengan adanya Standar Industri Indonesia (SII) dan SNI, maka dapat
diketahui kriteria kulit jadi yang memenuhi standar baik itu ditinjau dari segi fisik maupun
kimiawinya yang tentunya disesuaikan dengan jenis artikelnya. Sebab setiap artikel
mempunyai standar yang berbeda – beda. Analisa diperlukan untuk mengetahui kualitas
kulit apakah kulit tersesbut sudah sesuai denagn Standar Industri Indonesia (SII) dan SNI
atau belum.
Kulit merupakan kulit samak khrom yang berasal dari kulit kambing atau kulit anak
sapi yang biasanya dibuat untuk bahan pembuatan produk sandang, kulit boks harus
memiliki syarat-syarat tertentu agar memenuhi standar mutu perdagangan. Analisa
diperlukan untuk mengetahui kualitas kulit apakah kulit tersebut sudah sesuai dengan SNI,
SSI dan standar mutu perdangan. Menurut Jayusman dalam diktat penuntun praktikum ilmu
bahan II secara garis besar tujuan dilakukannya pengujian terhadap suatau kulit samak
adalah:
1. Untuk menentukan mutu atau kualitas kulit secara umum, karena melalui suatu analisa
atau pengujian dapat disimpulan bahwa kulit tersebut bermutu baik, sedang atau kurang.
2. Untuk mencari kesalahan atau kekurangan dalam proses penyamakan kulit karena dari
hasil uji ini dapat dilihat kekurangan yang terdapat pada hasil penyamakan kulit sehingga
dapat diketahui pada proses apa saja yang mengalami kesalahan sehingga dapat dilakukan
perbaikan pada proses berikutnya dengan harapan kulit yang dihasilkan akan berkualitas
baik.
3. Untuk mengikuti proses produksi kulit yang berkualitas baik.
Pengujian terhadap kulit samak secara umum di bagi menjadi 4, yaitu pengujian
organoleptis, fisis, kimiawi, dan mikrobiologis. Namun yang sering digunakan di Indonesia
hanyalah 3 pengujian yaitu organoleptis, fisis, dan kimiawi. Hal ini disebabkan karena ketiga
syarat pengujian tersebut saling berhubungan dan saling mendukung satu sama lain.
Kadar air dalam kulit tersamak adalah jumlah air yang terdapat dalam kulit mentah, setengah
jadi, atau kulit jadi yang dinyatakan dalam persen berat. Pengukuran kadar air pada
umumnya dilakukan dengan menguapkan air yang terkandung dalam kulit menggunakan
alat pengering (oven). Cara ini sering disebut dengan metode pengeringan (drying). Uji
kadar air dengan metode pengeringan pada dasarnya adalah menguasahakan penguapan air
dari sampel kulit denagn cara memberikan energi panas pada suhu 1000C untuk
menghilangkan kadar air pada kulit sehingga berat sampel kulit berkurang. Pengurangan
berat ini dipakai sebagai berat air pada kulit. Faktor yang mempenagruhi proses pengeringan
ada dua yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering faktor yang berhubungan
dengan sifat bahan yang dikeringkan. Faktor yang termasuk dalam faktor pertama adalah
suhu, kecepatan volumetrik, aliran udara pengering dan kelembababan udara. Faktor faktor
golongan kedua adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial di dalam bahan.
Kelemahan menggunakan metode pengeringan diantaranya adalah bahan organik yang
mudah menguap akan ikut menguap sehingga dapat mengurangi keteliti an.
Yang dimaksud pH dari kulit tersamak adalah negatip logaritma dari konsentrasi ion
hidrogen larutan dari kulit dalam air suling. Pengujian pH kulit tersamak dilakukan dengan
penyarian zat-zat yang terdapat dalam kulit tersamak dengan air suling kemudian di ukur
pHnya.
Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran dari senyawa organik ( Sudarmadji, 1989). Kadar
abu adalah kadar sisa pembakaran dari kulit, dihitung berdasarkan berat cuplikan. Pengujian
kadar abu dilakukan dengan berbagai metode diantaranya adalah metode pengabuan kering.
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui bahan organik yang terdapat dalam kulit.
Pengujian dilakukan dengan memanaskan sampel kulit dalam tungku pemanas hingga suhu
1000 0C dalam waktu tertentu hingga menjadi abu. Jumlah abu yang dihasilkan ditimbang
sehinggan diperoleh kadar abu yang dinyatakan dalam persentase kadar abu.
Kelemahan menggunakan metode pengabuan kering diantaranya adalah:
1. Memerlukan waktu lama.
2. Biaya listrik yang lebih tinggi untuk memanaskan tanur.
3. Kehilangan mineral yang dapat menguap pada suhu tinggi.
Sedangkan keuntungan dari metode pengabuan kering adalah sebagai berikut:
1. Aman.
2. Hanya membutuhkan reagen dalam jumlah sedikit.
3. Beberapa sampel dapat dianalisis secara bersamaan.
4. Tidak memerlukan tenaga kerja yang intensif.
5. Abu yang dihasilkan dapat dianalisis untuk penentuan kadar mineral.
Kadar krom oksida kulit tersamak adalah jumlah senyawa krom ditetapkan sebagai
Cr2O3 yang terdapat dalam kulit tersamak yang dinyatakan dalam persen berat. Pengujian
kadar krom dalam kulit bertujuan untuk mengetahui jumlah krom pada kulit tersamak yang
menyebabkan kulit tersebut menjadi matang.
Pengujian kadar krom dilakukan dengan menggunakan abu pada pengujian kadar abu.
Larutan abu dioksidasi dengan HNO3 pekat, HClO4, dan H2SO4 pekat dipanaskan hingga
warna larutan menjadi bikromat. Larutan didinginkan kemudian ditambah dengan air suling
dan dipanaskan kembali sampai klor bebasnya hilang. Selanjutnya kadar krom oksidnya
ditetapakan dengan iodometri. Reaksi yang terjadi adalahsebagai berikut;
Cr2O7 + H++ I- Cr3+ + I2 + H2O
I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI
Kadar krom oksida dinyatakan sebagai persen dari berat contoh kulit, yang dinyatakan
sebagai berikut 1ml Thio Sulfat setara dengan 0,0253 gram krom oksida.
Pada proses pengolahan kulit, minyak atau lemak tetap dipertahankan pada kadar tertentu,
bahkan pada tahap peminyakan kandungan minyak dalam kulit ditambah yang bertujuan
untuk membuat kulit menjadi lemas sehingga kulitmenjadi lemas tidak kaku.
Minyak didalam kulit akan sangat mengganggu, terutama jika minyak berlebihan maka kulit
akan sukar direkatkan menggunakan lem dan akan mudah ditumbuhi jamur, sedangkan
apabila minyak sangat sedikit didalam kulit maka kulit akan menjadi kaku dan mudah retak.
Kadar minyak atau lemak dalam kulit tersamak adalah kadar zat yang larut dalam
CCl4 (Carbon Tetra Chlorida), Petroleum Ether, Ethyl Ether, Xylol yang dihitung dalam
berat cuplikan. Dalam pengujian ini cuplikan contoh kulit dimasukkan dalam selongsong uji
lemak. Selongsong selanjutnya disarikan terus menerus dengan pelarutnya, kemudian
pelarut dipisahkan denagn cara destilasi. Lemak atau lemak yang diperoleh dikeringkan pada
suhu 100 0C sampai berat tetap. Selanjutnya kadar minyak atau lemak dihitung dan
dinyatakan dalam persen berat cuplikan.
SNI Mutu Kulit Domba untuk Jaket Kulit
kemuluran maksimum 60 %
3.1.2 Pengujian Kadar Air, Pengujian pH Kulit Boks dan Pengujian Kadar Abu
Alat
Cawan porselen Pengaduk
Corong Penjepit
Desikator Pipet tetes
Erlenmeyer Pipet volume
Gelas arloji Propipet
Gelas beker Oven
Labu ukur Timbangan
Bahan
Air bebas CO2
Kertas pH
Kulit
Bahan
20 ml HNO3 pekat 10 ml KI 20%
15 ml HCLO pekat Tiosulfat 0,1 N
10 ml H2SO4 pekat Indikator amilum
125 ml aquades
3.1.4 Pengujian Minyak/Lemak
Alat
Cawan porselen Oven
Desikator Pendingin balik
Elektrothermal Pipet ukur
Ember Selang
Kertas saring Statif
Labu didih Soklet
Bahan
Air
Kulit boks
Xylol
4.3 Pengujian pH
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pH kulit box yang diuji sehingga dapat
diketahui ketahanan kulit terhadap asam maupun basa. Kulit box dengan pH di bawah
3,5 tanpa buffer akan mudah rusak bila terkenan larutan asam sedangkan kulit
boxdengan pH di atas 7 akan mudah rusak jika terkena larutan basa. Keadaan pH
juga akan mempengaruhi kenyamanan pada hasil kulit samak tersebut apabila
dipakai oleh manusia. Yang dimaksud pH dari kulit tersamak adalah negatip
logaritma dari konsentrasi ion hidrogen larutan dari kulit dalam air suling. Pengujian
pH kulit tersamak dilakukan dengan penyarian zat-zat yang terdapat dalam kulit
tersamak dengan air suling kemudian di ukur pHnya.
A. Kesimpulan
Berdasarkah hasil praktikum yang kami lakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Secara organoleptis, kulit boks yang diuji sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia
(SNI)
2. Kadar air pada sampel kulit boks sebesar 4,0745% yang menunjukkan kadar air kulit
boks telah memenuhi Standar Nasional Indonesia(SNI)
3. Kadar abu jumlah pada kulit boks sebesar 2,99% yang menunjukkan kadar abu jumlah
pada sampel kulit boks tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia(SNI)
4. Kadar krom oksida pada kulit boks sebesar 1,8822% yang menunjukkan kadar krom
oksida sampel kulit boks tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia(SNI)
5. Kadar minyak/lemak pada sampel kulit boks sebesar 0,48% yang menunjukkan kadar
minyak/lemak sampel kulit boks tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia(SNI)
6. Nilai pH pada kulit boks adalah 3,5 dan pH setela pengenceran adalah 5.5 yang
menunjukkan kulit bersifat asam dan sesuai Standar Nasional Indonesia(SNI)
7. Hasil pengujian dan analisa secara kimiawi pada sampel kulit boks yang tidak sesuai
dengan SNI dapat disebabkan karena proses pada kulit yang kurang tepat dan dapat pula
disebabkan oleh praktikan yang kurang teliti dan kurang hati-hati pada saat praktikum.
DAFTAR PUSTAKA