Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN

DI PT. ADI SATRIA ABADI






Disusun Oleh :
RANDY NEWMAN HUTAGALUNG
11314028









SEKOLAH TINGGI TEKNIK LINGKUNGAN
YAYASAN LINGKUNGAN HIDUP
YOGYAKARTA
2011
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah menjadi kulit jadi.
Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang didorong perkembangannya
sebagai penghasil devisa non migas. Industri Penyamakan kulit sebagai salah satu industri yang
berpotensi menghasilkan limbah, terutama tanin, kromium, suspensi solid, BOD, COD dan
klorida.
Sejauh ini masalah utama yang masih sering dipermasalahkan dalam indutri ini yaitu
mengenai penanganan limbah yang dihasilkan, karena industri ini mempunyai konsekuen untuk
dapat mencemari lingkungan yang ada disekitarnya baik melalui air, tanah dan udara. Peraturan
Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengendalian Pencemaran Lingkungan, menjelaskan
bahwa tidak diperkenangkan membuang limbah cair kedalam tanah kecuali mendapat izin dari
mentri terkait dan berdasarkan hasil penelitian. Olehnya itu diharapkan bahwa setiap kegiatan
industri yang mengeluarkan limbah harus dilengkapi dengan instalasi pengolahan air limbah,
dengan harapan untuk menekan dampak yang terjadi, sehingga kelestarian lingkungan dapat
teratasi.
Berdasarkan hal di atas, penulis memilih Industri penyamakan kulit sebagai industri yang
akan di audit produksi bersih. Industri penyamakan kulit ini berada di daerah Cibuluh Bogor dan
masih tergolong ke dalam industri skala kecil. Limbah yang dihasilkan tidak terlalu banyak,
seperti halnya industri-industri penyamakan kulit pada skala besar. Namun, hal tersebut tidak
dapat menghalangi adanya suatu pengendalian dan pengurangan limbah produksi.

II.2. TUJUAN
Tujuan dari kunjungan praktikum ke Industri Kulit PT. Adi Satria Sbadi (ASA), Yogyakarta
ini yaitu :
a) Untuk mengetahui jenis limbah yang dihasilkan oleh industri penyamakan kulit.
b) Untuk mengetahui sumber dan karateristik limbah cair industri penyamakan kulit.
c) Untuk mengetahui proses pengolahan limbeh cair pada Industri Penyamatan kulit.
d) Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari industri penyamakan kulit.

II. METODOLOGI
Prosedur Praktikum Lapangan
Waktu : Senin, 31 Oktoberr 2011
Tempat : Industri Penyamakan Kulit PT. Adi Satria Abadi (ASA)
Prosedur :

1. Persiapan
Persiapan dimulai dari pengurusan izin kunjungan lapangan dari pihak kampus dan dari pihak
perusahaan.
2. Pelaksanaan
Wawancara & tour fasilitas dengan para manajer produksi atau yang bertanggung jawab
menentukan informasi penting.
3. Evaluasi data
Membandingkan proses produksi yang terjadi di lapang dengan yang ada di referensi dan dapat
berupa ringkasan dari proses operasi, material dan energi yang menggunakan diagram alir.
4. Laporan ringkas
Pembuatan laporan hasil kunjungan lapangan.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perusahaan kulit PT. Adi Satria Abadi berlokasi di desa Banyakan, Kecamatan Sitimulyo,
Kabupaten Bantul DIY dan menempati lahan seluas + 10.000 m2 dengan luas bangunan +
19.600 m2 (bangunan bertingkat II). Denah perusahaan dan bagian proses produksi p[ada
perusahaan tersebut diberikan pada lampiran 1. Perusahaan ini merupakan perusahaan keluarga
yang memproduksi bahan kulit setengah jadi yakni pickle dan wet blue menjadi bahan kulit jadi
(tersamak) yang khusus diarahkan untuk produk sarung tangan kualitas ekspor.
Perusahaan ini merupakan relokasi dari pabrik induk yang ada di Jalan Lowanu,
sedangkan proses pengolahan menjadi sarung tangan dilakukan di kawasan LIK Jalan Solo,
Yogyakarta. Perusahaan ini memiliki jumlah pekerja sebanyak 150 orang yang beroperasi setiap
hari tanpa shift. Mengingat perusahaan masih dalam taraf relokasi dan penyempurnaan maka
proses produksi masih belum maksimal. Bahan baku diperoleh dari pemasok lokal serta impor
dari Afrika. Fasilitas pendukung yang terdapat di perusahaan ini meliputi unit laboratorium
pengembangan dan instalasi pengolahan air limbah.
Proses produksi yang dilakukan di perusahaan ini meliputi berbagai tahapan yakni dari
persiapan bahan baku, pengolahan produksi sampai tahap finishing. Persiapan bahan baku
meliputi proses perendaman bahan baku, dilakukan pembersihan serat kasar dan serat halus.
Proses produksi yakni penyamakan dan perwarnaan dilakukan berturut-turut di tabung / drum
proses dengan menggunakan bahan-bahan kimia penyamak, pewarna serta bahan pendukung
lainnya. Dari proses produksi tersebut selanjutnya kulit diberi talk/kapur, permukaan dihaluskan
kembali, dilakukan pemotongan tepi dan dikeringkan. Tahap finishing meliputi pelemasan kulit,
penghalusan kembali permukaan kulit, perentangan, pengukuran dan pemisahan produk (uji
kontrol kualitas).
Kunjungan produksi bersih dilakukan pada industri penyamakan kulit PT. Adi Satria Abadi.
Lokasi pabrik terdapat di Bantul, Yogyakarta yang telah berdiri sejak tahun . Kapasitas produksi di
pabrik ini untuk kulit kambing 1000 lembar/hari, dan kulit domba 2000 lembar/hari. Bahan baku
yang digunakan berupa kulit kambing, dan domba yang diperoleh dari rumah potong hewan yang
berasal peternakan sekitar daerah sleman tersebut. Bahan baku sebelumnya dikumpulkan oleh
pengumpul dan kemudian dijual ke pabrik. Pasokan bahan baku yang diperoleh juga dipengaruhi
oleh waktu. Suplai kulit akan meningkat pada hari-hari tertentu seperti hari raya idul adha. Namun,
kulit yang berasal dari hewan kurban pada umumnya memiliki kualitas yang rendah karena kulit
tidak mendapatkan penanganan awal yang baik setelah kulit dipisahkan dari hewan.
Pengolahan kulit yang dilakukan adalah mengolah bahan mentah berupa kulit hewan sampai
menjadi bahan setengah jadi yaitu lembaran kulit yang siap diolah. Lembaran kulit ini dapat diolah
menjadi produk lain seperti sepatu, tas, dan jaket kulit. Waktu pengolahan yang diperlukan mulai dari
bahan mentah menjadi bahan setengah jadi adalah 20 hari. Proses tersebut terdiri atas 17 tahap, yaitu
pengawetan, pengurangan kadar garam, perontokan bulu, pencucian, pembuangan daging,
pembuangan kapur, pencucian, pengasaman (pikel), penyamakkan (tanning), penipisan atau
penyerutan, pewarnaan dasar, pencucian, pengeringan, perenggangan, spraying, penyetrikaan, serta
pengukuran dan penyortiran.

A. Bahan Baku
Komoditas kulit digolongkan menjadi kulit mentah dan kulit samak. Kulit mentah adalah
bahan baku kulit yang baru ditanggalkan dari tubuh hewan sampai kulit yang mengalami proses-
proses pengawetan atau siap samak. Kulit mentah dibedakan atas kulit hewan besar (hides)
seperti sapi, kerbau, steer, dan kuda, serta kelompok kulit yang berasal dari hean kecil (skins)
seperti kambing, domba, calf, dan kelinci termasuk di dalamnya kulit hewan besar yang belum
dewasa seperti kulit anak sapi dan kuda.
Secara topografis kulit dibagi menjadi 3 bagian. Gambar 1 menunjukkan topografi kulit
hewan secara umum.
a. Daerah krupon, merupakan daerah terpenting yang meliputi kira-kira 55% dari seluruh
kulit dan memiliki jaringan kuat dan rapat serta merata dan padat.
b. Daerah leher dan kepala meliputi 3% bagian dari seluruh kulit. Ukurannya lebih tebal
dari daerah krupon dan jaringannya bersifat longgar serta sangat kuat.
c. Daerah perut, paha, dan ekor meliputi 22% dari seluruh luas kulit. Bagian tersebut paling
tipis dan longgar.












Komposisi kimia kulit terdiri atas air, protein, lemak, garam mineral, dan zat lainnya.
Kandungan air pada tiap bagian kulit tidaklah sama. Bagian yang paling sedikit mengandung air
adalah krupon (bagian punggung), selanjutnya berturut-turut adalah bagian leher dan perut
(Purnomo, 1985). Kadar air berbanding terbalik terhadap kadar lemak. Jika kadar lemaknya
tinggi maka kadar airnya rendah (Purnomo, 1985). Tabel 1 menunjukkan komposisi kimia kulit
mentah segar. Terlihat dalam Tabel 1 bahwa kandungan protein pada kulit memiliki presentasi
yang tinggi sehingga harus segera dilakukan proses pengawetan dan penyamakan agar kulit
tahan lama.
Tabel 1. Komposisi substantsi kimia kulit segar
Komponen Presentase (%)
Air 64
Protein
Protein Fibrous
- Elastin
- Kolagen
- Keratin
Protein Globular
- Albumin, globulin
- Mucin, mucoid
33

0.3
29
2

1
07
Lemak 2
Garam Mineral 0.5
Zat lain 0.5



Gambar 1. Topografi kulit hewan
B. Proses Produksi
Proses penyamakan kulit berawal dari proses pengawetan kulit dengan menggunakan garam
giling. Kulit yang diawetkan belum mengalami penanganan apapun. Pengawetan dilakukan pada
suatu ruangan dimana kulit dilebarkan dan hanya ditumpuk, tanpa ada sortasi berdasarkan jenis kulit.
Garam giling ditambahkan dan diratakan pada permukaan kulit yang tidak berbulu sebelum kulit
ditumpuk pada ruang pengawetan. Tujuan pengawetan ini adalah untuk mengurangi kadar air pada
kulit. Kulit dibiarkan dalam ruang pengawetan selama kurang lebih sehari semalam. Produksi
dilakukan jika kulit yang tersedia minimal satu ton, karena lama proses dan biaya serta energi yang
dikeluarkan untuk memproses kulit tidak bergantung pada jumlah, dengan kata lain banyak atau
sedikit kulit yang diproses sama saja. Oleh karena itu pemrosesan kulit dalam jumlah sedikit menjadi
tidak efisien. Jumlah optimal untuk dilakukan proses produksi adalah 1,5 ton, yang mewakili 1000
lembar kulit kambing dan mewakili 75-80 lembar kulit sapi. Garam giling yang ditambahkan
sebanyak 1 kg untuk setiap lembar kulit kambing dan 5 kg untuk setiap lembar kulit sapi. Kulit yang
telah mengalami pengawetan bisa bertahan hingga dua minggu, sedangkan kulit yang tidak
mengalami pengawetan akan membusuk hanya dalam satu sampai dua hari. Proses ini menghasilkan
limbah berupa air dan garam. Penyusutan massa kulit akibat penurunan kadar air sebesar 10-15%.
Garam sisa setelah proses pengawetan menjadi berwarna kemerahan dan menjadi limbah padat.
Ruang pengawetan dan penyimpanan garam giling dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 3. Ruang Pengawetan Gambar 2. Ruang Penyimpanan Garam
Setelah pengawetan, tahapan kedua adalah pencucian pada kulit untuk menghilangkan garam
yang masih menempel pada kulit. Kulit dimasukkan dalam alat yang disebut molen seperti Gambar 4
di bawah ini.









Jumlah air yang dimasukkan adalah seberat massa kulit. Untuk pencucian diperlukan 4
kali penggantian air. Seluruh proses pencucian memerlukan waktu antara 5-6 jam. Proses ini
juga menghasilkan limbah berupa air hasil pencucian. Pencucian sebenarnya dilakukan hingga
air buangan sudah tidak terlalu keruh dan kadar garamnya maksimal 10%. Setelah itu, kulit
dipindahkan ke molen berikutnya untuk tahapan ketiga, yakni proses perontokan bulu. Untuk
proses ini ditambahkan kapur dan sianida masing-masing sejumlah 5% dan 2.5% dari berat kulit
yang masuk. Kapur berfungsi untuk pembengkakan kulit dan sianida yang berfungsi untuk
perontokan bulu. Proses ini juga memakan waktu sekitar 8 jam. Limbah yang dihasilkan dari
proses ini adalah limbah padat berupa bulu dan limbah cair berupa larutan kapur dan sianida.
Output dari proses ini berupa kulit tanpa bulu.
Kulit yang telah dirontokkan bulunya mengandung kapur sehingga perlu dilakukan
proses pencucian. Pencucian sebagai tahapan keempat dilakukan dengan kembali memutar kulit
dalam molen sebanyak 2 kali dengan jumlah air yang ditambahkan 2 kalinya berat kulit yang
masuk. Pada proses ini dilakukan 10-15 kali pemutaran molen dan memerlukan waktu sekitar
jam. Dengan demikian proses ini menghasilkan air yang mengandung kapur dan sianida sebagai
limbahnya. Selain bulu, pada kulit biasanya masih terdapat sisa daging. Sisa daging yang masih
menempel pada kulit perlu dihilangkan. Oleh karena itu, tahapan kelima adalah proses
penghilangan daging yang dilakukan dengan menggunakan alat di bawah ini.

Gambar 4. Alat Molen

Gambar 5. Alat Penghilang Daging
Kulit diselipkan di antara roller dan daging akan terlepas dari kulit dengan sendirinya.
Proses penghilangan daging dilakukan secara manual dengan memasukkan kulit satu per satu.
Proses ini menghasilkan limbah padat berupa daging. Penurunan berat kulit akibat dipisahkannya
daging sekitar 10%.
Tahap keenam adalah penghilangan kapur. Tahap pencucian sebelumnya hanya
menghilangkan sebagian besar kapur dan sianida, akan tetapi masih terdapat kapur yang
menempel pada kulit. Untuk itu, proses penghilangan kapur ini menggunakan air, sabun khusus
kulit dan teffel, serta ZA masing-masing sebanyak 100%, 0,5%, dan 1,5% dari berat kulit yang
masuk. Limbah yang dihasilkan dari proses ini berupa air sisa dengan output adalah kulit dengan
sedikit kandungan kapur. Kandungan kapur pada kulit pada tahap ini tidak dapat dihilangkan
100%. Pada tahap ini dilakukan 2 kali pembilasan dan memerlukan waktu sekitar 3 jam. Untuk
menghilangkan sisa sedikit kapur pada kulit, kembali dilakukan pencucian. Tahap ketujuh ini
memerlukan air sejumlah 2 kali berat kulit yang masuk. Limbah dari tahap ini adalah air sisa
pencucian sementara output-nya adalah kulit tanpa kandungan kapur.
Tahap kedelapan adalah pengasaman kulit (pikel). Untuk proses ini, ditambahkan air sejumlah
70%, garam 10%, formid acid (asam semut) 0.5%, dan asam sulfat 1% dari berat kulit yang
masuk. Pengasaman memerlukan waktu perendaman minimal selama 2 jam sampai pH kulit 2-
2,5. Limbah dari tahap ini adalah sisa larutan pengasaman. Tahap kesembilan adalah tanning.
Pada tahap ini kulit ditambahkan chrom sebanyak 5-6% dan sodium karbonat sebanyak 0.75%.
Akan tetapi penambahan sodium karbonat tidak dilakukan sekaligus melainkan dibagi menjadi 3
kali pemasukan, dengan selang waktu antar penambahan 15 menit. Limbah yang dihasilkan dari
tahap ini adalah larutan sisa dan output-nya adalah kulit yang berwarna kebiruan (wet blue) yang
pH-nya telah meningkat menjadi 3,8-4.
Tahap kesepuluh adalah proses perataan dan pengukuran (shaping) dengan melakukan
penipisan (penyerutan). Proses perataan bertujuan untuk penyeragaman kulit. Limbahnya berupa
limbah padat serbuk serutan. Pada tahap ini dapat terjadi pengurangan kulit sebanyak 10%,
bergantung dari ukuran kulit yang diinginkan. Proses perataan dan pengukuran ini juga
dilakukan secara manual. Berikut ini adalah gambar proses perataan dan pengukuran.

Gambar 6. Proses Perataan dan Pengukuran
Tahap berikutnya adalah proses pewarnaan dasar. Warna yang ditambahkan bergantung pada
permintaan konsumen. Untuk proses pewarnaan dasar, kulit ditambahkan dengan cat dasar, minyak
pelemasan kulit, dan air. Minyak pelemasan kulit sebanyak 10% dan air sebanyak 50%. Limbah yang
dihasilkan adalah sisa cat dasar, minyak pelemasan kulit, dan air. Pemutaran molen untuk proses
pewarnaan dasar memerlukan waktu 5-6 jam. Setelah pewarnaan dasar, tahap keduabelas adalah
pencucian kembali kulit yang ditambahkan air sama dengan berat kulit yang masuk. Tahap ini
menghasilkan limbah cair berupa air sisa. Tahap ketigabelas adalah pengeringan. Kulit dengan
warna dasar yang sudah dibilas dikeringkan dengan dijemur di dalam ruangan. Penjemuran kulit
secara langsung di bawah sinar matahari memberi hasil yang kurang baik sehingga pengeringan kulit
hanya dengan mengandalkan adanya angin. Proses pengeringan dilakukan selama 24 jam. Tahap
keempatbelas adalah perenggangan. Peregangan dilakukan pada ruang khusus dimana kulit satu per
satu dilebarkan dan dijepit pada alat seperti gambar di bawah ini.

Gambar 7. Alat Perenggangan
Setelah kulit dilebarkan dan dijepit, papan penjepit didorong agar masuk ke bagian
ruangan yang bersuhu 700C selama 50 menit. Sebelumnya dilakukan peregangan secara
manual selama 30 menit untuk menurunkan kadar air sebelum kulit dijepit pada papan penjepit
dan dimasukkan dalam ruangan bersuhu 700C. Proses ini sekaligus mengeringkan kulit agar
kadar air benar-benar rendah. Kemudian kulit mengalami tahap kelimabelas, yaitu proses
spraying untuk memberi warna akhir pada kulit. Pemberian warna menggunakan cat kulit sesuai
dengan permintaan konsumen. Limbah yang dihasilkan adalah serbuk cat. Proses spraying
seperti tampak pada gambar di bawah ini.

Gambar 8. Proses Spraying
Setelah itu, kulit disetrika agar kulit menjadi licin. Proses penyetrikaan yang merupakan
tahap keenambelas dilakukan dengan alat seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 9. Proses Penyetrikaan
Penyetrikaan dilakukan pada suhu 70-1000C. Kulit juga dapat melalui pengepresan untuk
memberi motif pada kulit sesuai permintaan konsumen. Tahap terakhir adalah proses pengukuran dan
penyortiran sesuai standar permintaan konsumen. Apabila ada kulit yang tidak sesuai standar, maka
kulit dipisahkan untuk dijual ke konsumen dengan standar kulit yang lebih rendah atau dinyatakan
sebagai produk gagal (reject). Pengukuran bertujuan menentukan luas kulit dalam satuan kaki untuk
selanjutnya menentukan harga jual kulit. Harga jual kulit ditentukan berdasarkan luas kulit (Rupiah
per kaki). Pengukuran kulit dilakukan menggunakan alat di bawah ini.

Gambar 10. Proses Pengukuran

C. Identifikasi Munculnya Limbah dari Setiap Proses Produksi

Pada umumnya suatu proses produksi akan menghasilkan limbah. Di bawah ini adalah hasil
identifikasi limbah dari setiap tahapan produksi penyamakan kulit:
1. Pengawetan
Limbah cair: air yang keluar dari kulit akibat terjadinya reaksi antara garam
dengan kulit yang diawetkan.
Limbah padat: garam yang tercecer saat penggaraman dan garam sisa
pengawetan.
Limbah gas: bau busuk.
2. Pengurangan kadar garam
Limbah cair: berupa air
Limbah padat: sisa garam yang mengkristal pada molen
3. Perontokan bulu
Limbah cair: berupa air yang telah tercampur dengan zat kapur dan sianida
Limbah padat: bulu kambing atau sapi, sisa-sisa kapur yang mengkristal pada
molen
4. Pencucian
Limbah cair: berupa air sisa dari pencucian kulit tanpa bulu.
5. Penghilangan daging
Limbah cair: berupa air yang digunakan untuk membersihkan alat.
Limbah padat berupa daging yang terpisahkan
6. Pembuangan Kapur
Limbah cair: berupa air kapur
Limbah padat: sisa-sisa kapur yang mengkristal pada molen
7. Pencucian
Limbah cair: berupa air sisa dari pencucian kulit dengan sedikit kandungan kapur.
8. Pengasaman kulit (pikel)
Limbah cair: berupa sisa larutan pengasaman.
9. Tanning (Penyamakan)
Limbah cair: berupa larutan sisa campuran dari chrom dan sodium.
10. Perataan dan pengukuran (Shaping)
Limbah padat berupa serbuk kulit dari penyerutan kulit menggunakan mesin.
11. Pewarnaan dasar
Limbah cair: berupa sisa cat dasar dan minyak pelemasan kulit dan air.
12. Pencucian
Limbah cair: berupa air sisa proses pencucian.
13. Pengeringan
Limbah gas: berupa uap air sisa dari proses pengeringan.
14. Perenggangan
Pada proses ini umumnya tidak ada limbah yang dihasilkan.
15. Sparying (Pewarnaan)
Limbah gas (udara) : serbuk cat yang terbuang di udara
Limbah cair : ceceran cat yang terbuang saat penyemprotan
16. Penyetrikaan
Secara umum pada proses ini tidak ada limbah yang dihasilkan. Tetapi suhu panas
yang dihasilkan mesin menyebabkan suhu di ruangan penyetrikaan cukup panas.
17. Pengukuran dan Penyortiran
Limbah padat berupa kulit gagal (product reject), yang masih bisa digunakan
dengan kualitas lebih rendah dan kertas etiket (label).
Karakteristik limbah (B3) pada setiap proses tertera dibawah ini :
No. Proses Bahan Karakteristik
1. Perendaman Ari, sodium hipoklorida Mengandung sodium hipoklorida
2. Pengapuran
Air, air kapur (kalsium
hidroksida)
Bersifat basa
3.
Pembuangan buku
dan bekas daging
Air, sodium sulfide
Bersifat basa, limbah hydrogen
sulfide
4.
Penghilangan
kapur
Enzim, garam ammonium
Bersifat basa, limbah gas
ammonia
5. Pencucian Air Bersifat basa
6. Pengasaman
Air, asam sulfur, sodium
klorida
Bersifat asam
7. Proses krom
Krom dioksida, sodium klorida,
sodium bikarbonat
Bersifat asam mengandung krom
trivalen
8. Pemutihan
Air, natrium karbonat, asam
sulfat
Bersifat asam
9. Pencucian Air Bersifat asam mengandung krom
10. Fat Liquoring Minyak Mengandung minyak
11. Pemucatan Bahan pemucat Mengandung zat pemucat

D. Limbah B3 dan Dampaknya
Sebagian besar proses produksi pada industri kulit ini menggunakan bahan kimia dan
yang paling dominan adalah krom. Banyak sisa krom yang tersisa dari setiap proses yang ada.
Krom atau chromium ini termasuk kedalam kategori limbah B3. Krom adalah suatu logam keras
berwarna abu-abu dan sulit dioksidasi meski dalam suhu tinggi. Chromium terdapat stabil dalam
3 valensi. Berdasarkan urutan toksisitasnya adalah Cr-O, Cr-III, Cr-VI. Kelompok yang dapat
terkena resiko dari keberadaan krom ini antara lain : pekerja di industry, perumahan yang
terletak dekat dengan industry, dan perumahan yang dibangun diatas landfill. Pajanan yang
terjadi melalui inhalasi, kulit dan oral. Dampak pada kesehatan yang dapat terjaadi antara lain :
Efek Fisiologis
o Cr (III) merupakan unsur penting dalam makanan (trace essential) yang
mempunyai fungsi menjaga agar metabolisme glucosa, lemak dan cholesterol
berjalan normal.
o Organ utama yang terserang karena Cr terhisap adalah paru-paru, sedangkan
organ lain yang bisa terserang adalah ginjal, lever, kulit dan sistem imunitas
Efek pada Kulit : Dermatitis berat dan ulkus kulit karena kontak dengan Cr-IV
Efek pada Ginjal : Bila terhirup Cr-VI dapat mengakibatkan necrosis tubulus renalis
Efek pada Hati : Pemajanan akut Cr dapat menyebabkan necrosis hepar. Bila terjadi 20 %
tubuh tersiram asam Cr akan mengakibatkan kerusakan berat hepar dan terjadi kegagalan
ginjal akut.
E. Proses Pengolahan Limbah
Limbah yang dihasilkan di PT. Adi Satri Abadi berasal dari berbagai sumber dengan
karakteristik yang berlainan, dengan demikian langkah modifikasi proses dan teknik pemilahan/
pengelompokan dan pencampuran limbah dapat dilakukan untuk memodifikasi sistem
pengolahan yang akan diterapkan agar dapat mencapai hasil yang optimal dengan biaya
pengolahan yang minimal. Limbah dari berbagai sumber yang mempunyai karakteristik hampir
sama dapat dikelompokkan menjadi satu untuk menentukan treatment awal, kemudian limbah
dari sumber lainnya dapat digabungkan untuk diolah bersama dalam satu IPAL terpadu.
Jumlah limbah yang dihasilkan oleh PT. Adi Satria Abadi setiap harinya berkisar 200 m
3
.
Untuk meminimalisasi jumlah limbah yang diolah dan disain IPAL, pemilahan terhadap limbah
yang tidak mengandung polutan sangat diperlukan. Disamping itu perlu juga dihindari terjadinya
pengenceran limbah oleh air hujan selama di saluran menuju IPAL. Sistem pengolahan air
limbah (IPAL) industri kulit dapat dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Langkah pertama dilakukan pengelompokan limbah dari sumber yang mempunyai
karakteristik berdekatan untuk pre-treatment terlebih dahulu (terutama limbah yang
mengandung krom). Limbah ini disalurkan dalam satu saluran menuju sumur pengumpul
limbah. Diujung depan dari saluran limbah harus dipasang screen, yang berfungsi untuk
menahan limbah padat. Unit pre-treatment limbah ini diperlukan untuk menjaga agar
beban pengolahan di IPAL terpadu tidak trelalu berat. Unit pre-treatment di industri kulit
pada dasarnya untuk menghilangkan kandungan krom, padatan, lemak/minyak dan untuk
netralisasi limbah.
2. Dari sumur pengumpul, limbah dipompa menuju pat-pit untuk pemisahan lemak dan
minyak yang terkandung di dalam limbah. Minyak yang terpisah dikeluarkan dari sistem.
Limbah cair yang mengandung krom dan telah bersih dari minyak ditreatment
menggunakan fero sulfat untuk mengendapkan kandungan krom yang ada. Lumpur yang
kaya endapan krom ini dipisahkan dengan menggunakan klarifier. Cairan dari klarifier
(aliran atas) dimasukkan ke tangki equalisasi untuk dicampur dengan limbah lain yang
tidak mengandung krom. Diharapkan setelah pre-treatment, kedua kelompok limbah ini
akan mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda, yaitu limbah yang kaya akan
bahan organik. Namun karena kondisi keasaman tidak stablil, diperlukan unit netralisasi
terlebih dahulu sebelum di salurkan ke IPAL terpadu.
3. Setiap industri diwajibkan mempunyai flow rate limbah yang akan disalurkan ke IPAL
terpadu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah limbah yang dihasilkan yang
akan digunakan sebagai dasar pembayaran tarif ke pengelola IPAL terpadu.
4. Limbah dari industri sebelum masuk ke IPAL terpadu dikontrol karakteristiknya terlebih
dahulu. Hal ini untuk menjaga agar limbah yang masuk ke IPAL mempunyai
karakteristik yang stabil. Jika karakteristik limbah tersebut berfluktuasi terlampau besar
akan menjadikan beban kerja IPAL berat, bahkan dapat mematikan mikroba yang bekerja
di IPAL tersebut.
5. Setelah dilakukan kontrol karakteristik, limbah masuk ke IPAL terpadu.
6. Tahap pertama IPAL terpadu adalah tangki equalisasi. Tangki ini berfungsi untuk
menstabilkan karakteristik limbah yang akan di proses. Disamping itu tangki ini juga
berfungsi sebagai penampungan sementara, yang mana limbah dari tangki equalisasi di
pompa ke unit-unit berikutnya agar aliran stabil. Hal ini untuk menjaga kestabilan proses
kimia, fisika dan biologis dan untuk memudahkan dalam sistem kontrol IPAL. Pada
proses equalisasi ini dilakukan penambahan 150 kg kapur setiap harinya.
7. Dari tangki equalisasi limbah diproses kimia (flokulasi-koagulasi) untuk pembentukan
flok-flok. Setelah pembentukan flok selesai maka flok tersebut diendapkan secara fisika
agar padatan dan suspended solid yang ada dalam limbah terpisahkan secara sempurna.
Padatan yang terkumpul di bagaian dasar tangki pengendap dipompa untuk dipadatkan
dan dikeringkan, sedangkan cairan bagian atasnya dilakukan proses biologis untuk
menurunkan kadar COD dan BOD limbah.
8. Hasil sedimentasi dari bak Koagulasi-Flokulasi sebagian mengandung limbah B3 diolah
oleh pihak ketiga yaitu PT. TLI (tidak diolah oleh pihak PT. Adi Satria Abadi).
9. Proses biologis yang dapat diterapkan adalah dengan proses lumpur aktif yang sudah
banyak diterapkan pada sistem-sistem pengolahan limbah. Dimana sebagain lumpur yang
telah dipisahkan di-recycle kembali ke tangki earasi untuk proses pengolahan limbah ini.
10. Setelah proses bioligis lumpur aktif selesai, maka lumpur dipisahkan secara fisika dengan
menggunakan tangki pengendapan. Cairan yang telah memenuhi baku mutu lingkungan
dapat dibuang ke saluran limbah yang tersedia atau dapat juga ditambahkan satu unit alat
filter air untuk meningkatkan kualitasnya yang selanjutnya air tersebut dapat digunakan
sebagai air proses produksi lagi.
11. Lumpur aktif yang terpisahkan dapat digunakan sebagai media tanam tumbuhan dengan
dilakukan proses pengeringan terlebih dahulu.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1. Kesimpulan
Dari hasil kunjungan ke industri kulit di PT. Adi Satri Abadi di daerah Bantul, DIY
Yogyakarta diketahui bahwa proses penyamakan kulit terdiri dari beberapa proses, yaitu
penyamakan, tanning, wet blue, shaving, dying, hunging, milling, stating, pementangan dan
pengukuran, penyortiran dan pengepakan. Pada proses produksi industry ini menghasilkan
beberapa jenis limbah yang digolongkan berdasarkan bentuk , yaitu limbah padat dan limbah
cair. Limbah padat diantaranya adalah garam yang berwarna kemerahan, daging sisa, dan serbuk
kulit. Sedangkan limbah cair adalah sisa pencucian, larutan kapur, larutan asam dan larutan
krom. Larutan krom merupaka limbah cair yang termasuk kedalam kategori limbah B3 dan
memerlukan penanganan khusus. Proses pengolahan limbah dilakukan melalui pembuatan IPAL
terpadu. Terdapat proses equalisasi, koagulasi-flokulasi, sedimentasi dan bak biologi (lumpur
aktif) dalam IPAL terpadu tersebut. Sebagian hasil sedimentasi berupa slugde kering diserahkan
kepada pihak ketiga yaiut PT. TLI.

IV. Saran

Penerapan Produksi Bersih pada industry kulit merupakan salah satu solusi untuk
menangani pencemaran lingkungan dan akan menghasilkan keuntungan. Beberapa contoh dari
penerapan produksi bersih seperti : limbah cair yang mengandung bahan organic dapat
digunakan untuk bahan pupuk cair, menggunakan takaran yang tepat saat penggaraman,
mengoptimalkan penggunaan air (recycle), mendesain instalasi pembuangan air dengan baik
menggunakan pipa, melalukan perawatan pada molen, meminimalisasi penggunaan kapur, dan
menerapkan Good House Keeping.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. Departemen Kesehatan R.I. Bahan-Bahan Berbahaya dan Dampaknya
terhadap Kesehatan Manusia. Jakarta 2001
Fahidin dan Mislich. 1999. Ilmu dan Teknologi Kulit. Fateta. IPB. Bogor.
Informasi Lingkungan Hidup No. 6.2002. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah
Penyamakan Kulit. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta
Judoamidjojo M. 1974. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Departemen Teknologi Hasil
Pertanian. Fateta. IPB. Bogor.
Purnomo E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi Teknologi
Kulit. Departemen Perindustrian. Yogyakarta.
Shalahuddin Djalal Tanjung. Toksikologi Lingkungan. Pusat Studi Lingkungan Hidup.
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta 2002.

Anda mungkin juga menyukai