Anda di halaman 1dari 12

kawasan seluas  80 Ha dengan jumlah pengrajin sebanyak 330.

BAB X Kegiatan SIK ini sejak tahun 1998 mulai menurun karena krisis
ekonomi yang melanda Indonesia, sehingga para pengrajin
mengalami kesulitan untuk melakukan impor bahan baku dan
PENGOLAHAN LIMBAH untuk pembelian bahan kimia pembantu proses produksi. Agar
SIK ini mampu bertahan dan berkembang diperlukan suatu upaya
INDUSTRI KULIT yang terintregrasi yang bertujuan untuk menjadikan SIK unggulan
yang mampu menghasilkan kualitas kulit yang siap ekspor,
meningkatkan kesejahteraan pengrajinnya dan meningkatkan
kualitas lingkungan kawasan SIK.
10.1. Pendahuluan
Berdasarkan hasil survei dan pengambilan sampel yang
Kulit jadi adalah kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) pada tanggal
kulit bebas bulu dan urat daging di bawah kulit. Pekerjaan 4-6 Juli 2002, air sungai Ciwalen sudah tercemar limbah dan
penyamakan kulit mempergunakan air dalam jumlah yang relatif melewati kadar maksimum baku mutu limbah cair menurut
banyak dan beberapa jenis bahan kimia, sehingga usaha ini akan Kepmen No. 51/1995, sedangkan tanah dan tanaman kubis di
menghasilkan limbah cair yang mengandung berbagai polutan sekitar sungai tersebut mengandung krom yang cukup tinggi.
organik dari bahan baku dan polutan kimia dari bahan pembantu Dikawatirkan kandungan krom tersebut dalam jangka panjang
proses. Disamping itu juga dihasilkan limbah padat berupa hasil akan membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkonsum-
pembersihan daging, bulu dan gumpalan lemak. Limbah padat si air maupun tanaman yang tercemar di daerah tersebut. (KLH,
juga banyak mengandung kapur, garam dan bahan kimia 2002).
pembantu dalam proses penyamakan.
Meskipun beberapa pengusaha telah membuat IPAL, namun
Sebagian besar industri kulit yang ada di Indonesia sampai saat ini belum ada perusahaan yang memiliki instalasi
merupakan industri rumah tangga dan industri kecil yang pengolahan air limbah (IPAL) yang dapat beroperasi dengan baik.
berkembang di wilayah-wilayah tertentu, sehingga membentuk IPAL terpadu juga telah dibangun oleh BAPEDAL dan Pemda
sentra-sentra industri. Industri ini mempunyai ciri-ciri yang hampir 3
dengan total kapasitas pengolahan 700 m /hari, tetapi belum ada
sama, yaitu berkembang dengan modal usaha kecil, teknik yang beroperasi dengan benar. Dengan berkembangnya usaha
produksi sederhana, belum mengutamakan faktor kelestarian penyamakan kulit di SIK Sukaregang jumlah perusahaan semakin
lingkungan, belum mampu mengolah limbah yang dihasilkan banyak. Sampai saat ini telah tercatat 330 usaha penyamakan
sampai baku mutu yang berlaku, keselamatan dan kesehaan kulit di SIK Sukaregang, sehingga limbah yang dihasilkan juga
kerja kurang mendapatkan perhatian, kegiatan riset dan semakin besar. Dari data awal yang diperoleh, jumlah total limbah
pengembangan usaha masih minim. Dengan kondisi demikian, cair dari SIK Sukaregang sebanyak 6.000 m3/hari, sehingga IPAL
maka sebagian besar industri masih sangat memerlukan adanya yang telah ada tidak mampu lagi untuk mengolah limbah sampai
uluran tangan dari pemerintah untuk pengembangan usaha, memenuhi baku mutu yang berlaku.
peningkatan teknik produksi untuk meningkatkan kualitas produk,
penggunaan teknik produksi yang ramah lingkungan dan usaha Apabila kondisi ini dibiarkan dan dengan mulai diberlakukan-
pengolahan limbah guna melestarikan lingkungan. nya perdagangan bebas dan ekolabeling produk-produk yang
dipasarkan, maka para pembeli dari luar negeri akan enggan
Salah satu sentra industri kulit yang memerlukan perhatian untuk membeli, bahkan dapat melakukan pemboikotan terhadap
khusus adalah sentra industri kecil (SIK) penyamakan kulit di produk kulit dari Sukaregang. Apabila hal ini sampai terjadi maka
Sukaregang, Garut yang berdiri sejak 1920. SIK ini menempati

245 246
tidak mustahil kegiatan usaha di SIK Sukaregang akan gulung
tikar. Untuk menghindari kekawatiran tersebut, maka salah satu
jalan terbaik saat ini yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan kegiatan produksi yang ramah lingkungan.

10.2. Proses Penyamakan Kulit Dan Sumber Limbah

Proses penyamakan kulit adalah proses pengawetan


terhadap kulit binatang dengan menggunakan berbagai bahan
kimia pembantu proses. Bahan baku yang digunakan adalah kulit
binatang (sapi, kerbau, kambing dll) terutama hasil dari rumah
potong hewan (RPH). Secara garis besar proses penyamakan
dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1). Pra-penyamakan (beamhouse) Gambar 10.1. Pencukuran Dan Penghilangan Mekanis


Jaringan Ekstra Dari Sisi Daging Kulit
Proses yang ada pada pra-penyamakan adalah sebagai
berikut: (2). Penyamakan

 Pencelupan kulit dalam air selama satu malam untuk Penyamakan krom dilakukan dengan menggunakan krom
menghilangkan darah, kotoran, larutan garam dan sulfat. Proses ini untuk menstabilkan jaringan protein
protein. (collagen) dari kulit.
 Menghilangkan bulu dengan perendaman dalam kapur
dan sodium sulfida,
 Pengolahan menggunakan larutan kapur kembali
(reliming).
 Pencukuran dan penghilangan mekanis jaringan ekstra
dari sisi daging kulit, selanjutnya pemisahan
2
(menggunakan kapur) /3 lapisan atas dari bagian bawah.
 Penghilangan kapur dengan menggunakan asam lemah
(latic acid) dan pemukulan/bating dengan menggunakan
bahan kimia pembantu untuk menghilangkan sisa-sisa
bulu dan protein yang hancur.
 Pengawetan menggunakan larutan garam dan asam
sulfur untuk pengasaman sampai pH tertentu untuk
mencegah pengendapan garam-garam krom pada serat
kulit.
Gambar 10.2. Tanin (Rotary Drum) Sebagai Reaktor
Penyamakan

247 248
(3). Pasca penyamakan

Proses yang ada pada pasca penyamakan adalah sebagai


berikut:

 Pressing (samming) untuk menghilangkan kelembaban


kulit segar.
 Pencukuran,
 Pewarnaan dan pelembutan kulit yang sudah disamak
menggunakan minyak-minyak emulsi (fatliquoring),
didahului dengan sekali-sekali penyamakan sekunder
menggunakan tanin sintesis (syntans) dan ekstrak
penyamakan.
 Pengeringan dan pencukuran akhir,
 Pelapisan permukaan dan buffing (finishing)

Gambar 10.4. Pengeringan Kulit Dengan Panas Matahari

Proses penyamakan banyak menggunakan air sebagai


pelarut maupun sebagai pembersih. Air bekas proses
penyamakan akan terbuang sebagai limbah cair. Kandungan
pulutan dalam limbah cair tersebut antara lain bahan kimia
pembantu proses, lemak, protein dan bahan organik lainnya dari
kulit dan daging, dan padatan (kotoran dari lokasi kerja, bulu,
serpihan kulit dan daging).

Disamping menghasilkan limbah cair, usaha penyamakan


juga menghasilkan limbah padat. Limbah padat yang dihasilkan
banyak mengandung serpihan kulit dan daging, bulu, garam,
kotoran dll. Limbah cair dan padat pada usaha ini dihasilkan dari
berbagai sumber (unit proses) dan setiap sumber yang ada akan
menghasilkan limbah dengan karakteristik yang berlainnan.
Sumber dan jenis polutan yang ada pada setiap unit proses
tersebut dapat dilihat seperti pada diagram alir proses
Gambar 10.3. Pressing (Samming) Untuk Menghilangkan penyamakan kulit di bawah ini :
Kelembaban.

249 250
INPUT UNIT OUTPUT/LIMBAH
INPUT UNIT OUTPUT/LIMBAH

Ekstrak penyamakan, Penyamakan


syntan, kalsium format, Lb cair: mengandung
sekunder,
Kulit Penggaram
tepung, lem, titanium Cr3+, ekstrak
pewarnaan,
dioksida, minyak, air penyamakan, syntan,
fatliquoring
pewarna, gemuk.

Bakterisida, Abu Perendama Lb cair : garam, kotoran.

Pengeringan, Lb padat: sisa


Lb cair : garam, asam pencukuran
Penghilangan bulu, pencukuran &
Kapur, Na2S, air Lb pdt : bulu, serpihan kulit mengandung Cr3+.
pemrosesan pensortiran
Lb gas : H2S

Pencukuran,
Lb padat : sisa cukuran
penghilangan daging Pelapisan permukaan Finishing Lb gas: uap larutan.
daging
& pemisahan

Asam laktit, bats, Penghilangan Lb cair : asam, amonium


NH4Cl air kapur & bating Lb gas : amonia
PRODUK KULIT

Garam, asam Pengawetan Lb cair : asam, garam


sulfur, air Gambar 10.6. Diagram Alir Skematis Operasi Penyamakan
Lanjutan
Persediaan yang Lb padat : serpihan, bahan
diawetkan pengawet.
10.3. Teknologi Pengelolaan Lingkungan Industri Kulit
Krom sulfat,
3+
garam, syntan, Lb cair : mengandung Cr ,
sodium format, Penyamakan krom garam, syntan, bacterisit, 10.3.1. Produksi Bersih
abu soda, Na format
bacterisit
Teknologi Produksi Bersih mengupayakan suatu proses
Lb cair : mengandung Cr3+, produksi nir-limbah. Untuk mencapai teknologi ini dapat dilakukan
Pressing garam, syntan, bacterisit, dengan menggantikan proses yang ada dengan teknik proses
Na format
produksi baru yang tidak menghasilkan limbah. Jalan lain adalah
dengan merecycle limbah yang dihasilkan atau memanfaatkan
Pencukuran Lb padat: mengandung kembali limbah dalam proses atau untuk bahan baku produk lain
Cr3+.
sehingga praktis tidak ada limbah yang terbuang.

Gambar 10.5. Diagram Alir Skematis Operasi Penyamakan Kulit

251 252
Penghilangan dari sumber
Untuk mencapai proses produksi nir-limbah tidaklah mudah,
sehingga diperlukan alternatif lain yang bertujuan untuk
meminimalisasikan jumlah limbah yang dihasilkan/dibuang, Pengurangan sumber
sehingga dapat mengurangi bahaya terhadap kesehatan manusia
dan lingkungan serta mahluk hidup lainnya. Sampai saat ini
reduksi limbah masih dianggap sebagai solusi yang paling tepat Recycle
untuk mencegah permasalahan limbah dimasa depan. Dengan
menggunakan bahan yang lebih effisien, industri dapat
Reuse dan Recovery
mengurangi limbah yang dihasilkan dan melindungi kesehatan
manusia dan lingkungan yang diinginkan. Pada waktu yang
bersamaan, biaya pengelolaan limbah dapat diturunkan yang Pengolahan
berarti menghemat biaya operasional industri dan dalam jangka
panjang resiko dan pasiva dapat diminimalkan.
Penimbunan residu
Adanya pengolahan limbah merupakan suatu tambahan
proses pada industri, sedangkan minimisasi limbah melibatkan
semua aspek pada proses produksi yang rumit. Pendapat yang Gambar 10.7. Urutan Prioritas Untuk
menyatakan bahwa pengontrolan polusi dan minimisasi limbah Meminimalisasi Limbah
merupakan tujuan jangka panjang, tidak dapat dicapai dan tidak
sesuai untuk strategi jangka pendek telah mendesak para Model manajemen limbah seperti pada Gambar 10.8. dapat
penghasil limbah untuk mencari berbagai alternatif dalam upaya didisain dengan menetapkan sumber dan kuantitas limbah dan
minimisasi limbah, namun yang menjadi penghambat upaya proses utama lainnya. Model ini akan menghasilkan neraca masa
tersebut adalah resiko terjadinya perubahan kualitas produk yang mempunyai bentuk umum dan hubungan sebagai berikut:
akibat pengerjaan minimisasi limbah yang dikerjakan dengan
merubah proses industri yang semata-mata hanya untuk
menurunkan jumlah limbah yang dihasilkan tanpa didasari oleh Input = produk + bahan yg terrecovery + limbah dikeluarkan
keahlian khusus. Usaha minimisasi limbah yang berhasil + limbah yg dibuang.
biasanya merupakan hasil dari peningkatan effisiensi operasional
industri tersebut, yang mana sebagian upaya tersebut akan
menghasilkan produk samping, tidak hanya difokuskan pada
pengubahan proses industri. Hubungan neraca masa akan dikembangkan untuk setiap
langkah proses dalam model menajeman limbah. Dengan
Banyak industri yang ingin mengurangi jumlah limbahnya, menggunakan hubungan proses ini, sistem minimisasi limbah
tetapi tidak mengetahui bagaimana memulai dan akan menjadi alat yang penting untuk pengumpulan data yang
mengimplementasikan ke dalam permasalahan yang komplek. dibutuhkan dalam pengembangan alternatif minimisasi limbah
Untuk mencapai sasaran tersebut perlu dilakukan prioritas dalam berikutnya yang akan dipilih dan ditetapkan. Pemilihan alternatif
pelaksanaannya. Gambar 10.7. merupakan urutan prioritas untuk ini dapat dilihat seperti pada Gambar 10.9.
meminimalisasi limbah yang dihasilkan. Pada kondisi ideal
penghilangan limbah secara total adalah merupakan sesuatu
yang memungkinkan.

253 254
Bahan

Usaha untuk Proses produksi bersih yang diajukan untuk SIK industri kulit
mendapatkan bahan Sukaregang adalah sebagai berikut :
Pemantauan dan pengontrolan

Recycle Penggunaan bahan Produk

Analisis masalah secara


Limbah Reuse Masalah Ya detail

Akumulasi limbah Recovery


Pemrosesan masalah

Penyaluran Pengelolaan limbah on-site Pembuangan Pengembangan metode


resolusi
Tidak

Pengelolaan limbah off-site Penyaluran


Seleksi solusi

Pembuangan
Rencana Implementasi

Gambar 10.8. Konsep Disain Model Pengelolaan Limbah


Implementasi
Alternatif minimisasi:
- Modifikasi proses
- Subtitusi bahan
- Recycle, reuse, recovery Dokumentasi, pelaporan, dan komunikasi

Evaluasi ekonomi
Gambar 10.10. Alur Proses Penerapan Konsep Produksi Bersih

Scope of work dari Produksi Bersih dalam industri penyamakan


Kriteria seleksi : kulit disini ditinjau dari dua segi yaitu : minimisasi limbah dan
- Ekonomi recovery chrome.
- Konservasi
- Regulasi
- Hubungan masyarakat A. Minimisasi limbah

Langkah awal dari pelaksanaan produksi bersih adalah


Prioritas alternatif meminimisasi limbah, dapat dimulai dengan pengelolaan
lingkungan yang menitinjau dari segi masukan (air, energi,
maupun bahan baku dan penolong), proses produksi serta
Pemilihan dan penerapan
keluaran (produk, produk setengah jadi, maupun limbah).
Langkah-langkah minimisasi diantaranya adalah :
Gambar 10.9. Proses Pemilihan Alternatif Minimisasi Limbah

255 256
Banyak air yang tumbah keluar dari reaktor
(1). Membuat neraca bahan : Input, Output dan Proses

(2). Sintesa, misalnya mengurangi penggunaan air,


penanganan bahan baku, manajemen organisasi.

(3). Pengambilan solusi dan analisa ekonomi

(4). Implementasi.

(5). Monitoring.

Biasanya industri di Indonesia penggunaan air sangat boros,


menurut data awal yang ada penggunaan air per ton kulit
3
sekitar 100 m . Dengan penerapan produksi bersih perton
produk diharapkan dapat menghemat ¼ sampai ½ dari
penggunaan semula. Gambar 10.11. Penggunaan Peralatan Yang Tidak Bagus
Dapat Menambah Jumlah Limbah Dan Pemborosan Air
Disadari bahwa pemborosan air ini berasal dari berbagai Proses
sumber, antara lain dari banyaknya slang/kran yang tidak
tertutup rapat oleh sebab itu perlu penekanan dengan B. Recovery Chrome dari bekas air rendaman
misalnya dengan menempatkan kran jenis pistol. Dengan
jumlah air yang berkurang maka beban pengolahan air Pada proses perendaman menggunakan krom, 60% krom
limbah juga akan berkurang. tersebut akan terserap ke dalam kulit, sedangkan 40%-nya
akan tersisa di dalam limbah cair. 40% sisa krom dalam
Penanganan bahan baku, bahan setengah jadi maupun limbah tersebut dapat dilakukan proses recovery. Recovery
produk dibuat suatu sistem FIFO (first in first out) agar krom dilakukan dengan melakukan tahapan-tahapan sebgai
kualitas barang terjaga, serta dikendalikan ceceran yang berikut :
terjadi. Dari hal ini diperlukan managemen organisasi yang
solid dan fleksible. (1). Penyaringan. Penyaringan dilakukan untuk
memisahkan kotoran-kotoran padat dengan cairan Cr.
Penggunaan energi listrik saat ini dirasakan mahal oleh
industri, hal ini diperlukan penghematan-penghematan (2). Cairan Cr yang bebas padatan tersebut diendapkan
dengan jalan mematikan lampu waktu siang hari maupun dengan menambahkan basa sehingga pH naik menjadi
penggunaan yang tidak perlu. Pemanfaatan atau ekploitasi 8-8,5.
cahaya matahari pada siang hari. Hal ini dilakukan dengan (3). Pemisahan cairan dan padatan dilakukan setelah Cr
menempatkan saklar-saklar yang mudah terjangkau, dan mengendap kurang lebih 1 hari. Cairan dialirkan ke
memasang genting kaca di banyak tempat. IPAL sementara padatan dipakai untuk penyamakan
kembali tetapi sebelumnya dilarutkan dalam larutan
asam.

257 258
lainnya dapat digabungkan untuk diolah bersama dalam satu
IPAL terpadu.

Untuk meminimalisasi jumlah limbah yang diolah dan disain


IPAL, pemilahan terhadap limbah yang tidak mengandung
polutan sangat diperlukan. Disamping itu perlu juga dihindari
terjadinya pengenceran limbah oleh air hujan selama di saluran
menuju IPAL. Sistem pengolahan air limbah (IPAL) industri kulit
dapat dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1). Langkah pertama dilakukan pengelompokan limbah dari


sumber yang mempunyai karakteristik berdekatan untuk pre-
treatment terlebih dahulu (terutama limbah yang
mengandung krom). Limbah ini disalurkan dalam satu saluran
Gambar 10.12. Salah Satu Peralatan Recovery Crom. menuju sumur pengumpul limbah. Diujung depan dari saluran
limbah harus dipasang screen, yang berfungsi untuk
menahan limbah padat. Unit pre-treatment limbah di setiap
10.3.2. Teknologi Pengolahan Limbah industri diperlukan, hal ini untuk menjaga agar beban
pengolahan di IPAL terpadu tidak trelalu berat. Unit pre-
Ada beberapa cara untuk mencapai proses produksi yang treatment di setiap industri pada dasarnya untuk
bersih (nir-limbah), namun sampai saat ini belum dapat dilakukan menghilangkan kandungan krom, padatan, lemak/minyak dan
proses produksi nir limbah di semua sektor industri. Jika langkah- untuk netralisasi limbah. Secara detail skema unit pre-
langkah menuju proses produksi bersih dan minimalisasi limbah treatment tersebut seperti gambar 10.13.
telah ditempuh tetapi limbah masih dihasilkan, maka langkah
terakhir adalah harus mengolah limbah (end-of-pipe) sampai (2). Dari sumur pengumpul, limbah dipompa menuju pat-pit untuk
memenuhi baku mutu lingkungan. Pengolahan limbah, adalah pemisahan lemak dan minyak yang terkandung di dalam
proses untuk mengubah jenis, jumlah dan karakteristik limbah limbah. Minyak yang terpisah dikeluarkan dari sistem. Limbah
sehingga menjadi tidak berbahaya dan/atau tidak beracun cair yang mengandung krom dan telah bersih dari minyak
dan/atau immobilisasi. Dengan mengolah limbah, maka limbah ditreatment menggunakan fero sulfat untuk mengendapkan
yang dibuang tidak akan menimbulkan pollusi dan tidak kandungan krom yang ada. Lumpur yang kaya endapan krom
membahayakan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. ini dipisahkan dengan menggunakan klarifier. Cairan dari
klarifier (aliran atas) dimasukkan ke tangki equalisasi untuk
Limbah yang dihasilkan di SIK Sukaregang berasal dari dicampur dengan limbah lain yang tidak mengandung krom.
berbagai sumber dengan karakteristik yang berlainan, dengan Diharapkan setelah pre-treatment, kedua kelompok limbah ini
demikian langkah modifikasi proses dan teknik pemilahan / akan mempunyai karakteristik yang tidak jauh berbeda, yaitu
pengelompokan dan pencampuran limbah dapat dilakukan untuk limbah yang kaya akan bahan organik. Namun karena kondisi
memodifikasi sistem pengolahan yang akan diterapkan agar keasaman tidak stablil, diperlukan unit netralisasi terlebih
dapat mencapai hasil yang optimal dengan biaya pengolahan dahulu sebelum di salurkan ke IPAL terpadu.
yang minimal. Limbah dari berbagai sumber yang mempunyai
karakteristik hampir sama dapat dikelompokkan menjadi satu
untuk menentukan treatment awal, kemudian limbah dari sumber

259 260
(4). Limbah dari industri sebelum masuk ke IPAL terpadu
Proses I Proses II dikontrol karakteristiknya terlebih dahulu. Hal ini untuk
menjaga agar limbah yang masuk ke IPAL mempunyai
karakteristik yang stabil. Jika karakteristik limbah tersebut
Limbah yang Limbah yang tdk berfluktuasi terlampau besar akan menjadikan beban kerja
Re-use Crom mengandung krom mengandung krom
IPAL berat, bahkan dapat mematikan mikroba yang bekerja
di IPAL tersebut. Secara skematik limbah dari industri ke
IPAL terpadu dapat dilihat sebagai berikut:
Screen Padatan Screen

Flow meter
Industri I Pre-
treatmen
Unit Crom
recovery Recovery Cr

Flow meter
Industri II Pre-
treatmen

Pemisah
minyak /lemak Recovery Cr
Quality IPAL
Tangki control Terpadu
Asam/basa
Flow meter
Proses Industri III Pre-
netralisasi treatmen

Recovery Cr
Flow meter

Flow meter
Industri IV Pre-
Ke IPAL treatmen
terpadu
Recovery Cr
Gambar 10.13. Diagram Alir Sistem Pre-Treatment Limbah
Industri Kulit

(3). Setiap industri diwajibkan mempunyai flow rate limbah yang Gambar 10.14. Diagram Alir Sistem Pengolahan Limbah
akan disalurkan ke IPAL terpadu. Hal ini dimaksudkan untuk Industri Kulit Dari Sumbernya Sampai IPAL Terpadu
mengetahui jumlah limbah yang dihasilkan yang akan
digunakan sebagai dasar pembayaran tarif ke pengelola IPAL (5). Setelah dilakukan kontrol karakteristik, limbah masuk ke IPAL
terpadu. terpadu.

261 262
(6). Tahap pertama IPAL terpadu adalah tangki equalisasi.
Tangki ini berfungsi untuk menstabilkan karakteristik limbah Gambar 10.15. Sistem IPAL Terpadu Industri Penyamakan Kulit

yang akan di proses. Disamping itu tangki ini juga berfungsi


sebagai penampungan sementara, yang mana limbah dari
tangki equalisasi di pompa ke unit-unit berikutnya agar aliran
stabil. Hal ini untuk menjaga kestabilan proses kimia, fisika
dan biologis dan untuk memudahkan dalam sistem kontrol
IPAL.

264
(7). Dari tangki equalisasi limbah diproses kimia (flokulasi-
koagulasi) untuk pembentukan flok-flok. Setelah
pembentukan flok selesai maka flok tersebut diendapkan
secara fisika agar padatan dan suspended solid yang ada
dalam limbah terpisahkan secara sempurna. Padatan yang
terkumpul di bagaian dasar tangki pengendap dipompa untuk
dipadatkan dan dikeringkan, sedangkan cairan bagian
atasnya dilakukan proses biologis untuk menurunkan kadar
COD dan BOD limbah.

(8). Proses biologis yang dapat diterapkan adalah dengan proses


lumpur aktif yang sudah banyak diterapkan pada sistem-
sistem pengolahan limbah. Dimana sebagain lumpur yang
telah dipisahkan direcycle kembali ke tangki earasi untuk
proses pengolahan limbah ini.

(9). Setelah proses bioligis lumpur aktif selesai, maka lumpur


dipisahkan secara fisika dengan menggunakan tangki
pengendapan. Cairan yang telah memenuhi baku mutu
lingkungan dapat dibuang ke saluran limbah yang tersedia
atau dapat juga ditambahkan satu unit alat filter air untuk
meningkatkan kualitasnya yang selanjutnya air tersebut dapat
digunakan sebagai air proses produksi lagi.

(10). Lumpur aktif yang terpisahkan dapat digunakan sebagai


media tanam tumbuhan dengan dilakukan proses
pengeringan terlebih dahulu.

263
Foto-foto IPAL terpadu yang sudah dibangun untuk sentra
industri kulit.

Gambar 10.18. Sistem Pemipaan Pada Tanki Lumpur Aktif IPAL

Gambar 10.16. Tangki Equalisasi IPAL Terpadu


10.4. Daftar Pustaka

(1). Eckenfelder W.W. Jr. (1989), Industrial Water Pollution


Control, 2nd Edition, McGraw-Hill Series in Water Resources
and Environmental Engineering.
(2). Raka, I G., Zen, M.T., Soemarwoto, O., Djajadiningrat, S.T.,
and Saidi, Z. (1999). Paradigma Produksi Bersih:
mendamaikan pembangunan ekonomi dan pelestarian
lingkungan. Penerbit Nuansa, Bandung, Indonesia
(3). Kementrian Lingkungan Hidup (2002), Revitalisasi Sentra
Industri Kecil Penyamakan Kulit Berwawasan Lingkungan di
Sukaregang, Garut
(4). Said. N. I Cs (2002). Aplikasi Teknologi Biofilter Untuk
Pengolahan Air Limbah Industri Kecil Tekstil. Pusat
pengkajain dan Penerapan teknologi Lingkungan (P3TL),
Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan
Gambar 10.17. Tangki Kimia Untuk Proses Flokulasi- Koagulasi Lingkungan, Badan Pengkajain dan Penerapan Teknologi
(BPPT).

265 266
(5). Setiyono (2002). Sistem Pengelolaan Limbah B-3 di
Indonesia. Kelompok Teknologi Air Bersih dan Limbah Cair,
Pusat pengkajain dan Penerapan teknologi Lingkungan
(P3TL), Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material
dan Lingkungan, Badan Pengkajain dan Penerapan
Teknologi (BPPT).
(6). Suffet, I.H. (1977). Fate of Pollutants in the Air and Water
Environments. Volume 8, Part 1, “Mechanism of interaction
between environments and mathematical modeling and the
physical fate of pollutants. Advances in Environmental
Science and Technology. John Wiley & Sons, A Wiley-
Interscience Publications, New York, USA.
(7). ----------- (1977). Fate of Pollutants in the Air and Water
Environments. Volume 8. Part 2, “Chemical and biological
fate of pollutants in the environment”. Advances in
Environmnetal Science and Technology. John Wiley & Sons,
A Wiley-Interscience Publications, New York, USA.
(8). Wentz, Charles A. (1989). Hazardous Waste Manajement.
Argonne National Laboratory.

267

Anda mungkin juga menyukai