Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM RESMI

TEKNIK PEMBUATAN BAHAN PROSES KULIT

PRAKTIKUM PEMBUATAN WETTING AGENT

Nama : Divia Susanto Putri

NIM : 1801054

Kelas : TPK B

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI

POLITEKNIK ATK YOGYAKARTA

2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN RESMI INI DISUSUN GUNA MEMENUHI PERSYARATAN


UJIAN MATA KULIAH PRAKTIKUM TEKNIK PEMBUATAN BAHAN
PROSES KULIT

PRAKTIKAN:

Nama : Divia Susanto Putri

NIM : 1801054

Kelas : TPK B

Yogyakarta, 16 Januari 2021


ASISTEN DOSEN
DOSEN PENGAMPU

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan resmi praktikum Teknik Pembuatan Bahan
Proses Kulit. Penulisan laporan bertujuan untuk memenuhi persyaratan jian mata
kuliah praktikum Teknik Pembuatan Bahan Proses Kulit. Saya mengucapkan
terimkasih kepada :

1. Dosen Pengampu mata kuliah Teknik Pembuatan Bahan Proses Kulit.

2. Asisten dosen Teknik Pembuatan Bahan Proses Kulit.

3. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan ini.

Semoga dengan membaca laporan resmi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan menambah ilmu kita mengenai praktikum Teknik Pembuatan Bahan
Proses Kulit. Laporan ini masih terdapat banyak kekurangan untuk itu saya
meminta kritik dan saran pembaca untuk perbaikan yang lebih baik lagi.

Blora, 16 Januari 2021

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Tujuan..........................................................................................................2
C. Manfaat........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
BAB III METODE KERJA..................................................................................5
A. Alat dan Bahan............................................................................................5
B. Prosedur Kerja............................................................................................5
BAB IV HASIL DAN PERHITUNGAN..............................................................6
BAB V PEMBAHASAN........................................................................................7
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................8
A. KESIMPULAN............................................................................................8
B. SARAN.........................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................9

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada umumnya proses wetting dilakukan dengan penambahan surfaktan.


Surfaktan adalah zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung
untuk terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaik
dan menurunkan tegangan permukaan. Tegangan permukaan adalah gaya dalam
dyne yang bekerja pada permukaan sepanjang 1 cm dan dinyatakan dalam
dyne/cm, atau energi yang diperlukan untuk memperbesar permukaan atau
antarmuka sebesar 1 cm2 dan dinyatakan dalam erg/cm2. Surface tension
umumnya terjadi antara gas dan cairan sedangkan interface tension umumnya
terjadi antara cairan dan cairan lainnya atau kadang antara padat dan zat lainnya
(namun hal ini belum diteliti). Pada fase cair surfaktan akan mengabsorpsi dalam
fase cair-padat dan  cair-gas dengan mengecilkan tegangan permukaan.
Surfaktan merupakan suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan
yang dapat diproduksi melalui sintesis kimiawi maupun biokimiawi. Karakteristik
utama surfaktan adalah memiliki gugus polar dan non polar pada molekul yang
sama. Sifat aktif permukaan yang dimiliki surfaktan diantaranya mampu
menurunlcan tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan meningkatkan
kestabilan sistem emulsi. Hal ini membuat surfaktan banyak digunakan dalam
berbagai industri, seperti industri sabun, deterjen, produk kosmetika dan produk
perawatan diri, farmasi, pangan, cat dan pelapis, kertas, tekstil, pertambangan dan
industri perminyakan untuk Enhanced Oil Recovery (EOR).
Potensi Indonesia menjadi produsen surfaktan yang menggunakan bahan
baku minyak kelapa sawit sangat besar mengingat Indonesia sebagai produsen
minyak sawit terbesar kedua di dunia. Jenis surfaktan anionik yang banyak
digunakan saat ini untuk Enhanced Oil Recovery (EOR) adalah surfaktan yang
berbasis petroleum. Kelemahan surfaktan berbasis petroleum adalah
menggunakan bahan baku yang tidak dapat diperbaharui, tidak tahan pada
kesadahan yang tinggi dan sulit didegradasi.

1
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara pembuatan wetting agent.
2. Mahasiswa mampu melakukan proses pembuatan wetting agent.
C. Manfaat
1. Mampu memahami cara pembuatan wetting agent.
2. Mahasiswa dapat menganalisis dari pembuatan wetting agent.
3.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sabun
Sabun adalah bahan yang dapat mengemulsikan air dan kotoran
(noda minyak). Bahan dasar utamanya adalah trigliserida, yang merupakan
komponen yang banyak dijumpai pada produk-produk peternakan yaitu
lemak. Sabun sebagai bahan pencuci dan pengemulsi, terdiri dari asam
lemak dengan rantai karbon C16 dan Sodium atau Potasium (Ophardt,
2003). Sabun dibuat dari hasil reaksi antara kalium atau natrium dengan
asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun keras ( hard
soap ) dibuat dengan NaOH, sedangkan lunak ( soft soap ) dibuat dengan
KOH. Sabun dapat dibuat dengan dua metode, yaitu melalui proses reaksi
saponifikasi minyak dan proses reaksi netralisasi minyak.
Sabun yang memiliki tingkat transparansi paling tinggi disebut
sabun transparan. Sabun ini tembus pandang, dimana objek yang berada
diluar sabun akan terlihat jelas hingga 6 cm karena dapat memancarkan
cahaya yang menyebar dalam partikel-partikel kecil (Paul, 2007). Sabun
transparan dapat dihasilkan dengan beberapa metode yang berbeda,
diantaranya adalah dengan cara sabun dilarutkan dalam alkohol, kemudian
sedikit dipanaskan untuk membentuk larutan jernih, lalu diakhiri dengan
pemberian pewarna dan pewangi. Pemilihan kualitas bahan dasar akan
mempengaruhi warna sabun dan jika bahan yang digunakan berkualitas
kurang baik, maka ada kemungkinan sabun yang dihasilkan akan berwarna
sangat kuning ( Butler , 2001).
Pada proses saponifikasi, suhu merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan. Kenaikan suhu operasi akan meningkatkan konversi reaksi
dari reaktan menjadi produk yang terbentuk. Akan tetapi kenaikan suhu
yang berlebihan akan menurunkan konversi produk yang diinginkan
(Kurnia, 2010).

3
B. Gliserin
Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom
karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul
gliserol dapat mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk
ester, yang disebut monogliserida, digliserida dan trigliserida. Gliserol
juga digunakan sebagai penghalus pada krim cukur, sabun, dalam obat
batuk dan syrup atau untuk pelembab (Hart, 1983).
Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom
karbon. Jadi tiap karbon mempunyai gugus –OH. Gliserol dapat diperoleh
dengan jalan penguapan hati-hati, kemudian dimurnikan dengan distilasi
pada tekanan rendah. Pada umumnya lemak apabila dibiarkan lama di
udara akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak enak. Hal ini disebabkan
oleh proses hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas. Di samping
itu dapat pula terjadi proses oksidasi terhadap asam lemak tidak jenuh
yang hasilnya akan menambah bau dan rasa yang tidak enak. Oksidasi
asam lemak tidak jenuh akan menghasilkan peroksida dan selanjutnya
akan terbentuk aldehida. Inilah yang menyebabkan terjadinya bau dan rasa
yang tidak enak atau tengik. Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan
lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan
mempunyai rasa yang agak manis. Gliserol larut baik dalam air dan tidak
larut dalam eter. Gliserol digunakan dalam industri farmasi dan kosmetika
sebagai bahan dalam preparat yang dihasilkan. Di samping itu gliserol
berguna bagi kita untuk sintesis lemak di dalam tubuh.
Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak
adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak
manis, larut dalam air dan tidak larut dalam eter (Poedjiadi, 2006).

4
BAB III
METODE KERJA
A. Alat dan Bahan

a. Alat b. Bahan
1) Baskom 1) Glycerin
2) Neraca analitik 2) Minyak
3) Gelas beaker 3) KOH
4) Pengaduk 4) Foamboster
5) Corong kaca 5) Pewangi
6) Botol semprot 6) Pewarna
7) Labu ukur 7) Aquadest
8) Heating mantle
9) Gelas Ukur
10) Gelas arloji

B. Prosedur Kerja
1. Memanaskan air penangas.
2. Melarutkan KOH.
3. Mencampurkan larutan KOH dan minyak.
4. Menambahkan glycerin .
5. Menambahkan foambooster dan pewarna.
6. Menambahkan pewangi.
7. Menuangkan dalam wadah.

5
BAB IV
HASIL DAN PERHITUNGAN

A. HASIL
Pembuatan wetting agent hasil pengamatan dengan memiliki warna putih dan
ditambahkan pewarna.
Terjadinya reaksi penyabunan yaitu reaksi hidrolisis lemak/minyak dengan
menggunakan basa kuat seperti NaOH atau KOH sehingga menghasilkan gliserol dan
garam asam lemak atau sabun.

6
7
BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini yaitu pembuatan wetting agent. Wetting agent adalah
salah satu jenis bahan tambahan yang berfungsi sebagai zat pendispersi. Pelarut :
(dapat sebagai wetting agent alcohol), gliserin, propilen glikol, polietilen glikol.
Wetting agent atau material surfaktan terdiri dari molekul polar dan non polar.
Molekul polar pada umumnya terdiri dari hidrokarbon yang terdapat di alam dan
silikon. Biasanya molekul polar bersifat aromatik dan alifatik. Sedangkan molekul non
polar kebanyakan terdiri dari gugus fungsional pada kimia organik yang berikatan
dengan oksigen.
Pada umumnya proses wetting dilakukan dengan penambahan surfaktan. Surfaktan
adalah zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada
permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaik dan menurunkan tegangan permukaan.
Surface tension umumnya terjadi antara gas dan cairan sedangkan Interface tension umumnya
terjadi antara cairan dan cairan lainnya atau kadang antara padat dan zat lainnya (namun hal
ini belum diteliti). Pada fase cair surfaktan akan mengabsorpsi dalam fase cair-padat dan  cair-
gas dengan mengecilkan tegangan permukaan.
Reaksi penyabunan merupakan reaksi hidrolisis lemak/minyak dengan menggunakan
basa kuat seperti NaOH atau KOH sehingga menghasilkan gliserol dan garam asam lemak
atau sabun. Untuk menghasilkan sabun yang keras digunakan NaOH, sedangkan untuk
menghasilkan sabun yang lunak atau sabun cair digunakan KOH. Perbedaan antara sabun
keras dan lunak jika dilihat dari kelarutannya dalam air yaitu sabun keras bersifat kurang larut
dalam air jika dibandingkan dengan sabun lunak. Reaksi penyabunan disebut juga reaksi
saponifikasi.

8
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkah hasil percobaan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Reaksi penyabunan yaitu reaksi hidrolisis lemak/minyak dengan menggunakan basa
kuat seperti NaOH atau KOH sehingga menghasilkan gliserol dan garam asam lemak
atau sabun.
2. Wetting agent adalah salah satu jenis bahan tambahan yang berfungsi sebagai zat
pendispersi. Pelarut : (dapat sebagai wetting agent alcohol), gliserin, propilen glikol,
polietilen glikol. Penggunaan surfaktan sebagai wetting agent samapi dengan 0.1%.

B. SARAN
Dalam penulisan laporan ini, tentu masih banyak kesalahan.  Oleh karena itu,
praktikan sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
penulisan laporan ini.

9
DAFTAR PUSTAKA

Butler, 2001 dalam Cengristitama dkk, 2018, Pemanfaatan Berbagai Lemak Hewani Untuk
Pembuatan Sabun Transparan, TEDC Vol. 12 No. 3

Hart, Harold, Kimia Organik, diterjemahkan oleh Suminar Achmadi, Jakarta; Erlangga 1983

Kurnia, F. dan Ibnu H. 2010. Pembuatan Sabun Cair dari Minyak Jarak dan Soda Q Sebagai
Upaya Meningkatkan Nilai Paasar Soda Q. Jurusan Teknik Kimia. Universitas
Diponegoro, Semarang

Ophardt, 2003 dalam Cengristitama dkk, 2018, Pemanfaatan Berbagai Lemak Hewani Untuk
Pembuatan Sabun Transparan, TEDC Vol. 12 No. 3

Paul, 2007 dalam Cengristitama dkk, 2018, Pemanfaatan Berbagai Lemak Hewani Untuk
Pembuatan Sabun Transparan, TEDC Vol. 12 No. 3

Poedjiadi, A. 2006. Dasar – Dasar Biokimia. Edisi Revisi. Jakarta: UI - Press.

10

Anda mungkin juga menyukai