Anda di halaman 1dari 24

I.

Judul : Titrasi Oksidimetri dan Aplikasi Iodimetri tehadap


Menentukan Kadar Cl2 dalam Pemutih Pakaian
II. Hari/Tanggal : Rabu/ 28 Nopember 2018
III. Tujuan
1. Menentukan Standarisasi Larutan Na2S2O3
2. Menentukan Kadar Cl2 dalam pemutih pakaian
IV. Tinjauan Pustaka
Dalam analisis kuantitatif terdapat dua cara melakukan analisis
dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung
dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan
iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi
secara kuantitatif pada titik ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini
jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang
lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri (oksidator yang
dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan
yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan
dititrasi dengan larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit)
(Bassett, 1994).
Iodometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif
volumetri secara oksidimetri dan reduksimetri melalui proses titrasi.
Titrasi oksidimetri adalah titrasi terhadap larutan zat pereduksi (reduktor)
dengan larutan standar zat pengoksidasi (oksidator). Titrasi reduksimetri
adalah titrasi terhadap larutan zat pengoksidasi (oksidator) dengan larutan
standar zat pereduksi (reduktor). Oksidasi adalah suatu proses pelepasan
satu elektron atau lebih atau bertambahnya bilangan oksidasi suatu unsur.
Reduksi adalah suatu proses penangkapan sau elektron atau lebih atau
berkurangnya bilangan oksidasi dari suatu unsur. Reaksi oksidasi dan
reduksi berlangsung serentak, dalam reaksi ini oksidator akan direduksi
dan reduktor akan dioksidasi sehingga terjadilah suatu reaksi sempurna.
(W Haryadi, 1990)
Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida
merupakan suatu pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik
iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida
digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat
merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara
langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah
sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi
sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses
iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi
oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian
dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Day & Underwood, 1981).
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada
titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak
langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang
dibebaskan dalam reaksi kimia. Larutan standar yang digunakan dalam
kebanyakan proses iodometri adalah natrium thiosulfat. Garam ini
biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak
boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus
distandarisasi dengan standar primer.
Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama sehingga
boraks atau natrium seringkali ditambahkan sebagai pengawet. Iodin
mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat:
I2 + 2S2O32- →2I- + S4O62-
Reaksinya berjalan cepat sampai selesai dan tidak ada reaksi sampingan.
Berat ekivalen dari Na2S2O3.5H2O adalah berat molekularnya 248,17
karena satu electron persatu molekul hilang. Jika pH dari larutan diatas 9
tiosulfat teroksidasi secara parsial menjadi sulfat:
4I2 + S2O32- + 5 H2O → 8I- + 2SO42- + 10H+
(Bassett, 1994)
Dalam larutan yang netral atau sedikit alkalin oksidasi menjadi
sulfat tidak muncul , terutama jika iodin dipergunakan sebagai titran.
Banyak agen pengoksidasi kuat seperti garam permanganate,garam
dikromat dan garam serium (IV) mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat
,namun reaksinya tidak kuantitatif. Dalam standarisasi larutan-larutan
tiosulfat sejumlah substansi dapat dipergunakan sebagai standar-standar
primer untuk larutan-larutan tiosulfat. Iodin murni adalah standar yang
paling jelas namun jarang digunakan karena kesulitan dalam penanganan
dan penimbangan yang lebih sering dipergunakan adalah standar yang
terbuat dari suatu agen pengoksidasi kuat yang akan membebaskan iodine
dari iodide,sebuah iodometrik. Kalium iodat dan kalium bromat
mengoksidasi iodide secara kuantitatif menjadi iodine dalam larutan asam:
IO3- + 5I + 6H+ → 3I2 + 3H2O BrO3- + 6I- + 6H+ → 3I2 + Br- + 3H2O
Reaksi iodatnya berjalan cukup cepat ,reaksi ini juga hanya
membutuhkan sedikit kelebihan ion hydrogen untuk menyelesaikan reaksi.
Reaksi bromat berjalan lebih lambat namun kecepatannya dapat
ditingkatkan dengan menaikkan konsentrasi ion hydrogen biasanya
sejumlah kecil ammonium molibda ditambah sebagai katalis. Kerugian
utama dari kedua garam ini sebagai standar primer adalah bahwa berat
ekivalen mereka kecil. Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi ia larut
dalam larutan KI harus disimpan pada tempat yang dingin dan gelap .
berkurangnya iodium dan akibat penguapan dan oksidsi udara
menyebabkan banyak kesalahan dalm analisis dapat distandarisasi dengan
Na2S2O3.5H2O yang lebih dahulu distandarisasi dengan senyawa lain.
Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodida pada
konsentrasi < 10-5 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum.
Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks
iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air sehingga biasanya
ditambahkan pada titik akhir reaksi. (Khopkar, 2002)
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat
bekerja sebagai indikatornya sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu
atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut seperti karbon
tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk
mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu
larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks
kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium.
Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam dari pada dalam
larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Day &
Underwood, 1981).
Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral maupun asam
dititrasi dengan natrium thiosulfat maka:
I3- + 2S2O32- → 3I- + S4O62-
Selama reaksi zat antara S2O32- yang tidak berwarna adalah terbentuk
sebagai:
S2O32- + I3- → S2O3I- + 2I-
Yang mana berjalan terus menjadi:
S2O3I- + S2O32- → S4O62- +I3-
Reaksi berlangsung baik dibawah pH = 5,0 (Khopkar, 2002). Jika suatu zat
pengoksidasi kuat diolah dalam larutan netral atau (lebih biasa) larutan
asam, dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi
sebagai zat prereduksi, dan oksidan akan direduksi secara kuantitatif.
Dalam hal-hal yang demikian, sejumlah iod yang ekivalen akan
dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat pereduksi,
biasanya natrium thiosulfat (Bassett, 1994).
Potensial reduksi dari zat-zat tertentu naik banyak sekali dengan
naiknya konsentrasi ion-hidrogen dari larutan. Inilah halnya dalam sistem-
sistem yang mengandung permanganat, dikromat, arsenat, antimonat, borat
dan sebagainya yakni, dengan anion-anion yang mengandung oksigen dan
karenanya memerlukan hidrogen untuk reduksi lengkap. Banyak anion
pengoksidasi yang lemah direduksi lengkap oleh ion iodida, jika potensial
reduksi merekanaik banyak sekali karena adanya jumlah besar asam dalam
larutan (Bassett, 1994).
Dua sumber sesatan yang penting dalam titrasi yang melibatkan iod
adalah: 1. Kehilangan iod yang disebabkan oleh sifat mudah menguapnya
yang cukup berarti 2. Larutan iodida yang asam dioksidasi oleh oksigen di
udara:
4I- + O2 + 4H+ → 2I2 + 2H2O
Reaksi diatas lambat dalam larutan netral tetapi lebih cepat dalam larutan
berasam dan dipercepat oleh cahaya matahari. Setelah penambahan kalium
iodida pada larutan berasam dari suatu pereaksi oksidasi, larutan harus
tidak dibiarkan untuk waktu yang lama berhubungan dengan udara, karena
iodium tambahan akan terbentuk oleh reaksi yang terdahulu. Nitrit harus
tidak ada, karena akan direduksi oleh ion iodida menjadi nitrogen (II)
oksida yang selanjutnya dioksidasi kembali menjadi nitrit oleh oksigen
dari udara:
2HNO2 + 2H+ + 2I- → 2NO + I2 + 2H2O 4NO + O2 + 2H2O+ 4HNO2
Kalium iodida harus bebas iodat karena kedua zat ini bereaksi dalam
larutan berasam untuk membebaskan iodium:
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O
(Day & Underwood, 1981).
Titik akhir titrasi adalah titik pada saat titrasi diakhiri/dihentikan.
Dalam titrasi biasanya diambil sejumlah alikuot tertentu yaitu bagian dari
keseluruhan larutan yang dititrasi kemudian dilakukan proses pengenceran
(W Haryadi, 1990). Pengenceran adalah proses penambahan pelarut yg
tidak diikuti terjadinya reaksi kimia sehingga berlaku hukum kekekalan
mol. larutan yg terdiri atas semua pereaksi kecuali analit.Untuk
mengetahui titik ekivalen secara eksperimen biasanya dibuat kurva titrasi
yaitu kurva yang menyatakan hubungan antara –log [H+] atau –log [X-]
atau –log [Ag+] atau E (volt) terhadap volum (W. Haryadi, 1990).

V. Alat dan Bahan


Alat

- Corong kaca 1 buah


- Gelas kimia 1 buah
- Erlenmeyer 250ml 3 buah
- Labu ukur 100ml 1 buah
- Buret 50ml 1 buah
- Vial 1 buah
- Neraca 1 buah
- Pipet tetes 4 buah
- Pipet Seukuran 1 buah
- Statif & klem 1 pasang
- Spatula 1 buah
Bahan

- KIO3 0,1783 gram


- Aquades Secukupnya
- Larutan KI 20% 6ml
- HCl 4 N 3ml
- Larutan Na2S2O3 Secukupnya
- Larutan Kanji Secukupnya
- Pemutih Vanish 2ml
- Larutan KI 6ml
- Larutan H2SO4 1:6 9ml
- Larutan ammonium Secukupnya
Molibdat 3%
VI. Cara Kerja
1. Menentukan Standarisasi Larutan Na2S2O3
KIO3

1. Ditimbang 0,1783 gram


2. Dipindahkan dalam labu ukur 100 ml
3. Dilarutkan dengan air suling sampai tanda batas
4. Dikocok sampai homogen

Larutan KIO3

5. Pipet 10 ml larutan KIO3


6. Masukan dalam erlenmeyer 250 ml
7. Tambahkan 2 ml larutan KI 20% dan 1 ml HCl
4N

Larutan bewarna coklat

8. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3

Larutan bewarna kuning

9. Ditambah kanji tetes demi tetes(dihitung jumlah


tetesannya)

Larutan bewarna hijau


kehitaman

10. Dititrasi kembali dengan Na2S2O3

Larutan tidak bewarna

11. Catat volume awal dan akhir larutan Na2S2O4 pada buret
12. ulangi titrasi 3x

Konsentrasi rata-rata Na2S2O3


2. Menentukan kadar Cl2 dalam pemutih pakaian “vanish”

Pemutih

2. Dihitung berat jenisnya dengan


piknometer
3. Diambil 2 ml pemutih
4. Dimasukan dalam erlenmeyer 250
ml
5. Encerka sampai tanda batas
6. Dikocok sampai homogen
7. Diambil 10 ml pemutih yang
sudah diencerkan
8. Dimasuka dalam erlenmeyer 250
ml
9. Tambahkan 2 ml larutan KI
10. Tambahkan 3 ml larutan
H2SO4 1:6
11. Tambahkan 3 tetes indikator
ammonium moldbat 3%

Warna coklat

1. Dititrasi dengan Na2S2O3

Warna kuning

12. Ditambah kanji sampai hijau


kehitaman
13. Dititrasi kembali dengan
Na2C2O3

Tidak bewarna

14. Catat volume awal dan akhir


15. Ulangi 3x

Kadar Cl2 pada pemutih


VII. Data Pengamatan
Hasil Pengamatan
No Prosedur Pengamatan Dugaan Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
1. Menentukan Standarisasi Larutan Na2S2O3  Serbuk KIO3 :  Larutan KIO3 : IO3- + SI- + 6H+ → Konsentrasi
bewarna putih tidak bewarna 3I2(aq) + H2O(l) rata-rata
KIO3
 Larutan HCl: tidak  Larutan KIO3 + Na2S2O3 :
5. Ditimbang 0,1783 gram bewarna larutan KI 2 ml : I2(aq) + 2S2O32- 0,048M
6. Dipindahkan dalam labu ukur 100 ml (aq) → 2I-(aq) +
 Larutan KI : kuning pudar
1. Dilarutkan dengan air suling sampai tanda batas
2. Dikocok sampai homogen bewarna kuning  Larutan KIO3 + S4O62-(aq)
pudar larutan KI 2 ml +
Larutan KIO3
 Aquades : tidak larutan HCl 1 ml :
bewarna bewarna coklat
3. Pipet 10 ml larutan KIO3
4. Masukan dalam erlenmeyer 250 ml  Larutan Na2S2O3 :  Setelah dititrasi
5. Tambahkan 2 ml larutan KI 20% dan 1 ml HCl tidak bewarna menggunakan
4N  Amilum : larutan larutan Na2S2O3 :
Larutan bewarna coklat keruh bewarna kuning
 Ditetesi amilum :
9. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 bewarna hijau
kehitaman
Hasil Pengamatan
No Prosedur Pengamatan Dugaan Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
 Setelah dititrasi
Larutan bewarna kuning
kembali : larutan
10. Ditambah kanji tetes demi tetes(dihitung tidak bewarna
jumlah tetesannya) V1 : 9,8 ml

Larutan bewarna hijau V2: 10 ml


kehitaman V3 : 11 ml
 Tetesan amilum
11. Dititrasi kembali dengan Na2S2O3 untuk:
V1 : 33 tetes
Larutan tidak bewarna V2 : 35 tetets
V3 : 42 tetes
13. Catat volume awal dan akhir larutan
Na2S2O4 pada buret
14. ulangi titrasi 3x

Konsentrasi rata-rata Na2S2O3


Hasil Pengamatan
No Prosedur Pengamatan Dugaan Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
2. Menentukan kadar Cl2 dalam pemutih pakaian “vanish”  Pemutih : tida  Pemutih + larutan I2(aq) + 2S2O32- → Rata-rata kadar
bewarna KI 2 ml : kuning S4O62- + 2I Cl2 dalam
Pemutih
 Larutan H2SO4 : pudar 2I-(aq) + Cl2(g) → pemuti pakaian
1. Dihitung berat jenisnya dengan tidak bewarna  Larutan KIO3 + I2(aq) + 2Cl-(aq) “vanish” adalah
piknometer  Larutan KI : larutan KI 2 ml + 2,9%
2. Diambil 2 ml pemutih
bewarna kuning larutan H2SO4 3 ml
3. Dimasukan dalam erlenmeyer
250 ml pudar : bewarna coklat
4. Encerka sampai tanda batas  Aquades : tidak  Setelah dititrasi
5. Dikocok sampai homogen
bewarna menggunakan
6. Diambil 10 ml pemutih yang
sudah diencerkan  Larutan Na2S2O3 : larutan Na2S2O3 :
7. Dimasuka dalam erlenmeyer 250 tidak bewarna bewarna kuning
ml
 Larutan pudar
8. Tambahkan 2 ml larutan KI
9. Tambahkan 3 ml larutan H2SO4 ammonium  Ditetesi amilum :
1:6 molibdat 3% : bewarna hijau
10. Tambahkan 3 tetes indikator kehitaman
tidak bewarna
ammonium moldbat 3%
 Setelah dititrasi
kembali : larutan
Hasil Pengamatan
No Prosedur Pengamatan Dugaan Reaksi Kesimpulan
Sebelum Sesudah
tidak bewarna
Warna coklat
V1 : 7,3 ml
11. Dititrasi dengan Na2S2O3 V2: 7,3 ml
V3 : 6,8 ml
Warna kuning
 Tetesan amilum
untuk:
12. Ditambah kanji sampai hijau
V1 : 110 tetes
kehitaman
13. Dititrasi kembali dengan V2 : 105tetets
Na2C2O3 V3 : 110tetes

Tidak bewarna

14. Catat volume awal dan akhir


15. Ulangi 3x

Kadar Cl2 pada pemutih


VIII. Pembahasan
IX. Standarisasi Larutan Na2S2O3 dengan Larutan Baku KIO3

Percobaan ini menggunakan metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak


langsung dimana mula-mula iodium direaksikan dengan iodida berlebih,
kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan natrium thiosulfat. Larutan baku
yang digunakan untuk standarisasi thiosulfat sendiri adalah KIO3.Natrium
tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi,
namun selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena
sifat flouresen atau melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan
lainnya. Karena itu, zat ini tidak memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai larutan
baku standar primer. Natrium tiosulfat merupakan suatu zat pereduksi.

Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan


menggunakan kalium iodat, kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan
standar primer, atau dengan kalium permanganat atau serium (IV) sulfat sebagai
larutan standar sekundernya. Namun pada percobaan ini senyawa yang digunakan
dalam proses pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodat standar.

Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses


iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang
merupakan standar primer. KIO3 serbuk berwarna putih ± 0,1783, kemudian
KIO3 padatan diencerkan dengan aquades sampai 100 ml menggunakan labu ukur,
dan terbentuklah larutan KIO3 tidak berwarna kemudian diambil 10 ml dan
dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 2 ml larutan KI 20 %
berwarna kuning pudar, dan ditambahkan pula 1 ml larutan HCl 4N tidak
berwarna. Dan setelah ditambahkan dengan kalium iodide dan HCl, larutan
berubah menjadi coklat. Fungsi penambahan larutan HCl 4N dalam larutan
tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium
iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman
rendah.
Larutan Coklat dititrasi dengan Na2S2O3 yang tidak berwarna, yang
awalnya titrat berwarna coklat berubah menjadi kuning pudar, kemudian titrat
ditetesi dengan indikator amilum tetes demi tetes sampai berwarna biru gelap dan
dicatat berapa tetesan yang dibutuhkan. Indikator yang digunakan dalam proses
standarisasi ini adalah indikator amilum. Penambahan amilum yang dilakukan
saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod
karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa
semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat
I2 yang mudah menguap.

Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran
sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas.
Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang
terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut
yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam
air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Jika larutan iodium
dalam KI pada suasana netral dititrasi dengan natrium thiosulfat. Dan percobaan
ini diulang sampai tiga kali untuk mendapat hasil yang mendekati sempurna,
volume Na2S2O3 yang digunakan berturut-turut adalah 9,8 ml, 10 ml, dan 11 ml.
dan untuk jumlah tetesan amilum yang diperlukan berturut-turut adalah 33 tetes,
35 tetes, dan 42 tetes.

Dari hasil perhitungan diketahui besarnya konsentrasi natrium thiosulfat


yang digunakan sebagai larutan baku standar sebesar 0,048 N.

X. Diskusi
XI. Penentuan Kadar Cl2 dalam pemutih “Vanish” dengan Larutan
Baku Na2S2O3

Pada percobaan ini kami terlabih dahulu menghitung berat jenisnya


pemutih vanish dengan piknometer yang telah tersediakan, untuk mengetahui
berat jenisnya pertama kita timbang piknometer kosong terlebih dahulu kemudian
dicatat angkanya dan kemudian piknometer diisi dengan pemutih vanish dan
ditimbang lagi kemudan hasilnya dikurangi dengan berat dari piknometer dan
didapatkan hasil 24,58 gram.
Kemudian 2ml vanish tidak berwarna diambil dan diencerkan sampai
100ml dengan menggunakan labu ukur, setelah homogen, larutan tersebut di
masukkan sebanyak 10ml ke dalam Erlenmeyer 250 ml, sebelum dititrasi dengan
Na2S2O3 ditambahkan terlabih dahulu 2ml larutan KI kuning pudar, 3ml larutan
H2SO4 1:6 untuk memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari
kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki
keasaman rendah, dan ditambahkan 3 tetes indikator ammonium molbidat 3%
tidak berwarna untuk memperjelas perubahan warna saat dititrasi, setelah semua
penambahan selesai warna larutan berubah dari tidak berwarna menjadi berwarna
coklat, dan langsung dititrasi dengan larutan Na2S2O3 sampai warna berubah
menjadi warna kuning pudar.
Hampir sama dengan standarisasi, titrat kuning pudar ditambahkan dengan
amilum tetes demi tetes sampai berwarna biru dan dihitung jumlah tetesan yang di
butuhkan, kemudian dititrasi kembali dengan Na2S2O3 sampai warna biru hilang
dan dicatat volume larutan Na2S2O3 yang dibutuhkan, dan diulang 3 kali.
V1 = 7,3ml dengan 110 tetes amilum
V2 = 7,2ml dengan 105 tetes amilum
V3 = 6,8ml dengan 110 tetes amilum
Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi
dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan menyebabkan
amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus
dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2 yang mudah menguap.
Kadar Cl yang kami dapat dari perhitungan adalah 2,9 %.
Pemutih Vanish sebenarnya didalamnya tidak terdapat Cl2 namun kami
menemukan Cl2 dikarenakan pencucian alat yang tidak bersih atau masih ada sisa
dari HCl yang digunakan dalam standarisasi Na2S2O3 atau bias saja memang ada
kadar klorin dalam vanish namun ini termasuk salah satu strategi marketing
sehingga mencantumkan tulisan tanpa klorin.
XII. Kesimpulan
1. Larutan KIO3 ditambah larutan KI 2 ml menjadi kuning pudar lalu
ditambahkan dengan HCl 1 ml menjadi bewarna coklat dan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 menjadi bewarna kuning. Larutan yang telah
dititrasi tersebut ditetesi dengan amilum sampai menjadi hijau
kehitaman dan dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 sampai tidak
bewarna. Diperoleh konsentrasi rata-rata Na2S2O3 dari perhitungan
sebesar 0,048M
2. Pemutih “Vanish” ditambah larutan KI 2 ml menjadi kuning pudar lalu
ditambahkan dengan H2SO4 3 ml menjadi bewarna coklat dan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 menjadi bewarna kuning pudar. Larutan yang
telah dititrasi tersebut ditetesi dengan amilum sampai menjadi hijau
kehitaman dan dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 sampai tidak
bewarna. Diperoleh kadar Cl2 dari pemutih pakaian “vanish” dari
perhitungan sebesar 2,9%, hal ini tidak sesuai dengan yang tercantum
pada bungkus vanish bahwa kadar klorin pada vanish tidak ada, hal ini
dikarenakan terjadi kesalahan saat percobaan berlangsung.

XIII. Jawab Pertanyaan


1. Jelaskan beberapa kekurangan amilum digunakan sebagai indikator!
Jawab:
a. Tidak dapat larut dalam air dingin
b. Ketidakstabilan suspense dalam air
c. Dengan iod memberi suatu kompleks yang tak larut dlam air,
sehingga kanji tidak boleh ditambahkan terlalu dini dalam titrasi.
d. Kadang-kadang terdapat titik akhir yang hanyut yang mencolok
bila larutan encer.
e. Kanji tidak boleh ditambahkan pada medium yang sangat asam
karena akan terjadi hidrolisis dari kanji itu, juga penambahan
etanol 50% atau lebih karena warna tidak akan muncul.
2. Mengapa pada titrasi iodometri indikator amilum ditambahkan pada
saat mendekati titik ekivalen?
Jawab:
Penambahan indokator amilum harus dilakukan pada saat
mendekati titik ekivalen agar amilum tidak membukus iod karena akan
menyebabkan amilum sukar bereaksi untuk kembali ke senyawa
semula. Dan biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat
sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum. Penambahan
kanji menyebabkan larutan menjadi biru tua dan setelah dititrasi lagi
biru tua akan hilang menjadi tak berwarna dan warna yang hilang
tersebut menandakan titrasi harus dihentikan. Larutan kanji
ditambahkan pada saat warna coklat hasil titrasi Na2S2O3 hampir
hilang menjadi kuning muda atau pada saat mendekati titik akhir
titrasi.

3. Mengapa penambahan larutanNa2S2O3 menggunakan aquades yang


mendidih?
Jawab:
Pada penambahan larutan Na2S2O3harus menggunakan aquades
yang mendidih agar padatan/serbuk Na2S2O3tetap berada dalam
keadaan steril, selain itu sifat dari padatan Na2S2O3tidak stabil pada
jangka waktu yang lama.

XIV. Daftar Pustaka


Basset, J. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC. Jakarta.
Harjadi, W. 1989. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Erlangga. Jakarta.
Khopkar S. 2002. Konsep Dasar kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Underwood, A. L. 1981. Analisis Kimia Kiantitatif Edisi ke Enam.
Erlangga. Jakarta.
W. Haryadi, (1990). Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia
XV. Lampiran Perhitungan
 Standarisasi Larutan Na2S2O3
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐾𝐼𝑂3
𝑚𝑜𝑙 𝐾𝐼𝑂3 =
𝐵𝑀 𝐾𝐼𝑂3
0,1783 𝑔
=
214 𝑔/𝑚𝑜𝑙
= 0,00083 𝑚𝑜𝑙
= 0,83 𝑚𝑚𝑜𝑙
𝑀𝑜𝑙
𝑀 𝐾𝐼𝑂3 =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
0,83 𝑚𝑚𝑜𝑙
=
100 𝑚𝑙
= 0,0083 𝑀
 V1= 9,8 ml
𝑀𝑜𝑙 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑆2 𝑂3− = 𝑀𝑜𝑙 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝐼𝑂3−
1 × 𝑀 𝑆2 𝑂3− × 𝑉 𝑆2 𝑂3− = 6 × 𝑀 𝐼𝑂3− × 𝑉 𝐼𝑂3−
1 × 𝑀 𝑆2 𝑂3− × 9,8 𝑚𝑙 = 6 × 0,0083 𝑀 × 10 𝑚𝑙
𝑀 𝑆2 𝑂3− = 0,0508 𝑀
 V2 = 10 ml
𝑀𝑜𝑙 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑆2 𝑂3− = 𝑀𝑜𝑙 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝐼𝑂3−
1 × 𝑀 𝑆2 𝑂3− × 𝑉 𝑆2 𝑂3− = 6 × 𝑀 𝐼𝑂3− × 𝑉 𝐼𝑂3−
1 × 𝑀 𝑆2 𝑂3− × 10 𝑚𝑙 = 6 × 0,0083 𝑀 × 10 𝑚𝑙
𝑀 𝑆2 𝑂3− = 0,0498 𝑀
 V3 = 11 ml
𝑀𝑜𝑙 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑆2 𝑂3− = 𝑀𝑜𝑙 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝐼𝑂3−
1 × 𝑀 𝑆2 𝑂3− × 𝑉 𝑆2 𝑂3− = 6 × 𝑀 𝐼𝑂3− × 𝑉 𝐼𝑂3−
1 × 𝑀 𝑆2 𝑂3− × 11 𝑚𝑙 = 6 × 0,0083 𝑀 × 10 𝑚𝑙
𝑀 𝑆2 𝑂3− = 0,045 𝑀

Jadi rata-rata konsentrasi Na2S2O3

0,0508 + 0,0498 + 0,045


𝑀 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 Na2 S2 O3 =
3
= 0,048𝑀

𝑀 0,048 𝑀
𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 Na2 S2 O3 = = = 0,048 𝑁
𝑛 1
 Penentuan Kadar Cl2 Pada Pemutih “Vanish”
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 (𝑔)
𝜌=
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑚𝑙)
24,58 𝑔
=
25 𝑚𝑙
= 0,998 𝑔/𝑚𝑙
𝐺𝑎𝑟𝑎𝑚 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 = 𝜌 × 𝑉
= 0,998 𝑔/𝑚𝑙 × 2 𝑚𝑙
= 1,996 𝑔
 V1= 7,3 ml
𝑀𝑜𝑙 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑆2 𝑂3− = 𝑀𝑜𝑙 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝐶𝑙 −
𝑁1 × 𝑉1 = 𝑁2 × 𝑉2
0,048 × 7,3 𝑚𝑙 = 𝑁2 × 10 𝑚𝑙
0,035 𝑁 = 𝑁2
 V1= 7,2 ml
𝑀𝑜𝑙 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑆2 𝑂3− = 𝑀𝑜𝑙 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝐶𝑙 −
𝑁1 × 𝑉1 = 𝑁2 × 𝑉2
0,048 × 7,2 𝑚𝑙 = 𝑁2 × 10 𝑚𝑙
0,034 𝑁 = 𝑁2

 V1= 6,8 ml
𝑀𝑜𝑙 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑆2 𝑂3− = 𝑀𝑜𝑙 𝐸𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝐶𝑙 −
𝑁1 × 𝑉1 = 𝑁2 × 𝑉2
0,048 × 6,8 𝑚𝑙 = 𝑁2 × 10 𝑚𝑙
0,032 𝑁 = 𝑁2
𝑁=𝑀

0,035 + 0,034 + 0,032


𝑀 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐶𝑙 − =
3
= 0,033 𝑀

 M1 = 0,035 M
𝑔 1000
𝑀= ×
𝐵𝑀 𝐶𝑙 100
𝑔 1000
0,035 = 35,5 × 100
0,062 = 𝑔
 M2 = 0,034 M
𝑔 1000
𝑀= ×
𝐵𝑀 𝐶𝑙 100
𝑔 1000
0,034 = ×
35,5 100
0,060 = 𝑔
 M3 = 0,032 M
𝑔 1000
𝑀= ×
𝐵𝑀 𝐶𝑙 100
𝑔 1000
0,032 = ×
35,5 100
0,056 = 𝑔

𝑔𝑟𝑎𝑚
 %𝐶𝑙 − = 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 × 100%

0,062 𝑔
%𝐶𝑙 − = × 100%
1,996 𝑔

%𝐶𝑙 − = 3,1%
𝑔𝑟𝑎𝑚
 %𝐶𝑙 − = × 100%
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛

0,060 𝑔
%𝐶𝑙 − = × 100%
1,996 𝑔

%𝐶𝑙 − = 3,0%
𝑔𝑟𝑎𝑚
 %𝐶𝑙 − = 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛 × 100%

0,056 𝑔
%𝐶𝑙 − = × 100%
1,996 𝑔

%𝐶𝑙 − = 2,8 %

3,1 + 3,0 + 2,8


𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑙2 𝑝𝑒𝑚𝑢𝑡𝑖ℎ 𝑉𝑎𝑛𝑖𝑠ℎ = %
3
=2,9 %
XVI. Lampiran Gambar

Alat yang digunakan

Menimbang piknometer

Menimbang massa jenis vanish


Larutan hasil dititrasi pertama

Pengenceran KIO3 dengan labu ukur 100ml

Larutan hasil titrasi kedua


Pemutih Vanish

Larutan setelah penambahan KI 20% dan HCl 4N

Pengenceran pemutih vanish


Na2S2O3 yang digunakan

Anda mungkin juga menyukai