Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PERCOBAAN IV

PEMERIKSAAN KADAR FLAVONOID TOTAL EKSTRAK SEBAGAI


KUERSETIN DAN PENENTUAN KADAR KUERSETIN

NAMA : Luthfi Utami Setyawati


NPM : 260110150013
HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : Kamis, 10 November 2016
ASISTEN LABORATORIUM : 1. Michael Djajaseputra
2. Devi Suryani
3. Fenadya Rahayu A

LABORATORIUM ANALISIS FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016
PEMERIKSAAN KADAR FLAVONOID TOTAL EKSTRAK SEBAGAI
KUERSETIN DAN PENENTUAN KADAR KUERSETIN

I. TUJUAN
Melakukan pemeriksaan parameter spesifik ekstrak dengan :
1. Menentukan kadar flavonoid total ekstrak sebagai kuersetin dengan
metode kolorimetri alumunium klorida.
2. Melihat adanya kandungan kuersetin dalam ekstrak dengan metode KLT.

II. PRINSIP
2.1 Parameter Spesifik
Parameter spesifik meliputi pemeriksaan identitas, organoleptis, kadar
senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, uji kandungan kimia ekstrak, kadar total
golongan kandungan kimia, kadar kandungan kimia tertentu (DepKes RI, 2000).

2.2 Flavonoid
Flavonoid adalah zat aktif yang terdapat pada tumbuhan yang
mempunyai struktur kimia C6-C3-C6 yang tiap bagian C6 merupakan rantai
alifatik (Rompas, et al, 2012).

2.3 Metode Kolorimetri Alumunium Klorida


Prinsip penetapan flavonoid dengan metode kolorimetri AlCl3 adalah
terbentuknya kompleks antara AlCl3 dengan gugus keto pada atom C-4 dan juga
dengan gugus hidroksi pada atom C-3 atau C-4 yang bertetangga dari flavon dan
flavonol (Cahyanta, 2016).

2.4 Spektrofotometri
Prinsip spektrofotometri adalah berdasarkan absorpsi cahaya pada
panjang gelombang tertentu melalui suatu larutan yang mengandung kontaminan
yang akan ditentukan konsentrasinya. Jumlah cahaya yang diserap sebanding
dengan konsentrasi kontaminan dalam larutan (Lestari, 2009).

2.5 KLT
KLT merupakan teknik pemisahan campuran berdasarkan perdedaan
afinitasnya dengan fase stasioner berupa lapisan tipis suatu adsorben dan fase
mobilnya adalah berupa campuran pelarut (Sumawinata, 2002).

III. REAKSI
3.1 Reaksi Aluminium Klorida dengan Quersetin (Flavonoid)

(Azizah, et al, 2014).

3.2 Reaksi Aluminium Klorida dengan Flavon

(Mursyidi, 1990).
3.3 Reaksi Aluminium Klorida dengan Flavonol

(Mursyidi, 1990).

IV. TEORI DASAR


Karena peningkatan penggunaan obat herbal di seluruh dunia dan produk
herbal membuat pasar global digunakan secara global, keamanan dan kualitas
tanaman obat dan produk herbal jadi menjadi perhatian utama bagi otoritas
kesehatan, farmasi dan masyarakat (Pathik, et al., 2011).
Umumnya, semua obat-obatan, baik itu sintetik atau yang berasal dari
tumbuhan, harus memenuhi persyaratan dasar yang aman dan efektif (Kunle,
2012).
Berbagai penelitian dan pengembangan yang memanfaatkan kemajuan
teknologi juga dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk
yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap manfaat obat
bahan alam tersebut (Anam, 2013).
Perlu dikembangkan metode standardisasi sediaan obat tradisional, salah
satunya adalah dengan penetapan kadar salah satu kandungan senyawa aktif
dalam sediaan obat tradisional (Cahyanta, 2016).
Flavonoid merupakan salah satu senyawa antioksidan golongan fenolik
alam yang terbesar dan terdapat dalam semua tumbuhan, sehingga dapat
dipastikan terdapat flavonoid pada setiap telaah ekstrak tumbuhan. Flavonoid
merupakan salah satu golongan senyawa yang terbukti dapat digunakan sebagai
antioksidan, antikanker, dan antidepresan (Azizah, et al, 2014).
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terbentuk melalui
jalur sikimat. Senyawa ini diproduksi dari unit sinnamoil-CoA dengan
perpanjangan rantai menggunakan 3 malonil-CoA. Enzim khalkon synthase
mengabungkan senyawa ini menjadi khalkon. Khalkon adalah prekursor turunan
flavonoid pada banyak tanaman (Dewick, 2002).
Uji parameter spesifik kadar total golongan kandungan kimia bertujuan
untuk memberikan informasi kadar kandungan golongan kimia sebagai parameter
mutu ekstrak dalam kaitannya dengan efek farmakologis (DepKes RI, 2000).
Spektofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk analisis kuantitatif dalam
penentuan jumlah flavonoid yang terdapat dalam ekstrak metanol (Carbonaro,
2005).
Spektofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara
relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai
fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur
intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi (Neldawati, 2013).
Penentuan flavonoid total dalam ekstrak dilakukan untuk mengetahui
prosentase kandungan flavonoid total dalam ekstrak menggunakan metode
kolorimetri aluminium klorida dengan pengukuran absorbansi secara
spektrofotometri (Cahyanta, 2016).
Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut
metanol atau etanol. Spektrum khas flavonoid terdiri atas dua maksimal pada
rentang 230-295 nm (pita II) dan 300-560 nm (pita I) (Neldawati, 2013).
Sebagai pembanding dapat digunakan kuersetin yang merupakan flavonoid
golongan flavonol yang mempunyai gugus keto pada C-4 dan memiliki gugus
hidroksi pada atom C-3 atau C-5 yang bertetangga dari flavon dan flavonol
(Cahyanta, 2016).
Di dalam isolasi senyawa, kromatografi sangat penting dan fundamental
untuk identifikasi, deteksi pemisahan, deteksi optimasi fase gerak, deteksi
kemurnian, dll. KLT akan memvisualkan senyawa-senyawa yang terkandung
dalam bahan sehingga bisa diketahui sifat-sifatnya terutama polaritas (Saifudin,
2014).
KLT menggunakan fase stasioner berupa lapisan tipis suatu adsorben,
misalnya gel silika dilapiskan pada pelat dan fase mobilnya adalah berupa
campuran pelarut. Sampel diaplikasikan pada pelat kemudian pelat diberdirikan
dengan ujung bawah dengan pelarut. Ketika pelarut naik akibat aksi kapiler pada
adsorben, komponen sampel terbawa dengan kecepatan yang berbeda, dapat
dilihat sebagai deretan titik-titik setelah pelatnya dikeringkan atau diwarnai atau
dilihat di bawah cahaya UV (Sumawinata, 2002).
Uji parameter spesifik pola kromatografi bertujuan untuk memberikan
gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram
(DepKes RI, 2000).

V. ALAT DAN BAHAN


5.1 Alat
- Alat pengaduk
- Beaker glass
- Chamber
- Gelas ukur
- Kertas saring
- Labu ukur
- Mikropipet
- Pipa kapiler
- Pipet volume
- Plat KLT
- Spektrofotometer UV-Vis

5.2 Bahan
- AlCl3 10%
- Aquades
- Baku quersetin
- Campuran n-butanol, asam asetat, aquades
- Etanol 95%
- Kalium asetat
- Larutan ekstrak
- Uap amonia

VI. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


6.1 Pembuatan Larutan Uji Ekstrak

No Prosedur Hasil Foto


Didapat 1 gram
1 Diambil 1 gram ekstrak ekstrak kental daun
jambu biji
Ekstrak dilarutkan dalam
2
25 mL etanol 95% Ekstrak menjadi
Diaduk selama 3 jam larut dalam pelarut
3 dengan menggunakan alat etanol 95%
pengaduk magnetic stirer
Larutan disaring, filtrat
Didapat larutan
yang diperoleh di ad etanol
4 ekstrak sebanyak
95% sampai 25 mL
25 mL
(Azizah, et al, 2014).

6.2 Pembuatan Kurva Baku

No Prosedur Hasil Foto


Didapat
Dibuat serangkaian
quersetin
larutan kuersetin
dengan
1 dalam etanol dengan
konsentrasi 40,
konsentrasi 40, 60, 80,
60, 80, 100 dan
100 dan 120 g/mL
120 g/mL
Diambil 0,5 mL dari
Didapat 5 mL
masing-masing
campuran
larutan, dicampur
sampel di
dengan 1,5 mL etanol
beaker glass
2 95%; 0,1 mL
dengan
alumunium klorida
konsentrasi 4, 6,
10%; 0,1 mL kalium
8, 10, dan 12
asetat 1 M dan 2,8 mL
ppm
aquades

Diinkubasi pada suhu


Sampel
3 kamar selama 30
terinkubasi
menit

Diukur serapannya
A=0,1384
dengan
(4ppm)
spektrofotometer UV-
A=0,42 (10
4 Vis pada panjang
ppm)
gelombang
A=0,5169
maksimum yaitu 438
(12ppm)
nm

Dibuat kurva baku Y=0,0472x-


5 standar 0,0509
(Azizah, et al, 2014). R2=1
6.3 Penentuan Jumlah Flavonoid dari Larutan Uji Ekstrak

No Prosedur Hasil Foto

Didapat 0,5 mL
Diambil sejumlah 0,5 mL larutan ekstrak
1
ekstrak etanol sampel daun jambu biji di
gelas beaker

Didapat 5 mL
Sampel dicampur dengan campuran ekstrak,
1,5 mL etanol 95%; 0,1 alumunium klorida,
2 mL alumunium klorida kalium asetat,
10%; 0,1 mL kalium asetat aquades, etanol
1 M dan 2,8 mL aquades 95% di gelas
beaker

Diinkubasi selama 30
3 Sampel terinkubasi
menit pada suhu kamar

Diukur serapannya dengan


A1=0,3355
spektrofotometer UV-Vis
4 A2=0,3316
pada panjang gelombang
A3=0,3349
maksimum yaitu 438 nm

Dihitung jumlah flavonoid Didapat jumlah


5
dengan metode kolorimetri flavonoid sebagai
alumunium klorida quersetin sebesar
dihitung dengan 2,03875%
persamaan :

Keterangan :
F1=jumlah flavonoid
dengan metode AlCl3
C=kesetaraan kuersetin
(ppm)
V=volume total ekstrak
etanol (mL)
F=faktor pengenceran
m=berat sampel (g)
(Depkes RI, 2000).

6.4 Pengujian Kualitatif Kandungan Kuersetin dalam Ekstrak

No Prosedur Hasil Foto

Larutan ekstrak dan baku Larutan ekstrak dan


kuersetin ditotolkan baku quersetin
1
masing-masing 1 cm di telah ditotol 1 cm
atas plat KLT di atas plat KLT
Didapat plat yag
telah
Plat dikembangkan dalam
dikembangkan
chamber jenuh yang
dalam chamber
2 mengandung 200 mL
yang berisi pelarut
campuran n-butanol, asam
champur yang telah
asetat dan air (4:1:5)
jenuh

Plat menjadi
Plat dikeringkan dan kering, terlihat spot
3
dilihat di bawah sinar UV sampel dan baku
quersetin

Rf sampel dihitung dan


Rf ekstrak = 0,94
4 dibandingkan dengan Rf
Rf quersetin = 1
standar
Untuk pengujian warna
spot sampel pada plat, spot
Spot baku quersetin
ditetesi amonia. Hasil
berwarna kuning,
5 positif ditunjukan dengan
spot ekstrak
perubahan warna menjadi
tampak lebih jelas
kuning pekat (kuersetin)
(Depkes RI, 2000).
VII. PERHITUNGAN
7.1 Perhitungan Pengenceran Kurva Baku
7.2 Pembuatan Kurva Baku
Konsentrasi Absorbansi
(ppm) (X) (Y)
4 0,1348
10 0,42
12 0,5169

Kurva Baku Kuersetin


0,6

0,5 0,5169

0,4 0,42

0,3 Absorbansi
Linear (Absorbansi)
0,2
0,1384 y = 0,0472x - 0,0508
0,1
R = 1
0
0 5 10 15

7.3 Penentuan Jumlah Flavonoid dari Larutan Ekstrak


7.4 Pengujian Kualitatif Kandungan Quersetin dalam Ekstrak
- Jarak yang ditempuh ekstrak (X1) = 3,3 cm
- Jarak yang ditempuh baku (X1) = 3,5 cm
- Jarak yang ditempuh pelarut (y) = 3,5 cm

VIII. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan uji KLT ekstrak dan spektrofotometri
kolorimetri ekstrak daun jambu biji. Uji KLT dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya kandungan kuersetin dalam sampel ekstrak daun jambu biji. Sedangkan
uji kolorimetri dilakukan untuk mengetahui kadar flavonoid total ekstrak sebagai
quersetin.

Sampel yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu ekstrak daun jambu
biji. Menurut literatur (FHI), daun jambu biji mengandung quersetin sebagai
identitas kimianya. Dengan begitu dapat diperkirakan bahwa sampel ekstrak daun
jambu biji yang digunakan juga mengandung quersetin sehingga dapat ditentukan
kadarnya.

Hal pertama yang dilakukan yaitu membuat larutan uji ekstrak. Larutan uji
ini berfungsi sebagai sampel yang akan diamati. Caranya yaitu dengan melarutkan
satu gram ekstrak daun jambu biji kental dengan 25 mL etanol 95% kemudian
diaduk dengan magnetic stirer selama 3 jam. Setelah itu larutan disaring dan
ditambah etanol hingga 25 mL.
Digunakan etanol sebagai pelarut karena berdasarkan literatur dan
pembuktian praktikum yang telah dilakukan oleh praktikan pada praktikum
sebelumnya, menunjukkan bahwa kandungan zat aktif pada simplisia daun jambu
biji lebih tertarik dengan pelarut etanol dibandingkan dengan pelarut air. Lalu
alasan diaduk selama 3 jam menggunakan magnetic stirer yaitu agar proses
pelarutan dapat berjalan dengan baik dengan tanpa meninggalkan sisa bahan
(ekstrak) pada permukaan gelas beaker tempat melarutka ekstrak. Dengan begitu
kandungan zat aktif dapat terdistribusi secara merata dalam larutan tersebut
sehingga ketika dilakukan uji hasilnya akan mendapatkan hasil uji yang baik.

Pada uji KLT, yang pertama kali dilakukan yaitu membuat fase gerak
berupa pelarut campur n-butanol, asam asetat dan air dengan perbandingan 4:1:5.
Setelah pelarut campur dibuat selanjutnya pelarut dijenuhkan di dalam chamber.
Pelarut yang telah jenuh dapat diamati dengan perubahan suhu chamber menjadi
lebih panas dari sebelumnya. Setelah pelarut jenuh, plat silika gel yang telah totol
dengan baku quersetin dan sampel ekstrak dimasukkan ke dalam chamber sampai
mengembang, yaitu sampai pelarut campur telah melewati jarak pada plat silika
gel yang telah ditentukan. Setelah itu plat ditempatkan dalam chamber jenuh yang
mengandung uap amonia kemudian diamati bawah sinar UV 254 nm.

Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran


antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Semakin dekat kepolaran sampel
dengan pelarut/fase gerak maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak
tersebut.

Pelarut campur yang digunakan sebelumnya dijenuhkan terlebih dahulu agar


agar fase gerak dapat bergerak dengan mudah dalam fase diam. Ciri pelarut sudah
jenuh yaitu suhu chamber menjadi hangat, ada uap di penutup chamber. Selain itu
dapat juga dilihat menggunakan kertas saring yang diletakan di sisi dalam
chamber, jika kertas saring basah artinya pelarut telah jenuh. Pelarut yang dipilih
untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan senyawa yang dianalisis.
Campuran pelarut yang digunakan bersifat polar. Kuersetin merupakan senyawa
polifenol yang memiliki lima gugus hidroksi (-OH), yang mengakibatkan senyawa
ini memiliki kepolaran tinggi.

Digunakan plat silika gel karena bahan tersebut bersifat inert, tidak bereaksi
terhadap pereaksi-pereaksi yang lebih sensitif. Plat silika gel bersifat non polar
sehingga digunakan pelarut yang bersifat polar.

Penotolan larutan ekstrak dan baku quersetin dilakukan menggunakan pipa


kapiler agar sampel yang ditotolkan jumlahnya tidak terlalu banyak. jika jumlah
sampel yang ditotolkan terlalu banyak, bentuk spot bisa menjadi tidak bulat
sehingga dapat mengganggu proses pengukuran Rf. Totolan antara baku dan
ekstrak diberikan jarak 1 cm agar titik antara ekstrak dengan baku tidak
bercampur.

Penambahan/penyemprotan dengan uap amoniak dapat membantu proses


pengamatan karena amoniak yang bereaksi dengan quersetin dan akan
memberikan warna kuning.

Plat silika diamati di sinar UV 254 nm karena tipe plat silika yang
digunakan yaitu GF254, artinya plat tersebut menyerap cahaya pada panjang
gelombang 254 nm sehingga akan tampak gelap, sedangkan yang akan
berfluorosensi yaitu bercak atau spot ekstrak dan quersetin. Dengan begitu jarak
yang ditempuh ekstrak dan quersetin dapat diamati dengan jelas sehingga nilai Rf
nya dapat ditentukan.

Ketika akan memasukkan tangan ke dalam alat fluorosens untuk memberi


tanda batas jarak tempuh sampel harus menggunakan sarung tangan karena sinar
UV berbahaya bagi tubuh, dapat menyebabkan mutasi gen. Untuk itu perlu
adanya tindakan pencegahan. Namun karena praktikan tidak membawa sarung
tangan, penandaan spot tidak dilakukan saat sedang diamati di bawah sinar UV,
namun penandaan spot dibantu dengan cara meneteskan amonia di atas spot
sampel ekstrak untuk memperjelas spotnya.
Hal selanjutnya yang diakukan yaitu menghitung nilai Rf ekstrak dan nilai
Rf quersetin kemudian dibandingkan. Rf dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan suatu senyawa. Jika kedua zat memiliki nilai Rf yang mirip
maka dapat dikatakan bahwa senyawa yang terkandung dalam kedua zat tersebut
memilki karakteristik yang sama. Dari hasil percobaan didapat nilai Rf ekstrak
adalah 0,94 sedangkan nilai Rf quersetin adalah 1. Dengan begitu dapat
disimpulkan bahwa ekstrak yang digunakan (ekstrak daun jambu biji)
mengandung quersetin karena nilai ekstrak keduanya berdekatan.

Namun nilai Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu
tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran fase gerak, dan
sebaliknya. Nilai Rf yang didapat oleh praktikan lebih dari 0,8 karena fase gerak
yang digunakan bersifat polar sedangkan sampel yang digunakan bersifat sangat
polar. Jika akan dilakukan uji KLT menggunakan sampel yang sama, praktikan
sarankan untuk mengganti kombinasi pelarut campur yang digunakan agar hasil
yang didapat lebih akurat.

Sebelum dilakukan uji kolorimetri pada ekstrak daun jambu biji, dibuat
terlebih dahulu baku quersetin untuk membuat kurva baku. Tujuan dibuatnya
kurva baku yaitu karena kurva baku akan dijadikan sebagai pembanding terhadap
ekstrak yang akan diuji. Alasan digunakan quersetin sebagai baku pembanding
yaitu karena quersetin merupakan flavonoid golongan flavonol yang memiliki
gugus keto pada atom C-4 dan juga gugus hidroksil pada atom C-3 dan C-5 yang
bertetangga.

Dalam pembuatan kurva baku harus memenuhi syarat validasi. Salah satu
syarat validasi yaitu adanya regresi linier. Regresi linier ini berguna untuk
mengetahui pegaruh/hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Dalam membuat kurva baku, yang pertama dilakukan yaitu membuat


larutan stok quersetin 200 ppm sebanyak 100 mL. Lalu dari larutan stok tersebut
dilakukan pengenceran sehingga didapat quersetin dengan konsentrasi 120 ppm,
100 ppm, 80 ppm, 60 ppm dan 40 ppm. Masing-masing pengenceran dibuat dalam
volume 10 mL. Alasan dilakukan pengenceran yaitu untuk mendapatkan larutan
baku quersetin dalam berbagai variasi konsentrasi sehingga dapat dibuat kurva
baku yang memiliki regresi linier. Pengenceran juga dilakukan agar sampel tidak
terlalu pekat sehingga dapat diidentifikasi di spektrofotometer. Lalu jumlah
volume pengenceran yang dibuat tidak terlalu banyak, hanya 10 mL. Hal tersebut
disesuaikan dengan kebutuhan pengamatan yang akan dilakukan agar tidak ada
bahan yang terbuang sehingga tidak boros dan dapat lebih hemat.

Setelah itu ke dalam beberapa gelas beaker dimasukkan 0,5 quersetin


dengan berbagai konsentrasi pada masing-masing gelas beaker, lalu ditambahkan
0,1 mL AlCl3, 0,1 mL kalium asetat, 1 mL etanol 95% dan 2,8 mL aquades. Jika
sudah campuran larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang lalu barulah
diamati di spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimal 438 nm.
Kemudian dibuat kurva kalibrasi dengan menghubungkan nilai absorbansi sebagai
sumbu Y dan nilai konsentrasi baku quersetin sebagai sumbu X.

Alasan ditambahkannya AlCl3 yaitu agar terbentuk kompleks berwarna biru


antara AlCl3 dengan gugus keto pada atom C-4 dan gugus hidroksi pada atom C-3
atau C-5 yang bertetangga dari golongan flavon dan flavonon sehingga akan dapat
diserap pada spektrofotometri UV-Visibel. Panjang gelombang maksimal yang
digunakan yaitu 438 nm karena pada panjang gelombang tersebut dapat menyerap
warna biru yang dihasilkan oleh komplek AlCl3 dan quersetin secara maksimal.
Sedangkan penambahan kalium asetat berfungsi untuk mendeteksi adanya gugus
7-hidroksil pada quersetin. Sebelum diamati di spektrofotometri UV-Vis sampel
diinkbasi terlebih dahulu agar reaksi dapat berjalan sempurna sehingga
memberikan intensitas warna yang maksimal, dengan begitu cahaya yang diserap
akan maksimal juga. Penambahan aquades hanya dimaksudkan sebagai
penggenap agar didapat konsentrasi yang diinginkan.

Setelah sampel diinkubasi, selanjutnya diukur serapannya di


spektrofotometer UV-Vis dengan max 438 nm. Setelah itu barulah dibuat kurva
baku dan dicari nilai R2 nya dengan menghubungkan nilai absorbansi sebagai
sumbu y dan konsentrasi sebagai sumbu x. Nilai r yang mendekati 1 menunjukkan
kurva kalibrasi linier dan terdapat hubungan antara konsentrasi larutan quersetin
dengan nilai serapan. Dari hasil pengukuran dan perhitungan didapat kurva baku
quersetin dengan Y=0,0472x-0,0509 dan R2=1. Nilai R2 yang baik menurut
penelitian terbaru yaitu berkisar antara 0,99-1. Dengan begitu dapat disimpulkan
bahwa kurva baku yang dibuat dapat digunakan karena memenuhi syarat validasi
regresi linier.

Setelah dibuat kurva baku selanjutnya barulah dilakukan uji penentuan


kadar flavonoid total ekstrak sebagai quersetin dengan cara memasukkan 0,5
larutan ekstrak pada gelas beaker, lalu ditambahkan 0,1 mL AlCl3, 0,1 mL kalium
asetat, 1 mL etanol 95% dan 2,8 mL aquades. Jika sudah campuran larutan
diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang lalu barulah diamati di
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimal 438 nm.

Dalam menggunakan kuvet untuk uji spektrofotometri perlu diperhatikan.


Bagian kuvet yang boleh dipegang yaitu bagian yang agak buram, jangan sampai
memegang bagian yang bening. Hal tersebut karena bagian bening kuvet akan
dilewati oleh sinar. Jika bagian bening dipegang dengan tangan, dikhawatirkan
ada kotoran atau lemak yang menempel pada kuvet sehingga cahaya yang
dilewatkan pada kuvet tidak dapat menembus dan lewat pada larutan uji. Dengan
begitu proses pengukuran absorbansi akan terganggu.

Dari hasil pengukuran didapat nilai absorbansi rerata ekstrak yaitu 0,334.
Nilai tersebut merupakan nilai Y. Selanjutnya nilai Y tersebut disubtitusikan pada
persamaan yang didapat pada uji kurva baku untuk mendapatkan konsentrasi
quersetin (C) sebagai x. Dari hasil perhitungan didapat nilai C sebesar 8,155 ppm.
Selanjutnya barulah dihitung jumlah flavonoid yang terkandung dalam ekstrak

menggunakan rumus . F merupakan faktor pengenceran.

Perlu dikalikan dengan faktor pengencernya karena yang akan dihitung adalah
kadar flavonoid total dari sejumlah 1 gram ekstrak yang dilarutkan pada 25 mL
etanol. Jika tidak dikalikan dengan faktor pengencer, maka yang didapat hanyalah
kadar flavonoid yang terkandung dalam ekstrak yang telah diencerkan, hasil yang
diperoleh akan lebih kecil dan hal tersebut jelas salah. Sehingga perlu dikalikan
dengan faktor pengencer untuk mengetahui jumlah flavonoid total ekstrak yang
terdapat dalam sejumlah 1 gram ekstrak dalam 25 mL yang digunakan di awal.
Dari hasil perhitungan didapat jumlah flavonoid dalam ekstrak sebesar 2,03875%.

Menurut Farmakope Herbal Indonesia, kadar flavonoid total pada ekstrak


daun jambu biji tidak kurang dari 1,40% dihitung sebagai quersetin dan diukur
pada panjang gelombang 425 nm. Dengan begitu, ekstrak daun jambu biji yang
digunakan sesuai dengan syarat yang telah ditentukan. Artinya ekstrak tersebut
dapat digunakan untuk dibuat suatu sediaan obat jadi.

IX. SIMPULAN
9.1 Dapat ditentukan kadar flavonoid total ekstrak sebagai kuersetin dengan
metode kolorimetri alumunium klorida. Kadar yang didapat yaitu
sebesar 2,03875%.
9.2 Didapat Rf baku kuersetin adalah 1 sedangkan Rf ekstrak daun jambu
biji adalah 0,94. Hal tersebut menunjukan bahwa dalam ekstrak tersebut
mengandung senyawa kuersetin karena nilai Rf keduanya saling
berdekatan.
DAFTAR PUSTAKA

Anam, Syariful, M. Yusran, Alfred T., Nurlina I., Ahmad K., Ramadanil, M.
Sulaiman Z. 2013. Standarisasi Ekstrak Etil Asetat Kayu Sanrego (Lunasia
amara Blanco). Online Journal of Natural Science. Vol. 2 (3) : 1-8.

Azizah, Dyah Nur, Endang K., Fahrauk F. 2014. Penetapan Kadar Flavonoid
Metode AlCl3 pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao
L.). Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol. 2 (2) : 45-49.

Cahyanta, Agung Nur. 2016. Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Daun
Pare Metode Kompleks Kolori dengan Pengukuran Absorbansi secara
Spektrofotometri. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol. 5 (1) : 58-61.

Carbonaro and Grant. 2005. Absorption of Quercetin and Rutin in Rat Small
Intestine. Annals Nutrition and Metabolism. Vol. 49 (3) : 178-182.

DepKes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta :
DepKes RI.

Dewick, P.P. 2002. Medicinal Natural Products, A Biosynthetic Approach.


Nottingham : John Wiley and Sons, Ltd., School of Pharmaceutical
Sciences University of Nottingham.

Kunle, O.F., et al. 2012. Standardization of Herbal Medicines-A review.


Available online at
http://www.academicjournals.org/article/article1380017716_Kunle%20et%
20al.pdf . [Diakses 31 Oktober 2016 pukul 9:31 WIB].

Lestari, Fatma. 2009. Bahaya Kimia : Sampling dan Pengukuran Kontaminan


Kimia di Udara. Jakarta : EGC.

Mursyidi, A. 1990. Analisis Metabolit Sekunder. Yogyakarta : UGM Press.


Neldawati, Ratnawulan dan Gusnedi. 2013. Analisis Nilai Absorbansi dalam
Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat.
Pillar of Physics. Vol. 2 : 76-83.

Pathik, Patel, Patel N. M., Patel P. M. 2011. WHO Guidelines on Quality Control
of Herbal Medicines. IJRAP. Vol. 2 (4) : 1148-1154.

Rompas, R.A., Hosea J. Edy dan A. Yudistira. 2012. Isolasi dan identifikasi
flavonoid dalam Daun Lamun (Syringodium isoetifolium). Pharmacon. Vol.
1(2) : 59-63

Saifudin, Aziz. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder Teori, Konsep dan
Teknik Pemurnian. Yogyakarta : Deepublish.

Sumawinata, Narlan. 2002. Seranai Istilah Kedokteran Gigi Inggris-Indonesia.


Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai