Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI


PENETAPAN KADAR RHODAMIN B PADA SAMPEL KOSMETIK
SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV – VIS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5 - GELOMBANG C

1. FATHUR FADILLAH PASHA (052191132)


2. IKA FAJRIN KURNIAPUSPA A (052191133)
3. MEISSY ISTANTY TANAPUTRA (052191134)
4. RIZKI AMALIA (052191135)
5. DIAN ALYA KURNIASARI (052191136)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI TRANSFER


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
SEMARANG
2020
DAFTAR ISI

COVER .......................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................. 2
I. PEMBAGIAN JOBDESK ................................................................. 3
II. JUDUL PRAKTIKUM ...................................................................... 4
III. TUJUAN PRAKTIKUM.................................................................... 4
IV. TANGGAL PRAKTIKUM ................................................................ 4
V. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4
VI. ALAT DAN BAHAN ........................................................................ 10
VII. CARA KERJA ................................................................................... 14
VIII. DATA DAN ANALISIS .................................................................... 18
IX. PEMBAHASAN ................................................................................ 24
X. KESIMPULAN .................................................................................. 31
XI. DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 32
XII. LAMPIRAN ....................................................................................... 33

2
I. PEMBAGIAN JOBDESK
No Nama Jobdesk
1 Fathur Fadillah Pasha Membuat kurva baku Rhodamin
B ke- 6 konsentrasi
Mengukur ke-6 konsentrasi
larutan Baku pada
spektrofotometer UV-Vis
Perhitungan
Pembuatan laporan akhir
2 Ika Fajrin Kurniapuspa Membuat konsentrasi Rhodamin
A B 50 ppm dan 2 ppm
Mengukur panjang gelombang
maksimal dan Operating Time
Perhitungan
Pembuatan laporan akhir
3 Meissy Istanty Membuat Fase Gerak
Tanaputra Menyiapkan Alat Bahan
Penotolan Pada Plat KLT
Perhitungan
Pembuatan laporan akhir
4 Rizki Amalia Membuat Fase Gerak
Menyiapkan Alat Bahan
Penotolan Pada Plat KLT
Perhitungan
Pembuatan laporan akhir
5 Dian Alya Kurniasari Membuat kurva baku Rhodamin
B ke-6 konsentrasi
Mengukur ke-6 konsentrasi
larutan Baku pada
spektrofotometer UV-Vis
Perhitungan
Pembuatan laporan akhir

3
II. JUDUL PRAKTIKUM
Penetapan Kadar Rhodamin B Pada Sampel Kosmetik Secara
Spektrofotometri UV – Vis.

III. TUJUAN PRAKTIKUM


Menganalisis kandungan pewarna Rhodamin B pada sampel kosmetik
secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode Spektrofotometri UV – Vis.

IV. TANGGAL PRAKTIKUM


Hari / Tanggal : Jumat / 06 Maret 2020
Waktu : Pukul 12.30 – 15.00

V. TINJAUAN PUSTAKA
Akhir-akhir ini penggunaan kosmetik untuk menambah estetika
semakin meningkat. Berdasarkan lembaga survey, sepuluh produk
kosmetika dekoratif yang paling banyak digunakan khususnya bagi para
wanita adalah bedak, foundation, pelembab, lipgloss, maskara, lipstik,
eyeliner, pemerah pipi, pensil alis, dan eye shadow (Tranggono, 2007).
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luar tubuh manusia (kulit, rambut, kuku, bibir, dan
organ genital bagian luar), atau gigi dan membran mukosa mulut, terutama
untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik (Permenkes RI No.1175/MENKES/PER/VIII/2010).
Persyaratan Kosmetik Kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu serta
persyaratan lain yang ditetapkan.
b. Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik.

4
c. Terdaftar pada dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan
makanan. Pewarna yang digunakan dalam kosmetika umumnya terdiri atas
2 jenis yaitu:
a. Pewarna yang dapat larut dalam cairan (solube), air, alkohol, minyak.
Contoh warna kosmetika adalah pewarna asam (acid dyes) yang merupakan
golongan terbesar pewarna pakaian, makanan dan kosmetika. Unsur
terpenting dalam pewarna ini adalah gugus azo. Solvent dyes yang larut
dalam air atau alkohol, misalnya: merah DC, 11 merah hijau NO.17, violet,
kuning. Xanthene dyes yang dipakai dalam lipstik, misalnya DC orange,
merah dan kuning.
b. Pewarna yang tidak dapat larut dalam cairan (insoluble), yang terdiri atas
bahan organik dan inorganik, misalnya lakes, besi oksida (wasitaadmadja,
1997: 25).
Umumnya di pasaran sudah banyak beredar sediaan kosmetika
untuk jenis pemutih, pewarna bibir atau perona wajah serta kosmetika yang
berperan untuk keindahan kulit wajah lainnya. Seiring dengan
perkembangan, banyak kosmetika yang beredar selain dibuat dengan bahan-
bahan alami banyak yang menambahkan zat-zat kimia dalam kosmetika,
salah satunya bahan pewarna. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan Nomor KH.00.01.432.6147 zat warna yang
dilarang dalam penggunaan kosmetika salah satunya Rhodamin B.

Struktur Kimia Rhodamin B (Mamoto dan Citraningtyas, 2013).

Nama Kimia : N- [9 - (carboxyphenyl) – ( dyetilamino) - 3H-Xanten-3-


ylidene] -N- ethylethanaminium clorida.
Nama Lazim : Tetraethylrhodamine, D & C Red No. 19 Rhodamin B
Clorida; C.I Basic Violet 10; C.I 45170 Rumus Kimia : C28H31C1N2O3

5
BM : 479
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air menghasilkan larutan merah
kebiruan dan berflourosensi kuat jika diencerkan. Sangat mudah larut dalam
Alkohol; sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Larutan
dalam asam kuat membentuk senyawa dengan kompleks 18 antimon
berwarna merah muda yang larut dalam isopropil eter

Penggunaan : sebagai pewarna untuk sutra, katun, wol, nilon, serat


asetat,kertas, tinta, dan pernis, sabun, pewarna kayu, bulu, kulit, dan
pewarna untuk keramik china. Juga digunakan sebagai pewarna obat dan
kosmetik dalam bentuk larutan encer, tablet, kapsul, pasta gigi, sabun,
larutan penggeriting rambut, garam mandi, lipstik dan pemerah pipi.
Pewarna ini juga digunakan sebagai alat pendeteksian dalam pencemaran
air, sebagai pewarna untuk lilin dan bahan antibeku, dan sebagai reagent
untuk menganalisa antimoni, bismut, kobalt, niobium, emas, mangan,
merkuri, molibdenum, tantalum, tallium, dan tungsten (Lyon, 1978).
Rhodamin B merupakan pewarna sintetis yang dilarang
penggunaannya pada makanan berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan RI
Nomor 239/MenkesPer/Per/V/85 mengenai zat warna tertentu yang
dinyatakan sebagai bahan bahaya. Rhodamin B, yaitu zat pewarna berupa
serbuk kristal berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, serta
mudah larut dalam larutan warna merah terang berfluoresan sebagai bahan
pewarna tekstil atau pakaian. Penggunaan Rhodamin B pada makanan dan
kosmetik dalam waktu yang lama akan dapat mengakibatkan gangguan
fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila terpapar Rhodamin B
dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut
keracunan Rhodamin B (Yuliarti, 2007).
Oleh karena itu perlu dilakukan analisis zat warna yang digunakan
pada sediaan kosmetik pemerah pipi dan eye shadow yang beredar
diperdagangan untuk memastikan keamanannya agar masyarakat sebagai
konsumen kosmetik dapat terhindar dari efek berbahaya zat warna yang
dilarang.

6
Untuk menganalisis keberadaan Rhodamin B dalam pemerah pipi
dan eye shadow dapat digunakan metode kromatografi lapis tipis dan
Spektrofotometer UV-Visibel. Identifikasi Rhodamin B dilakukan dengan
cara kromatografi lapis tipis (KLT). Penggunaan kromatografi lapis tipis
untuk pemisahan 2 fase yang sederhana dan cepat dalam proses pemisahan
dan sensitif (Khopkar, 2002).
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan campuran
analit dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu
melihat komponen/analit yang terpisah dengan penyemprotan atau
pengecatan. Dalam bentuk yang paling sederhana, lempeng-lempeng KLT
dapat disiapkan di laboratorium, lalu lempeng diletakkan dalam wadah
dengan ukuran yang sesuai, lalu kromatogram hasil dapat discanning secara
visual (Rohman, 2012: 329). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya
lebih mudah dan lebih murah, demikian juga peralatan yang digunakan.
Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana
dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakan
setiap saat secara cepat (abdul, 2009: 45).
Penjerap/Fase diam pada KLT Dua sifat penjerap yang penting
adalah ukuran partikel dan fase diam yang digunakan dalam KLT
merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30
µm. Semakin kecil ukuran ratarata partikel fase diam dan semakin sempit
kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal
efisiensinya dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah
silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi-desorpsi
(perpindahan analit dari fase diam ke fase gerak dan sebaliknya) yang utama
pada KLT adalah partisi dan adsorpsi. Lapisan tipis yang digunakan sebagai
penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar
ion, gel eksklusi, dan siklodestrin, yang digunakan untuk pemisahan kiral
(Rohman , 2012: 324).
Silika gel merupakan penjerap yang paling sering digunakan dalam
studi KLT, lempeng KLT silika gel yang beredar dipasaran mempunyai
rata-rata ukuran partikel 10 µm dengan kisaran ukuran yang lebih sempit.

7
Lempeng-lempeng KLT tersedia dengan indikator fluorosen (bahan yang
berflourosensi/berpendar), yang biasanya berupa seng silikat atau fosfor
yang diaktivasi oleh mangan(Mn), yang akan mengemisikan suatu
flourosensi hijau ketika diradiasi/disinari dengan lampu UV (lampu Hg)
pada panjang gelombang 254 nm. Senyawasenyawa yang mampu menjerap
sinar UV akan muncul sebagai bercak- 23 bercak hitam terhadap dasar yang
berflourosensi hijau disebabkan oleh adanya peredaman flourosensi
(Rohman, 2012: 335-336).
Dalam KLT dan juga Kromatografi Kertas, hasil-hasil yang
diperoleh digambarkan dengan mencantumkan nilai Rf-nya yang merujuk
pada migrasi relatif analit terhadap ujung depan fase gerak atau eluen, dan
nilai ini terkait dengan koefesien distribusi komponen. Maka nilai Rf
didefenisikan sebagai berikut :

Nilai Rf dapat digunakan sebagai cara untuk analisis kualitatif (Rohman,


2012: 331).
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri
dari spektrometer dan fotometer, spektrofotometer menghasilkan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat
pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi
spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika
energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi
dari panjang gelombang (Khopkar, 2008: 225).
Spektrofotometri UV-Vis merupakan metode yang digunakan untuk
menguji sejumlah cahaya yang diabsorpsi pada setiap panjang gelombang
di daerah UV dan Tampak. Dalam instrumen ini suatu sinar cahaya terpecah
sebagian cahaya diarahkan melalui sel transparan yang mengandung suatu
larutan senyawa tetapi mengandung pelarut. Ketika radiasi elektromagnetik
dalam daerah UV-Vis melewati suatu senyawa yang mengandung ikatan
rangkap, sebagian dari radiasi biasanya diabsorpsi oleh senyawa. Hanya
beberapa radiasi yang diabsorpsi tergantung pada 31 panjang gelombang

8
dari radiasi dalam struktur senyawa (Mulja, 1995: 48 – 49). Pendeteksian
senyawa dengan cara sederhana menggunakan spektrofotometer ultraviolet
dilakukan pada panjang gelombang 254 nm dan 356 nm. Radiasi senyawa
pada panjang gelombang 254 nm menunjukkan radiasi gelomang pendek,
sedangkan pada panjang gelombang 356 nm menunjukkan radiasi
gelombang panjang. Bila senyawa menyerap sinar UV, maka akan tampak
sebagai bercak gelap pada latar belakang yang berflourosensi (Stahl, 1985:
3-18).
Prinsip penggunaan alat spektrofotometer UV-Visibel adalah
melewatkan radiasi melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron pada
ikatan di dalam molekul tereksitasi sehingga menempati kuantum yang
lebih tinggi, dan dalam prosesnya menyerap sejumlah energi yang melewati
larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut ditahan di dalam ikatan
molekul, semakin panjang gelombang (energi lebih rendah) radiasi yang
diserap (Watson, 2010).
Besarnya penyerapan radiasi sebanding dengan jumlah molekul,
sesuai dengan hukum Lambeert-Beer menurut Watson (2010) dapat dilihat
pada persamaan 1.
A=εBC
Keterangan :
A = Serapan (Absorbansi) (nm)
ε = Absorbtivitas molar (Nilai ekstensi)
B = Tebal tempat komponen (Tebal kurvet) (cm)
C = Konsentrasi komponen (yang dicari) (Watson, 2010).
Persamaan 1. Rumus Serapan Hukum Lambeert-Beer
Cairan pelarut yang digunakan untuk analisis menggunakan
spektrofotometer UV-Visibel memiliki syarat, yaitu tidak mengandung
sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak
berwarna, tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis,
serta kemurniannya harus tinggi (Mulja dan Suharman 1995).

Konfigurasi dasar setiap spektrofotometer visibel tersusun pada gambar 4.

9
SR M RS D A R

Keterangan :
SR = Sumber radiasi
M = Monokromator
RS = Ruang Sampel (kuvet)
D = Detektor
A = Amplifier (penguat sinyal)
R = Recorder (perekam)

VI. ALAT DAN BAHAN


a. Alat
No Nama Alat Alat Keterangan
1 Gelas Ukur Sebagai alat ukur volume
cairan yang tidak
memerlukan ketelitian
yang tinggi

2 Beker Glass Sebuah nwadah


penampung yang
digunakan untuk
mengaduk, mencampur,
dan memanaskan cairan

3 Timbangan Untuk mengukur massa


Analitik suatu zat baik itu zat padat
maupun zat cair.

10
4 Lempeng Sebagai zat penyerap,
Silica Gel pengering dan penopang
katalis.

5 Spektrofotome Merupakan alat


tri UV-Vis spektrofotometer yang
digunakan untuk
pengukuran di daerah
ultraviolet dan di daerah
tampak

6 Kuvet Digunakan untuk


menempatkan larutan
tembus pandang yang akan
di ukur nilai absorbansi nya
pada peralatan instrument
spektrofotometer ultra
violet.

11
7 Pipet Tetes Membantu memindahkan
cairan dari suatu wadah ke
wadah lainnyadalam
jumlah yang amat kecil,
yaitu setetes demi setetes.

8 Pipit Ukur Untuk memindahkan suatu


volume cairan dari satu
tempat ke tempat lain.

9 Spatula Alat untuk mengambil


objek.

10 Chamber Digunakan sebagai tempat


untuk meletakan fase gerak

12
11 Pipa Kapiler Digunakan sebagai alat
untuk menotolkan sampel.

12. Labu Takar Digunakan untuk


mengukur larutan secara
spesifik dengan ketelitian
pengukuran yang sangat
tinggi. Alat ini biasa
digunakan untuk
mengencerkan larutan

13 Pipet Volume Digunakan untuk


mengambil larutan
dengan volume tertentu
sesuai dengan
ukuran pipet volume.

13
b. Bahan
1. Rhodamine B
2. Etil Asetat
3. N – Butanol
4. Amoniak 25%
5. Metanol
6. Aquades
7. HCl 4 N
8. Kertas Saring Whatman 1
9. Sampel Kosmetik A : perona pipi yang memiliki izin edar
10. Sampel Kosmetik B : perona pipi yang tidak memiliki izin edar
11. Sampel Kosmetik C : perona pipi dari Laboratorium Farmasi

VII. CARA KERJA


1. Preparasi Sampel

Ditimbang 5 gram sampel perona pipi

Dimasukkan ke dalam beaker gelas

Ditambah 16 tetes HCL 4 N dan Ditambah 20 mL metanol,


dihomogenkan

Dituang ke dalam labu takar 100 mL, dicukupkan dengan aquadest


sampai tanda batas. Dihomogenkan

Disaring menggunakan kertas saring

14
2. Identifikasi Kualitatif

Disiapkan plat silika gel diberi tanda batas 1 cm dari bawah dan batas
perambatan 5 cm

Disiapkan fase gerak dalam chamber dengan campuran n-butanol : etil


asetat : amoniak (5,5 : 2 : 2,5)

Diambil sampel yang sudah dipreparasi dengan pipa kapiler dan


ditotolkan pada batas awal plat silika gel (baku rhodamin, sampel A, B
dan C)

Dimasukkan dalam fase gerak yang sudah jenuh

Diamati dan ukur Rf setiap spot yang muncul

3. Penetapan Kadar
a. Pembuatan Larutan Rhodamin B 1000 ppm

Ditimbang 50 mg pewarna rhodamin B

Dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL

Ditambahkan aquades secukupnya dan dikocok hingga homogen

Ditambahkan aquades hingga garis tanda dan dihomogenkan

15
b. Pembuatan Larutan Rhodamin B 50 ppm

Dipipet 2,5 mL larutan rhodamin B 1000 ppm

Dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

Ditambahkan aquades sampai garis batas

c. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Rhodamin B

16
Dipipet 2 mL larutan rhodamin B

Dimasukkan kedalam labu takar 50 mL (konsentrasi 2 ppm)

Ditambahkan aquades sampai garis tanda dan dihomogenkan

Diukur serapan maksimum panjang gelombang 400 - 800 nm

Blanko yang digunakan aquades

d. Penentuan Waktu Kerja Larutan Rhodamin B

17
Dipipet 2 mL larutan kerja rhodamin B 50 ppm

Dimasukkan kedalam labu takar 50 mL (konsentrasi 2 ppm)

Ditambah aquades sampai garis tanda dan dihomogenkan

Diukur panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada menit ke 0


sampai menit ke 30

e. Pembuatan Kurva Kalibrasi

18
Dipipet larutan rhodamin B 50 ppm kedalam labu takar berturut-turut
0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; 2 mL; 2,5 mL; 3 mL (0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3 ppm)

Ditambah aquades sampai garis tanda, dikocok hingga homogen

Diukur serapan panjang gelombang maksimum yang diperoleh

19
f. Pengujian Sampel

Dipipet 2 mL filtrat (hasil preparasi sampel)

Dimasukkan kedalam labu takar 100 mL

Dicukupkan dengan aquades sampai garis tanda dan dihomogenkan

Diukur serapan pada panjang gelombang maksimal yang diperoleh

VIII. DATA DAN ANALISIS


Metode Analisis : Kuantitatif dan Kualitatif
Sampel :
1. Sampel kosmetik A (perona pipi yang memiliki ijin edar)
2. Sampel kosmetik B (perona pipi yang tidak memiliki ijin edar)
3. Sampel kosmetik C (perona pipi dari Laboratorium Farmasi)
Gambar sampel A,B,C dapat dilihat pada lampiran
1. Preparasi Sampel
a. Sampel A
Berat Kertas Perkamen : 0,244 gram
Berat Kertas + Sampel : 5,244 gram
HCl 4 N : 16 tetes
Metanol : 20 mL
Diarutkan metanol dalam labu takar 100 mL

20
b. Sampel B
Berat Kertas Perkamen : 0,245 gram
Berat Kertas + Sampel : 5,245 gram
HCl 4 N : 16 tetes
Metanol : 20 mL
Diarutkan metanol dalam labu takar 100 mL
c. Sampel C
Berat Kertas Perkamen : 0,260 gram
Berat Kertas + Sampel : 5,260 gram
HCl 4 N : 16 tetes
Metanol : 20 mL
Diarutkan metanol dalam labu takar 100 mL

2. Analisa Kualitatif :
Menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis
a. Fase Diam : Lempeng Silica Gel GF 254 nm
b. Fase Gerak : n-butanol : etil asetat : amoniak dengan perbandingan 5,5 : 2 : 2,5
5,5
a. n– butanol = × 10 𝑚𝐿 = 5,5 𝑚𝐿
10
2
b. Etil Asetat = 10 × 10 𝑚𝐿 = 2 𝑚𝐿
2,5
c. Amoniak = × 10 𝑚𝐿 = 2,5 𝑚𝐿
10

c. Jarak rambat : 5 cm
d. Data perambatan spot :
1. Baku Rhodamin : 0,5 cm
2. Sampel A : - (tidak terbentuk perambatan)
3. Sampel B : 2 cm
4. Sampel C : 2,8 cm
e. Hasil nilai Rf :
0,5 𝑐𝑚
1. Baku : = 0,1
5 𝑐𝑚

2. Sampel A :-
2 𝑐𝑚
3. Sampel B : 5 𝑐𝑚 = 0,4

21
2,8 𝑐𝑚
4. Sampel C : = 0,56
5 𝑐𝑚

Keterangan :
Baku : Baku Rhodamin B
Sampel A : Perona pipi yang memiliki ijin edar
Sampel B : Perona pipi yang tidak memiliki ijin edar
Sampel C : Perona pipi dari Laboratorium Farmasi

3. Larutan Baku Rhodamin B


Pembuatan Kurva Kalibrasi :
0,5 ppm

1 ppm 100 ml

1,5 ppm

2 ppm  25 ml

2,5 ppm 100 ml

3 ppm

1. Pembuatan Larutan Rhodamin B 1000 ppm (dibuat dalam labu takar 50


mL)
1000 ppm  1000 µg/mL x 50 mL = 50.000 µg = 50 mg (dalam 50 mL)

2. Pembuatan Larutan Rhodamin B 50 ppm


Rhodamin B 50 ppm dari 1000 ppm, dalam 100 mL 
V1.N1 = V2.N2
X . 1000 ppm = 100 mL . 50 ppm
X = 5 mL

Sehingga dipipet 5 mL larutan Rhodamin B 1000 ppm yang kemudian


dilarutkan dengan aquadest pada labu takar 100 mL.

3. Pembuatan Larutan Rhodamin B dengan 6 seri konsentrasi (dipipet dari


Rhodamin B 50 ppm)
a. 0,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
X . 50 ppm = 100 mL . 0,5 ppm
X = 1 mL

22
b. 1 ppm
V1.N1 = V2.N2
X . 50 ppm = 100 mL . 1 ppm
X = 2 mL

c. 1,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
X . 50 ppm = 100 mL . 1,5 ppm
X = 3 mL

d. 2 ppm
V1.N1 = V2.N2
X . 50 ppm = 25 mL . 2 ppm
X = 1 mL

e. 2,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
X . 50 ppm = 100 mL . 0,5 ppm
X = 5 mL
f. 3 ppm
V1.N1 = V2.N2
X . 50 ppm = 100 mL . 3 ppm
X = 6 mL

4. Analisa Kuantitatif
Menggunakan metode Spektrofotometri UV –Vis
1. Penentuan panjang gelombang maksimal (λ max)
Digunakan Baku Rhodamin 2 ppm dan dihasilkan :
λ max : 553,80 nm
Absorbansi : 0,406
2. Penentuan waktu pendiaman/Operating Time
Menit Ke- Absorbansi
1 0,389
2 0,389
3 0,389
4 0,389
5 0,389
6 0,389
7 0,389
8 0,389
9 0,389

23
10 0,389
11 0,390
12 0,390
13 0,391
14 0,390
15 0,391
16 0,390
17 0,390
18 0,390
19 0,390
20 0,390
21 0,390
22 0,390
23 0,390
24 0,390
25 0,390
26 0,390
27 0,390
28 0,390
29 0,390
30 0,390
Kesimpulan : Operating Time yang didapat dimulai pada menit ke-16
yaitu dengan absorbansi sebesar 0,390 yang stabil hingga menit ke-30.

3. Hasil Kurva Baku Rhodamin B


Konsentrasi Absorbansi
0,5 ppm 0,103
1 ppm 0,207
1,5 ppm 0,325
2 ppm 0,404
2,5 ppm 0,527
3 ppm 0,612

24
Grafik Hubungan antara Konsentrasi dengan
Absorbansi Baku Rhodamin B
0,7 0,612
0,6 0,527
Absorbansi 0,5 0,404
0,4 0,325
0,3 0,207 Series1
0,2 0,103 Linear (Series1)
0,1 y = 0,2048x + 0,0046
R² = 0,9987
0
0 1 2 3 4
Konsentrasi Baku Rhodamin B (ppm)

λ max : 553,80 nm
OT : 16 menit
Didapat regresi linear :
a : 4,6 x 10-3
b : 0,204
r : 0,9987
Pada pengukuran serapan absorbansi pada konsentrasi larutan Rhodamin B (2
ppm) yang dilarutkan pada labu ukur 25 mL diperoleh hasil yang terkendala
yaitu r = 0,96 dengan absorbansi 0,392 sehingga dilakukan pengulangan
pembacaan abosrbansi lagi dengan kalibrasi konsentrasi larutan Rhodamin B (2
ppm) pada labu ukur 100 ml dan diperoleh absorbansi 0404 dengan r = 0,9987

4. Hasil Absorbansi sampel di ukur sampel C (yang mendekati baku dari


hasil KLT)
Sampel yang diukur pada spektrofotometer UV-Vis yakni 2 mL filtrat
sampel C (yang telah dipreparasi) yang dilarutkan dalam metanol pada
labu takar 100 mL.
Sehingga didaat absorbansi : 0,562
5. Perhitungan kadar :
Diketahui :
y = 0,562 (absorbansi dari sampel C yang diduga positif Rhodamin B)

25
y = bx + a
y : absorbansi sampel
x : kadar yang dicari
b dan a : didapat dari hasil regresi linear baku Rhodamin B
Sehingga diperoleh :
0,562 = 0,204 x + 4,6 x 10-3
0,204 x = 0,5574
Absorbansi = 0,562
0,5574
x = = 2,732 ppm ̴ 2,732 µl/ml
0,204

Sehingga dapat disimpulkann kadar Rhodamin B pada sampel C sebesar =


2,732 ppm
𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
% Kadar : 𝑥 100 %
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑥 10 𝑥 1000
2,732 𝑥 50
= 5 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 10 𝑥 1000 𝑥 100 %

= 0,2732 %

Dari hasil data tersebut, dapat disimpulkan bahwa baku yang tidak terlihat pada
analisa kualitatif dengan metode KLT disebabkan beberapa faktor yang akan
dibahas pada bab pembahasan, namun dipilih sampel C yang di tetapkan kadarnya
menggunakan spetrofotometer UV-Vis karena sampel C mendekati baku, hal ini
mengikuti kelompok lain yang mana sebagian besar sampel C lebih mendekati baku
Rhodamin B.

IX. PEMBAHASAN
Praktikum Analisa Farmasi yang dilaksanakan pada Hari Jum’at tanggal 6
Maret 2020, kelompok praktikum gelombang C1 dan C2 melakukan praktikum
tentang Analisis Kualitatif dan Kuantitatif yakni Penetapan Kadar Rhodamin B
Pada Sampel Kosmetik (yakni perona pipi) yang dilakukan secara Spektrofotometri
UV-Visibel.
Kosmetik yang digunakan yakni perona pipi baik yang memiliki izin edar
maupun yang tidak memiliki izin edar. Kosmetik sendiri merupakan sediaan atau
paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis,

26
rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk
membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya
tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk
mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (BPOM, 2003: 2). Rhodamin B
merupakan zat warna sintetik yang dilarang penggunaannya dalam kosmetik dan
dinyatakan sebagai bahan yang berbahaya menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 376/MenKes/Per/1990 karena dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal
dan limfa yang diikuti perubahan anatomi berupa pembesaran organ. Namun pada
sebagian masyarakat, rhodamin B masih digunakan untuk mewarnai suatu produk
baik itu produk makanan, minuman, obat-obatan maupun kosmetik.
Sampel perona pipi yang dianalisis merupakan perona pipi yang beredar di
pasar (B) daerah Ungaran dimana sampel perona pipi yang diambil berdasarkan tiga
parameter perona pipi memiliki ijin edar BPOM, perona pipi tidak memilik ijin edar
BPOM dan perona pipi dari Laboratorium Farmasi. Pengambilan sampel yang
dilakukan menggunakan prinsip Random Sampling, yakni cara pengambilan
sampel dilakukan terhadap bahan yang homogen dan dilakukan secara random baik
saat memilih kosmetik maupun saat preparasi sampel. Sampling merupakan proses
penarikan contoh dari suatu kuantitas besar bahan, suatu porsi kecil bahan yang
benar-benar mewakili komposisi seluruh bahan, dimana dasar-dasar sampling
terdiri dari kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Pada kosmetik yang diperoleh
(yakni sampel B) sudah memenuhi kriteria inklusi yakni tidak terdapat izin edar
BPOM, warna merah (hal ini dikarenakan rhodamin identik dengan warna merah),
dan harga yang termasuk murah di pasaran. Sedangkan pada sampel A juga sudah
memenuhi kriteria eksklusi yakni yang memiliki izin edar BPOM. Sedangkan pada
sampel C yakni perona pipi yang telah disediakan dari Laboratorium Farmasi
Universitas Ngudi Waluyo.
Sampel yang digunakan adalah sebagai berikut :
Baku : Baku Rhodamin B
Sampel A : Perona pipi yang memiliki ijin edar (V)
Sampel B : Perona pipi yang tidak memiliki ijin edar (K)
Sampel C : Perona pipi dari Laboratorium Farmasi

27
Sebelum dilakukan analisis kuantitatif rhodamin B pada sampel, perlu
terlebih dahulu dilakukan analisis kualitatif yakni dengan identifikasi untuk
mengetahui ada tidak Rhodamin B pada sampel yang diteliti dengan menggunakan
metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Dilakukan analisis kualitatif yang
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan Rhodamin B dalam sampel
A,B maupun C. Untuk analisis kualitatif, pertama-tama dilakukan pembuatan
larutan preparasi sampel perona pipi dan pembuatan larutan baku Rhodamin B 50
ppm. Teknik prepaparasi sampel dilakukan untuk memisahkan analit dari matriks
sampel yang sangat komplek, mengencerkan sehingga diperoleh analit dengan
konsentrasi yang lebih rendah dari semula, dan mengubah analit menjadi senyawa
lain yang dapat dianalisis dengan instrumentasi yang tersedia. Untuk pembuatan
larutan sampel pertama-tama sampel perona pipi ditimbang 5 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan selanjutnya ditambahkan 16 tetes HCl 4 N
sebagai pereaksi untuk lebih memperjelas warna merah dari Rhodamin B yang
terdapat pada sampel, serta asam klorida digunakan untuk mendeskripsikan
senyawa-senyawa yang berada dalam sampel perona pipi dan menstabilkan
kandungan pada rhodamin B yang ada dalam sampel agar tidak terjadi perubahan
dari bentuk terionisasi yang menjadi bentuk netral. Kemudian dilarutkan dengan 20
mL metanol dan dihomogenkan. Fungsi penambahan metanol dalam preparasi
sampel ini yakni sebagai pelarut. Metanol merupakan senyawa organik yang
bersifat polar yang memiliki titik didih rendah maka dari itu dapat dengan baik
melarutkan zat organik yang bersifat polar. Larutan dituang ke dalam labu takar 100
mL, kemudian di cukupkan dengan metanol sampai tanda batas dan dihomogenkan
selanjutnya filtrat disaring dengan menggunakan kertas saring. Penyaringan
dilakukan untuk memisahkan zat warna dari senyawa-senyawa pengotor yang ada
dalam perona pipi sehingga pada saat penotolan dilakukan mendapat hasil yang
baik. Filtrat yang diperoleh inilah yang kemudian akan digunakan untuk
identifikasi. Hasil penampakan pada sampel A,B dan C yang telah dipreparasi dapat
dilihat pada lampiran.
Kromatografi Lapis Tipis bekerja dengan cara pemisahan senyawa
berdasarkan adsorbsi dan koefisien partisi. Pelarut yang digunakan bersifat polar
yang akan berikatan dengan senyawa yang juga bersifat polar begitu juga

28
sebaliknya. Maka apabila semakin dekat kepolaran antar senyawa dengan eluen
maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak. Masing-masing larutan
rhodamin B baku, larutan A (Sampel Perona Pipi yg memiliki izin edar), larutan B
(Sampel Perona Pipi yg tidak memiliki izin edar) dan larutan C (perona pipi dari
lab) diidentifikasi dengan menotolkan masing-masing larutan tersebut pada plat
KLT dan dielusi dengan menggunakan eluen (Fase gerak) n-butanol: etil
asetat:amoniak dengan perbandingan 5,5;2;2,5. Kemudian noda hasil KLT diamati
secara visual dan dihitung nilai Rfnya. Berdasarkan hasil identifikasi pada 3 sampel
perona pipi, ditemukan adanya Pewarna rhodamin B pada Kode sampel C, dimana
pengamatan secara visual noda yang muncul pada lempeng KLT berwarna merah
muda, hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa rhodamin B akan
berwarna merah mudah jika dilihat secara Visual (Ditjen POM, 1997).
Namun pada kelompok 5 C2, baku Rhodamin B tidak terlihat hal ini
dikarenakan beberapa faktor antara lain, ketika preparasi sampel, sampel yang
dilarutkan dengan metanol tidak tercampur dengan homogen, penotolan yang
kurang jelas atau terlalu tipis, dan ketika hendak dilakukan eluasi saat mencelupkan
fase diam (silica gel), totolan Rhodamin B tercelup dalam fase gerak yang
nenyebabkan Rhodamin B tidak nampak ketika fase gerak merambat naik keatas
karena Rhodamin B sudah larut dalam eluennya. Selanjutnya nilai Rf (retention
factor / waktu rambat) sampel A tidak dapat dihitung dikarenakan bercak tidak
timbul pada plat KLT. Hal ini disebabkan karena totolan sampel A yang tipis juga
tercelup dalam fase gerak, sehingga tidak dapat nampak noda. Pada sampel B jarak
eluasi sebesar 2 cm dan jarak eluasi sampel C adalah 2,8 cm sedangkan jarak eluasi
dari Baku rhodamin B sebesar 0,5 cm. Hasil nilai Rf pada sampel B yakni 0,4, pada
sampel C sebesar 0,56, dan pada baku Rhodamin B nilai Rf yang diperoleh yakni
0,1. Dari data Rf seluruh kelompok gelombang C1 dan C2 dipilih sampel C yang
diduga positif Rhodamin B dan ditetapkan kadarnya menggunakan spetrofotometer
UV-Vis karena sampel C mendekati baku, hal ini mengikuti kelompok lain yang
mana sebagian besar sampel C lebih mendekati baku Rhodamin B dibandingkan
sampel yang lain.
Uji kuantitatif dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kadar Rhodamin
B yang terdapat dalam sampel yang nantinya akan dinyatakan baik dalam ppm

29
maupun dalam persen (%) kadar. Uji kuantitatif dilakukan menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis. Pengukuran absorbansi dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Visibel, hanya dapat dilakukan pada senyawa yang memiliki
ikatan rangkap terkonjugasi atau disebut juga dengan gugus kromofor (Williams
dan Fleming, 2014). Senyawa dengan gugus kromofor akan mengabsorbsi sinar UV
dan sinar tampak jika diikat oleh senyawa bukan pengabsorbsi atau disebut juga
gugus auksokrom. Contoh gugus auksokrom adalah –OH,-NH2,-NO, dan – X.
Struktur dari Rhodamin B diketahui mengandung gugus kromofor dan gugus
auksokrom sehingga dapat diukur absorbansi nya menggunakan alat
spektrofotometer UV-Vis.

Gambar 1. Struktur Kimia Rhodamin B (Mamoto dan Citraningtyas, 2013).


Penentuan panjang gelombang maksimal pada larutan baku Rhodamin B
dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh absorbansi maksimal dari larutan
Rhodamin B, dan didapat hasil yakni panjang gelombang maksimal pada larutan
Rhodamin B sebesar 553,80 nm dengan absorbansi 0,406. Sedangkan pada
penentuan Operating Time (OT) dilakukan dengan tujuan untuk menentukan waktu
pendiaman yang tepat pada larutan baku Rhodamin B, dan dari hasil praktikum
didapat Operating Time (OT) yakni yang dimulai dari menit ke-16 hingga menit
ke-30 dengan absorbansi yang stabil sebesar 0,390.
Dibuat konsentrasi Kurva Kalibrasi Larutan Rhodamin B, dengan berbagai
konsentrasi pengukuran berturut-turut yaitu dipipet dari larutan Rhodamin B 50
ppm yakni 1 mL; 2 mL; 3 mL; 5 mL; 6 mL (0,5 ppm, 1 ppm, 1,5 ppm, 2,5 ppm dan
3 ppm) ke dalam labu ukur 100 mL kecuali untuk larutan 2 ppm ke dalam labu ukur
25 mL sehingga yang dipipet sebesar 1 mL dan ditambahkan aquadest sampai garis
tanda, dikocok hingga homogen. Selanjutnya diukur serapannya pada λ max
(panjang gelombang maksimum) yang telah didapat yakni sebesar 553,80 nm dan
OT (Operating Time) di menit ke-16. Larutan blangko digunakan untuk mengoreksi

30
pembacaan atau spektrum sampel. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai
blangko adalah aquadest. Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan bertujuan untuk
mendapatkan hasil analisis yang lebih akurat.
Kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi (y)
dengan Konsentrasi (x). Didapatkan hasil Kurva Baku Rhodamin B sebagai berikut
:
Konsentrasi Absorbansi
0,5 ppm 0,103
1 ppm 0,207
1,5 ppm 0,325
2 ppm 0,404
2,5 ppm 0,527
3 ppm 0,612
Pada pengukuran serapan awal panjang gelombang maksimum pada
konsentrasi larutan Rhodamin B (2 ppm) pada labu ukur 25 ml diperoleh hasil
yang terkendala yaitu r = 0,9600 maka dilakukan pengulangan pengukuran
absorbansi larutan Rhodamin B (2 ppm) pada labu ukur 100 ml dan diperoleh
nilai linearitas (r) = 0,9987 atau mendekati 1. Hal ini sesuai dengan Azwar
(2000), yang menyatakan jika koefisien korelasi semakin mendekati 1 maka data
tersebut dikatakan semakin linier. Nilai (r) yang mendekati 1 membuktikan
bahwa persamaan tersebut adalah linear dan simpangan baku yang kecil
menunjukkan ketetapan yang cukup tinggi.

31
Grafik Hubungan antara Konsentrasi dengan
Absorbansi Baku Rhodamin B
0,7 0,612
0,6 0,527
0,5 0,404
Absorbansi

0,4 0,325
0,3 0,207 Series1
0,2 0,103 Linear (Series1)
0,1 y = 0,2048x + 0,0046
R² = 0,9987
0
0 1 2 3 4
Konsentrasi Baku Rhodamin B (ppm)

Grafik hubungan antara konsentrasi larutan kurva baku Rhodamin B dengan


absorbansi dari baku Rhodamin B akan didapat nilai a, b, dan r yang akan digunakan
untuk menghitung kadar sampel. Pada pengukuran larutan kurva baku Rhodamin B
menggunakan pelarut aquadest dengan λ max (panjang gelombang maksimum) :
553,80 nm dan OT (Operating Time) 16 menit diperoleh hasil regresi linear dari
hasil absorbansi yakni nilai a = 4,6 x 10-3; b = 0,204; r = 0,9987.
Pengujian sampel dilakukan dengan cara filtrat (hasil presparasi sampel) 2
mL kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL. Selanjutnya dicukupkan
dengan metanol sampai garis tanda dan di homogenkan, setelah itu di ukur
serapannya untuk mendapatkan hasil absorbansi sampel C yang di ukur (yang
mendekati baku dari hasil KLT) dan diperoleh hasil absorbansi yakni sebesar 0,562.
Setelah didapat absorbansi dari sampel C, kemudian dimasukkan ke dalam
persamaan y = bx + a dan diperoleh kadar Rhodamin B dalam sampel C sebesar
2,732 ppm atau 2,732 µg/mL yang kemudian dihitung persentase kadar nya dan
diperoleh hasil sebesar 0,2732 %. Hal ini berarti pada sampel C mengandung
Rhodamin B berdasarkan hasil identifikasi baik kualitatif maupun kuantitatif yang
telah dilakukan pada ketiga sampel dan yang positif yaitu sampel C.

32
X. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang dilakukan oleh kelompok 5 C2 dapat disimpulkan bahwa
:
1. Hasil analisa kualitatif yang dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) dihasilkan sampel C yang positif mengandung Rhodamin B
dengan nilai Rf yakni 0,56.
2. Hasil analisa kuantitatif yang dilakukan dengan metode Spektrofotometri
UV-Vis dihasilkan kadar Rhodamin B dalam sampel C yakni sebesar 2,732
ppm atau 2,732 µg/mL yang kemudian dihitung persentase kadar nya dan
diperoleh hasil sebesar 0,2732 %.

33
XI. DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2000. Asumsi-asumsi Dalam Inferensi Statistika. Yogyakarta : Faculty
Of Psychology.

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, (2008). Public Warning / Peringatan
Nomor KH.00.01.432.6147 Tanggal 26 November 2008 Tentang Kosmetik
Mengandung Bahan Berbahaya Dan Zat Warna Yang Dilarang, Jakarta.

Khopkar, S. (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia,


Jakarta.

Lyon. 1978. Monographs On The Evaluation Of The Carcinogenic Risk Of


Chemical to Man. Volume 1

Mamoto dan Citraningtyas, 2013. Analisis Rhodamin B Pada Lipstik yang Beredar
pada Pasar di Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi : Fakultas MIPA Unsrat
Manado.

Mulja, M., dan Suharman, 1995. Analisis Instrumental. Universitas Airlangga


Press. Surabaya. halaman 26.

Permenkes RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1175/menkes/per/VIII/2010 Tentang Izin Produksi Kosmetika, Jakarta.

Rohman, A, (2012). Kimia Farmasi Cetakan 1. Yogyakarta. Penerbit: Pustaka


Pelajar.

Tranggono, R.I. dan Latifah, F. (2007): Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan


Kosmetik. PT.Gramedia, Jakarta.

Wasiaatmadja., 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. UI – Press, Jakarta.

Williams, H.D., Fleming, I., 2014. Metode Spektroskopi dalam Kimia Organik.
Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. halaman 1-14; 29.

34
XII. LAMPIRAN

Gambar 1. Sampel A, B dan C

Gambar 2. Penotolan sampel dan baku ke lempeng KLT

Gambar 3. Penjenuhan fase gerak

35
Gambar 4. Proses KLT

Gambar 5. Hasil KLT (masih basah)

Gambar 6. Larutan Kurva Baku Rhodamin B (6 seri konsentrasi)

36
Gambar 7. Alat Spektrofotometer UV-Vis

Gambar 8. Cara Pengoperasian Spektrofotometer UV-Vis

37

Anda mungkin juga menyukai