DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5 - GELOMBANG C
COVER .......................................................................................................... 1
DAFTAR ISI ................................................................................................. 2
I. PEMBAGIAN JOBDESK ................................................................. 3
II. JUDUL PRAKTIKUM ...................................................................... 4
III. TUJUAN PRAKTIKUM.................................................................... 4
IV. TANGGAL PRAKTIKUM ................................................................ 4
V. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4
VI. ALAT DAN BAHAN ........................................................................ 10
VII. CARA KERJA ................................................................................... 14
VIII. DATA DAN ANALISIS .................................................................... 18
IX. PEMBAHASAN ................................................................................ 24
X. KESIMPULAN .................................................................................. 31
XI. DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 32
XII. LAMPIRAN ....................................................................................... 33
2
I. PEMBAGIAN JOBDESK
No Nama Jobdesk
1 Fathur Fadillah Pasha Membuat kurva baku Rhodamin
B ke- 6 konsentrasi
Mengukur ke-6 konsentrasi
larutan Baku pada
spektrofotometer UV-Vis
Perhitungan
Pembuatan laporan akhir
2 Ika Fajrin Kurniapuspa Membuat konsentrasi Rhodamin
A B 50 ppm dan 2 ppm
Mengukur panjang gelombang
maksimal dan Operating Time
Perhitungan
Pembuatan laporan akhir
3 Meissy Istanty Membuat Fase Gerak
Tanaputra Menyiapkan Alat Bahan
Penotolan Pada Plat KLT
Perhitungan
Pembuatan laporan akhir
4 Rizki Amalia Membuat Fase Gerak
Menyiapkan Alat Bahan
Penotolan Pada Plat KLT
Perhitungan
Pembuatan laporan akhir
5 Dian Alya Kurniasari Membuat kurva baku Rhodamin
B ke-6 konsentrasi
Mengukur ke-6 konsentrasi
larutan Baku pada
spektrofotometer UV-Vis
Perhitungan
Pembuatan laporan akhir
3
II. JUDUL PRAKTIKUM
Penetapan Kadar Rhodamin B Pada Sampel Kosmetik Secara
Spektrofotometri UV – Vis.
V. TINJAUAN PUSTAKA
Akhir-akhir ini penggunaan kosmetik untuk menambah estetika
semakin meningkat. Berdasarkan lembaga survey, sepuluh produk
kosmetika dekoratif yang paling banyak digunakan khususnya bagi para
wanita adalah bedak, foundation, pelembab, lipgloss, maskara, lipstik,
eyeliner, pemerah pipi, pensil alis, dan eye shadow (Tranggono, 2007).
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian luar tubuh manusia (kulit, rambut, kuku, bibir, dan
organ genital bagian luar), atau gigi dan membran mukosa mulut, terutama
untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik (Permenkes RI No.1175/MENKES/PER/VIII/2010).
Persyaratan Kosmetik Kosmetik yang diproduksi dan atau diedarkan
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Menggunakan bahan yang memenuhi standar dan persyaratan mutu serta
persyaratan lain yang ditetapkan.
b. Diproduksi dengan menggunakan cara pembuatan kosmetik yang baik.
4
c. Terdaftar pada dan mendapat izin edar dari Badan Pengawas Obat dan
makanan. Pewarna yang digunakan dalam kosmetika umumnya terdiri atas
2 jenis yaitu:
a. Pewarna yang dapat larut dalam cairan (solube), air, alkohol, minyak.
Contoh warna kosmetika adalah pewarna asam (acid dyes) yang merupakan
golongan terbesar pewarna pakaian, makanan dan kosmetika. Unsur
terpenting dalam pewarna ini adalah gugus azo. Solvent dyes yang larut
dalam air atau alkohol, misalnya: merah DC, 11 merah hijau NO.17, violet,
kuning. Xanthene dyes yang dipakai dalam lipstik, misalnya DC orange,
merah dan kuning.
b. Pewarna yang tidak dapat larut dalam cairan (insoluble), yang terdiri atas
bahan organik dan inorganik, misalnya lakes, besi oksida (wasitaadmadja,
1997: 25).
Umumnya di pasaran sudah banyak beredar sediaan kosmetika
untuk jenis pemutih, pewarna bibir atau perona wajah serta kosmetika yang
berperan untuk keindahan kulit wajah lainnya. Seiring dengan
perkembangan, banyak kosmetika yang beredar selain dibuat dengan bahan-
bahan alami banyak yang menambahkan zat-zat kimia dalam kosmetika,
salah satunya bahan pewarna. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan Nomor KH.00.01.432.6147 zat warna yang
dilarang dalam penggunaan kosmetika salah satunya Rhodamin B.
5
BM : 479
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air menghasilkan larutan merah
kebiruan dan berflourosensi kuat jika diencerkan. Sangat mudah larut dalam
Alkohol; sukar larut dalam asam encer dan dalam larutan alkali. Larutan
dalam asam kuat membentuk senyawa dengan kompleks 18 antimon
berwarna merah muda yang larut dalam isopropil eter
6
Untuk menganalisis keberadaan Rhodamin B dalam pemerah pipi
dan eye shadow dapat digunakan metode kromatografi lapis tipis dan
Spektrofotometer UV-Visibel. Identifikasi Rhodamin B dilakukan dengan
cara kromatografi lapis tipis (KLT). Penggunaan kromatografi lapis tipis
untuk pemisahan 2 fase yang sederhana dan cepat dalam proses pemisahan
dan sensitif (Khopkar, 2002).
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan campuran
analit dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu
melihat komponen/analit yang terpisah dengan penyemprotan atau
pengecatan. Dalam bentuk yang paling sederhana, lempeng-lempeng KLT
dapat disiapkan di laboratorium, lalu lempeng diletakkan dalam wadah
dengan ukuran yang sesuai, lalu kromatogram hasil dapat discanning secara
visual (Rohman, 2012: 329). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya
lebih mudah dan lebih murah, demikian juga peralatan yang digunakan.
Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana
dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat melaksanakan
setiap saat secara cepat (abdul, 2009: 45).
Penjerap/Fase diam pada KLT Dua sifat penjerap yang penting
adalah ukuran partikel dan fase diam yang digunakan dalam KLT
merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30
µm. Semakin kecil ukuran ratarata partikel fase diam dan semakin sempit
kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal
efisiensinya dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah
silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi-desorpsi
(perpindahan analit dari fase diam ke fase gerak dan sebaliknya) yang utama
pada KLT adalah partisi dan adsorpsi. Lapisan tipis yang digunakan sebagai
penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar
ion, gel eksklusi, dan siklodestrin, yang digunakan untuk pemisahan kiral
(Rohman , 2012: 324).
Silika gel merupakan penjerap yang paling sering digunakan dalam
studi KLT, lempeng KLT silika gel yang beredar dipasaran mempunyai
rata-rata ukuran partikel 10 µm dengan kisaran ukuran yang lebih sempit.
7
Lempeng-lempeng KLT tersedia dengan indikator fluorosen (bahan yang
berflourosensi/berpendar), yang biasanya berupa seng silikat atau fosfor
yang diaktivasi oleh mangan(Mn), yang akan mengemisikan suatu
flourosensi hijau ketika diradiasi/disinari dengan lampu UV (lampu Hg)
pada panjang gelombang 254 nm. Senyawasenyawa yang mampu menjerap
sinar UV akan muncul sebagai bercak- 23 bercak hitam terhadap dasar yang
berflourosensi hijau disebabkan oleh adanya peredaman flourosensi
(Rohman, 2012: 335-336).
Dalam KLT dan juga Kromatografi Kertas, hasil-hasil yang
diperoleh digambarkan dengan mencantumkan nilai Rf-nya yang merujuk
pada migrasi relatif analit terhadap ujung depan fase gerak atau eluen, dan
nilai ini terkait dengan koefesien distribusi komponen. Maka nilai Rf
didefenisikan sebagai berikut :
8
dari radiasi dalam struktur senyawa (Mulja, 1995: 48 – 49). Pendeteksian
senyawa dengan cara sederhana menggunakan spektrofotometer ultraviolet
dilakukan pada panjang gelombang 254 nm dan 356 nm. Radiasi senyawa
pada panjang gelombang 254 nm menunjukkan radiasi gelomang pendek,
sedangkan pada panjang gelombang 356 nm menunjukkan radiasi
gelombang panjang. Bila senyawa menyerap sinar UV, maka akan tampak
sebagai bercak gelap pada latar belakang yang berflourosensi (Stahl, 1985:
3-18).
Prinsip penggunaan alat spektrofotometer UV-Visibel adalah
melewatkan radiasi melalui suatu larutan senyawa. Elektron-elektron pada
ikatan di dalam molekul tereksitasi sehingga menempati kuantum yang
lebih tinggi, dan dalam prosesnya menyerap sejumlah energi yang melewati
larutan tersebut. Semakin longgar elektron tersebut ditahan di dalam ikatan
molekul, semakin panjang gelombang (energi lebih rendah) radiasi yang
diserap (Watson, 2010).
Besarnya penyerapan radiasi sebanding dengan jumlah molekul,
sesuai dengan hukum Lambeert-Beer menurut Watson (2010) dapat dilihat
pada persamaan 1.
A=εBC
Keterangan :
A = Serapan (Absorbansi) (nm)
ε = Absorbtivitas molar (Nilai ekstensi)
B = Tebal tempat komponen (Tebal kurvet) (cm)
C = Konsentrasi komponen (yang dicari) (Watson, 2010).
Persamaan 1. Rumus Serapan Hukum Lambeert-Beer
Cairan pelarut yang digunakan untuk analisis menggunakan
spektrofotometer UV-Visibel memiliki syarat, yaitu tidak mengandung
sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak
berwarna, tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis,
serta kemurniannya harus tinggi (Mulja dan Suharman 1995).
9
SR M RS D A R
Keterangan :
SR = Sumber radiasi
M = Monokromator
RS = Ruang Sampel (kuvet)
D = Detektor
A = Amplifier (penguat sinyal)
R = Recorder (perekam)
10
4 Lempeng Sebagai zat penyerap,
Silica Gel pengering dan penopang
katalis.
11
7 Pipet Tetes Membantu memindahkan
cairan dari suatu wadah ke
wadah lainnyadalam
jumlah yang amat kecil,
yaitu setetes demi setetes.
12
11 Pipa Kapiler Digunakan sebagai alat
untuk menotolkan sampel.
13
b. Bahan
1. Rhodamine B
2. Etil Asetat
3. N – Butanol
4. Amoniak 25%
5. Metanol
6. Aquades
7. HCl 4 N
8. Kertas Saring Whatman 1
9. Sampel Kosmetik A : perona pipi yang memiliki izin edar
10. Sampel Kosmetik B : perona pipi yang tidak memiliki izin edar
11. Sampel Kosmetik C : perona pipi dari Laboratorium Farmasi
14
2. Identifikasi Kualitatif
Disiapkan plat silika gel diberi tanda batas 1 cm dari bawah dan batas
perambatan 5 cm
3. Penetapan Kadar
a. Pembuatan Larutan Rhodamin B 1000 ppm
15
b. Pembuatan Larutan Rhodamin B 50 ppm
16
Dipipet 2 mL larutan rhodamin B
17
Dipipet 2 mL larutan kerja rhodamin B 50 ppm
18
Dipipet larutan rhodamin B 50 ppm kedalam labu takar berturut-turut
0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; 2 mL; 2,5 mL; 3 mL (0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3 ppm)
19
f. Pengujian Sampel
20
b. Sampel B
Berat Kertas Perkamen : 0,245 gram
Berat Kertas + Sampel : 5,245 gram
HCl 4 N : 16 tetes
Metanol : 20 mL
Diarutkan metanol dalam labu takar 100 mL
c. Sampel C
Berat Kertas Perkamen : 0,260 gram
Berat Kertas + Sampel : 5,260 gram
HCl 4 N : 16 tetes
Metanol : 20 mL
Diarutkan metanol dalam labu takar 100 mL
2. Analisa Kualitatif :
Menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis
a. Fase Diam : Lempeng Silica Gel GF 254 nm
b. Fase Gerak : n-butanol : etil asetat : amoniak dengan perbandingan 5,5 : 2 : 2,5
5,5
a. n– butanol = × 10 𝑚𝐿 = 5,5 𝑚𝐿
10
2
b. Etil Asetat = 10 × 10 𝑚𝐿 = 2 𝑚𝐿
2,5
c. Amoniak = × 10 𝑚𝐿 = 2,5 𝑚𝐿
10
c. Jarak rambat : 5 cm
d. Data perambatan spot :
1. Baku Rhodamin : 0,5 cm
2. Sampel A : - (tidak terbentuk perambatan)
3. Sampel B : 2 cm
4. Sampel C : 2,8 cm
e. Hasil nilai Rf :
0,5 𝑐𝑚
1. Baku : = 0,1
5 𝑐𝑚
2. Sampel A :-
2 𝑐𝑚
3. Sampel B : 5 𝑐𝑚 = 0,4
21
2,8 𝑐𝑚
4. Sampel C : = 0,56
5 𝑐𝑚
Keterangan :
Baku : Baku Rhodamin B
Sampel A : Perona pipi yang memiliki ijin edar
Sampel B : Perona pipi yang tidak memiliki ijin edar
Sampel C : Perona pipi dari Laboratorium Farmasi
1 ppm 100 ml
1,5 ppm
2 ppm 25 ml
3 ppm
22
b. 1 ppm
V1.N1 = V2.N2
X . 50 ppm = 100 mL . 1 ppm
X = 2 mL
c. 1,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
X . 50 ppm = 100 mL . 1,5 ppm
X = 3 mL
d. 2 ppm
V1.N1 = V2.N2
X . 50 ppm = 25 mL . 2 ppm
X = 1 mL
e. 2,5 ppm
V1.N1 = V2.N2
X . 50 ppm = 100 mL . 0,5 ppm
X = 5 mL
f. 3 ppm
V1.N1 = V2.N2
X . 50 ppm = 100 mL . 3 ppm
X = 6 mL
4. Analisa Kuantitatif
Menggunakan metode Spektrofotometri UV –Vis
1. Penentuan panjang gelombang maksimal (λ max)
Digunakan Baku Rhodamin 2 ppm dan dihasilkan :
λ max : 553,80 nm
Absorbansi : 0,406
2. Penentuan waktu pendiaman/Operating Time
Menit Ke- Absorbansi
1 0,389
2 0,389
3 0,389
4 0,389
5 0,389
6 0,389
7 0,389
8 0,389
9 0,389
23
10 0,389
11 0,390
12 0,390
13 0,391
14 0,390
15 0,391
16 0,390
17 0,390
18 0,390
19 0,390
20 0,390
21 0,390
22 0,390
23 0,390
24 0,390
25 0,390
26 0,390
27 0,390
28 0,390
29 0,390
30 0,390
Kesimpulan : Operating Time yang didapat dimulai pada menit ke-16
yaitu dengan absorbansi sebesar 0,390 yang stabil hingga menit ke-30.
24
Grafik Hubungan antara Konsentrasi dengan
Absorbansi Baku Rhodamin B
0,7 0,612
0,6 0,527
Absorbansi 0,5 0,404
0,4 0,325
0,3 0,207 Series1
0,2 0,103 Linear (Series1)
0,1 y = 0,2048x + 0,0046
R² = 0,9987
0
0 1 2 3 4
Konsentrasi Baku Rhodamin B (ppm)
λ max : 553,80 nm
OT : 16 menit
Didapat regresi linear :
a : 4,6 x 10-3
b : 0,204
r : 0,9987
Pada pengukuran serapan absorbansi pada konsentrasi larutan Rhodamin B (2
ppm) yang dilarutkan pada labu ukur 25 mL diperoleh hasil yang terkendala
yaitu r = 0,96 dengan absorbansi 0,392 sehingga dilakukan pengulangan
pembacaan abosrbansi lagi dengan kalibrasi konsentrasi larutan Rhodamin B (2
ppm) pada labu ukur 100 ml dan diperoleh absorbansi 0404 dengan r = 0,9987
25
y = bx + a
y : absorbansi sampel
x : kadar yang dicari
b dan a : didapat dari hasil regresi linear baku Rhodamin B
Sehingga diperoleh :
0,562 = 0,204 x + 4,6 x 10-3
0,204 x = 0,5574
Absorbansi = 0,562
0,5574
x = = 2,732 ppm ̴ 2,732 µl/ml
0,204
= 0,2732 %
Dari hasil data tersebut, dapat disimpulkan bahwa baku yang tidak terlihat pada
analisa kualitatif dengan metode KLT disebabkan beberapa faktor yang akan
dibahas pada bab pembahasan, namun dipilih sampel C yang di tetapkan kadarnya
menggunakan spetrofotometer UV-Vis karena sampel C mendekati baku, hal ini
mengikuti kelompok lain yang mana sebagian besar sampel C lebih mendekati baku
Rhodamin B.
IX. PEMBAHASAN
Praktikum Analisa Farmasi yang dilaksanakan pada Hari Jum’at tanggal 6
Maret 2020, kelompok praktikum gelombang C1 dan C2 melakukan praktikum
tentang Analisis Kualitatif dan Kuantitatif yakni Penetapan Kadar Rhodamin B
Pada Sampel Kosmetik (yakni perona pipi) yang dilakukan secara Spektrofotometri
UV-Visibel.
Kosmetik yang digunakan yakni perona pipi baik yang memiliki izin edar
maupun yang tidak memiliki izin edar. Kosmetik sendiri merupakan sediaan atau
paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis,
26
rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut untuk
membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya
tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk
mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (BPOM, 2003: 2). Rhodamin B
merupakan zat warna sintetik yang dilarang penggunaannya dalam kosmetik dan
dinyatakan sebagai bahan yang berbahaya menurut Peraturan Menteri Kesehatan
RI No. 376/MenKes/Per/1990 karena dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal
dan limfa yang diikuti perubahan anatomi berupa pembesaran organ. Namun pada
sebagian masyarakat, rhodamin B masih digunakan untuk mewarnai suatu produk
baik itu produk makanan, minuman, obat-obatan maupun kosmetik.
Sampel perona pipi yang dianalisis merupakan perona pipi yang beredar di
pasar (B) daerah Ungaran dimana sampel perona pipi yang diambil berdasarkan tiga
parameter perona pipi memiliki ijin edar BPOM, perona pipi tidak memilik ijin edar
BPOM dan perona pipi dari Laboratorium Farmasi. Pengambilan sampel yang
dilakukan menggunakan prinsip Random Sampling, yakni cara pengambilan
sampel dilakukan terhadap bahan yang homogen dan dilakukan secara random baik
saat memilih kosmetik maupun saat preparasi sampel. Sampling merupakan proses
penarikan contoh dari suatu kuantitas besar bahan, suatu porsi kecil bahan yang
benar-benar mewakili komposisi seluruh bahan, dimana dasar-dasar sampling
terdiri dari kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Pada kosmetik yang diperoleh
(yakni sampel B) sudah memenuhi kriteria inklusi yakni tidak terdapat izin edar
BPOM, warna merah (hal ini dikarenakan rhodamin identik dengan warna merah),
dan harga yang termasuk murah di pasaran. Sedangkan pada sampel A juga sudah
memenuhi kriteria eksklusi yakni yang memiliki izin edar BPOM. Sedangkan pada
sampel C yakni perona pipi yang telah disediakan dari Laboratorium Farmasi
Universitas Ngudi Waluyo.
Sampel yang digunakan adalah sebagai berikut :
Baku : Baku Rhodamin B
Sampel A : Perona pipi yang memiliki ijin edar (V)
Sampel B : Perona pipi yang tidak memiliki ijin edar (K)
Sampel C : Perona pipi dari Laboratorium Farmasi
27
Sebelum dilakukan analisis kuantitatif rhodamin B pada sampel, perlu
terlebih dahulu dilakukan analisis kualitatif yakni dengan identifikasi untuk
mengetahui ada tidak Rhodamin B pada sampel yang diteliti dengan menggunakan
metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Dilakukan analisis kualitatif yang
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan Rhodamin B dalam sampel
A,B maupun C. Untuk analisis kualitatif, pertama-tama dilakukan pembuatan
larutan preparasi sampel perona pipi dan pembuatan larutan baku Rhodamin B 50
ppm. Teknik prepaparasi sampel dilakukan untuk memisahkan analit dari matriks
sampel yang sangat komplek, mengencerkan sehingga diperoleh analit dengan
konsentrasi yang lebih rendah dari semula, dan mengubah analit menjadi senyawa
lain yang dapat dianalisis dengan instrumentasi yang tersedia. Untuk pembuatan
larutan sampel pertama-tama sampel perona pipi ditimbang 5 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan selanjutnya ditambahkan 16 tetes HCl 4 N
sebagai pereaksi untuk lebih memperjelas warna merah dari Rhodamin B yang
terdapat pada sampel, serta asam klorida digunakan untuk mendeskripsikan
senyawa-senyawa yang berada dalam sampel perona pipi dan menstabilkan
kandungan pada rhodamin B yang ada dalam sampel agar tidak terjadi perubahan
dari bentuk terionisasi yang menjadi bentuk netral. Kemudian dilarutkan dengan 20
mL metanol dan dihomogenkan. Fungsi penambahan metanol dalam preparasi
sampel ini yakni sebagai pelarut. Metanol merupakan senyawa organik yang
bersifat polar yang memiliki titik didih rendah maka dari itu dapat dengan baik
melarutkan zat organik yang bersifat polar. Larutan dituang ke dalam labu takar 100
mL, kemudian di cukupkan dengan metanol sampai tanda batas dan dihomogenkan
selanjutnya filtrat disaring dengan menggunakan kertas saring. Penyaringan
dilakukan untuk memisahkan zat warna dari senyawa-senyawa pengotor yang ada
dalam perona pipi sehingga pada saat penotolan dilakukan mendapat hasil yang
baik. Filtrat yang diperoleh inilah yang kemudian akan digunakan untuk
identifikasi. Hasil penampakan pada sampel A,B dan C yang telah dipreparasi dapat
dilihat pada lampiran.
Kromatografi Lapis Tipis bekerja dengan cara pemisahan senyawa
berdasarkan adsorbsi dan koefisien partisi. Pelarut yang digunakan bersifat polar
yang akan berikatan dengan senyawa yang juga bersifat polar begitu juga
28
sebaliknya. Maka apabila semakin dekat kepolaran antar senyawa dengan eluen
maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak. Masing-masing larutan
rhodamin B baku, larutan A (Sampel Perona Pipi yg memiliki izin edar), larutan B
(Sampel Perona Pipi yg tidak memiliki izin edar) dan larutan C (perona pipi dari
lab) diidentifikasi dengan menotolkan masing-masing larutan tersebut pada plat
KLT dan dielusi dengan menggunakan eluen (Fase gerak) n-butanol: etil
asetat:amoniak dengan perbandingan 5,5;2;2,5. Kemudian noda hasil KLT diamati
secara visual dan dihitung nilai Rfnya. Berdasarkan hasil identifikasi pada 3 sampel
perona pipi, ditemukan adanya Pewarna rhodamin B pada Kode sampel C, dimana
pengamatan secara visual noda yang muncul pada lempeng KLT berwarna merah
muda, hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa rhodamin B akan
berwarna merah mudah jika dilihat secara Visual (Ditjen POM, 1997).
Namun pada kelompok 5 C2, baku Rhodamin B tidak terlihat hal ini
dikarenakan beberapa faktor antara lain, ketika preparasi sampel, sampel yang
dilarutkan dengan metanol tidak tercampur dengan homogen, penotolan yang
kurang jelas atau terlalu tipis, dan ketika hendak dilakukan eluasi saat mencelupkan
fase diam (silica gel), totolan Rhodamin B tercelup dalam fase gerak yang
nenyebabkan Rhodamin B tidak nampak ketika fase gerak merambat naik keatas
karena Rhodamin B sudah larut dalam eluennya. Selanjutnya nilai Rf (retention
factor / waktu rambat) sampel A tidak dapat dihitung dikarenakan bercak tidak
timbul pada plat KLT. Hal ini disebabkan karena totolan sampel A yang tipis juga
tercelup dalam fase gerak, sehingga tidak dapat nampak noda. Pada sampel B jarak
eluasi sebesar 2 cm dan jarak eluasi sampel C adalah 2,8 cm sedangkan jarak eluasi
dari Baku rhodamin B sebesar 0,5 cm. Hasil nilai Rf pada sampel B yakni 0,4, pada
sampel C sebesar 0,56, dan pada baku Rhodamin B nilai Rf yang diperoleh yakni
0,1. Dari data Rf seluruh kelompok gelombang C1 dan C2 dipilih sampel C yang
diduga positif Rhodamin B dan ditetapkan kadarnya menggunakan spetrofotometer
UV-Vis karena sampel C mendekati baku, hal ini mengikuti kelompok lain yang
mana sebagian besar sampel C lebih mendekati baku Rhodamin B dibandingkan
sampel yang lain.
Uji kuantitatif dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kadar Rhodamin
B yang terdapat dalam sampel yang nantinya akan dinyatakan baik dalam ppm
29
maupun dalam persen (%) kadar. Uji kuantitatif dilakukan menggunakan metode
spektrofotometri UV-Vis. Pengukuran absorbansi dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Visibel, hanya dapat dilakukan pada senyawa yang memiliki
ikatan rangkap terkonjugasi atau disebut juga dengan gugus kromofor (Williams
dan Fleming, 2014). Senyawa dengan gugus kromofor akan mengabsorbsi sinar UV
dan sinar tampak jika diikat oleh senyawa bukan pengabsorbsi atau disebut juga
gugus auksokrom. Contoh gugus auksokrom adalah –OH,-NH2,-NO, dan – X.
Struktur dari Rhodamin B diketahui mengandung gugus kromofor dan gugus
auksokrom sehingga dapat diukur absorbansi nya menggunakan alat
spektrofotometer UV-Vis.
30
pembacaan atau spektrum sampel. Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai
blangko adalah aquadest. Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan bertujuan untuk
mendapatkan hasil analisis yang lebih akurat.
Kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi (y)
dengan Konsentrasi (x). Didapatkan hasil Kurva Baku Rhodamin B sebagai berikut
:
Konsentrasi Absorbansi
0,5 ppm 0,103
1 ppm 0,207
1,5 ppm 0,325
2 ppm 0,404
2,5 ppm 0,527
3 ppm 0,612
Pada pengukuran serapan awal panjang gelombang maksimum pada
konsentrasi larutan Rhodamin B (2 ppm) pada labu ukur 25 ml diperoleh hasil
yang terkendala yaitu r = 0,9600 maka dilakukan pengulangan pengukuran
absorbansi larutan Rhodamin B (2 ppm) pada labu ukur 100 ml dan diperoleh
nilai linearitas (r) = 0,9987 atau mendekati 1. Hal ini sesuai dengan Azwar
(2000), yang menyatakan jika koefisien korelasi semakin mendekati 1 maka data
tersebut dikatakan semakin linier. Nilai (r) yang mendekati 1 membuktikan
bahwa persamaan tersebut adalah linear dan simpangan baku yang kecil
menunjukkan ketetapan yang cukup tinggi.
31
Grafik Hubungan antara Konsentrasi dengan
Absorbansi Baku Rhodamin B
0,7 0,612
0,6 0,527
0,5 0,404
Absorbansi
0,4 0,325
0,3 0,207 Series1
0,2 0,103 Linear (Series1)
0,1 y = 0,2048x + 0,0046
R² = 0,9987
0
0 1 2 3 4
Konsentrasi Baku Rhodamin B (ppm)
32
X. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang dilakukan oleh kelompok 5 C2 dapat disimpulkan bahwa
:
1. Hasil analisa kualitatif yang dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) dihasilkan sampel C yang positif mengandung Rhodamin B
dengan nilai Rf yakni 0,56.
2. Hasil analisa kuantitatif yang dilakukan dengan metode Spektrofotometri
UV-Vis dihasilkan kadar Rhodamin B dalam sampel C yakni sebesar 2,732
ppm atau 2,732 µg/mL yang kemudian dihitung persentase kadar nya dan
diperoleh hasil sebesar 0,2732 %.
33
XI. DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 2000. Asumsi-asumsi Dalam Inferensi Statistika. Yogyakarta : Faculty
Of Psychology.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, (2008). Public Warning / Peringatan
Nomor KH.00.01.432.6147 Tanggal 26 November 2008 Tentang Kosmetik
Mengandung Bahan Berbahaya Dan Zat Warna Yang Dilarang, Jakarta.
Mamoto dan Citraningtyas, 2013. Analisis Rhodamin B Pada Lipstik yang Beredar
pada Pasar di Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi : Fakultas MIPA Unsrat
Manado.
Williams, H.D., Fleming, I., 2014. Metode Spektroskopi dalam Kimia Organik.
Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. halaman 1-14; 29.
34
XII. LAMPIRAN
35
Gambar 4. Proses KLT
36
Gambar 7. Alat Spektrofotometer UV-Vis
37