Anda di halaman 1dari 11

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Zink Oksida

Menggunakan Metode Titrasi Nitrimetri

I.         Tujuan
Melakukan identifikasi dan penetapan kadar senyawa zink okisda
menggunakan metode titrasi kompleksometri.

II.      Prinsip
Melakukan reaksi pengkomplekan logam zink oksida dengan menggunakan
EDTA dan indicator xylenol jingga. Zink oksida yang sebelumnya terikat dengan
indikator akan terlepas dan mengikat EDTA Karena konstanta pembentukan
kompleks antara Zn dan EDTA lebih besar daripada Zn-Xylenol jingga.

III.   Reaksi
Zn2+ +  HIn2-(biru)  ↔ ZnIn-(merah)  +  H+
(seng) (EDTA) (sengEDTA) (hidrogen)

Zn In-(merah aggur)+ Hy-3 ↔ ZnY-2+ HIn2(biru)


(seng EDTA) (hidrogen) (seng EDTA) (hidrogen EDTA

(Ira, 2007)

  
IV.    Tinjauan Pustaka
Dalam analisis suatu zat kimia digunakan berbagai macam metode.Salah satu
metode yang di pakai untuk penetapan kadar logam adalah Kompleksometri.
Metode ini didasarkan atas pembentukan senyawa komplek antara logam dengan
zat pembentuk komplek. Sebagai zat pembentukkompleks yang banyak digunakan
dalam titrasi kompleksometri adalah garamdinatrium etilen diamina tetra asetat
(dinatrium EDTA). ( gholib, 2007)
Kestabilan dari senyawa komplek yang terbentuk tergantung dari sifat kation
dan pH dari larutan, sehingga titrasi harus dilakukan pada pH tertentu.Untuk
menetapkan titik akhir titrasi (TAT) digunakan indikator logam, yaitu indikator
yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks
antara indikator dan ion logam harus lebih lemah daripada ikatan kompleks atau
larutan titer dan ion logam. Larutan indikator bebas mempunyai warna yang
berbeda dengan larutan kompleks indikator. Indikator yang banyak digunakan
dalam titrasi kompleksometri adalah kalkon, asam kalkon karboksilat, hitam
eriokrom-T dan jingga xilenol. Untuk logam yang dengan cepat dapat membentuk
senyawa kompleks pada umumnya titrasi dilakukan secara langsung, sedang yang
lambat membentuk senyawa kompleks dilakukan titrasi kembali (Khopkar, 1990)
Seng merupakan salah satu logam yang membentuk senyawa komplek dimana
penetapan kadar seng menurut Farmakope Indonesia edisi III ditetapkan secara
kompleksometri menggunakan dapar amonia ammonium klorida (pH dapar ± 9-
10), ditambah indikator EBT dan di titrasi dengan Na2 EDTA (Farmakope
Indonesia Edisi III, 1979).
Senyawa EDTA dapat membentuk suatu komplek yang mantap dengan hampir
semua logam sehingga EDTA merupakan ligand yang tidak selektif. Dalam
suasana yang agak asam dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan
kompleks logam sehingga terbentuk kompleks baru.
Faktor-faktor yang membuat EDTA dipilih sebagai titrimitri antara lain :
1. Selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan logam.
2. Kestabilan dalam pembentukan kelat sangat baik dan konstan sehingga
reaksi sempurna (kecuali dengan logam alkali).
3.      Bereaksi cepat dengan banyak jenis ion.
4.      Mudah diperoleh dan telah dikembangkan indikatornya.
(Khopkar, 1990)
Untuk mendapatkan atau mendeteksi titik akhir titrasi diperlukan indicator zat
warna yang dapat ditambahkan sebelum memulai prosedur titrasi antara lain
misalnya :
1.      Mureksida
Garam ammonium asam purpurat dan anionnya mempunyai warna ungu
kemerahan di PH 9 – 11 dan biru di PH diatas 11.
2.      Biru tua salokrom
Tiotrasi dilakukan pada ph kira-kira 12.3 dan menunjukkan perubahan
warna dari merah jambu menjadi biru murni.
3.      Hitam solokrom
Nama lainnya dalah eriocrhome black T, perubhana warna terjadi pada PH
8-10. Warna yang ditunjukkan adalah dari biru menjadi merah anggur.
Titrasi umumnya dilakukan pada PH 10 karena pada PH 5 atau PH 12
perubahan warna sulit diamati.
4.      Jingga xylenol
Warnanya kuning sitrun pada suasana asam dan berwarna merah pada suasana
alkalis. Digunakan sebagai indicator pada kondisi asam (Ira,2007)
Macam-macam titrasi kompleksometri :
1.      Titrasi Langsung
Titrasi paling sederhana antara EDTA dengan analit menggunakan suasana
PH yang diatur dengan buffer dan indicator yang sesuai.
2.      Titrasi kembali
Titrasi kelebihan EDTA dengan baku logam.
3.      Titrasi substitusi
Titrasi dengan menambahkan logam lain untuk kesulitan titrasi dimana
kompleks logam-indikator sukar dilepas.
4.      Titrasi tidak langsung
5.      Titrasi alkalimetri
(gholib,2007)
Berikut adalah monografi dari Zinc Oxide    :
Pemerian    : Serbuk amorf, sangat halus, putih atau putih kekuningan, tidak
berbau, lambat laun akan menyerap karbondioksida dari udara .
Kelarutan    : tidak larut dalam air, dan etanol. Larut dalam asam mineral encer
dan alkali hidroksida.
Fungsi         :  Antiseptikum lokal
(Farmakope indonseia III, 637-1979)

V.       Alat dan Bahan

A.     Alat
Beaker glass
Buret
Erlenmeyer
Gelas ukur
Spatel
Timbangan analitik

B.     Bahan
Aquadest
Ammonia
Asam asetat glasial
Asam klorida
Dinatrium edetas
EBT
Magnesium sulfat
Sampel Zink oksida
Xylenol jingga
VI. Prosedur

1. Kualitatif
1. Organoleptis
Padatan ZnO diidentifikasi secara organoleptis, yaitu bentuk,
warna, bau, dan rasa.
2. Uji Kelarutan
Sejumlah ZnO padat dilarutkan dengan aquadest, diamati
kelarutannya
3. Pemanasan
Sejumlah ZnO padat di spatel dipanaskan dengan api langsung,
diamati perubahan warnanya. Kemudian api dimatikan, diamati perubahan
warnanya.
4. Penambahan NaOH
Sejumlah ZnO padat dilarutkan dengan sedikit larutan NaOH,
diamati perubahan yang terjadi. Kemudian ditambahkan larutan NaOH
berlebih, diamati perubahannya.
5. Penambahan Amonia
Sejumlah ZnO padat dilarutkan dengan sedikit larutan amonia,
diamati perubahan yang terjadi. Kemudian ditambahkan larutan amonia
berlebih, diamati perubahannya.

2. Kuantitatif
1. Pembuatan Larutan Dapar Salmiak
6.75 gram ammonium klorida dilarutkan dalam 65 ml ammonium
hidroksida 25 %, kemudian atur PH dengan asam asetat glasial menjadi
PH 5 lalu add hingga 100 ml dengan aquadest.
2. Pembuatan Larutan EDTA 0,05 M
Sebanyak 1 gram EDTA dilarutkan dalam aquadest dan encerkan
menjadi 1 Liter. Larutan disimpan dan ditutup rapat
3.  Standarisasi larutan EDTA 0,05 M
Sebanyak 0,6 gram MgSO4 ditimbang dan dilarutkan dalam 50 ml
aquadest, dimasukkan ke dalam gelas kimia 250 ml. Selanjutnya sebanyak
10 ml EDTA dipipet ke dalam labu erlenmeyer, dan ditambahkan 1,5 ml
buffer salmiak. Kemudian ke dalam labu erlenmeyer ditambahkan
indikator EBT hingga berwarna biru. Larutan dititrasi dengan MgSO4
hingga berwarna pink muda
4. Penetapan kadar ZnO
Sebanyak 500 mg ZnO ditimbang, dan dilarutkan dalam 10 ml HCl
4 N. Larutan dinetralkan dengan amonia. Kemudia dipipet sebanyak 10 ml
sampel dan dimasukkan kedalam labu erlenmeyer. Larutan ditambahkan
buffer salmiak sebanyak 4 ml. Ke dalam labu erlenmeyer ditambahkan
indikator jingga xylenol hingga berwarna ungu. Larutan dititrasi dengan
EDTA hingga berwarna kuning muda.

VII. Data Pengamatan dan Perhitungan

Kualitatif

Zat Perlakuan Hasil


Zn Organoleptis Serbuk Putih
O Rasa Hambar
Zn Uji Kelarutan Tidak Larut
O + Aquadest
Zn Pemanasan Putih berubah menjadi kuning
O
Didiamkan Warna kuning hilang

Zn + NaOH cair Terbentuk endapan putih


O

+NaOH berlebih Endapan larut kembali


Zn + Ammonia cair Terbentuk endapan putih
O

+Ammonia berlebih Endapan larut kembali


Kuantitatif
1. Standarisasi EDTA

Volume Analit Volume Titran


10 ml 10,3 ml
10 ml 10,5 ml
Rata-Rata 10,4 ml

Perhitungan Molaritas :
V1 x M1 = V2 x M2
        10,4 x 0,05 = 10 x M2
         M2 = 0,052 M
2. Penetapan Kadar ZnO
      

Volume Analit Volume Titran


10 ml 0,4 ml
10 ml 0,5 ml

I. Perhitungan Molaritas
V1xM1 = V2xM2
10xM1 = 0,4x0,052
M1 = 0,0028 M

Kadar ZnO = 0,0028 x 40,37


                   = 0,11 gram x 100% = 22%
                        0,5

II. Perhitungan Molaritas


V1xM1 = V2xM2
10xM1 = 0,5x0,052
M1 = 0,0026 M

Kadar ZnO = 0,0026 x 40,37 x 100% = 20,9%


                        0,5 gram

Rata-Rata = 22 + 20,9 = 21,45%


                          2

VIII.  Pembahasan

            Praktikum ini bertujuan untuk melakukan identifikasi dan penetapan kadar
senyawa zink oksida dalam suatu sampel. Identifikasi senyawa berarti
pemeriksaan senyawa secara kualitatif yang dilakukan dengan prinsip-prinsip uji
organoleptis, pengujian kelarutan serta uji spesifik anion-kation.
       Pengujian kualitatif yang dilakukan untik identifikasi zionk oksida antara lain
adalah :
1.      Pengujian organoleptis
Pengujian ini dilakukan dengan memeriksa karakter fisik dari sampel
berupa tekstur, warna, bau dan rasa. Zink oksida tidak mempunyai bau dan rasa,
warnanya putih dan teksturnya halus. Serbuk ini menyerap karbondioksida
diudara sehingga dapat terjadi proses oksidasi, ditandai dengan perubahan warna
menjadi kekuningan yang dapat terjadi dalam waktu yang lama jika dibiarkan
kontak dengan udara terbuka.
2.      Pemanasan
Pengujian ini dilakukan dengan memanaskan sejumlah sampel zink oksida
dengan menggunakan api. Seperti yang kita ketahui, pembakaran akan
menimbulkan zat karbondioksida sedangkan sifat zenyawa zink oksida dapat
menyerap karbondioksida dan mengakibatkan suatu proses oksidasi yang
menyebabkan warnaya menjadi kekuningan. Namun reaksi ini anya sementra
karena jika dibiarkan, maka terjadi reaksis revesibel yang mengembalikan warna
zink oksida menjasi putih seperti semula.
3.      Pengujian NaOH dan Ammonia
Pengujian ini prinsip pengamatannya adalah dengan melihat prubahan zink
oksida yang sebelumnya tidak larut menjadi larut. Prinsip yang diketahui
melandasi pengujian ini adalah kelarutan dan keasam-basaan. Kelarutan
merupakan suatu bentuk ketetapan yang menggambarkan jumlah pelarut yang
diperlukan untuk dapat malarutkan sejumlah 1 gram zat yang akan dilarutkan.
Prosedur pengujian adalah memberikan sejumlah volume NaOH dan Ammonia
yang akan menyebabkan zink oksida mengendap, sedangkan pemberian kedua
pelarut secara berlebihan kemudian menyababkan sampel menjadi larut. Hal ini
disebabkan oleh syarat kelarutan zink oksida pada kedua pelarut telah terpenuhi.
Seperti yang tertera pada farmakope bahwa parameter dan standar kelarutan
dijelaskan sebagai :
Sangat mudah larut       : kurang dari satu baguan pelarut
Mudah larut                  : 1- 10 bagian pelarut
Larut                            : 10 – 30 bagian pelarut
Agak sukar larut           : 30 – 100 bagian pelarut
Sukar larut                    : 100 – 1000 bagian pelarut
Sangat sukar larut         : 1000 - 10.000 bagian pelarut
Tidak larut                    : > 10.000 bagian pelarut
Sedangkan faktor lainya adalah PH, suasan asam atau basa dapat mempengaruhi
kelebihan, pemberian kedua jenis pelarut Natrim idroksida dan ammonia secara
berlebi tentunya menambah kebasaan dan melarutkan zink oksida dalam suasana
basa yang cukup.
            Pengujian kualitatif yang telah dilakukan mengisyaratkan bahwa sampel
yang tersedia adala benar-benar senyawa zink oksida.
            Pengujian kuantitatif untuk penetapan kadar dilakukan dengan metode
titrasi kompleksometri dengan menggunakan titran pengkompleks atau ligand
berupa dinatrium edetas atau EDTA dan indicator xylenol jingga dengan dapar
PH 5 salmiak.
            Pembuatan dapar salmiak PH 5 dilakukan dengan melarutkan (6.75) gram
senyawa ammonium klorida dalam 65 ml ammonium hidroksida. kemudian PH
diatur dengan menambahkan perlahan asam asetat glasial hingga PH mencapai 5 (
di cek dengan PHmeter)  kemudian di add hingga 100 ml ml dengan aquadest.
Dapar salmiak diguanakan untuk mendapatkan suasana asam PH 5 untuk titrasi
kompleksometri analit zink oksida.
            EDTA yang akan digunakan terlebih dahulu dititrasi dengan magnesium
sulfat sebagai standarisasi sehigga normalitas sebenarnya dapat diketahui. Titrasi
yang digunakan merupakan titrasi kompleksometri dengan menggunakan
indicator EBT seingga buffer yang digunakan adalah buffer salmiak PH 10.
            Setelah didapatkan bahwa normalitas EDTA adalah 0.05 N maka
dilakukan titrasi penetapan kadar terhadap zink oksida. Zink oksida dilarutkan
dalam HCL dan dinetralkan dengan ammonia, kemudian didapar dengan dapar
PH 5. PH 5 dipilih karena indicator xylenol jingga yang dipakai hanya bekerja
pada PH asam.
            Setelah titrasi dilakukan maka didapatkan bahwa kadar zink oksida adalah
sekitar 20 % namun ternyata kadar yang didapat ini tidak benar sehingga
kemungkinan terdapat kesalahan-kesalahan dalam prosedur antara lain :
1.      Pembuatan buffer tidak sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga PH tidak
mendukung perubahan warna indicator secara benar dan terjadi kesalahan
pengamatan, pada percobaan perubahan warna terjadi dari merah anggur ke
orange hal ini berarti PH didalam analit sebelum titrasi adalah basa sedangkan
harusnya adalah asam.
2.      Kekeliruan pada volume pelarutan sampel pada saat rosedur preparasi sehingga
pada perhitungan, data yang didapatkan dan menjadi variable dalam perhitungan
berbeda dengan yang seharusnya didapat dan menjadikan perhitungan keliru.
3.      Terjadi reaksi pada sampel seperti troksidasi sehigga sampel rusak dan kurang
sensitive pada penambahan titran sehingga volume yang didpat tidak sesuai
dengan yang seharusnya didapatkan.
4.      Adanya kontaminasi logam lain dalam analit atau penetralan analit yang tidak
benar sehingga mempengaruhi kebutuhan terhadap volume titran yang digunakan.

IX.  Kesimpulan

           Uji kualitatif membuktikan bahwa sampel yang diuji adalah zink oksida
dengan kriteria yang sesuai. Sedangkan penetapan kadar menggunakan titrasi
kompleksometri belum berhasil dilakukan karena    hasil kadar 20 % yang
didapatkan ternyata belum tepat.
           
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J, 1994. Vogel Kimia Analisis Kuatitatif Anorganik, Buku   


KedokteranEGC, yogyakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1979. Farmakope Indonesia Edisi III.


Departemaen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

 Gholib, 2007. Ibnu,Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Belajar, Yogyakarta.

Ira, Sarah.2007. titrasi kompleksometri.available online at http : www.


Scribd.com. [ day accessed: march 29th 2013]

Khopkar, 1990. konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai