Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

Analisis Kuantitatif
Penetapan kadar MgSO4 secara kompleksometri

Asisten : Bu Emi
Nama Kelompok E :
1.
2.
3.
4.

Debora Agustina
Puspita
Dona Ariana
Venny Fransisca

(2443013024)
(2443010080)
(2443010091)
(2443013305)

Golongan : P

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA


SURABAYA

I.

Tujuan
Menghitung kadar senyawa dalam senyawa dalam sampel secara kompleksometri.

II.

Landasan Teori
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa
kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk
kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium
etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA). Senyawa ini dengan banyak kation
membentuk kompleks dengan perbandingan 1 : 1, beberapa valensinya:
M++ + (H2Y)= (MY)= + 2 H+
M3+ + (H2Y)= (MY)- + 2 H+
M4+ + (H2Y)= (MY)+ 2 H+
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksireaksi pembentukan
kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak,
tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks,
sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi
kompleksometri :
Ag+ + 2 CN-Ag(CN)2
Hg2+ + 2Cl-HgCl2
(Khopkar, 2002).
Penetapan titik akhir titrasi digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat
membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan
ion logam harus lebih lemah dari pada ikatan kompleks antara larutan titer dan ion logam.
Larutan indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks
indikator. Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah:
a. Hitam eriokrom
Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH
8 -10 senyawa ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH
5 senyawa itu sendiri berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian
juga pada pH 12. Umumnya titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol
Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam
suasana alkali. Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu
c.

digunakan pada titrasi dalam suasana asam.


Biru Hidroksi Naftol

Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH


12 13 dan menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat.Titrasi kompleksometri
umumnya dilakukan secara langsung untuk logam yang dengan cepat membentuk
senyawa kompleks, sedangkan yang lambat membentuk senyawa kompleks
dilakukan titrasi kembali.
III.

Alat :
Beker Glass
Erlemeyer
Gelas ukur
Statif dan Klem
Batang pengaduk
Pipet tetes
Buret
Labu takar
Pipet volume
Bahan :
Serbuk ZnSO4
Larutan MgSO4
Indikator EBT
NaOH 1N
HCl 3N
Buffer Amoniak/Salmiak

IV.

Spesifikasi
Pemerian
Hablur, biasanya berbentuk jarum, tidak berwarna, rasa dingin, asin, pahit. Dalam

udara kering dan dingin merekah.


Kelarutan
Mudah larut dalam air, mudah larut secara perlahan dalam gliserin, sangat mudah

larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol.


Penetapan kadar (Farmakope Indonesia IV hal. 517)
Timbang seksama 250 mg residu yang diperoleh pada penetapan susut
pemijaran, larutkan dalam 100 ml air, tambahkan sedikit HCl 3N hingga larutan
jernih. Atur hingga pH 7 dengan NaOH 1 N menggunakan kertas indicator pH,

tambahkan 5 ml dapar Ammonii-ammonium Cl LP dan 0,15 ml hitam eriokrom


LP, titrasi dengan Na2 EDTA 0,05 M LV sampai warna biru berlin.
( 1 ml Na2 EDTA setara dengan 11,423 mg MgSO4 . 6H2O).

V.

Berat Molekul
- Na2 EDTA
372,24
- ZnSO4
287,54
- NH4Cl
53,49
Dasar reaksi
Zn2+ + EBT
Zn EBT(merah anggur)
Zn EBT + Na EDTA
Zn EDTA + EBT(biru) (bentuk bebas) + H+ + Na+

Prosedur Kerja
Pembuatan buffer Ammonium-Ammonii Klorida LP (Farmakope Indonesia IV
hal. 1143)
Larutkan 67,5 gram NH4Cl dalam air, tambahkan 570 mml NH4OH P dan

encerkan dengan air hingga 1000 ml.


Pembuatan untuk 50 ml
- NH4Cl
3,375 gram
- NH4OH
28,5 ml
- Aquadest ad 50 ml
Pembuatan larutan baku sekunder Na2 EDTA 0,05 M 200 ml
N
= W/BM x 1000/vol x valensi
0,05 = w/372,24 x 1000/200 x 1
W
= 3,7724 gram
Timbang Na2EDTA 3,7724 gram larutkan dalam aquadet ad 200 ml
Pembuatan larutan baku primer ZnSO4 0,05 N 50 ml
N
= W/BM x 1000/vol x valensi
0,05 = W/287,54 x 1000/50 x 1
W
= 0,7709 gram
Timbang ZnSO4 0,7709 gram larutkan dengan aquadest masukkan labu
takar 50 ml tambahkan aquadest ad 50 ml (sampai batas tanda) kocok

(homogenkan).
Pembakuan larutan Na2EDTA dengan ZnSO4
Baku primer (larutan ZnSO4 0,05 N) @ pipet 5 ml dengan menggunakan pipet
volume ke dalam 3 erlemeyer titrasi dengan Na2EDTA 0,05 N hentikan

VI.

sampai terjadi perubahan warna (merah biru) atau TAT.


Data Pengamatan
Penimbangan
- ZnSO4
0,7709 gram
- Ammonium Chlorida
3,375 gram
- Ammonium Hidroksida
28,5 ml

- Na2EDTA
- NaOH 1 N
- HCl 3 N
Molaritas ZnSO4
N
= W/BM x 1000/vol x valensi
= 0,7709/287,54 x 1000/50 x 1
= 0,0536 N

Pembakuan ZnSO4 dengan Na2EDTA


Titrasi
I
II
III

V ZnSO4
5 ml
5 ml
5 ml

Molaritas rata rata Na2EDTA

M ZnSO4
0,0536
0,0536
0,0536

V Na2EDTA
2,55 ml
2,60 ml
2,45 ml

M Na2EDTA
0,1051
0,1031
0,1094

= 0,1059 M

Titrasi sampel
Titrasi
I
II
III

3,7724 gram
4
gram
10,938 ml

V MgSO4
1 ml
1 ml
1 ml

Perhitungan kadar
- % kadar (I)

= 4,10 x 0,1059 x 11,423


0,05 x 1
= 99,44 mg/ml
= 9,944 gram/100 ml
= 9,944 % b/v
% kadar (II)) = 4,00 x 0,1059 x 11,423
0,05 x 1
= 96,776 mg/ml
= 9,678 %b/v
% kadar (III) = 3,90 x 0,1059 x 11,423
0,05 x 1
= 94,356 mg/ml
= 9,436 % b/v

V Na2EDTA
4,10 ml
4,00 ml
3,90 ml

Rata rata % kadar

= 9, 686 % b/v

Kadar sesungguhnya = 10,29 % b/v


% kesalahan
VII.

= 5,8%

Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan titrasi kompleksometri dengan
sampel MgSO4. Kompleksometri merupakan salah satu analisis kimia kuantitatif, yang
tujuannya untuk menetukan kadar ataupun konsentrasi dalam suatu sampel. Prinsip
kerjanya yaitu berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks dengan EDTA,
sebagai larutan standar dengan indikator EBT. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan
terjadinya perubahan warna larutan, yaitu dari merah anggur menjadi biru.
EDTA merupakan baku sekunder karena senyawa ini tidak stabil dan mudah
terurai. EDTA merupakan ligan seksidenat yang berpotensi dapat berkoordinasi dengan
ion logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empat gugus karboksil. Dalam hal-hal
lain, EDTA mungkin bersikap sebagai suatu ligan kuinkedentat atau kuadridental yang
mempunyai satu atau dua gugus karboksilnya bebas dari interaksi yang kuat dengan
logamnya.
Pada saat pembakuan primer memakai ZnSO4 yang ditambahkan dengan indikator
EBT, akan terbentuk warna merah anggur yang membuktikan bahwa logam Zn telah
berikatan dengan indikator EBT. Namun jika telah di titrasi dengan Na2EDTA dan
mencapai titik akhir titrasi maka warna yang terbentuk akan berwarna biru yang
membuktikan bahwa EDTA mendesak masuk berikatan dengan logam Zn dan indicator
EBT lepas dan menjadi bentuk bebasnya yang berwarna biru.
Titrasi kompleksometri sangat dipengaruhi oleh pH. Hanya pada harga-harga pH
kira-kira antara 9-10 untuk yang memakai indikator EBT, kebanyakan EDTA ada dalam
bentuk tetraanion Y'-. Pengaruh air sebagai pelarut juga menjadi faktor utama kesalahan
dalam titrasi, karena di dalam air seringkali terdapat unsur logam yang dapat berikatan
dengan Na-EDTA sehingga perubahan warna yang terjadi tidak terkondisikan.
Penambahan HCl pada penetapan kadar MgSO4 untuk menjernihkan larutan, sedangkan
NaOH untuk meningkatkan pH yang diinginkan dan Buffer Amonia-Amonium Klorida
berfungsi sebagai pendapar larutan agar tetap pada range pH tersebut.

Kesalahan pengamatan visual merupakan kemungkinan faktor kesalahan dalam


menentukan titik akhir titrasi sehingga seharusnya kadarnya 10,29 % dan kadar yang
kami dapatkan hanya 9.69 %. Terjadi kesalahan sebesar 5,8 % yang disebabkan karena
penambahan titran yang tidak tepat sehingga mempengaruhi kadar yang kami temukan.
VIII.

IX.

Kesimpulan
Kadar MgSO4 dalam sampel 9,69 %
Persentase kesalahan adalah 5,8 %
Daftar Pustaka
Khopkar S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta
Departemen Kesehatan RI . 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Dirjen POM.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai